11
Tingkatan ini memandang bahwa aturan-aturan dalam masyarakat tidak absolut tetapi relatif; dapat diganti dengan yang lain.
Stadium 5: Orientasi kontrol legalistis, memahami bahwa aturan-aturan dalam masyarakat merupakan kontrol perjanjian antara diri orang dan
masyarakat. Di sini, individu dituntut untuk memenuhi kewajibannya, sedangkan masyarakat dituntut pula untuk menjamin kesejahteraan
individu. Peraturan dalam masyarakat bersifat subjektif. Stadium 6: Orientasi yang berdasar pada prinsip serta konsensia sendiri. Dalam
stadium ini, peraturen dan norma hingga batasan-batasannya dianggap subjektif dan tidak pasti. Dengan demikian, ukuran penilaian tingkah laku
moral adalah konsensia masing-masing pribadi. Prinsipnya sendiri lepas dari segala norma yang ada. Kohlberg menganggap prinsip ini sebgai
prinsip moral yang universal di mana suatu norma moral yang dasarnya ada pada konsensia orang itu sendiri.
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Krisis Moral
Adapun yang menjadi akar masalah penyebab timbulnya krisis moral dalam masyarakat cukup banyak, yang terpenting diantaranya adalah:
Pertama, krisis moral terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam self-control. Selanjutnya
alat pengontrol perpindahan kepada hukum dan masyarakat. Namun karena hukum dan masyarakat juga sudah lemah, maka hilanglah seluruh alat kontrol. Akibatnya
manusia dapat berbuat sesuka hati dalam melakukan pelanggaran tanpa ada yang menegur.
Kedua, krisis moral terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan oleh orang tua, sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Bahwa penanggung jawab
pelaksanaan pendidikan di negara kita adalah keluarga, masyarakat dan pemerintah. Ketiga institusi pendidikan sudah terbawa oleh arus kehidupan yang mengutamakan
materi tanpa diimbangi dengan pembinaan mental spiritual.
12
Ketiga, krisis moral terjadi karena derasnya arus budaya hidup materialistik, hedonistik dan sekularistik. Derasnya arus budaya yang demikian didukung oleh para
penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral
para generasi penerus bangsa. Keempat, krisis moral terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh-
sungguh dari pemerintah untuk memperbaiki moral hidup bangsa. Kekuasaan, dana, tekhnologi, sumber daya manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah
belum banyak digunakan untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa. Hal ini semakin diperparah dengan ulah penguasa yang semata- mata mengejar kedudukan,
kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara yang tidak mendidik, sepeati adanya praktek korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN.
Krisis moral pun dapat terjadi terjadi karena pendidikan moral tidak terjadi seperti yang diharapkan. Pembinaan moral seharusnya terjadi sejak anak masih dini.
Pembinaan ini pun harus memperhatikan usia serta kemampuannya. Alasannya adalah anak belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Anak
pun belum benar-benar memahami batas-batas dan ketentuan-ketentuan moral yang berlaku di lingkungan tempat ia tinggal. Jika anak tidak diperkenalkan dengan sikap-
sikap yang dianggap baik untuk pertumbuhan moralnya, maka anak akan tumbuh menjadi dewasa tanpa mengenal moral itu sendiri.
Selanjutnya, suasana keluarga atau rumah tangga yang kurang baik pun dapat menghambat pertumbuhan moral anak. Kurangnya saling pengertian, saling
menerima, saling menghargai antara suami dan istri, tidak adanya kerukunan orang tua menyebabkan anak menjadi takut, gelisah, cemas dan akibat-akibat lain yang
kurang baik bagi psikologi anak. Tidak mengherankan jika anak-anak akhirnya terdorong untuk melakukan hal-hal yang merupakan ungkapan hatinya yang dapat
meresahkan serta mengganggu ketentraman orang lain. Masalah lain adalah penggunaan atau mengkonsumsi obat-obatan yang dilarang seperti obat anti hamil.
Usia muda adalah usia peralihan yang membuat orang semaunya saja melakukan
13
segala sesuatu untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Mereka gampang dibujuk untuk melakukan hal-hal yang tentu saja merusak moralitas mereka sendiri.
Hal terakhir selain yang tidak disebutkan dalam tulisan ini adalah kurangnya yang menghambat pertumbuhan moral adalah kurangnya kesadaran untuk mengatur
waktu luang dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat dengan cara yang baik dan sehat. Hal tersebut mendorong anak-anak untuk memikirkan hal-hal lain yang tidak
membangun yang tentunya merusak pertumbuhan moral mereka. Oleh karena itu, memperhatikan kelemahan-kelemahan tersebut di atas, perlu adanya langkah-langkah
atau tindakan-tindakan
yang nyata
agar dapat
membimbing anak-anak
menghindarinya. Pembenahan yang secara terus-menerus dilakukan mulai dari lingkungan keluarga, diri anak sendiri dan lingkungan yang lebih besar pastinya akan
sangat bermanfaat dan memberi solusi positif bagi pembentukan moral mereka.
2.2. Anak Usia Dini AUD