47
kesehatan reproduksi memberikan akses pengetahuan siswa tunanetra mengenai perubahan tubuh dan emosi yang dialaminya.
3. Tujuan Pembelajaran Kesehatan Reproduksi untuk Tunanetra di
SLB A Yaketunis
Dalam setiap program pembelajaran dibutuhkan tujuan yang menjadi acuan, tujuan pembelajaran kesehatan reproduksi menurut
Azrul Azwar 2005: 2-3 menyebutkan dalam pembelajaran kesehatan reproduksi mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus yang dikaji
berikut ini: a.
Tujuan Umum Tujuan umum dalam pembelajaran kesehatan reproduksi
adalah meningkatnya kualitas hidup manusia melalui upaya peningkatan kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak-hak
reproduksi secara terpadu, dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam pembelajaran kesehatan reproduksi diantaranya yaitu:
1 Meningkatnya komitmen para penentu dan pengambil
kebijakan dari berbagai pihak terkait, baik pemerintah dan non pemerintah.
2 Meningkatnya efektivitas penyelenggaraan upaya kesehatan
reproduksi melalui peningkatan fungsi, peran dan mekanisme kerja di pusat, provinsi dan kabupatenkota.
3 Meningkatnya keterpaduan upaya pelaksanaan kesehatan
reproduksi bagi seluruh sector terkait, di pusat, provinsi, dan kabupatenkota, yang mengacu pada kebijakan dan strategi
nasional kesehatan.
Jadi menurut Azrul Azwar tujuan umum pembelajaran kesehatan reproduksi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia dengan peningkatan kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak-hak reproduksi secara terpadu dan setara. Sedangkan tujuan
48
khusus pembelajaran kesehatan reproduksi yaitu menigkatkan komitmen para pengambil kebijakan, meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan kesehatan reproduksi, dan meningkatkan keterpaduan upaya pelaksanaan kesehatan reproduksi bagi seluruh sektor terkait.
St Leger dalam Monica Silva 2002: 471 mengatakan bahwa
“school-based sex education program have been designed for the sole purpose of delaying the initiation of sexual activity.” Dengan
demikian program pendidikan seks berbasis sekolah dirancang dengan tujuan utama untuk menunda aktivitas permulaan seksual. Monica
Silva menambahkan bahwa selain program yang menunda aktivitas seksual ada program lain yang dinamakan program Safe Sex,
comprehensive, abstinence plus. Program ini memiliki tujuan meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi secara efektif.
Menurut Reppuci dan Herman dalam Monica Silva 2002: 471:
“although abstinence-only and safer-sex program differ in their underlying values and assumption regarding the aims of sexual
education, both types strive to foster dicision-making and problem solving skills in the belief that through adequate instruction
adolescents will be better equipped to act responsibly. ”
Jadi meskipun hanya program abstinens penahanan nafsu dan program safer sex pengamanan sex berbeda dalam nilai-nilai yang
mendasari mereka dan asumsi tentang tujuan pendidikan seksual, keduanya berusaha untuk mendorongpembuatan keputusan dan
49
keterampilan pemecahan masalah dengan keyakinan bahwa melalui pembelajaran yang memadai remaja akan lebih siap melengkapi untuk
bertindak secara bertanggung jawab. Dari beberapa kajian tentang tujuan pembelajaran kesehatan
reproduksi di atas, maka dapat ditegaskan bahwa tujuan pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak tunanetra yaitu:
1 Meningkatnya kualitas hidup siswa tunanetra melalui upaya
peningkatan kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak-hak reproduksi secara terpadu.
2 Menunda aktivitas seksual siswa tunanetra sampai saat yang tepat,
yaitu dengan pasangan yang resmi. 3
Membantu siswa tunanetra dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah seputar kesehatan reproduksi yang dapat
dipertanggung jawabkan.
4. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dan siswa dalam proses