43
6 Risiko berganti-ganti pasangan seksual
7 Risiko komplikasi kehamilan dan persalinan, termasuk melahirkan
bayi prematur dan kelainan lainnya. Dari kajian masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja tersebut
di atas bukan tidak mungkin remaja tunanetra juga bisa mengalami kehamilan yang tidak diinginkan atau terkena infeksi penyakit menular
seksual. Masalah remaja yang seksual aktif sebelum tercapainya kematangan mental dan sosial akan lebih banyak terjadi pada remaja
tunanetra karena kelainan pada penglihatan maka tunanetra sering mengalami kesulitan mengakses informasi dan karena ketidaktahuannya
ini mereka menjadi rentan terhadap pelecehan seksual.
2. Komponen Perencanaan Pembelajaran Kesehatan Reproduksi
untuk Siswa Tunanetra
Setiap perencanaan pendidikan, apapun jenis pendidikannya, pada dasarnya mempunyai komponen yang sama. Berdasarkan
pemikiran tersebut, komponen pendidikan luar sekolah menurut Rahman dalam Suprijanto 2007: 56 bisa digunakan sebagai
perencanaan pendidikan kesehatan reproduksi. Komponen tersebut diantaranya: a peserta didik; b tujuan belajar; c sumber belajar; d
kurikulum; e organisasi pelaksana; f kondisi peserta didik; g kemanfaatan langsung. Komponen-komponen tersebut dikaji lebih
lanjut sebagai berikut:
44
a. Peserta didik.
Dalam perencanaan pendidikan harus mempertimbangkan kondisi peserta didik, seperti perbedaan umur, kelamin, sosial,
ekonomi, latar belakang, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Dalam pembelajaran kesehatan reproduksi untuk anak tunanetra
peserta didiknya adalah siswa dan siswi yang sudah memasuki usia pubertas, yaitu dimulai usia 10 tahun ke atas. Siswa mengalami
buta total sehingga belum memiliki banyak pengalaman mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini didukung oleh hasil observasi dan
wawancara peneliti pada pra penelitian. b.
Tujuan belajar Menurut M.J. Langeveld tujuan umum belajar adalah
tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhankebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikanpembelajaran, tujuan akhirnya
adalah kedewasaan, yang salah satu cirinya adalah telah hidup dengan pribadi mandiri dalam Dwi Siswoyo, 2008: 81.
Pendekatan tujuan belajar cenderung lebih pada peningkatan kemampuan dan keterampilan praktis dalam waktu sesingkat
mungkin untuk mencukupi keperluan hidupnya. Tujuan belajar kesehatan reproduksi untuk anak tunanetra adalah memahami apa
yang diharapkan dari diri mereka, memahami perubahan- perubahan tubuh dan emosi di masa remaja. Pembelajaran
kesehatan reproduksi bagi anak tunanetra juga bertujuan untuk
45
memberikan bekal kemandirian apabila telah menginjak usia dewasa.
c. Sumber belajar pembimbing
Udin Saripudin dan Winataputra mengelompokkan sumber- sumber
belajar menjadi
lima kategori
yaitu manusia,
bukuperpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan dalam Syaiful Bahri dan Azwan Zain, 2010: 122.
Sumber belajar kesehatan reproduksi di SLB A Yaketunis diupayakan diambil dari guru yang sudah mengajar di sekolah
tersebut. Hal ini karena guru tersebut sudah memahami kondisi dan karakteristik siswanya. Pembelajaran kesehatan reproduksi untuk
siswa tunanetra sumber belajar yang digunakan adalah modul “Langkah Pastiku” yang diterbitkan tahun 2009 oleh World
Population Foundation bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional. Sumber
belajar pada proses pembelajaran dimaksudkan agar materi yang diberikan akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami
oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik dalam Nana Sudjana, 2010: 2.
d. Kurikulum
Kurikulum untuk pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak tunanetra biasanya sederhana dan sesuai dengan kebijakan
pemerintah setempat.Kurikulum mengandung pengetahuan seputar
46
seksualitas dan penyalahgunaan narkoba, namun dimodifikasi agar sesuai kebutuhan siswa tunanetra.
e. Organisasi Pelaksana
Organisasi pelaksana pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak tunanetra adalah sekolah luar biasa yang mempunyai
murid tunanetra remaja bekerjasama dengan orangtuakeluarga anak tunanetra dan yang bersangkutan dengan program tersebut,
dalam hal ini guru dan kepala sekolah. f.
Kondisi Peserta Didik Dalam
menyusun rencana
pembelajaran perlu
dipertimbangkan kondisi siswa yang akan diberi pembelajaran. Karena setiap siswa memiliki karakteristik dan kebutuhan yang
berbeda dalam pendidikan. Dalam hal ini untuk peserta didik tunanetramemerlukan penanganan yang berbeda dengan anak
awas, pembelajaran kesehatan reproduksi untuk siswa tunanetra lebih banyak melalui media audio dan media tiga dimensi untuk
menyesuaikan kondisi siswa tunanetra. g.
Kemanfaatan Langsung Isi program pendidikan kesehatan reproduksi harus
berhubungan atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Kebutuhan peserta didik remaja tunanetra antara lainyaitu
mengetahuidan menyadari adanya perubahan tubuh dan emosi yang dialaminya saat remaja. Oleh karena itu program pendidikan
47
kesehatan reproduksi memberikan akses pengetahuan siswa tunanetra mengenai perubahan tubuh dan emosi yang dialaminya.
3. Tujuan Pembelajaran Kesehatan Reproduksi untuk Tunanetra di