10
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Mengenai Siswa Tunanetra
1. Pengertian Siswa Tunanetra
Kata tunanetra sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang, terutama mereka yang mengabdikan dirinya di bidang pendidikan khusus,
sedangkan di masyarakat umum istilah tunanetra sering diartikan sama dengan buta.
Menurut Munawir Yusuf Tt: 21 istilah ‘buta’ lebih dimaksudkan untuk menunjukan seseorang yang sudah sedemikian rusak
penglihatannya sehingga tidak mungkin lagi difungsikan untuk melihat. Sementara istilah tunanetra lebih menunjukan adanya gradasi atau tingkat
kebutaan seseorang. Berdasarkan pendapat Munawir Yusuf maka buta dimaksudkan untuk merujuk orang yang penglihatannya sudah tidak
mungkin difungsikan lagi untuk melihat. WHO 1998: 14 membagi istilah tunanetra ke dalam dua kategori,
yaitu blind atau ‘buta’ dan low vision atau ‘kurang penglihatan’. Istilah
‘buta’ menggambarkan kondisi penglihatan yang tidak berfungsi secara efektif lagi meskipun dengan alat bantu lihat. ‘Kurang penglihatan’
menggambarkan kondisi penglihatan dengan ketajaman yang kurang, dan mempunyai kesulitan dengan tugas-tugas utama fungsi penglihatan, tetapi
masih bisa dibantu dengan alat bantu khusus meskipun tetap terbatas. Berdasarkan kategori yang ditetapkan WHO maka tunanetra ada dua yaitu
buta dan kurang penglihatan.
11
Menurut T. Sutjihati Somantri 2007 : 65 penyandang tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya kedua-duanya tidak
berfungsi sebagai saluran penerima informasi visual dalam kegiatan sehari hari seperti halnya orang awas. Dari pengertian tentang tunanetra tersebut
dapat ditegaskan bahwa tunanetra adalah kondisi seseorang yang mengalami kelainan pada indra penglihatannya sehingga menyebabkan
tergangunya fungsi penglihatan. Dari segi edukasional, Ardhi Widjaya 2012: 21 menyebutkan
bahwa seseorang
dikatakan tunanetra
apabila untuk
kegiatan pembelajarannya dia memerlukan alat bantu khusus, metode khusus atau
teknik-teknik tertentu sehingga yang bersangkutan dapat belajar tanpa penglihatan atau dengan penglihatan yang terbatas. Pengertian anak
tunanetra dari aspek pendidikan juga dikemukakan oleh Hardman dalam Purwaka Hadi, 2005: 38 yang mengemukakan bahwa anak tunanetra tidak
dapat menggunakan penglihatannya sehingga dalam proses belajar akan bergantung kepada indera pendengaran auditif, indera perabaan tactual,
dan indera-indera lain yang masih berfungsi ”. Dengan demikian dapat
ditegaskan bahwa dalam pembelajarannya anak tunanetra memerlukan layanan khusus berupa metode, media atau teknik khusus untuk mengatasi
hambatan dari indra visualnya. Selain itu, dalam proses pembelajarannya perlu dimaksimalkan penggunaan indera non-visual yang masih befungsi
untuk menggantikan peran indera visualnya yang mengalami kelainan.
12
Layanan khusus yang digunakan menyesuaikan dengan kondisi siswa tunanetra dan juga memperhatikan peran dria non-visual untuk
menggunakan teknik, strategi, metode, dan media dalam pembelajaran anak tunanetra. Anak tunanetra yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan siswa tunanetra kelas VI di SLB A Yaketunis Yogyakarta yang mengikuti kegiatan pembelajaran kesehatan reproduksi. Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian siswa tunanetra adalah peserta didik yang mengalami kelainan pada indra
penglihatannya sehingga menyebabkan terganggunya fungsi penglihatan untuk kegiatan pembelajarannya dia memerlukan alat bantu khusus,
metode khusus atau teknik-teknik khusus.
2. Karakteristik Tunanetra