Delik Perzinaan menurut KUHP dan Perkembangannya di dalam RUU KUHP

50

B. Delik Perzinaan menurut KUHP dan Perkembangannya di dalam RUU KUHP

Delik perzinaan dalam KUHP yang sekarang berlaku di Indonesia diatur dalam bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Ketentuan yang secara khusus mengatur perzinaan ada dalam Pasal 284 yang berbunyi : 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan a. Terhadap seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya; b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya. c. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; d. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya. 2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suamiistri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga. 3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. 4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. 5. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama pernikahan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. 48 1. KUHP merumuskan bahwa hubungan seksual di luar perkawinan hanya merupakan suatu kejahatan delik perzinaan, apabila para pelaku atau Ketentuan Pasal 284 tentang perzinaan tersebut di atas dapat ditarik penjelasan sebagai berikut : 48 Moeljatno, KUHP: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. 21, PT. Bumi Aksara, 2001, hal 104-105 Universitas Sumatera Utara 51 salah satu pelakunya adalah orang yang telah terikat dalam perkawinan dengan orang lain. Hubungan seksual di luar perkawinan, antara dua orang yang sama-sama lajang, sama sekali bukan merupakan tindak pidana perzinaan. 2. R. Sugandhi dalam menjelaskan pasal ini mengemukakan bahwa “menurut hukum baru dapat dikatakan terjadi ‘persetubuhan’ apabila anggota kelamin pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan wanita sedemikian rupa sehingga akhirnya mengeluarkan air mani” 49 3. Ketentuan dalam pasal 284 KUHP ini membedakan antara mereka yang tidak tunduk pada pasal tersebut. Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa “dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya dibolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya.” 50 4. Ketentuan ini berbeda dengan orang laki-laki yang tidak tunduk pada pasal 27 BW, seperti orang-orang yang beragama Islam yang dalam hal tertentu dapat beristri lebih dari satu orang. Mereka yang tunduk pada pasal ini baik laki-laki maupun perempuan, dilarang atau dianggap oleh hukum telah melakukan perzinaan apabila bersetubuh dengan orang lain, selain istri atau suaminya sendiri. 51 49 R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hal. 300-301 50 R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 25,