Pengertian Persetubuhan di Luar Perkawinan yang Sah

26

2. Pengertian Persetubuhan di Luar Perkawinan yang Sah

Persetubuhan merupakan perbuatan melakukan hubungan persenggamaan antara laki-laki dan perempuan hubungan persetubuhan antara lawan jenis yang dalam hal ini keduanya melakukan perbuatan tersebut atas dasar suka sama suka, kerelaan, sadar dan sengaja. Menurut Hoge Raad dalam pertimbangan hukum suatu arrestnya menyatakan bahwa “Persetubuhan adalah perpaduan antara alat kelamin laki-laki dengan alat kelamin perempuan yang biasanya dilakukan untuk memperoleh anak, dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan yang kemudian mengeluarkan air mani” Pengertian bersetubuh seperti itu sampai saat ini tetap dipertahankan dan dalam praktik hukum digunakan sebagai dasar pembuktian dalam konteks delik perzinaan. Alat kelamin penis apabila tidak sampai masuk ke dalam vagina walaupun telah mengeluarkan air mani, atau masuk tetapi tidak sampai keluar sperma, menurut pengertian bersetubuh seperti itu, maka belumlah terjadi persetubuhan, namun telah terjadi percobaan persetubuhan, dan jika dikaitkan dalam konteks hukum pidana, maka ketentuan pasal 53 telah dapat dipidana karena telah masuk percobaan zina, yang tentunya diikuti dengan unsur- unsur lain agar dapat digolongkan ke dalam delik perzinaan. 29 Perkawinan yang sah menurut pasal 1 Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yakni ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga 29 Adami Chazawi, Tindak Pidana mengenai Kesopanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 58 Universitas Sumatera Utara 27 yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang- Undang ini menyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 30 Perkawinan yang sah juga diatur dalam surat edaran Menteri Agama 3 Maret 1960 No. FII3123 31 30 Undang Undang Perkawinan, Nomor 1 Tahun 1974 31 Moeljatno, KUHP: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Cet. 21, PT. Bumi Aksara, 2001, hal 104-105 , Jadi dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwasanya yang dimaksud dengan persetubuhan di luar perkawinan yang sah ialah hubungan seksual persenggamaan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang keduanya tidak dalam ikatan perkawinan yang sah, maupun masing-masing diantara keduanya, tidak dalam ikatan perkawinan yang sah dengan orang lain lajang , dalam artian yang tergolong melakukan hubungan persetubuhan di luar perkawinan yang sah yang dimaksud ialah apabila masing- masing antara laki-laki dan perempuan masih dalam status lajang. Persetubuhan di luar perkawinan yang sah merupakan penggalan kalimat “....masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah...” yang terdapat dalam pasal 483 RUU KUHP 2012. Hal ini yang menjadi fokus persoalan dalam pembahasan ini yang menjadi bagian rumusan baru dari delik perzinaan, dalam KUHP selama ini perzinaan hanyalah perbuatan melakukan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya atau minimal salah satunya harus memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan orang lain memiliki suamiistri. Universitas Sumatera Utara 28 Kata zina secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang artinya persetubuhan di luar pernikahan 32 . Menurut kosa kata Inggris, zina disebut sebagai fornication yang artinya persetubuhan di antara orang dewasa yang belum kawin dan adultery yang artinya persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang bukan suami istri dan salah satu atau keduanya sudah terikat dalam perkawinan dengan suamiistri lain. 33 Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminologis mendefenisikan perzinaan ke dalam dua pengertian, pertama adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan perkawinan, dan kedua adalah perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. 34 Hukum Islam membagi perzinaan dalam dua pengertian sama seperti pengertian dalam Bahasa Inggris, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni pertama zina yang dilakukan oleh pelaku yang belum menikah ghairu muhsan atau dalam bahasa Inggrisnya yang telah disebutkan tadi yakni fornication dan kedua, zina yang dilakukan oleh pelaku yang sudah menikah muhsan 35 32 Fadhel Ilahi, Zina terjemah, Qisthi Press, Jakarta, 2004, hal. 7 33 Eprints.undip.ac.id154871Dwi_Haryadi, Op. Cit., hal. 60-61 34 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991, hal. 1136. 35 Digilib uin-suka.ac.id, Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Perzinaan Studi Komparasi antara Hukum Pidana Islam dan Pasal 284 KUHP , Yogyakarta, 29 Mei 2009, hal. 21, diakses pada tanggal tanggal 30 Maret 2013, pukul 16.00 WIB. atau adultery dalam bahasa Inggrisnya. Perbuatan zina yang dimaksud dalam Islam Universitas Sumatera Utara 29 dengan kata lain ialah perbuatan melakukan hubungan seksual persenggamaan antara laki- laki dengan perempuan atas dasar kerelaan dan sadar, baik keduanya dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, ataupun salah satunya, maupun keduanya tidak dalam ikatan perkawinan remaja. Pengertian perzinaan sebagaimana rumusan pasal 284 KUHP menurut beberapa sumber tersebut yaitu pengertian dalam istilah adultery ataupun muhsan, jadi persetubuhan yang dilakukan oleh laki- laki dengan perempuan yang sama- sama masih lajang bukanlah termasuk perzinaan menurut hukum positif. RUU KUHP dalam perkembangannya dari rancangan tahun 2004 sampai dengan 2012, memuat pengertian zina yang tidak lagi sebagaimana yang tercantum dalam hukum positif pasal 284 KUHP, melainkan telah diformulasikan secara lebih luas yakni mencakup pengertian zina sebagaimana yang diatur dalam Hukum Islam dan menurut bahasa Inggris yaitu disebut dengan istilah ghoiru muhsan dan fornication. Lingkup zina yang diatur dalam hukum Islam dengan zina yang diatur dalam RUU KUHP terdapat sedikit perbedaan, dalam hukum Islam mengenai aturan pidana dalam Fiqih Jinayah, antara delik zina dan kumpul kebo tidak dibedakan, sebab pengertiannya sama dan delik kumpul kebo dapat dibuktikan apabila terdapat unsur persetubuhanpersenggamaan yang dilakukan oleh pelaku 36 36 Digilib uin-suka.ac.id, Zina dan Kumpul Kebo dalam Perspektif Hukum Islam Studi atas delik zina dan Kumpul Kebo dalam RUU KUHP 2005, Yogyakarta, 2008, hal. 88, tanggal 30 Maret 2013, pukul 16.00 WIB. , sementara RUU KUHP membedakan antara pembuktian dalam delik perzinaan dengan kumpul kebo meskipun merupakan satu bagian yang sama Universitas Sumatera Utara 30 sebagai delik kesusilaan dan ditempatkan dalam bagian yang sama dalam RUU KUHP dalam bagian delik Zina dan Perbuatan Cabul. Perbedaanya yakni dalam delik zina, harus memenuhi adanya unsur persenggamaanpersetubuhan, sementara untuk delik kumpul kebo tidak harus dengan adanya persetubuhanpersenggamaan, sebab unsur yang terpenting ialah apabila dapat dibuktikan bahwasanya terdapat orang-orang yang hidup bersama sebagai suami- istri di luar perkawinan yang sah, ini sudah dapat dikatakan sebagai delik kumpul kebo. 37 Undang-undang Permasalahan kriminalisasi terhadap persetubuhan diluar perkawinan yang sah dalam konteks RUU KUHP yang dibahas dalam konteks permasalahan ini oleh karena itu tidak termasuk membahas delik kumpul kebo. 3. Pengertian Rancangan Undang-Undang KUHP bahasa Inggris: Legislation - dari bahasa Latin lex, legis yang berarti hukum berarti sumber hukum, semua dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis. Undang-undang merupakan karya legislatif, sering diwujudkan dalam parlemen yang mewakili rakyat. Undang-undang yang dibuat terlebih dahulu harus dipersiapkan dalam bentuk konseprancangan Undang-Undang. 38 37 News.detik.com, RUU KUHP Pasangan Kumpul Kebo Dipidana, Tak Perlu Pembuktian adanya Hubungan Seks, Rabu, 20032013, 15.15 WIB, diakses pada tanggal tanggal 30 Maret 2013, pukul 16.00 WIB. Rancangan Undang-Undang berisi format Undang- Undang yang dibuat secara normatif yang berisi materi rumusan pasal undang-undang yang akan dibuat. 38 http:www.wikipedia.or.id, Defenisi Undang-Undang, diakses pada tanggal 2 Juli 2013, pukul 09.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 31 RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima. RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima. Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi, melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisipanitiaalat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna. DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan kewenangannya pada rapat komisipanitiaalat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Universitas Sumatera Utara 32 RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presiden, jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. 39 Proses pembuatan RUU KUHP ini telah memakan waktu yang cukup lama, yakni selama 49 tahun. Rancangan KUHP dalam bahasan ini merupakan rancangankonsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam rangka pembaharuan hukum pidana Indonesia yang secara garis besar sudah dipandang tidak relevan lagi jika ditinjau dari segi sosiologis, filosofis dan yuridisnya, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sub bab pengertian kebijakan kriminalisasi. Isi dari Rancangan KUHP bisa berupa penambahan isi pasaldelik kriminalisasi, meniadakanmenghapuskan pasal yang semula ada, dan bisa juga mempertahankan rumusan pasaldelik yang sudah ada sejak semula penalisasi. Proses pembuatan Rancangan KUHP selama ini disadari sangatlah tidak mudah, begitu banyak dinamika yang terus menerus dialami Tim Perumus naskah RUU KUHP dari masa ke masa, sebab untuk dapat membuat rancangan Undang- Undang KUHP yang matang, banyak hal krusial yang patut dipertimbangan dalam merumuskannya. 40 RUU KUHP yang terbaru sampai pada periode 2013 yakni RUU KUHP tahun 2012. 39 Ibid. 40 http:nasional.news.viva.co.idnewsread402032-denny-indrayana, Sudah 49 Tahun RUU KUHP digarap, diakses pada tanggal 2 Juli 2013, pukul 09.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 33

F. Metode Penelitian