1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara heterogen yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa, dan agama. Nilai- nilai moral dan agama sangat melekat dan menaungi
kehidupan bangsa Indonesia dan menjadi dasar pijakan setiap langkah dan perbuatan bangsa Indonesia selain hukum positif negara yang berlaku. Masyarakat
Indonesia dalam berperilaku sehari- hari tidak dibenarkan melanggar rambu- rambu norma agama, susila, kesopanan dan norma hukum yang hidup di
masyarakat, oleh karena adanya keterikatan dengan nilai- nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai- nilai sosial dan agama semakin harus dipertanyakan kepada bangsa Indonesia dalam perilaku sehari-hari, seiring
dinamika masyarakat dan globalisasi yang semakin pesat. Perbuatan kriminal seperti pencurian, pembunuhan, korupsi yang semakin membudaya, kasus amoral
asusila seperti perkosaan, pencabulan, cukup banyak terjadi di masyarakat, terlebih kasus perzinaan. Perzinaan yang terjadi di masyarakat meliputi perbuatan
hubungan seksualpersetubuhan antara laki-laki dan perempuan baik yang terikat dalam perkawinan yang sah, maupun yang tidak sama sekali diantaranya terikat
dalam hubungan perkawinan yang sah. Masyarakat berpendapat bahwasanya dalam status apapun orang-orang
yang melakukan zina, baik itu lajang ataupun salah satu atau keduanya memilki
Universitas Sumatera Utara
2
hubungan perkawinan dengan orang lain, tetap saja hal tersebut dianggap tabu dan terlarang, dan tentunya menimbulkan dampak yang negatif di lingkungan
masyarakat dan juga bagi diri pelaku. Perbuatan zina berpotensi menyebabkan remaja hamil di luar nikah. Fakta
dimasyarakat menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab remaja melakukan aborsi dikarenakan hamil di luar nikah, oleh karenanya terdorong rasa malu dan
akhirnya menggugurkan kandungan. Remaja yang hamil di luar nikah yang apabila tidak menggugurkan kandungannya, dan kemudian menikah, sering terjadi
rumah tangga pelaku “MBA” Married by Accident ini tidak bertahan lamatidak harmonis yang kemudian berujung dengan perceraian, dan akhirnya
tumbuh pola keluarga dengan orang tua tunggal Single Parenthood yang tidak jarang ditemui di masyarakat saat ini. Alasan lain yaitu bahwa salah satu
penyebab utama penyebaran HIV dan AIDS adalah hubungan seks di luar nikah. Perbuatan itu jugalah yang kemudian menimbulkan reaksi keras dari masyarakat
yang merasa perasaan susila dan agamanya telah tercederai, yang akhirnya main hakim sendiri.
Para pelaku perzinaan di luar perkawinan yang sah ketika tertangkap basah oleh masyarakat akan dihakimi sendiri, sebab untuk perbuatan zina antara
pasangan yang belum menikah di Indonesia belum ada hukum positif yang mengaturnya. Sebagian daerah ada yang memiliki peraturan daerah tersendiri
seperti Daerah Istimewa Aceh, yang mengatur hukuman terhadap perbuatan melakukan hubungan perzinaan baik di luar perkawinan, maupun adanya ikatan
perkawinan di antara pasangan tersebut, seperti yang diatur dalam Perda Aceh
Universitas Sumatera Utara
3
yang disebut “Qanun” yang membawa unsur agama Islam dalam butir- butir peraturannya.
4
Satu-satunya ketentuan hukum positif yang mengatur tentang perzinaan di Indonesia kita secara menyeluruh adalah Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana KUHP. Pasal 284 ayat 1 KUHP menentukan ancaman pidana penjara paling lama 9 bulan terhadap seorang laki-laki yang telah menikah yang
melakukan perzinaan, dengan perempuan baik itu telah terikat dalam perkawinan yang sah dengan orang lain, maupun tidak, ataupun sebaliknya
5
Laki-laki dan perempuan yang apabila kedua-duanya belum menikah dan melakukan hubungan seks di luar ikatan pernikahan yang sah maka tidak dapat
dikategorikan sebagai perzinaan dan tidak dapat dijerat oleh hukum. Ketentuan Pasal 284 KUHP selama ini baik secara langsung maupun tidak langsung telah
memberikan peluang kepada pihak- pihak yang melakukan persetubuhan di luar nikah antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat
pernikahan dengan orang lain untuk leluasa melakukan perbuatan tersebut tanpa aturan hukum positif yang membatasinya, padahal oleh sebagian masyarakat
, yang pasti, delik perzinaan Overspel yang dimaksud KUHP saat ini pengertiannya hanya sebatas
terhadap perbuatan hubungan seksual yang dilakukan laki-laki dan perempuan bukan pasangan suami istri yang minimal salah satunya terikat dalam ikatan
perkawinan dengan orang lain pasal 27 Burgerlijke Wetboek.
4
http:www.portalkbr.comnusantaraacehdansumatera2593691_4264.html, Agus Luqman, Qanun- Qanun yang Menjerat Wanita Aceh, 15 April 2013, diakses pada tanggal 1 Mei
2013, pukul 16.00 WIB
5
P.A.F. Lamintang, Delik- delik Khusus “ Tindak Pidana- Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma- Norma Kepatutan”, CV Mandar Maju, Bandung, 1990,
Hal. 87
Universitas Sumatera Utara
4
perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan kesusilaan.
Berdasarkan konsep KUHP baru tahun 2012, pemerintah melakukan pembaharuan terhadap Rancangan KUHP mengenai perzinaan yaitu dalam Pasal
483 Rancangan KUHP 2012, menambahkan beberapa hal dalam delik perzinaan yang baru yakni pertama, revisi terhadap sanksi pidana penjara yaitu yang semula
paling lama 9 sembilan bulan menjadi paling lama 5 lima tahun. Kedua, revisi terhadap pelaku perzinaan yaitu yang semula pelaku perzinaan adalah hanya laki-
laki menikah dan perempuan menikah yang melakukan hubungan seks bukan dengan istri atau suaminya maka dalam Rancangan KUHP baru ini juga meliputi
laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah dengan orang lain
6
Pembaharuan terhadap pasal perzinaan, bagi masyarakat yang pro akan kebijakan kriminalisasi ini, ibarat angin segar yang menghembuskan perubahan
dan pembaharuan dalam hukum pidana di Indonesia, akan tetapi itu hanya bagi sebagian pihak yang pro saja terhadap aturan tersebut, sebab ada pula pihak yang
kontra terhadap kriminalisasi perbuatan melakukan hubungan seksual persetubuhan di luar perkawinan yang sah yang menilai bahwa adanya
kriminalisasi terhadap pelaku perzinaan terlalu mencampuri dan memasung kehidupan pribadi seseorang, dalam hal ini negara telah melakukan intervensi
kehidupan wilayah pribadi warga negaranya. .
6
law.uii.ac.idimagesstoryjurnal, Lidya Suryani Widayawati, Revisi Pasal Perzinaan dalam Rancangan KUHP: Studi Masalah Perzinaan di Kota Padang dan Jakarta, Jurnal Hukum
No. 3 Vol. 16, DPR RI, Jakarta, 2009, hal. 313. Diakses pada tanggal 15 Februari 2013, pukul 09.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
5
Menurut pihak yang kontra terhadap kriminalisasi hubungan seksual di luar perkawinan yang sah, hal ini dinilai sebagai ketentuan yang melanggar hak
asasi manusia, dan cenderung Islamisme dan karena itu mengancam demokrasi. Mereka juga berpandangan bahwa Rancangan KUHP harus mengedepankan
prinsip unifikasi, Rancangan KUHP merupakan kodifikasi hukum yang harus bisa diterima seluruh elemen masyarakat. Pasal yang tidak bisa dilaksanakan di suatu
daerah, tetapi dilaksanakan di daerah lain dikarenakan adat dan budaya di setiap daerah berbeda-beda akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
7
Pihak yang pro kembali menilai bahwa masalah perzinaan muncul dari public demand bukan pribadi atau keluarga, karena public demand, maka diatur
dalam UU. Menurut negara liberal, lazim terdapat hukum yang mengatur kegiatan pribadi., warga tidak boleh melakukan hubungan seks sedarah incest, warga
tidak boleh mengumpulkan foto-foto yang masuk dalam kategori ‘’pornografi anak’’, warga tidak diizinkan berpoligami, dalam aktivitas seks atau kalau
menggunakan contoh yang lebih ekstrem warga tidak boleh melakukan bunuh diri dan warga tidak boleh menjadi pecandu narkotika, kendati pun kedua kegiatan itu
bisa dilihat sebagai ‘’kegiatan sadar yang dilakukan orang dewasa dengan akibat yang harus ditanggung oleh orang dewasa itu sendiri’’. Intervensi negara terhadap
wilayah pribadi dengan demikian tidak pernah diharamkan, bahkan dalam masyarakat liberal yang menjadi kunci adalah alasan, sebuah kegiatan pribadi
yang dipercaya berpotensi menimbulkan efek negatif atau dipandang sebagai
7
http:www.kompas.comkompas-cetak031002utama599064.htm, Tunda Dulu Revisi KUHP Sosialisasikan Dulu ke Publik, Kamis, 02 Oktober 2003, diakses 02 Maret 2013, pukul
11.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
6
sebuah tindakan tidak bermoral, lazim dinyatakan terlarang. Perzinaan meskipun tampak sebagai kegiatan yang bersifat sangat pribadi, namun pada dasarnya
adalah kegiatan pribadi yang memiliki dimensi sosial luas
8
Revisi terhadap pasal perzinaan dalam Rancangan KUHP masih menimbulkan perdebatan antara pihak yang pro dan yang kontra terhadap revisi
tersebut, dengan kata lain masyarakat Indonesia dalam hal ini belum sepenuhnya mencapai kata mufakat untuk menyepakati konsep kebijakan ini, padahal salah
satu alasan kriminalisasi pada umumnya harus adanya kesepakatan sosial Public Support
, oleh karena itu, intervensi negara mempunyai landasan yang kokoh dalam kebijakan kriminalisasi
ini.
9
Masalah kriminalisasi haruslah sesuai dengan politik kriminal yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu sejauh mana perbuatan tersebut bertentangan atau
tidak bertentangan dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku dalam masyarakat dan oleh masyarakat dianggap patut atau tidak patut dihukum dalam rangka
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat. Revisi terhadap ketentuan mengenai perzinaan oleh karena itu pun patut untuk dikaji dengan prinsip kehati-hatian.
Bagaimana akibatnya jika suatu perbuatan dijadikan sebagai perbuatan pidana tindak pidana sedangkan masyarakat menilai perbuatan tersebut sebagai
perbuatan yang patut atau tidak tercela. yang dalam hal ini masih dipertanyakan kejelasannya.
10
8
http:www.republika.co.idkoran, Soal Zina dan KUHP, Sabtu, 11 Oktober 2003, diakses 02 Maret 2013, pukul 09.00 WIB.
9
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Bandung, 2011, hal.45
10
law.uii.ac.idimagesstoryjurnal, Op. Cit. hal. 313-314
Universitas Sumatera Utara
7
Penelitian ini oleh karenanya difokuskan pada beberapa permasalahan- permasalahan berdasarkan latar belakang tersebut diatas, yakni bagaimana konsep
pengaturan terhadap delik persetubuhan diluar perkawinan yang sah tersebut dalam Rancangan KUHP khususnya KUHP 2012, landasan kebijakan terhadap
pembaharuan pasal perzinaan tersebut yaitu kriminalisasi terhadap hubungan persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang masing-masing
tidak terikat dalam perkawinan yang sah pada pasal 483 angka 1, huruf e RUU KUHP 2012, apakah kebijakan tersebut sudah tepat, dan bagaimana pula peluang
berlakunya aturan tentang kebijakan kriminalisasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
8
B. Perumusan Masalah