Delik Perzinaan Kajian Kebijakan Kriminalisasi terhadap Persetubuhan di luar Perkawinan yang Sah sebagai Delik Perzinahan dalam RUU KUHP 2012

37 BAB II KONSEP PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DI LUAR PERKAWINAN YANG SAH SEBAGAI DELIK PERZINAAN DALAM RUU KUHP 2012

A. Delik Perzinaan

Ketentuan hukum pidana Indonesia KUHP mengenai delik perzinaan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat. Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan overspel yang pengertiannya jauh lebih sempit dari pada zina itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku telah terikat tali perkawinan. Overspel dapat ditindak dengan hukum pidana jika ada pengaduan dari istri atau suami pelaku, tanpa adanya pengaduan, atau tanpa diadukan oleh istrisuami maka tindak pidana perzinaan bukan sebagai hal yang terlarang. Hal ini berbeda dengan konsepsi masyarakatbangsa Indonesia yang komunal dan religious, setiap bentuk perzinaan, baik telah terikat tali perkawinan maupun belum merupakan perbuatan tabu yang melanggar nilai-nilai kesusilaan. 41 Perzinaan dalam tinjauan hukum pidana Islam lebih luas dari pada pembatasan-pembatasan dalam KUHP. Hukum pidana Islam tidak mempersoalkan dengan siapa persetubuhan itu dilakukan. Persetubuhan tersebut Konsep yang dianut masyarakat tersebut tertuang dalam aturan hukum pidana adat, dan hukum Islam, yang menjadi bagian yang terpisah dari KUHP. 41 digilib.uin-suka.ac.id, Tinjauan Yuridis atas Delik Perzinahan Overspel dalam Hukum Pidana Indonesia, hal. 1, diakses pada tanggal 01 Maret 2013, pukul 09.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 38 apabila dilakukan oleh orang yang telah menikah maka pelakunya disebut pelaku muhsan, dan apabila persetubuhan dilakukan oleh orang yang belum menikah maka pelakunya disebut pelaku gairu muhsan. 42 Hukum Pidana Adat disamping itu juga mengatur tentang perzinaan hampir sama halnya dengan apa yang diatur dalam hukum Islam, mengenai pelaku perzinaan, yakni tidak hanya dilakukan oleh orang yang sudah kawin. Melakukan persetubuhan di luar perkawinan yang sah baik sudah menikah maupun belum menikah tetap dianggap sebagai perbuatan yang terlarang dan disebut juga sebagai zina. Hukum Islam dalam praktiknya hanya dapat dilaksanakan di daerah tertentu saja di Indonesia yang diatur dalam bentuk PERDA. Sanksi dalam delik perzinaan hukum pidana Islam yakni Hukuman had. Hukuman ini dapat dijatuhkan apabila ada pengakuan dari pelaku bahwa dia telah melakukan zina atau dari keterangan saksi, karena menyangkut hidup dan matinya seseorang. 43 42 Ibid, hal. 2 43 http:id.wikipedia.org, Daftar Peraturan Daerah di Indonesia Berlandaskan Hukum Agama, diakses pada tanggal 20 Juni 2013, pukul 00.00 WIB. Berat atau ringannya pidana dalam hukum pidana adat tergantung dari hukum adat yang berlaku di lingkungan adat masing-masing. Tindakan reaksi atau koreksi terhadap kejahatan dalam lingkungan masyarakat adat Indonesia dikenal dengan tindakan-tindakan sebagai berikut : 1. Penggantian kerugian materiel dalam berbagai rupa seperti paksaan untuk menikahi gadis yang telah dicemarkan; Universitas Sumatera Utara 39 2. pembayaran uang adat kepada yang terkena, berupa benda sakti sebagai pengganti kerugian rohani; 3. selamatan korban untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran aib; 4. penutup malu atau permintaan maaf; 5. pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang di luar tata hukum; 6. hukuman badan hingga hukuman mati. Hukum pidana Indonesia KUHP menganut asas legalitas formal sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 KUHP, yaitu tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam perundang- undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan. Tafsiran analogi oleh karenanya tidak boleh dipergunakan dalam menentukan adanya tindak pidana dengan dianutnya asas legalitas formal. Hukum adat sendiri tidak mengenal asas legalitas formal. Setiap perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan kepatutan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat bersangkutan, baik hal itu akibat perbuatan seseorang maupun perbuatan penguasa sendiri, maka perbuatan atau kejadian itu dianggap sebagai delik adat. Alasan manusia tidak akan mampu meramalkan masa yang akan datang, menyebabkan ketentuan-ketentuan dalam hukum adat tidak pasti dan bersifat terbuka untuk segala peristiwa atau perbuatan yang mungkin terjadi. Ukuran utama menurut hukum adat bukan aturan tertulis sebagaimana disyaratkan asas legalitas, Universitas Sumatera Utara 40 melainkan rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat sesuai dengan perkembangan keadaan, waktu dan tempat. 44 44 Ibid, hal. 4-6 Penegakan hukum adat pada praktiknya akan sulit, sebab jika dikaji lebih jauh tidak semua kalangan masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat hukum adat, lantas jika terjadi perbuatan zina fornication dikalangan masyarakat yang bukan merupakan masyarakat hukum adat, padahal diketahui bahwa masyarakat tersebut sangat menjunjung nilai-nilai moral dan agama, tidak akan ada delik yang dapat menghukum pelaku perbuatan zina. Hal Ini menjadi persoalan besar sebab zina fornication ini sebenarnya memberikan efek yang merugikan bagi diri sendiri dan masyarakat luas. Keputusan-keputusan Pengadilan yang mengakui perzinaan fornication sebagai salah satu delik selama ini memang telah ada, namun kembali lagi dengan mendasarkan pada hukum yang hidup adat yakni sebagai berikut : a. Putusan Mahkamah Agung tanggal 19 Nopember 1977 No. KKr1976. ‘Delik adat zinah merupakan perbuatan terlarang mengenai hubungan kelamin antara pria dan wanita, terlepas dari tempat umum atau tidak perbuatan tersebut itu dilakukan seperti disyaratkan oleh pasal 281 KUHP, ataupun terlepas dari persyaratan apakah salah satu pihak itu kawin atau tidak seperti dimaksudkan oleh pasal 284 KUHP’. b. Putusan Mahkamah Agung No. 666 KPid1984. Putusan kasasi ini menyangkut seorang terdakwa pemuda 30 tahun yang menjalin hubungan badan dengan gadis 24 tahun dengan dalih akan dinikahi. Akan tetapi setelah gadis tersebut hamil, pemuda tersebut menolak menikahi gadis tersebut. Menurut masyarakat Luwuk, Sulawesi Tengah tempat kejadian kasus ini, perbuatan itu termasuk delik adat zina yang tidak ada bandingannya dalam KUHP. Atas dasar pasal 5 ayat 3 sub b Undang-undang Darurat No.1 Tahun 1951 terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara tiga bulan. Universitas Sumatera Utara 41 c. Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.79Tol.Pid1983PN Denpasar, putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.104PNDpsPid1980, putusan No. 2PidB1985PN Denpasar, putusan No.25PidB1986PN Denpasar dan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.22Pid.S1988PT Dps untuk menguatkan putusan Pengadilan Negeri Klungkung 27 Januari No.1Pid.S1988PN Klk. Semua putusan Pengadilan Bali ini menyangkut delik adat lokika sanggraha. Unsur-unsur yang menonjol adalah persetubuhan dilakukan oleh dua orang yang berada di luar perkawinan dengan janji akan dinikahi, atas dasar suka sama suka, namun ternyata pihak pria mengingkarinya. Dasar pemidanaannya adalah pasal ayat 3 sub b Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 jo. Pasal 359 Kitab Adigama. 45 45 Muladi., Proyeksi Hukum Pidana Materiil di Indonesia di Masa Mendatang, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 16 Hukum positif penting untuk mempertegas adanya aturan mengenai delik perzinaan bukan sekedar adultery dan merupakan hal yang mendesak, melihat adanya putusan-putusan Peradilan tersebut. Pasal 284 KUHP yang selama ini mengatur tentang delik zina terbukti dalam kenyataannya tidak mampu mengakomodir perbuatan zina yang ada dimasyarakat. Aturan adat yang berlaku bagi masing-masing daerah, ataupun aturan masing-masing agama untuk penegakan hukum terhadap perbuatan zina fornication kurang dapat diandalkan, sebab hal itu tidak bisa berlaku secara menyeluruh di tiap daerah, oleh karenanya penegakan hukumnya tidak akan efektif. Aturan delik perzinaan baik adultery maupun fornication ini juga dapat dilihat pada negara-negara lain yang menggunakannya selain Hukum Adat dan Hukum Islam, antara lain Negara Malaysia, Kelantan, dan Nigeria. Ketiga negara ini pada dasarnya merupakan negara yang pembentukan aturan hukumnya mendapat pengaruh yang kuat dari hukum Islam, sebab ketiga negara ini merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Universitas Sumatera Utara 42 Tiap negara memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai kedudukan delik perzinaan itu sendiri dalam hukum pidananya, ada yang sama sekali tidak mempersoalkan mengenai perbuatan zina, yang artinya memandang mutlak perbuatan persetubuhan itu merupakan privasi setiap orang, ada yang memiliki kesamaan dengan hukum positif Indonesia, yakni memidana perbuatan zina adultery saja, ataupun memidana kedua-duanya baik adultery maupun fornication yakni ketiga negara yang telah disebutkan tadi. Formulasi delik perzinaan di beberapa negara di dunia, lebih jelasnya disajikan dalam tabel perbandingan formulasi delik perzinaan KUHP beberapa negara. Universitas Sumatera Utara 43 TABEL 1 PERBANDINGAN FORMULASI DELIK PERZINAAN DALAM KUHP BEBERAPA NEGARA 46 NO KUHP NEGARA HUBUNGAN SEKSUAL YANG DIFORMULASIKAN SEBAGAI DELIK SIFAT DELIK PIDANA 1. Indonesia Zina Adultry Absolut Klacht Delict Penjara max 9 bulan 2. Prancis 1. Zina Adultry 2. Kumpul Kebo pergundikan Absolute Klacht Delict Absolut Klacht delict Tutupan minimum 3 bulan max. 2 tahun untuk pelaku. Adapun untuk pelaku peserta sama dengan di atas ditambah denda 36.000 sampai 720.000 Franc Denda 36.000 sampai 720.000 3. Belanda Zina bukan sebagai delik kecuali dilakukan dengan paksaan terhadap orang yang lemah pikiran, anak di bawah umur dan yang tidak berdaya - - 4. Inggris Zina bukan sebagai delik kecuali dilakukan dengan paksaan dan lain-lain. Hanya memidana Incest dan Buggery - - 5. Thailand Zina bukan sebagai delik kecuali dlilakukan - - 46 Eprints.undip.ac.id154871Dwi-Haryadi, Op.Cit., hal. 215-217 Universitas Sumatera Utara 44 dengan paksaan dan sejenisnya terhadap gadis di bawah 13 tahun dan sebagai mata pencaharian pelacuran 6. Jepang Zina bukan sebagai delik kecuali dilakukan dengan kekerasan da sejenisnya terhadap gadis di bawah 13 tahun - - 7. Argentina 1. Zina adultery 2. Pergundikan baik dalam rumah tanggadi luar rumah tangga Tuntutan pribadi Tuntutan pribadi Tutupan min. 1 bln max. 1 thn Tutupan min. 1 bln max. 1 thn 8. Austria Zina adultry Absulut klacht delict Kurungan min. 1 bl. Max 6 bln 9. Korea Zina adultry Absolute klacht delict Perampasan kemerdekaan max. 2 tahun 10. Greenland Zina bukan sebagai delik kecuali dengan perkosaan, terhadap perempuan yang berada di bawah kekuasaannya, terhadap anak-anak di bawah 15 tahun dengan memperdaya - - 11. Malaysia Zina adultery dan Fornication Gewone Delichten Penjara seumur hidup atau 10 tahun dan denda atau dera. 12. Kelantan 1. Zina Adultery Muhson 2. Zina Fornication Ghoiru muhson 3. Sodomi liwath Gewone Delichten Gewone Delichten Gewone Delichten Rajam sampai mati Cambuk 100x dan 1 tahun penjara Sama dengan zina baik AdultryFornication Universitas Sumatera Utara 45 4. Ittiyan al-mayit zina dengan orang mati 5. Musahaqah lesbian 6. Ittiyan al-bahimah zina dengan hewan Gewone Delichten Gewone Delichten Gewone Delichten Penjara max. 5 tahun Ta’zir Penjara max. 5 tahun 13. Nigeria 1. Zina Adultry muhson 2. Zina Fornication ghairo muhson 3. Sodomi liwath 4. Incest 5. Lesbian 6. Bestiality zina dengan hewan Gewone Delichten Gewone Delichten Gewone Delichten Gewone Delichten Gewone Delichten Gewone Delichten Dirajam sampai mati Cambuk 100x dan 1 tahun penjara Sama dengan zina baik AdultryFornication Sama dengan zina baik AdultryFornication Cambuk 50x dan penjara max 6 bulan Cambuk 50x dan penjara max 6 bulan Universitas Sumatera Utara 46 Kebijakan formulasi delik perzinaan di berbagai negara melalui KUHPnya masing-masing dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yang dapat dilihat dari tabel 1 di atas, dengan penjelasan sebagai berikut : Kelompok I : Negara yang sama sekali tidak memandang perzinaan sebagai sebuah delik, kecuali bila hubungan seksual itu dilakukan dengan paksaan atau yang sejenisnya, memperdaya, dengan orang yang lemah pikiran dan lemah posisi, anak di bawah umur dan di negara-negara tertentu incest dan buggery. Negara-negara yang masuk pada kelompok pertama ini meliputi negara Belanda, Inggris, Thailand, Jepang, dan Greenland. Kelompok II : Negara-negara yang memandang perzinaan sebagai tindak pidana, tetapi perzinaan disini hanya meliputi Adultery yakni jika salah satu pelakunya sudah terikat oleh perkawinan. Kelompok kedua ini menetapkan bahwa perzinaan bersifat delik aduan absolut Absolut Klacht Delict yang artinya hanya istri dan suaminya saja yang berhak melakukan pengaduan. KUHP Argentina menggunakan istilah untuk delik ini yaitu delik dengan tuntutan pribadi. Negara-negara pada kelompok kedua ini memandang perzinaan sebagai delik yang memiliki bobot ringan, sebagai ancaman pidananya paling maksimum 2 tahun, tetapi beberapa negara menggunakan sistem pidana minimum khusus, meskipun tergolong berbobot delik ringan. Negara- negara yang masuk dalam kelompok kedua ini meliputi negara Universitas Sumatera Utara 47 Prancis, Argentina, Austria, Korea, termasuk di dalamnya adalah Indonesia. Kelompok III : Negara-negara yang merumuskan perzinaan dalam segala bentuknya baik Adultery muhson maupun Fornication ghairu mhson sebagai tindak pidana. Negara yang masuk pada kelompok ketiga ini meliputi negara yang telah disebutkan sebelumnya tadi, yakni Malaysia, Kelantan dan Nigeria. 47 Negara-negara pada kelompok ketiga ini adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam sehingga formulasi delik perzinaan mendapat pengaruh yang kuat dari nilai-nilai hukum Islam, bahkan negara bagian Kelantan dan Nigeria memang mendasarkan hukum pidananya pada hukum Islam Jinayah. Negara-negara pada kelompok ketiga ini menganggap moralitas dan agama tidak saja memiliki pengaruh dan hubungan yang sangat kuat terhadap hukum, tetapi bahkan menjadikannya sebagai sumber dalam perumusan hukum pidana. Perzinaan dijadikan sebagai delik bukan semata-mata karena merugikan orang Negara-negara kelompok ketiga ini menetapkan bahwa perzinaan termasuk delik biasa gewone delichten dan dipandang sebagai kejahatan yang memiliki bobot sangat beratserius, sehingga ancaman pidananya maksimal hukuman mati bagi Adultery. Negara bagian Kelantan dan Nigeria bahkan memidana juga perbuatan zina dengan segala variasinya seperti sodomi, incest, lesbian, bestiality, dengan ancaman hukuman yang sama atau hampir seimbang dengan perzinaan. 47 Ibid, 218-219 Universitas Sumatera Utara 48 lain, tetapi karena perbuatan tersebut bertentangan dengan kaidah agama dan bahkan merupakan kejahatan yang keji, berat dan berbahaya, yang karenanya dikualifikasi sebagai kejahatan yang berbobot delik beratserius. Kelompok pertama tidak memidana perzinaan dan kelompok kedua memidana hanya pada adultery dengan sanksi pidana yang ringan karena memang nilai-nilai budaya, moral dan agama yang dianut oleh mereka memandang perzinaan itu adalah persoalan privacy, tetapi di negara yang menganggap bahwa perzinaan adalah masalah sosial dan berdampak sangat buruk dan didukung oleh budaya masyarakatnya yang masih memegang teguh nilai-nilai moral dan agama, delik adultery maupun fornication dipertahankan sebagai aturan terhadap perbuatan zina di masyarakat. Indonesia merupakan negara yang tergolong dalam kelompok negara kedua yang hanya mengatur tindak pidana adultery dalam hukum pidananya, padahal dapat dilihat bahwa kenyataannya Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim, dan dalam kehidupan masyarakatnya sangat dominan akan nilai-nilai moral, sosial-kultural dan religius, yang jika disesuaikan ke dalam realita sosial masyarakatnya maka Indonesia tergolong pada kelompok negara yang ketiga menurut pembagian tersebut. Hukum di Indonesia pada kenyataannya berbeda dengan negara kelompok ketiga dari segi formulasi delik perzinaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa Indonesia bisa menetapkan aturan delik perzinaan yang berbeda dengan realita sosial masyarakatnya, untuk itu, lebih lanjut dibahas mengenai rumusan delik perzinaan dalam hukum positif Universitas Sumatera Utara 49 di Indonesia dan kemudian perkembangannya dalam konsep KUHP yang telah ada. Universitas Sumatera Utara 50

B. Delik Perzinaan menurut KUHP dan Perkembangannya di dalam RUU KUHP