50
Tabel 2. Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000 Perbandingan etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000
Etnis Tahun 1930
Tahun 1980 Tahun 2000
Jawa 24,89 29,41 33,03
Batak 2,93 14,11 20,93
Tionghoa 35,63 12,8 10,65
Mandailing 6,12 11,91 9,36
Minangkabau 7,29 10,93 8,6
Melayu 7,06 8,57 6,59
Karo 0,19 3,99 4,10
Aceh -- 2,19
2,78 Sunda
1,58 1,90 --
Lain-lain 14,31 4,13
3,95 Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut
Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan Batak sebagai suku bangsa, total Simalungun 0,69, TapanuliToba 19,21, Pakpak 0,34, dan Nias 0,69 adalah
20,93
2.2. Kota Medan: Sebuah Kota Pluralitas
Kota Medan sering mendapat sebutan sebagai kota yang menjadi miniatur Indonesia yang plural. Hal ini dikarenakan Kota Medan adalah kota yang memiliki komposisi
masyarakat yang sangat beragam baik dari keberagaman suku, agama, adat bahkan ragam kekayaan makanan khas. Website Pemko Medan mencatat bahwa keberagaman di Kota
Medan menjadi sesuatu yang sangat menarik karena pengaruh akulturasi budaya dari berbagai etnik yang mendiami Kota Medan, seperti yang ada didalam data pemko Medan
diantaranya adalah suku Melayu, Jawa, Karo, Toba, Simalungun, Minang, Pakpak, Tamil dan lain sebagainya. Tiap-tiap suku diatas disebutkan membawa budaya masing-masing yang
menjadikan Kota Medan sebagai Kota keberagaman yang begitu unik.
Universitas Sumatera Utara
51
Selain suku, agama yang ada di Kota Medan juga beraneka ragam mulai dari agama resmi seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Hindu dan
Khonghucu hingga aliran kepercayaan baik yang bersifat lokal maupun tidak ada di Kota Medan yaitu Parmalim, Pemena, Ahmadiyah, Saksi Jahowa dan lain sebagainya. Berangkat
dari keberagaman diatas, Pemko Medan dalam websitenya mengatakan bahwa Kota Medan adalah sebuah kota yang pluralitas dan juga pluralisme, sedangkan penulis lebih menekankan
bahwa Kota Medan belum sepenuhnya menjadi sebuah kota yang pluralisme. Hal ini berangkat dari beberapa temuan penulis tentang konflik yang terjadi di Kota Medan
khususnya konflik yang berhubungan dengan agama maupun aliran kepercayaan. Aliansi Sumut Bersatu
65
mencatat berbagai kasus intoleransi yang terjadi melalui pemantauan lima 5 media lokal, pada tahun 2011 tercatat ada sebanyak 63 kasus, sedangkan
di tahun 2012 naik menjadi 75 kasus. Adapun jenis kasus intoleransi yang terjadi mulai dari tindakan diskriminatif, pernyataan negatif terhadap kehidupan beragama, tuntutan ormas
terhadap pemerintah, tindakan lokalisasi, pengrusakan dan permasalahan rumah ibadah, penistaan dan penyalahgunaan simbol agama dan kekerasan terhadap pemuka agama.
Berangkat dari data kasus diatas, tidak sepenuhnya dapat dikatakan bahwa Kota Medan sebagai kota yang plurlisme tetapi hanya sebatas kota yang pluralitas.
65
Aliansi Sumut Bersatu ASB adalah organisasi masyarakat sipil atau LSM yang sejak tahun 2006 melakukan upaya-upaya penguatan untuk mendorong penghormatan dan pengakuan terhadap keberagaman melalui
pendidikan kriti, dialog, advokasi dan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh ASB berupaya melibatkan aktivis muda lintas agama, mahasiswaI, NGO, Jurnalis dan kelompok marginal lainnya dengan
semangat KEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN. [diambil dari cover belakang buku berjudul Sumatera Uatara: Rawan untuk Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan laporan pemantauan Aliansi Sumut
Bersatu tahun 2012 ]
Universitas Sumatera Utara
52
2.3. Homoseksual di Kota Medan