55
seksual sesama gay. Mengapa harus menggunakan ‘lubang’ belakang karena menurutnya itu begitu sakit. Dia mengatakan, kalau ada ‘lubang’ depan, mengapa harus ‘lubang’ belakang.
Diluar stigma dan stereotype yang terbentuk dikalangan homoseksual ada juga komunitas yang didalamnya hubungan antara lesbian dan gay terbangun dengan baik. Relasi
ini terbangun biasanya karena ada kedekatan emosional antara keduanya. Selain itu, juga sering dipengaruhi oleh organisasi, karena beberapa kelompok gay dan lesbian terikat dalam
sebuah organisasi sehingga terbentuk sebuah hubungan yang baik.
2.4. Identitas Homoseksual di Kota Medan
Homoseksual secara defenisi universal adalah orang yang memiliki ketertarikan seksual, emosional dan psikologis terhadap sesama jenis nya. Berangkat dari defenisi itu
maka homoseksual secara umum dibagi menjadi dua 2 kategori yaitu gay dan lesbian. Gay adalah seorang laki-laki yang memiliki ketertarikan terhadap laki-laki sedangkan lesbian
adalah seorang perempuan yang tertarik dengan sesama perempuan. identitas gay dan lesbian tidak selalu menjadi identitas baku yang selalu digunakan oleh kelompok homoseksual itu
sendiri. Tetapi banyak istilah yang mereka gunakan untuk menyebutkan identitas mereka sendiri tidak terkecuali homoseksual di Kota Medan.
Lovina 2014:59 mengatakan bahwa kelompok lesbian di Kota Medan dulunya menyebutkan diri mereka dengan istilah lines kemudian di era selanjutnya berubah menjadi
butch, andro dan femm , dimana istilah ini lebih menekankan kepada ekspresi jender
maskulin dan feminin. Selanjutnya Lovina juga menyebutkan bahwa di Kota Medan juga ada sebutan “belok” atau “koleb” untuk menyamarkan identitas lesbian mereka yang dianggap
sangat berbahaya untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Lain lesbian, lain pula dikalangan gay. kelompok gay banyak juga menggunakan istilah lokal untuk menyebutkan
identitas homoseksualnya. Ada beberapa orang yang menamakan dirinya “sekong” dan “sakit”
. Dalam ruang lingkup istilah “sekong” dan “sakit” pun masih ada pengelompokan
Universitas Sumatera Utara
56
yang rigid dikenal dengan sebutan “top” dan “bot”. seorang “top” biasanya di iterpretasikan sebagai sosok yang maskulin sedangkan “bot” sebagai sosok yang feminine, sedangkan
sosok yang berada diantara keduanya biasanya di sebut “flexi” atau “vers”. Jika dalam lesbian, pelebelan “butch,andro dan femm” lebih diarahkan kepada
ekspresi atau penampilannya, sedangkan pada kalangan gay lebih diarahkan kepada perilaku seksualnya. Meskipun pelebelan diarahkan kepada perilaku seskual sering sekali juga harus
sejalan dengan penampilan dan ekspresinya, misalnya seorang top harus berpenampilan maskulin, ketika dia tidak maskulin maka akan muncul beberapa istilah baru seperti “top
lady”, “top sisi” dan lain sebagainya. Berbagai istilah yang muncul dikalangan homoseksual
tidak terlepas dari pandangan heteronormatifitas. Heteroseskual sebagai identitas seksual yang dianggap “normal” mempengaruhi cara berfikir kelompok homoseksual sehingga
menamakan dirinya “belok, sekong, gak normal” dan lain sebagainya. Sesama kelompok homoseksual di Kota Medan pun tidak terlepas dengan saling
memberikan stereotype satu sama lain baik sesama gay, sesama lesbian dan antara gay dan lesbian. Seperti seorang yang informan yang bernama Yosef Waniti
66
, 37 Tahun, aktif sebagai coordinator LSM Pria Medan Sehati [Primas] , mengatakan seperti dalam kutipan
kalimat berikut : “Biar kau tau aja, klo gay itu sama dengan banci ataupun bencong. Dan
semua gay itu melambai, apalagi di Medan ini semuanya melambai, adapun yang tidak melambai
67
itu karena munafik aja. Gay itu ada terbagi dua yaitu gayMAS dan gayMIS. GayMAS itu kalau dia laki-laki
tulen, macho jadi kan dipanggil Mas, sedangkan klo gayMIS itu adalah laki-laki gay yang melambai, mentel jadi dipanggil Mis. Nah , di Medan
ini semua gayMIS. Cuma di luar negeri sana yang ada gayMAS.” Pemahaman bahwa Gay sama dengan ‘bancibencong’ sebenarnya bukan hanya ada
dikalangan homoseksual itu sendiri, tetapi juga di dalam masyarakat umum. Mulia dalam
66
Waniti adalah singkatan dari Wanita tanpa titit. Isitilah ini dikatakan sendiri oleh informan kepada penulis ketika penulis menanyakan identitasnya sebagai apa. Ketika penulis menuliskan laki-laki, informan
melarangnya sehingga menyuruh penulis menamakan dan memanggil informan dengan sebutan waniti.
67
Melambai adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutkan laki-laki yang lebih feminine baik dari cara berjalan, berpakaian, berpenampilan dan berbicara.
Universitas Sumatera Utara
57
Jurnal Gandrung 2010:11 mengatakan bahwa dalam memahami seksualitas harus dipahami beberapa terminologi yaitu Identitas Jender, Orientasi Seksual, Ekspresi Jender dan Perilaku
Seksual, kerancuan dalam memahami ini akan menciptakan sebuah kesimpulan yang keliru. Selanjutnya Mulia mengatakan bahwa orientasi seksual adalah kapasitasa yang dimiliki
seseorang berkaitan dengan ketertarikan emosi, rasa sayang dan hubungan seksual heteroseksual, homoseksual [gay, lesbian dan biseksual, Sedangkan, Ekspresi jender adalah
bagaimana seseorang mengespresikan jender yang dia miliki, baik melalui pakaian, cara berbicara, berjalan dan juga gerak tubuh apakah feminine, androgini ataupun maskulin.
Selanjutnya Mulia juga mengatakan identitas jender adalah pengalaman individu terkait jendernya yang tidak berhubungan dengan seks biologisnya sering dikenal dengan tiga 3
varian yaitu: perempuan, laki-laki dan transjender biasa disebut : waria, banci, bencong. Oetomo: 1996:261 juga mengatakan bahwa gay tidak sama dengan “banci atau
bencong” seperti dalam kutipan dibawah ini :
“banci atau waria tidak merujuk sama sekali pada orientasi seksual. Istilah ini merupakan label negatif untuk menunjuk perilaku dan identitas gender yang
gagal, karena itu orang tua akan menyebut anaknya banci bila dia tidak bersikap wajar sesuai identitas gendernya”.
s
Berangkat dari pemahaman bahwa gay adalah ‘banci’ atau ‘melambai’ melahirkan sebuah pilihan baru yaitu menjatuhkan pilihan ketertarikan kepada laki-laki yang dianggap
‘heteroseksual’, biasanya identifikasi yang mereka lakukan adalah ketika laki-lakib tersebut ‘macho’
dan mempunyai istri. Orang-orang yang masuk kedalam kategori ini mereka sebut dengan LSL Lelaki Seks Lelaki. Seorang informan Tia laki-laki, 28 Tahun mengatakan
seperti kutipan kalimat dibawah ini :
“Kalau kita pacaran sama gay dek, kita akan menjadi orang yang munafik karena gay itu kan menutup-nutup dirinya, dia sok normal , dipaksa kali
badannya tegap padahal sebenarnya melambai juganya. Tapi klo kita pacaran sama laki-laki normal kita bisa bebas menjadi diri kita sendiri, bisa bebas
melambai, mengganggu laki-laki, ya meskipun resikonya besar kali lah dek. Resiko suka sama laki-laki normal itu pertama kita harus siap berkorban uang
Universitas Sumatera Utara
58 karena kalau kita gak mau kasih uang sama orang itu, mana mau orang tu
ngentot sama kita. Sakit kali sebenarnya, udah orang itu yang enak, kadang kita pun gak nembes tetapi orang itu juga yang minta uang kita. Selain itu, kita juga
berkorban perasaan karena mereka hanya seks aja sedangkan kita udah main hati. Jadi cinta bertepuk sebelah tanganlah. Tapi meskipun banyak ruginya, ya
mau gimana lagi dek, namanya enak.. eh.. sakit-sakit enaklah,karena lebih enak ngentot sama laki-laki normal dari pada sama gay”
Dikalangan lesbian juga tidak luput dari berbagai persoalan yang berangkat dari stereotype karena sebuah lebel yang diletakkan. Seperti, banyak butchi yang selalu
beranggapan bahwa tidak perlu membangun hubungan serius dengan seorang femme, karena suatu saat mereka akan pasti menikah. Seorang informan Eno Bukan nama sebenarnya,
Perempuan, 23 tahun mengatakan seperti kutipan kalimat dibawah ini :
“Ahh klo fem ininya, enaknya orang itu bosan nanti sama awak, ya sudah ditinggalkan. Apalagi, nanti femm ini pasti lah nikah sama laki-laki, karena
orang itu gak adanya bedanya kayak perempuan lain. Coba awak, kek mana mau nikah sama laki-laki penampilan awak gini
rambut pendek, jalan udah kayak laki-laki. Makanya itu, gak usahlah serius kali yang pacaran itu
dalam dunia anak belok ini. ujung-ujungnya nanti sakit sendiri di belakang,”
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III GERAKAN HOMOSEKSUAL DI KOTA MEDAN
3.1. Dinamika gerakan homoseksual di Kota Medan