Posisi Antropologi dalam Kajian Gerakan Sosial

34 dalam hubungan dan berbagai penelitian yang lebih melihat kehomoseksualnya bukan pada strategi gerakan homoseksual itu sendiri. Penelitian tersebut diantaranya yaitu : Gambaran Kesepian pada Gay di Kota Medan 57 , Citra Homoseksual Dalam Media Massa Online Nasional Analisis Framing Citra Homoseksual dalam Tempo.co dan Republika Online 58 , Intimacy Dalam Pacaran Gay 59 , Konsep Diri Lesbian di Kota Medan 60 . Pemaknaan Hidup Seorang Homoseksual 61 . Penulis berharap melalui skripsi ini, dapat menjadi literature baru bagi para menggiat kajian-kajian jender dan seksualitas khususnya ketika ingin mengkaji gerakan perjuangan pembebasan homoseksual.

1.2.7. Posisi Antropologi dalam Kajian Gerakan Sosial

Pada zaman sekarang ini, bukan lagi hal yang jarang kita temukan kejadian- kejadian mengerikan terkait tragedi kemanusiaan. Mulai dari peperangan, konflik antar suku,agama, diskriminasi terhadap kaum-kaum minoritas yang dianggap menyimpang, penindasan terhadap perempuan. Melihat fenomena diatas, sudah seharusnya Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu humaniora yang bertujuan membimbing manusia untuk terus berkembang kearah hidup yang lebih bermartabat dan berkeadilan, masuk menjadi agen-agen perubahan masyarakat kearah yang lebih manusiawi. Semakin menguaknya gerakan-gerakan sosial pada zaman ini yang berbanding lurus dengan menguaknya berbagai tragedi-tragedi dehumanisasi sudah selayaknya juga antropologi memberikan kontribusi entografinya dalam gerakan sosial itu sendiri. hal ini 57 http:repository.usu.ac.idhandle12345678923222 58 http:repository.usu.ac.idhandle12345678933888 59 http:repository.usu.ac.idhandle12345678925142 60 Sembiring, Febry Eva Lovina. 2014, Skripsi, Konsep Diri Lesbian di Kota Medan, Belum diterbitkan 61 http:repository.usu.ac.idhandle12345678923584 Universitas Sumatera Utara 35 sejalan dengan pemahaman bahwa ilmu antropologi adalah ilmu yang dinamis dan terus berkembang. Seperti yang dikatakan oleh Suryawan 62 “ Pendidikan antropologi itu penuh lekuk liku karena subyek yang dipelajarinya terus bergeser, sementara pengalaman pribadi para penelitinya atau orang yang mempelajarinya juga terus bergeser sesuai dengan posisi historisnya. Oleh karena itu hasilnya lebih bersifat pengetahuan reflektif dan apresiatif, yaitu pada penemuan eksistensi manusia itu sendiri. Dengan demikian pendidikan antropologi berbeda sekali dengan pendidikan yang pragmatis. Dalam pendidikan antropologi, para peserta didik secara total utuh mestinya diberi kesempatan mengembangkan daya apresiasi, empatiafektif dan kognitifnya sesuai dengan pengalaman hidupnya untuk berkenalan dan berwacana dengan subyek yang dipelajarinya.” Laksono 2010b:9 mengatakan bahwa Ilmu Antropologi bukan hanya ilmu yang sekedar untuk memahami orang lain, tetapi merupakan ilmu yang harus terlibat aktif untuk bertindak dan bergerak memahami realita dan mengubah dunia bersama masyarakat untuk membangun sejarah bersama masyarakat itu sendiri. Dari penjelasan Laksono diatas, jelas bahwa sudah saatnya Antropologi masuk kedalam studi gerakan sosial, terlibat dalam gerakan sosial demi tercapainya suatu tujuan terbangunnya masyarkaat yang adil dan juga bermartabat. Berbicara tentang gerakan sosial, seringkali dikaitkan dengan kajian ilmu sosiologi dan ilmu politik. Makanya tidak mengherankan ketika para mahasiswa antropologi yang mengangkat isu gerakan sosial, seringkali di judge sangat sosiologis ataupun tidak antropologis. Pada hal seperti yang dikatakan oleh Edelman xxxx:x dalam memahami fenomena gerakan sosial antropologi tidak sama dengan sosiologi dan politik, dia mengatakan ada tiga 3 kekhususan antropologi dalam memahami gerakan sosial, antara lain : Pertama,cakupan analisa yang digunakan sangat mengutamakan particularities atau 62 I Ngurah Suryawan, Dosen Fakultas Sastra Universitas Negeri Papua UNIPA Manokwari, Papua Barat. Research Fellow di Faculty of Humanities Universitiet Leiden, The Netherlands. Antropologi Gerakan Sosial Bangsa Papua: Sebuah Pemikiran. Universitas Sumatera Utara 36 kekhasan. Kekhasan ini terlihat dari poin kedua, dimana antropologi menolak pendekatan sosiologi dan politik dalam menganalisa gerakan sosial sering sekali melakukan generalisasi. Generalisasi ini dapat kita lihat dari beberapa buku-buku sosiologi dan politik dalam memberikan ciri-ciri gerakan sosial misalnya, adanya kesamaan nasib, aksi kolektif, bersifat instrumental, aksi karena status ekonomi dan politik yang rendah. Dalam ilmu antropologi dikatakan bahwa “ethnographic research resist grand theoretical generalizations because close-up views of collective action often looked messy ” atau penelitian etnografis menolak dilakukannya generalisasi karena generalisasi tersebut kelihatan sembarangan. Ketiga adalah diketengahkannya lived experience of activists and non-activists atau pengalaman hidup dari para aktivis dan non-aktivis. Mengapa para aktivis dan non-aktivis karena adanya pandangan dalam dunia Antropologi bahwa pengalaman pribadi reflektif dalam kehidupan masyarakat dimana masyarakat merupakan tempat orang itu hidup. Hal terakhir inilah yang merefleksikan adanya relasi orang dengan orang lainnya relasi sosial dimana di dalamnya lahir gerakan-gerakan sosial. Para antropolog banyak memberikan kontribusi pemikirannya dalam fenomena gerakan sosial. Seperti Wolford xx.:xx mengusulkan sebuah konsep etnografi politik. Etnografi politik mengacu pada dua pengertian yaitu : pertama, politisasi etnografi sebagai metode yang unik serta sesuai untuk menganalisa serta mengungkap hubungan kekuasaan yang mengubah akhiran semua kehidupan sosial. Kedua, penyelidikan etnografi politik dimana aktivitas politik dan negara tidak lagi menjadi hal yang istimewa dalam kehidupan politik, namun orang – orang lah yang menjadi pusat perhatian. Memusatkan perhatian pada orang-orang berarti kita memusatkan perhatian pada lokasi, pengalaman hidup, serta intensi danatau bukan intensi akan memperkaya kemampuan kita dalam memahami dan menjelaskan gerakan sosial. Antropolog lain seperti Auyero xx:xx memberikan tiga 3 gagasan utama dalam melihat hubungan kehidupan sehari-hari dengan aksi protes yaitu: 1 Universitas Sumatera Utara 37 Sejarah hidup Life Experiencelife history yang membentuk aksi, pikiran dan perasaan. 2 Agenda rutin politik yang mempengaruhi hakekat dan terbentuknya protes sosial. 3 Sejarah lokasi terjadinya gerakan sosial menunjukan pemahaman bersama para aktor gerakan sosial. Ketiga gagasan utama diatas menurut Auyero hanya bisa didapatkan dengan metode penelitian dan penulisan etnografi yang tidak lain adalah milik ilmu antropologi itu sendiri.

1.3. Rumusan Masalah