Konflik Lahan dalam Pembanguanan Bandara di Kulon Progo

82 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam UU tersebut pada pasal 36 hanya disebutkan pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a uang; b tanah pengganti; c permukiman kembali; d kepemilikan saham atau; e bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Terlepas dari peraturan perundang-undangan yang ada dalam masalah pembangunan bandara di Kulon Progo perlu adanya kesiapan yang benar-benar baik dari pemrakarsa bandara dalam hal ini PT., Angkasa Pura I, Pemerintah Daerah Kulon Progo, pemerintah pusat, dan terlebih lagi adalah masyarakat yang terdampak langsung dengan adanya pembangunan bandara tersebut. Ketika memang dari pemerintah atau pihak yang bersangkutan pemrakarsa bandara sudah siap secara materi dan non materi, misalnya dalam hal ganti rugi dan sebagianya juga perlu diingat apakah masyarakat sudah siap untuk menerima pembangunan bandara itu. Tentunya perlu adanya pengkajian atau studi mengenai dampak sosial dan analisis dampak lingkungan yang nantinya bisa menjadi pedoman dalam melakukan suatu pembangunan.

2. Konflik Lahan dalam Pembanguanan Bandara di Kulon Progo

Awal mula ada rencana pembangunan bandara di Kulon Progo sebenarnya sudah ada isunya ketika pemerintahan bupati periode sebelumnya yaitu pada saat Pak Hasto menjabat sebagai Bupati Kulon Progo. Pada penghujung 2011 mulai muncul isu akan dibangunya bandara baru di Kulon Progo. Pada tahun 2012 isu pembangunan 83 bandara di Kulon Progo semakin santer terdemgar, dan mulai menimbulkan pertentangan di masyarakat pro dan kontra. Setidaknya 5 tahun belakangan ini masyarakat Kulon Progo di Kecamatan Temon kabupaten Kulon Progo mengalami pergolakan, karena disebabkan oleh adanya pembangunan bandara baru di Kulon Progo, yang nantinya akan menggantikan bandara lama yaitu Bandara Adisutjipto sebagai bandara komersil. Sedikitnya ada lima desa yang terdampak pemabangunan bandara di Kulon Progo yaitu Desa Palihan, Glagah, Sindutan, Kebonrejo, dan Desa Jangkaran. Dari lima desa itu ada dua desa yang memang terkena dampak paling luas yaitu Desa Palihan dan Glagah. Berikut ini adalah kronologis terjadinya konflik yang terjadi antara pemerintah dengan masyarakat terdampak pembangunan bandara: Tabel 8., Kronologis konflik yang terjadi pada masyarakat terdampak pembangunan bandara No Hari, Tanggal, Waktu Kejadian, dan Tempat Keterangan 1 2011-2012 Adanya kabar rencana pembangunan bandara yang dinyatakan oleh bapak Hasto Wardoyo yang sering disapa dengan pak Toyo, selaku Bupati Kulon Progo saat itu. 2 a. Rabu, 12 September 2012, pukul 14.50 WIB. Warga menemui Bupati Kulon Progo menanyakan pembangunan bandara, setelah ada isu atau kabar di media massa dan menjadi perbincangan warga setiap hari, dan membuat warga resah, karena ada oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi. sumber; http:jogja.tribunnews.com20120912, diakses 84 pada 7 Juni 2016, pukul 22.57WIBoleh Hary Susmayanty. 3 a. Selasa, 23 Septembe r 2014, pukul 08.30 WIB b. Jalan Deandles Pemblokiran jalan oleh WTT dilakukan saat diadakanya sosialisasi terkait pembangunan bandara di Balai Desa Glagah, Temon Kulon Progo. sumber:http.www.krjogja.com2382014, diakses pada 7 Juni 2016, pukul 23.53 WIB 4 a. Selasa, 23 Juni 2015 b. PTUN Kulon Progo Gugatan terhadap IPL Gubernur oleh WTT selaku penolak bandara dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta. Sehingga SK Gubernur no 68KEP2015diminta kepada Pemda DIY untuk mencabutnya. sumber: http:www.krjogja.com23062015, diakses pada 7 Juni 2016, pukul 23.29 WIB 5 a. Selasa, 29 Juni 2015 MA mengabulkan kasasi IPL Bandara Kulon Progo yang sebelumnya digugat oleh WTT dan dalam putusan hakim PTUN mereka menang. Dengan terkabulnya kasasi ILP oleh MA, maka pembangunan bandara di Kulon Progo tetap dilanjutkan. sumber: http:jogja.tribunnews.com29092015, diakses pada 7 Juni 2016, pukul 23.28 WIB 6 a. Jumat, 28 November 2014, pukul 07.26 WIB. Sarijo dan beberapa orang lainya yang ikut WTT ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyegelan balai Desa Glagah yang dilakukanya pada tanggal 13 September 2014. Tersangka dijerat dengan pasal 170 dan 405 tentang kekerasan terhadap orang ataupun barang. 7 a. Rabu, 20 Januari 2016, pukul 11.56 WIB. b. Kantor Balai Aksi demonstrasi oleh masyarakat kontra bandara WTT, yang dilakukan di kantor balai desa Palihan. Adapun aksi tersebut memprotes pemerintah desa yang dinilai melakukan sabotase dan kesalahan dalam pendataan dan inventarisasi tanah mereka. sumber:hasil observasi langsung di lokasi kejadian 85 Desa Palihan 8 Minggu, 24 Januari 2016, Pengukuran lahan milik masyarakat kontra bandara WTT tetap dilakukan oleh petugas, meskipun tidak mendapat izin dari pemiliknya. Sehingga ada semacam intimidasi atau oknum dalam yang memberi tahu luasan lahan beserta objek di atasnya. sumber: hasil wawancara 24 Januari 2016, dengan Pak Fajar. 9 a. Selasa, 16 Februari 2016, pukul 14.16 WIB. b. Desa Palihan Terjadi penghadangan oleh masyarakat yang kontra bandara WTT terhadapa petugas BPN, Polisi, AP I pada saat dilakukanya pemasangan patok atau titik koordinat bandara. Sehingga terjadi aksi saling dorong antara masyarakat dengan petugas. sumber:hasil observasi langsung di lokasi kejadian 10 a. Selasa, 23 Februari 2016, pukul 12.37 WIB. b. Kantor Pemda Kulon Progo Aksi unjuk rasa dilakukan oleh masyarakat pro bandara yang menuntut pemerintah Kulon Progo untuk memberikan atau menyetujui beberapa permintaan masyarakat yang pro yaitu relokasi gratis, ganti rugi dan kompensasi lahan PAG, dan masalah ketenagakerjaan. sumber; hasil observasi dan wawancara langsung di lokasi penelitian. Pada tahun 2015 sebagai tahapan realisasi pembangunan bandara baru di Kulon Progo maka dikeluarkanya IPL ijin penetapan lokasi dari Gubernur yang tertanda No.68KEP2015 tanggal 31 Maret 2015. Dengan dikeluarkanya atau diterbitkanya IPL tersebut maka untuk semua transaksi jual beli tanah di Kulon Progo terkhusus wilayah yang 86 nantinya terkena dampak pembangunan bandara ini maka distop tidak boleh lagi adanya transaksi jual beli tanah, kecuali hal tersebut mendapat ijin terlebih dahulu oleh pihak yang bersangkutan atau pihak pemrakarsa bandara. “Pembangunan bandara ini setelah Ijin Penetapan Lokasi IPL keluar ketika bulan Maret tahun 2012, jadi semua transaksi jual beli tanah di wilayah bandara tidak boleh lagi. Kecuali transaksi jual tanah kepada Angkasa Pura I, jadi nilai atau harga tanah dinilia pada saat transaksi sebelum IPL keluar” Yusuf Bambang S. 56 BPN. Meskipun demikian dengan keluarnya IPL dari Gubernur di atas tidak menjadikan masyarakat yang kontra atau yang menolak pembangunan bandara kemudian menjadi pro atau setuju, namun mereka tetap melakukan penolakan terutama ketika akan dilakukanya pengukuran dan pendataan tanah oleh satgas Satgas A dan B atau dalam hal ini dari pihak BPN. Pada tanggal 16 Februari 2016 ketika akan dilakukan pematokan mendapat hadangan dari masyarakat yang kontra WTT, sehingga aksi saling dorong antar petugas Polisi, BPN dengan masyarakat kontra WTT tidak dapat dihindarkan. Dari kejadian tersebut beberapa tanaman warga mengalami kerusakan, beberapa warga danpetugas ada yang terluka akibat adanya kontak fisik.Untungnya kontak fisik pada kejadian tersebut tidak begitu parah, masih dalam batasan yang normal dan masih terkendali. Pada peristiwa tersebut peneliti kebetulan melihat langsung di lokasi penelitian. 87 Alih fungsi lahan

3. Pemetaan Konflik Pembangunan Bandara di Kulon Progo dan Alat Bantu Analisis Konflik