Frekuensi Makan Pola Konsumsi Pangan

sebagai wiraswasta, yang berarti tidak memerlukan energi yang lebih untuk pekerjaan tersebut. Hal ini menyebabkan konsumsi energi keluarga perokok cenderung rendah. Selain itu juga, kebiasaan merokok dapat menurunkan nafsu makan pada seseorang, sehingga anggota keluarga yang merokok cenderung mengonsumsi energi yang lebih rendah Winarsi, 2007. Rendahnya konsumsi energi dan protein akan menimbulkan dampak pada keluarga khususnya ibu hamil dan balita. Kebutuhan energi dan protein yang lebih tinggi pada ibu hamil bila tidak dipenuhi akan meningkatkan kemungkinan bayi yang akan dilahirkan memiliki berat lahir rendah. Begitu pula dengan balita, pertumbuhan akan terganggu dan meningkatkan kejadian gizi kurang dan gizi lebih yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas SDM bangsa ini. Disamping itu, menurut Khumaidi 1994, rendahnya tingkat konsumsi energi dan protein penduduk menunjukkan bahwa penduduk dalam mengonsumsi pangan hanya untuk pemuasan rasa lapar dan haus tanpa memperhatikan pemenuhan akan zat gizi yang diperlukan tubuh, yang juga dapat dilihat dari ketidakragaman pangan yang dikonsumsi oleh penduduk. Sedangkan gizi harus diterima secara teratur dalam ragam mutu dan jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan kesehatan, kegairahan, dan kekuatan dalam bekerja.

5.1.3 Frekuensi Makan

Hasil penelitian dengan menggunakan metode food frequency diperoleh data mengenai frekuensi makan keluarga perokok di Kecamatan Berastagi. Frekuensi pangan tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok pangan yang disusun dalam Pola Pangan Harapan PPH. Untuk kelompok pangan padi-padian seperti yang terlihat Universitas Sumatera Utara dalam tabel 4.23 menunjukkan bahwa beras nasi sebagai pangan sumber karbohidrat merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh keluarga perokok dalam frekuensi selalu 1-3 xhari. Selain nasi, kelompok padi-padian yang sering dikonsumsi oleh keluarga perokok adalah roti, biskuit dan mie instan. Kelompok pangan umbi-umbian pada tabel 4.24 di atas menunjukkan bahwa keluarga perokok mengonsumsi kelompok pangan ini dalam frekuensi kadang- kadang dan jarang. Ubi jalar goreng dan perkedel kentang menjadi penyumbang energi terbesar dari kelompok pangan umbi-umbian masing-masing 43,0 dan 34,0 dari 100 keluarga perokok yang diteliti. Dan yang paling jarang dikonsumsi ialah tepung tapioka yakni sebanyak 86 keluarga 86,0 dari 100 keluarga perokok. Kelompok pangan hewani yang paling sering dikonsumsi keluarga perokok adalah ikan asin, seperti ikan teri, udang kering, pari kering, dan rebon kering. Sebanyak 13 keluarga 13,0 selalu mengonsumsi susu bubuk. Selain ikan asin pangan hewani yang dijadikan sebagai lauk oleh keluarga adalah ikan kembung yakni sebanyak 77,0 seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.25 di atas. Hal ini disebabkan oleh adanya penjual ikan kembung keliling yang setiap pagi atau sore mendatangi desa mereka untuk menawarkan ikan kembung. Sehingga warga sekitar lebih memilih untuk membeli ikan tersebut daripada pergi ke pasar untuk membeli ikan segar. Selain ikan kembung, telur ayam ras dan ikan teri juga merupakan lauk yang umumnya dijumpai dalam hidangan keluarga perokok. Sedangkan daging, dan keju jarang dikonsumsi. Rendahnya konsumsi tersebut diduga erat kaitannya dengan kemampuan daya beli keluarga. Universitas Sumatera Utara Jika dilihat dari tabel 4.9 di atas, dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden memiliki penghasilan di atas UMR, namun konsumsi pangan hewani yang beragam masih sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya pengeluaran rokok keluarga yang mengakibatkan menurunnya pengeluaran pangan pada keluarga tersebut. Selain itu, pengetahuan ibu sebagai responden mengenai gizi dalam penelitian ini masih rendah. Dapat dilihat dari tabel 4.4 yang menunjukkan bahwa hampir setengah dari 100 reponden memiliki pendidikan di bawah SMA. Seperti yang diungkapkan oleh Marsetyo 1995 bahwa meskipun sebuah rumah tangga berpenghasilan tinggi namun tidak memiliki pengetahuan mengenai gizi maka makanan yang mereka konsumsi meski kelihatan lezat namun dapat merusak tubuh mereka dan miskin kandungan gizi. Tabel 2.26 menunjukkan bahwa tahu dan tempe merupakan penyumbang energi terbesar dari kelompok pangan kacang-kacangan yang dikonsumsi oleh keluarga perokok di Kecamatan Berastagi. Pangan yang tinggi protein ini sangat baik bagi ibu hamil dan balita yang sedang dalam pertumbuhan. Kebutuhan ibu hamil akan protein meningkat sampai 68 yang diperkirakan sebesar 925 gr harus tersedia dan tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi sampai akhir kehamilan. Namun perlu juga diperhatikan bahwa mengonsumsi protein yang berlebihan juga akan berdampak buruk terhadap tubuh, khususnya pada bayi kecil yang masih menyusu pada ibunya. Kelebihan asupan protein dapat menyebabkan stres berat pada hati dan ginjal. Kelompok pangan minyak dan lemak dikonsumsi oleh seluruh keluarga perokok dalam frekuensi selalu 1-3 xhari seperti terlihat pada tabel 4.27 di atas. Ini Universitas Sumatera Utara berarti bahwa dalam setiap pengolahan makanan keluarga menggunakan minyak, dalam hal ini keluarga perokok 100,0 menggunakan minyak kelapa sawit. Kekhawatiran akan kelompok pangan ini adalah apabila dikonsumsi berlebihan dan digunakan lebih dari 3 kali untuk minyak yang sama. Hal ini yang kemudian dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif. Seluruh keluarga perokok mengonsumsi kelapa atau menggunakan kelapa dalam pengolahan makanan mereka dalam frekuensi kadang-kadang seperti terlihat pada tabel 4.28 di atas. Sementara itu 17,0 keluarga perokok menggunakan kemiri dalam mengolah makanan mereka setiap hari. Sama halnya dengan kelompok pangan minyak dan lemak, konsumsi berlebihan akan kelompok pangan ini akan berdampak buruk. Gula pasir dikonsumsi setiap hari oleh keluarga perokok seperti pada tabel 4.29 di atas sebanyak 54,0 atau 54 keluarga. Sedangkan untuk gula aren pada umumnya jarang dikonsumsi. Konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas yang kemudian akan mendatangkan penyakit degeneratif. Pada tabel 4.30 di atas dapat dilihat bahwa pangan yg selalu dan sering dikonsumsi keluarga perokok adalah tomat. Dan sayuran yang dikonsumsi oleh keluarga perokok cukup bervariasi seperti kangkung, sawi, bayam, daun singkong, kacang panjang dan dikonsumsi dalam frekuensi kadang-kadang. Sedangkan buah yang paling sering dikonsumsi yaitu pisang, namun keluarga perokok tidak setiap hari mengonsumsi buah. Sebagian besar keluarga mengonsumsi buah dalam frekuensi kadang-kadang dan jarang. Padahal antioksidan yang dikandung dalam kelompok pangan ini sangat dibutuhkan oleh keluarga perokok tersebut. Mengingat bahaya yang ditimbulkan dari Universitas Sumatera Utara asap rokok yang terpapar pada keluarga kelompok rawan seperti ibu hamil dan balita. Rokok mengandung jutaan bahan berbahaya yang dapat merusak tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit. Apalagi sebagian besar anggota keluarga yang merokok di dalam rumah setelah selesai makan atau ketika sedang santai. Asap rokok yang dihirup oleh si perokok dan anggota keluarga lainnya sangat berbahaya bagi kesehatan. Rokok yang dihisap oleh perokok juga tidaklah sedikit, seperti yang ditunjukkan dalam tabel 4.15 sebanyak 55 keluarga atau 55,0 keluarga perokok menghabiskan 2 bungkushari. Dengan mengonsumsi pangan yang tinggi antioksidan diharapkan dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap zat-zat berbahaya dari asap rokok tersebut.

5.2 Skor Pola Pangan Harapan