Pengaruh Karakteristik Ibu Dan Pola Konsumsi Pangan Keluarga Terhadap Status Gaky Anak SD Di Kabupaten Dairi Tahun 2007

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA TERHADAP STATUS GAKY ANAK SD

DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Oleh

ROTUA PANJAITAN 057012026/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA TERHADAP STATUS GAKY ANAK SD

DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) Dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROTUA PANJAITAN 057012026/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA TERHADAP STATUS GAKY ANAK SD DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Rotua Panjaitan Nomor Pokok : 057012026

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi) (Dra. Jumirah, Apt, MKes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 8 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Dra. Ida Yustina, MSi Anggota : 1. Dra.Jumirah, Apt, MKes

2. Dr.Ir.Evawany Y. Aritonang, MSi 3. Dra. Syarifah, MS


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA TERHADAP STATUS GAKY ANAK SD

DI KABUPATEN DAIRI TAHUN 2007

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2008


(6)

ABSTRAK

Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius serta mempunyai dampak secara langsung pada kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia. Diperkirakan pada saat ini terdapat sekitar 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah yang lingkungannya kurang yodium. Kabupaten Dairi merupakan salah satu daerah dengan angka kejadian GAKY yang tinggi, di mana dari 15 kecamatan di Kabupaten Dairi diketahui 2 kecamatan termasuk dalam kategori endemis berat yaitu, Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan.

Telah dilakukan penelitian survei dengan pendekatan explanatory dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik ibu dan pola konsumsi pangan keluarga terhadap status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi. Jumlah sampel sebanyak 156 orang ibu dari anak SD kelas 4,5 dan 6 dengan usia 10-12 tahun, sampel diambil secara purposive sampling. Analisis data menggunakan uji regresi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan variabel karakteristik ibu sebanyak 54,5% mempunyai tingkat pendidikan sedang, 78,8% bekerja, 52,6% berpendapatan rata-rata di atas Upah Minimun Regional, 60,3% jumlah tanggungan rata-rata-rata-rata 2-4 orang. Seluruh responden (100%) mengonsumsi nasi 2x/hari sebagai makanan pokok, 64,1% mengonsumsi ikan laut kering 2x/hari sebagai pangan sumber yodium, 50,0% mengonsumsi ubi 1x/hari sumber goitrogenik, 60,9% kualitas garam tidak memenuhi syarat, dan 62,8% tidak pernah mendapatkan suplemen makanan.

Variabel karakteristik ibu yang berpengaruh terhadap status GAKY anak SD meliputi; pendidikan (p=0,006), pekerjaan (p=0,001), pengetahuan (p=0,027), pendapatan keluarga (p=0,000) dan jumlah anggota keluarga (p=0,000). Variabel pola konsumsi pangan keluarga yang berpengaruh terhadap status GAKY anak SD adalah; konsumsi makanan pokok (p=0,000), konsumsi sumber yodium (p=0,046), konsumsi sumber goitrogenik (p=0,000), kualitas garam (p=0,037), dan suplemen makanan (0,020).

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi mengupayakan secara intensif penanggulangan penyakit Gangguan Akibat Kekurangan Yodium pada anak SD melalui fortifikasi makanan, pemberian Suplemen Yodium ke sekolah-sekolah serta peningkatan penyuluhan kesehatan masyarakat. Meningkatkan pelaksanaan upaya promosi kesehatan khususnya kesehatan keluarga melalui pemberdayaan masyarakat dan kader tentang program penanggulangan GAKY pada anak usia sekolah, serta kerjasama antara instansi kesehatan dengan instansi terkait sebagai upaya meningkatkan status kesehatan anak SD, khususnya dalam upaya pencegahan gangguan akibat kekurangan yodium.


(7)

ABSTRACT

Iodine Deficiency Disorder(IDD) is one of the serious health problems with a direct impact on life continuity and quality of human resources. It is estimated that about 42 millions of Indonesians live in the areas with less-iodine environment. Dairi District is one of the districts with high rate of IDD prevalence. Two of the 15 sub-districts in Dairi Districts, namely, Siempat Nempu district and Parbuluan Sub-district, are grouped into the areas of severe endemic category.

This study with explanatory survey was conducted to analyze the influence of mothers' characteristics and the pattern of family good consumption on the status of IDD in the Elementary School students in Dairi District. The samples were selected through purposive sampling technique, for this study are 156 mothers of the 10 - 12 years old Elementary School students of grades 4, 5 and 6. The data obtained were analyzed by of multiple regression tests.

The result of this study shows that, in terms of variables of characteristics, 54.5% of the mothers have a medium level of education, 78.8% are working, 52.6% receive an average income greater than the Regional Minimum Wage, 60.3% have the average of 3-4 children, 46.2% have less knowledge about IDD, All respondent have consumed rice 2x/day as staple food, 9.6% have consumed eggs and fish 2x/day as food with iodine, 50.0% have consumed cassava <3x/week as goitrogenic food, 60.9% have consumed salt of low quality, and 62.8% never have food supplement before.

The variables of mothers' characteristics which have influence on the status of IDD of the Elementary School students are education (p = 0.006), occupation (p = 0.001), knowledge (p = 0.027), family income (p = 0.000), and the number of family members (p = 0.000). The variables of the pattern of family food consumption which have influence on the status of IDD of the Elementary School students are consumption of staple food (p = 0.000), consumption of food with iodine (p = 0.046), consumption of goitrogenic food (p = 0.000), salt quality (p = 0.037) and food supplement (p = 0.020).

It is expected that the management of Health Service of Dairi District do their best to cope with iodine lack-caused disorder in the Elementary School students through food fortification, distribution of food supplement to the schools, increasing the frequency of community health extension activities, increasing health extension activity on the program of preventing the incident of IDD in the elementary school students, especially in family health through community and cadre empowerment and cooperation between the health and another program as an effort to improve the health status of the elementary school students, especially in the iodine lack-caused disorder prevention.

Key words: Characteristics, Food Consumption Pattern, Iodine Lack-Caused Disorder (GAKY) Status


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan hingga selesainya tesis ini dengan judul ” Pengaruh Karakteristik Ibu

dan Pola Konsumsi Pangan Keluarga terhadap Status GAKY Anak SD di Kabupaten Dairi Tahun 2007”.

Dengan selesainya tesis ini, selain atas upaya penulis sendiri, juga tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing Tesis yang telah banyak memberikan bimbingan penulisan.

Ibu Dra.Jumirah, Apt, MKes sebagai Anggota Komisi Pembimbing Tesis yang banyak memberikan bimbingan penulisan.


(9)

Ibu Dr.Ir.Evawany Y. Aritonang, MSi, dan Ibu Dra. Syarifah, MS masing-masing sebagai Ketua Komisi Penguji dan anggota yang banyak memberikan bimbingan penulisan.

Seluruh Dosen Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis.

Rekan-rekan mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Sekolah Pascasarjana USU Medan tahun 2005.

Bapak Ir. Bungaran Sinaga, MSi , sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin kepada penulis melanjutkan pendidikan lanjutan di pascasarjana USU Medan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, Bapak dr. Budiman Simanjuntak, MKes, yang banyak membantu dan mendorong penyelesaian tesis ini.

Kepala sekolah, guru, ibu anak SD serta anak SD di Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan data data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Demikian juga rekan-rekan kerja pada Puskesmas Siempat Nempu dan Parbuluan yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian penelitian ini.

Suamiku tercinta Dosiraja Simarmata, SH, Msi serta anak-anakku tersayang Cindy, Felix, dan Nicolas Simarmata atas pengertiannya dan yang tidak


(10)

henti-hentinya memberikan dorongan, pengorbanan, sehingga penulis dapat menyelesaikan thesis ini.

Orangtua, Mertua, serta Saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan bantuan serta dorongan selama perkuliahan sampai selesainya penyusunan tesis ini.

Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan berkat dan karuniaNya kepada kita semua, dan penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Rotua Panjaitan, lahir pada tanggal 09 Agustus 1970 di Kecamatan Balige Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara, anak ke-tiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. Heber Panjaitan, BA dan Ibu Reni Hutagaol.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar Negeri Sigumpar selesai pada tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Sigumpar selesai tahun 1986, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Balige selesai tahun 1989, S.1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan selesai pada tahun 1993, dan Sekolah Pascasarjana AKK Universitas Sumatera Utara selesai 2008

Mulai bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak tahun 1994 di Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, dan tahun 2000 menjadi Kepala Puskesmas Parbuluan, dan tahun 2001 sampai saat ini sebagai Kepala Puskesmas Bunturaja.

Tahun 1995 penulis menikah dengan Dosiraja Simarmata, SH, MSi putra kelima dari Bapak Manorus Simarmata dengan Ibu Bungahim Sihaloho, penulis dikaruniai dua orang putra Felix Aristo Gradianto Simarmata, Nicolas Alexander Simarmata dan seorang putri Cindy Fransisca Beatric Simarmata.

Tahun 2005 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis Penelitian... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Pengertian GAKY ... 8

2.2. Dampak Defisiensi GAKY ... 8

2.3. Penentuan Status GAKY... 11

2.4. Metabolisme Yodium... 16

2.5. Kebutuhan Yodium ... 18

2.6. Kandungan dan Sumber Yodium ... 19

2.7. Kelender Tiroid ... 20

2.8. Hormon Tiroid ... 22

2.9. Kelainan Kelenjar Tiroid ... 24

2.10. Goitrogenik ... 26

2.11. Hubungan Goitrogenik dengan GAKY... 28

2.12. Kerangka Teori ... 29

2.13. Kerangka Konsep ... 32

BAB 3 METODE PENELITIAN... 33

3.1. Jenis Penelitian... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6. Metode Pengukuran ... 40


(13)

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.1.1. Geografis... 45

4.1.2. Demografi ... 45

4.1.3. Prevalensi TGR... 45

4.2. Karakteristik Responden ... 46

4.3. Pengetahuan Responden tentang GAKY ... 47

4.4. Pola Konsumsi Pangan Keluarga ... 49

4.5. Status GAKYAnak SD ... 54

4.6. Analisa Bivariat ... 55

4.6.1. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status GAKY Anak SD ... 55

4.6.2. Hubungan Pola Konsumsi Pangan Keluarga dengan Status GAKY Anak SD... 57

4.7. Uji Statistik ... 59

4.7.1. Pengaruh Karakteristik Ibu terhadap Status GAKY Anak SD ... 59

4.7.2. Pengaruh Pola Konsumsi Pangan Keluarga terhadap Status GAKY Anak SD... 60

BAB 5 PEMBAHASAN... 62

5.1. Pengaruh Karakteristik Ibu terhadap Status GAKY Anak SD... 62

5.1.1. Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Status GAKY Anak SD ... 62

5.1.2. Pengaruh Pekerjaan Ibu terhadap Status GAKY Anak SD ... 63

5.1.3. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Status GAKY Anak SD... 65

5.1.4. Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Status GAKY Anak SD ... 66

5.1.5. Pengaruh Jumlah Anak terhadap Status GAKY Anak SD ... 68

5.2. Pengaruh Pola Konsumsi Pangan Keluarga terhadap Status GAKY Anak SD ... 69

5.2.1. Pengaruh Konsumsi Makanan Pokok terhadap Status GAKY Anak SD ... 69

5.2.2. Pengaruh Konsumsi Sumber Yodium terhadap Status GAKY Anak SD ... 70

5.2.3. Pengaruh Konsumsi Sumber Goitrogenik terhadap Status GAKY Anak SD ... 72

5.2.4. Pengaruh Kualitas Garam terhadap Status GAKY Anak SD ... 75

5.2.5. Pengaruh Perolehan Suplemen terhadap Status GAKY Anak SD ... 76

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 79

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 80


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 2.1. Akibat GAKY pada Siklus Kehidupan ... 11 2.2 Kriteria Epidemiologi Penilaian Status Yodium Berdasarkan Median

Konsentrasi Yodium dalam Urin pada Kelompok Rawan ... 14 2.3. Angka Kecukupan Yodium (μg/hari) menurut Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi 2004 ... 18 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 39 4.1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakterisitik Ibu... 46 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan Ibu

di Kabupaten Dairi tahun 2008 ... 47 4.3. Distribusi Pengetahuan Ibu tentang GAKY di Kabupaten Dairi tahun

2008 ... 49 4.4. Distribusi Frekuensi Anak SD berdasarkan Jenis dan Frekuensi Makan

Makanan Pokok ... 50 4.5. Distribusi Anak SD berdasarkan Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber

Yodium... 51 4.6. Distribusi Frekuensi Anak SD berdasarkan Konsumsi Pangan Sumber

Goitrogenik ... 52 4.7. Distribusi Frekuensi Anak SD berdasarkan Kualitas Garam Yodium yang

Dikonsumsi ... 52 4.8. Distribusi Frekuensi Anak SD berdasarkan Perolehan Suplemen

Makanan... 53 4.9. Distribusi Frekuensi Anak SD berdasarkan Hasil Pemeriksaan Kelenjar

Gondok ... 54 4.10. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status GAKY Anak SD ... 57


(15)

4.11. Hubungan Pola Konsumsi Pangan Keluarga dengan Status GAKY Anak

SD... 58 4.12 Hasil Uji Regresi Berganda pengaruh Karakteristik Ibu terhadap Status

GAKY Anak SD ... 59 4.13 Hasil Uji Regresi Berganda pengaruh Pola Konsumsi Pangan Keluarga


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Metabolisme Yodium dan Goitrigen dalam Tiroid... 17 2.2. Hubungan Defisiensi Yodium dengan Gangguang Akibat Kekurangan

Yodium ... 30 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 32


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 85

2 Hasil Uji Regresi ... 89

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91

4 Hasil Uji Bivariat ... 98

5 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 106


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius serta mempunyai dampak secara langsung pada kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia. Diperkirakan pada saat ini terdapat sekitar 42 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah yang lingkungannya kurang yodium (Depkes RI, 2004).

GAKY adalah sekumpulan gejala klinis yang timbul karena seseorang kekurangan asupan unsur yodium dan berlangsung dalam waktu lama, sehingga akan mengakibatkan gangguan pada fungsi kelenjar tiroid, kurangnya sintensis hormon tiroid mengakibatkan kadar tetraiodotironine (T4) dan triodotironine (T3) bebas dalam plasma darah, berkurang sehingga memicu sekresi tiroid stimulating hormon

(TSH) dan merangsang kelenjar tiroid untuk menyerap lebih banyak yodium. Hal ini menyebabkan kelenjar ini membesar (hiperplasi), keadaan inilah yang disebut dengan gondok (Hetzel, 2005).

Kekurangan yodium pada masa kehamilan dapat menyebabkan abortus, lahir mati, cacat bawaan, gangguan perkembangan otak, dan anak kretin. Bila kekurangan yodium terjadi pada anak dan remaja akibatnya adalah gondok, hipotiroidisme, gangguan fungsi mental, rendahnya prestasi belajar, pertumbuhan terhambat.


(19)

Sementara itu, kekurangan yodium pada orang dewasa mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja (Hetzel, 2005).

Besaran pengaruh GAKY merupakan fenomena gunung es dengan kretin sebagai puncaknya. Kretin menempati bagian seluas bagian 1 – 10% dari gunung es tersebut. Dibawahnya, jumlah yang lebih besar, terdapat gangguan otak 5 – 30% dan hipotirodisme 30 – 70 (Hetzel, 1998).

Defisiensi yodium disuatu wilayah dapat terjadi karena tanah dan airnya sangat kekurangan yodium. Hal ini terjadi karena erosi, hujan lebat, banjir yang membawa yodium ke laut (banyak terdapat di daerah pegunungan). Semua jenis tanaman yang tumbuh di wilayah tersebut juga mengandung sedikit yoidum dan mengalami kekurangan yodium. Penduduk yang bermukim di wilayah tersebut beresiko mengalami defisiensi yodium jika hanya tergantung pada hasil tanaman daerah tersebut (Arisman, 2004).

Secara umum penyebab GAKY adalah defisiensi yodium yang berat, Study Epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa berkembangnya kasus-kasus baru di daerah gondok endemik juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; Lingkungan dan konsumsi zat-zat goitrogenik. Zat-zat goitrogenik yang terdapat dalam bahan makanan akan menghambat sintesis dan sekresi hormon tiroid, sehingga mempercepat pengeluaran iodida dari kelenjar tiroid dan utilisai yodium tidak sempurna (Murdiana, et al, 2001)

Salah satu masalah besar akibat kekurangan yodium adalah gangguan perkembangan intelektual. Anak-anak didaerah kekurangan yodium, rata-rata


(20)

mempunyai IQ 13,5 poin, lebih rendah dari anak normal, keadaan ini tentu berpengaruh pada upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia.

Goitrogenik dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu kelompok tiosianat yang bekerja menghambat proses transpor yodium yang aktif ke dalam kelenjar tiroid, dan kelompok tiourea yang menghambat proses organik yodium dan penggabungan iodotirosin dalam pembentukan hormon tiroid aktif (Murdiana, et al., 2001).

Menurut WHO (2001) bila di suatu daerah ditemukan jumlah penderitaan gondok ≥ 5% dari jumlah penduduk (TGR ≥ 5%), maka daerah itu disebut daerah endemik. Klasifikasi tingkat endemisitas adalah : daerah non endemik jika TGR < 5%, endemik ringan jika TGR 5,0 – 19,9% daerah endemik sedang jika TGR 20,0 – 29,9 dan daerah endemik berat jika TGR ≥ 30%.

Jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemik GAKY masih cukup tinggi. Berdasarkan survei GAKY tahun 2003 diperkirakan 18,8% penduduk hidup di daerah endemik ringan, 4,2% di daerah endemik sedang dan 4,5% di daerah endemik berat. Dari 28 Propinsi, 17 Propinsi endemik ringan (60,8%), 2 Propinsi endemik sedang (7,1%), dan 2 Propinsi endemik ringan (7,1%) dan dari 342 kabupaten/kota 122 kabupaten dalam kategori endemik ringan (35,7%), 42 kabupaten endemik sedang (12,2%) dan 30 kabupaten endemik berat (8,8%). Kabupaten Dairi adalah satu-satunya yang termasuk pada kategori endemik berat di propinsi Sumatera Utara dengan TGR sebesar 33,9%, angka ini jauh lebih tinggi dibanding dengan


(21)

angka TGR Propinsi Sumatera Utara sebesar 5,3% dan TGR tingkat nasional sebesar 11,1% (Depkes, 2003).

Berdasarkan kategori endemisitas, dari 15 kecamatan di Kabupaten Dairi diketahui 2 kecamatan termasuk dalam kategori endemis berat yaitu, Kecamatan Siempat Nempu, dengan prevalensi TGR sebesar 33,9% dan Kecamatan Parbuluan dengan prevalensi TGR sebesar 36,2%, 1 kecamatan endemis sedang, 9 kecamatan endemis ringan, dan 2 kecamatan non endemis, sedangkan untuk Kabupaten Dairi diketahui prevalensi TGR sebesar 18,1% sehingga termasuk kabupaten dengan tingkat endemisitas ringan (Depkes RI, 2003).

Hasil penelitian Gema (2007), diketahui prevalensi TGR pada anak SD di Kabupaten Dairi sebesar 29,2%, diantaranya 24,7% grade 1 dan 4,5% grade 2, prevalensi tertinggi terdapat pada Kecamatan Parbuluan sebesar 35,6% (endemik berat), dan prevalensi terendah Kecamatan Silahisabungan 4,8% (endemik ringan).

Berdasarkan penelitian terhadap pola konsumsi yang dilaksanakan di Kabupaten Dairi diperoleh hasil bahwa, ubi kayu, daun singkong, dan kol merupakan bahan makan yang dikonsumsi masyarakat dalam jumlah sering, sehingga akan mengakibatkan asupan zat goitrogenik yang tinggi pula, beberapa penelitian terhadap kelompok bahan makanan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme yodium dan terjadinya pembesaran kelenjar gondok (Aritonang, 2003).

Penelitian yang dilakukan di Nigeria Timur dan Ubagi Zaire Barat terhadap pola konsumsi masyarakat yang mengandung kadar zat goitrogenik yang tinggi (singkong) memperlihatkan terjadinya peningkatan kadar tiosianat serum dan urin,


(22)

tetapi pada kelompok yang mengkonsumsi berat diketahui terjadi penurunan kadar tiosianat pada serum dan urin. Hasil percobaan pada tikus dan kelinci yang diberi singkong dan kol, memperlihatkan terjadi pembesaran kelenjar tiroid serta penurunan kadar monoiodotironine (MIT) dan diodotironine (DIT) dalam darah (Setiadi, 1980).

Keterkaitan karakteristik ibu dengan kasus GAKY dapat dijelaskan berdasarkan hasil penelitian Rusminah dan Gunanti (2006) tentang faktor yang berhubungan dengan ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang garam beryodium masih kurang. Sikap responden terhadap ketersediaan garam beryodium di rumah tangga sebagian besar mendukung, namun karena pada umumnya pedagang masih menyediakan garam non yodium di tingkat pasar, maka hal ini berdampak pada rendahnya ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga.

Demikian juga dengan pola konsumsi pangan anak SD dengan kasus GAKY berdasarkan penelitian Kartono (2006) tentang Indikator Total Goiter Rate (TGR) Anak Sekolah Sebagai Dasar Kebijakan Program GAKY di Indonesia disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola konsumsi pangan terhadap status GAKY anak SD, dimana sebagian besar anak (55,10%) berada pada kisaran umur 11 – 12 tahun, dengan rata-rata umur 10,86 tahun. Berdasarkan jenis kelamin 36,7% laki-laki dan 63,3% perempuan. Semua anak (100%) tidak pernah mendapat suntikan lipiodol. Sebagian besar (91,8%) anak pernah mendapat kapsul minyak beryodium, hanya 8,2% tidak pernah mendapat kapsul minyak beryodium.


(23)

Jenis makanan anak SD semenjak umur 5 tahun sudah sama dengan makanan orang dewasa. Dimana beberapa jenis makanan merupakan sumber zat goitrogenik seperti jengkol, ubi dan singkong. Hal ini yang menyebabkan tingkat TGR di Kabupaten Dairi cukup tinggi.

Lebih lanjut dijelaskan Kartono (2006) bahwa tidak pernah mengkonsumsi ikan tawar basah dan 100% anak SD juga tidak mengkonsumsi ikan tawar kering (dalam satu tahun terakhir). Ikan laut basah hanya dikonsumsi kurang dari tiga kali per minggu (18,4%) dan dikonsumsi 3-5 kali per minggu (4,1%). Hanya 12,2% anak SD mengkonsumsi ikan laut basah dalam frekuensi 1 kali per hari, 6,1% mengkonsumsi 2 kali sehari dan 4,1% mengkonsumsi 3 kali sehari. Tampaknya ikan laut basah/segar belum masuk dalam pola konsumsi harian anak SD.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu dan pola konsumsi pangan keluarga terhadap status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi.

1.2. Permasalahan

Tingginya kasus GAKY pada anak SD di wilayah Kabupaten Dairi, khususnya di dua kecamatan dengan tingkat endemisitas berat (Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan) diasumsikan terkait dengan karakteristik ibu dan pola konsumsi pangan anak SD. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan pada penelitian, maka perumusan yang dapat dikembangkan pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh karakteristik Ibu (pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,


(24)

pendapatan, dan jumlah anak) dan pola konsumsi pangan (konsumsi makanan pokok, konsumsi sumber yodium, konsumsi sumber goitrogenik, kualitas garam, dan suplemen makanan) terhadap status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi”.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik Ibu (pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah anak) dan pola konsumsi pangan keluarga (konsumsi makanan pokok, konsumsi sumber yodium, konsumsi sumber goitrogenik, kualitas garam, dan suplemen makanan) terhadap status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi Tahun 2007.

1.4. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh karakteristik Ibu (pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah anak, perolehan suplemen) dan pola konsumsi pangan keluarga (konsumsi makanan pokok, konsumsi sumber yodium, konsumsi sumber goitrogenik, kualitas garam, dan suplemen makanan) terhadap status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pemecahan masalah terhadap upaya penurunan prevalensi GAKY pada daerah endemis. 2. Upaya untuk memperbaiki pola makan masyarakat di Kabupaten Dairi.

3. Masukan bagi Dinas Kesehatan dan Lintas Sektoral dalam perencanaan program penanggulangan GAKY.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian GAKY

Sejak tahun 1970, GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) disepakati sebagai pengganti istilah Gondok Endemik (GE), serta mencakup semua akibat kekurangan yodium terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang dapat dicegah dengan pemulihan kekurangan yodium. GAKY adalah sekumpulan gejala klinis yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu cukup lama. (Djokomoeldjanto, 2002).

Yodium merupakan salah satu unsur kelumit yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, walaupun dalam jumlah yang relative sangat kecil, tetapi kekurangan yodium dapat menimbulkan efek negatif pada kehidupan seseorang. Pengertian defisiensi yodium saat ini tidak hanya terbatas pada gondok dan kretinisme saja, tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia secara luas, yang meliputi tumbuh kembang, termasuk perkembangan otak, hal ini menunjukkan luasnya pengaruh defisiensi yodium tersebut (Almatsier, 2004).

2.2. Dampak Defisiensi GAKY

Yodium (I) adalah suatu zat gizi mikro dengan bilangan atom 53 dengan bobot atom 126,91. Kelarutan dalam air sangat rendah, akan tetapi molekul yodium berkombinasi dengan iodide membentuk poliyodida yang menyebabkannya mudah larut dalam air. Yodium di dalam tanah dan laut terdapat sebagai iodida.


(26)

Yodium alam mempunyai sifat mudah menguap (volatile) bila terkena panas. Ion-ion iodida dioksida oleh sinar matahari menjadi unsure yodium elementer yaitu yodium bebas yang mudah menguap di udara bebas. Yodium di udara dikembalikan ke bumi oleh air hujan (Hetzel, 2005).

Air laut merupakan sumber utama yodium. Yodium pada air laut teroksidasi oleh sinar matahari dan akan menguap ke atmosfer dan selanjutnya melekat pada debu angkasa atau mengendap bersama air hujan. Selanjutnya, yodium masuk ke dalam tanah dan masuk kembali lagi ke laut melalui sungai. Hujan, selain memperkaya kandungan yodium tanah, juga dapat melarutkannya bila terjadi hujan deras di daerah yang terjal (Harsono, 1994).

Yodium ada di dalam tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit, yaitu sebanyak ± 0,00004% dari berat badan atau 15 – 23 mg. sebanyak 75% dari yodium ini ada di dalam kelenjar tiroid. Sisanya ada di dalam jaringan lain, kelenjar ludah, payudara, lambung, dan ginjal. Di dalam darah, yodium terdapat dalam bentuk yodium bebas atau terikat dengan protein (Almatsier, 2004).

Kekurangan yodium timbul ketika konsumsi jauh di bawah standar yang direkomendasikan. Ketika konsumsi yodium jauh dibawah standar yang mencukupi, kelenjar tiroid tidak akan mampu mensekresikan hormon tiroid yang cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah merupakan faktor utama yang menyebabkan kerusakan pada perkembangan otak dan efek-efek yang merusak secara kumulatif yang dikenal dengan nama Iodine Deficiency Disorder (IDD), (WHO, Unicef, ICCIDD, 2001).


(27)

Defisiensi yodium yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid. Sintesa hormon tiroid. Sintesa hormon tiroid berkurang, sehingga menguras cadangan yodium serta mengurangi produksi tiroksin, akibatnya kadar T4 dan T3 di dalam plasma darah berkurang. Pengurangan produksi T4 dan T3 di dalam darah memicu sekreksi TSH yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih giat sehingga secara perlahan kelenjar ini membesar (hiperplasi).

Pengaruh kekurangan yodium nyata sekali terlihat pada perkembangan otak selama pertumbuhan berlangsung dengan cepat, yaitu masa janin, bayi atau anak kecil (balita). Kretin merupakan dampak terberat pada anak yang timbul manakala asupan yodium kurang dari 25 μg/hari dan berlangsung lama (asupan normal 100 – 150

μg/hari). Kretin ditandai dengan keterbelakangan mental disertai : satu atau lebih kelainan saraf seperti gangguan pendengaran, gangguan bicara, serta gangguan sikap tubuh dalam berdiri dengan berjalan, atau gangguan pertumbuhan (cebol) (Hetzel, 2005).

Kretin dapat diderita oleh anak-anak dalam usia pertumbuhan dan perkembangan, yaitu sejak dalam kandungan hingga usia akil balik. Makin muda usia anak makin rentan terhadap kretin dan menderita hipotiroit.

Menurut Depkes (2003) adanya satu saja penderita kretin disalah satu wilayah merupakan indikator beratnya masalah GAKY, dan dapat diasumsikan pada wilayah tersebut kualitas sumber daya manusianya rendah.


(28)

Dampak yang ditimbulkan GAKY cukup luas, mulai dari janin sampai dewasa Spektrum GAKY menurut WHO adalah seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1. Akibat GAKY pada Siklus Kehidupan

Masa Terjadinya Kemungkinan dampak yang terjadi

Janin Abortus, lahir mati, cacat bawaan,

kematian perinatal, kematian bayi, kretin neurology (keterbelakangan mental, bisu, tuli, mata juling, lumpuh spastik pada kedua tungkai), kretin myxoedematus (keterbelakangan mental, cebol), hambatan Psikomotor.

Neonatus Gondok neonatus, hipotiroidisme

neonatus, penurunan IQ.

Anak dan Remaja Gondok, hipotiroit (Juvenil hipotiroidisme, gangguan fungsi mental, pertumbuhan terhambat.

Dewasa - Gondok dan komplikasinya,

hipotiroidisme, gangguan fungsi mental yodine induced hipertiroidism (IHH).

- Pada tingkat ringan kekurangan yodium akan berakibat menurunnya : Produktivitas, Libido, kesuburan dan immunitas.

Semua umur Gondok hipothyroidisme, gangguan

fungsi mental dan pertumbuhan, bertambahnya kerentanan terhadap radiasi nuklir.

Sumber : WHO, Unicef, ICCIDD, 2001 : Djokomoeldjanto, 2002.

2.3. Penentuan Status GAKY

Ada tiga indikator yang umum digunakan menentukan status GAKY yaitu : 1. TGR dilakukan dengan pemeriksaan kelenjar tiroid gondok dengan metode


(29)

2. Eksresi Yodium Urin (EYU) atau pemeriksaan kadar yodium urin dengan metode Ammonium Ferosulfate.

3. TSH neonatal / bayi baru lahir dengan pemeriksaan darah (WHO, Unicef, ICCIDD, 2001).

2.3.1. Palpasi

Metoda dalam menentukan ukuran tiroid adalah melalui palpasi dan ultrasonografi, studi thyromobil di Indonesia menghasilkan kesimpulan bahwa metoda palpasi mempunyai kepekaan yang sama dengan metoda ultrasonografi, sehingga palpasi masih digunakan sebagai indikator prevalensi GAKY. Pembesaran kelenjar tiroid (hipertropi atau hiperplasiaepitel folikular) terjadi sebagai suatu respon terhadap defisiensi yodium dikenal sebagai suatu penyakit gondok atau goiter (Djokomoeljanto, 2002).

Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, berbentuk seperti kupu-kupu dan terdiri atas dua lobus yang dihubungkan dengan bagian sempit (isthmus) yang menutupi cincin trachea 2 dan 3. kapsul fibrosus menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrachea sehingga gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah cranial (Guyton, et al., 2001).

Survei gondok pada seluruh penduduk sulit dilaksanakan dan biaya sangat mahal, oleh karena itu survey gondok dapat dilaksanakan pada kelompok penduduk tertentu antara lain kelompok anak sekolah dasar. Dengan mengetahui keadaan gondok (defisiensi yodium) pada kelompok murid sekolah dasar akan dapat diketahui


(30)

keadaan defisiensi yodium pada masyarakat. Pemeriksaan dengan palpasi difokuskan pada anak sekolah kelas 4, 5 dan 6 dengan usia antara 10 sampai 12 tahun, terdapat alasan praktis untuk tidak melakukan palpasi pada kelompok usia lebih muda, semakin muda usia seorang anak akan lebih kecil ukuran tiroid, sehingga tidak sensitive untuk pemeriksaan dengan metoda palpasi (WHO, Unicef, ICCIDD, 2001).

Ukuran pembesaran kelenjar tiroid / gondok hasil palpasi diklasifikasi kan sebagai berikut :

Grade 0 : Tidak ada gondok yang teraba atau terlihat.

Grade I : Status massa di leher yang konsisten dengan pembesaran tiroid yang teraba tetapi tidak terlihat jika leher pada posisi normal. Gondok bergerak ke atas jika anak menelan.

Grade II : Pembengkakan leher yang terlihat jika leher pada posisi normal dan konsisten dengan pembesaran tiroid. (WHO, Unicef, ICCIDD, 2001).

2.3.2. Eksresi Yodium Urin

Asupan yodium yang berasal dari makanan, 97% dibuang melalui urine dalam 24 jam pasca konsumsi pangan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, metode pemeriksaan kadar eksresi yodium urin (EYU) digunakan untuk mengukur asupan yodium. EYU merupakan indikator yang paling dini akan terjadinya defisiensi yodium dan paling sensitive menggambarkan kecukupan yodium sehari-hari (Dunn, 2002).


(31)

Analisis EYU menggunakan metode ammonium perosulfate, telah diakui sebagai standar baku international. Kriteria epidemiologis penilaian status yodium berdasarkan media konsentrasi yodium dalam urin pada kelompok rawan adalah seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kriteria Epidemiologi Penilaian Status Yodium Berdasarkan Median Konsentrasi Yodium dalam Urin pada Kelompok Rawan

Median EYU Asupan/Konsumsi

Yodium Status Yodium < 20 μg/ltr Kurang/tidak cukup Kekurangan yodium berat 20 – 49 μg/ltr Kurang/tidak cukup Kekurangan yodium sedang 50 – 99 μg/ltr Kurang/tidak cukup Kekurangan yodium ringan

100 – 199 μg/ltr Cukup Optimal

200 – 299 μg/ltr Lebih Resiko IHH (Iodine Induce Hyperthyroidisme dalam 5 – 10 tahun program pada kelompok umur tertentu. > 300 μg/ltr Sangat berlebihan Beresiko terhadap kesehatan lebih luas

IHH, autommune penyakit tiroid dll. (Resiko gangguan kesehatan)

Sumber : WHO, Unicef, ICCIDD, 2003.

2.3.3. Thyroid Stimulating Hormon Neonatal

Kelenjar dibawah otak (pituitari) mengeluarkan hormon untuk merangsang tiroid sebagai reaksi untuk sirkulasi T4, kekurangan yodium akan memperlambat sirkulasi T4 dan menaikkan TSH, sehingga pada populasi yang mengalami kekurangan yodium pada umumnya akan mempunyai konsentrasi TSH yang lebih tinggi dibanding kelompok yang mempunyai asupan yodium yang cukup. TSH pada awal kelahiran merupakan indikator yang baik untuk mengetahui gejala kekurangan yodium, tiroid pada awal kelahiran memiliki kadar yodium yang rendah bila


(32)

dibanding dengan kadar orang dewasa. Kelaziman dari orang yang baru lahir (neonatal) dengan standar TSH yang naik merupakan indikator yang baik untuk mengetahui keakuratan dari kekurangan yodium pada suatu populasi (WHO, Unicef, ICCIDD, 2001).

Tyroid stimulating hormon neonatal adalah cara untuk mengetahui adanya kretin baru pada bayi lahir (neonatal) dapat mendeteksi dini bayi hipotiroid, caranya menggunakan bercak darah pada kertas saring (Blood Spot). Kriteria epidemiologis untuk menilai tingkat endemisitas berdasarkan prevalensi tiroid stimulating hormon (TSH) neonatal adalah :

a. TSH Neonatal : < 3%, non endemik

b. TSH Neonatal : 3,0 – 19,9% endemik ringan c. TSH Neonatal : 20,0 – 39,9% endemik sedang d. TSH Neonatal : > 40% endemik berat

Keterangan : % terhadap total bayi yang diperiksa (WHO, Unicef, ICCIDD, 2001) Sudah sejak lama diketahui pentingnya yodium untuk metabolisme dalam tubuh manusia. Sampai sekarang peranan yodium diketahui berhubungan dengan fungsi tiroid. Yodium adalah bahan dasar yang penting untuk sintesis hormon tiroid (Ganong, 1999).


(33)

2.4. Metabolisme Yodium

Dalam saluran pencernaan, yodium bahan makanan dikonversi menjadi iodida (I’) agar mudah diabsorbsi. Konsumsi normal sehari 100 – 150 μg sehari. Yodium dalam makanan hewani hanya separuh yang dapat diabsorbsi dari yang dikonsumsi.

Di dalam darah yodium terdapat dalam bentuk bebas dan terikat protein plasma, terutama thyroid – binding globulin (TBG). Manusia dewasa mengandung 15 – 20 mg yodium, 70 – 80% diantaranya berada dalam kelenjar tiroid. Didalam kelenjar ini digunakan untuk mensintesis hormon-hormon T3 dan T4. Kadar T4 plasma jauh lebih besar dari T3, tetapi T3 lebih potensial dan turn overnya lebih cepat. Beberapa T3 plasma dibuat dari T4 dengan jalan deodinasi dalam jaringan non tiroid. Bila diperlukan kelenjar tiroid harus menangkap 60 μg yodium sehari untuk memelihara persediaan tiroksin yang cukup.

Penangkapan yodida oleh kelenjar tiroid dilakukan melalui transfor aktif yang dinamakan pompa yodium. Mekanisme ini diatur hormon yang merangsang tiroid dan hormon thyrotrophin realizing hormon (TRH). Hipotalamus mengeluarkan TRH untuk merangsang pituitary mengeluarkan guna mengontrol/mengatur konsentrasi and sekresi tiroid. Hormon tiroksin kemudian dibawa darah ke sel-sel sasaran/target dan hati, disini yodium dipecah bila diperlukan.

Kelebihan yodium terutama dikeluarkan melalui urin dan sedikit melalui feces yang berasal dari cairan empedu. Karena hematnya penggunaan yodium oleh tubuh manusia, hampir semua yodium yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan melalui urin. Oleh karena itu yodium yang dikeluarkan melalui urin menggambarkan banyaknya asupan yodium. (Almatsier, 2004).


(34)

Transport Yodium

Gastrointestinal Iodida (I-)

Tiosianat (SCN-) Diit Yodium (I-)

rendah

MIT DIT

| |

Triglogulin

T3 T4

Tiroid : I- rendah

Kandungan Yodium Intra Tiroid Rendah

Fungsi tiroid menurun

Meningkatkan TSH serum Menurunkan Sekresi T4

Terjadi gondok, hipotiroididan, kreatinisme, gangguan pertumbuhan

Sumber : Greenspan (1994), WHO, Unicef, ICCIDD (2001) Keterangan : MIT = Monoidotironine (T1)

DIT = Diidothyronine (T2) T3 = Triidothyronine T4 = Tyroksin

TSH = Tiroid stimulating hormone (hormon perangsang tiroid) Gambar 2.1. Metabolisme Yodium dan Goitrigen dalam Tiroid


(35)

Asupan yodium dan tiosianat dari makanan masuk kedalam darah yang digunakan kelenjar tiroid dalam pembentukan hormon T1, T2 sebagai prekursor dari hormone T3 dan T4. Bila asupan yodium kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan maka kelenjar tiroid akan bekerja keras dan mengakibatkan sel-sel membesar dan disebut GAKY.

2.5. Kebutuhan Yodium

Konsumsi yodium sehari-hari yang direkomendasikan WHO adalah 90 μg untuk anak-anak usia pra sekolah (0 – 5 tahun); 120 μg untuk anak-anak usia sekolah (6 – 12 tahun); 150 μg untuk orang dewasa (diatas 12 tahun); dan 200 μg untuk wanita hamil dan menyusui.

Tabel 2.3. Angka Kecukupan Yodium (μg/hari) menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004

Golongan Umur Kecukupan Pria (μg) Kecukupan Wanita (μg)

0 – 6 bulan 90 90

7 – 12 bulan 120 120

1 – 3 tahun 120 120

4 – 6 tahun 120 120

7 – 9 tahun 120 120

10 – 12 tahun 120 120

13 – 65 tahun 150 150

> 65 tahun 150 150

Ibu hamil - +50

Ibu menyusui

0 – 6 bulan - +50

7 – 12 bulan - +50


(36)

2.6. Kandungan dan Sumber Yodium

Di alam yodium terdapat dalam kerak bumi dengan kandungan yang tidak merata di berbagai tempat karena terkikis oleh hujan dari permukaan bumi dan dibawa menuju laut oleh sungai. Yodium akan menguap dari air laut dan terkonsentrasi di dalam hujan dan jatuh kembali ke bumi. Air minum mengandung sedikit sekali yodium sehingga bukan merupakan sumber utama yodium bagi manusia. (Hetzel, 2005).

Laut merupakan sumber utama yodium. Oleh karena itu makanan laut berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber yodium yang baik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak yodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai mengandung cukup banyak yodium, semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula kandungan yodiumnya, sehingga tanaman yang tumbuh di daerah tersebut termasuk rumput yang dimakan hewan sedikit sekali atau tidak mengandung yodium. Sedangkan produk hewani dan nabati antara lain susu, daging ayam, dan sayur, kandungan yodiumnya sangat bervariasi, tergantung kandungan yodium dalam tanah. Salah satu penanggulangan kekurangan yodium ialah melalui fortifikasi garam dapur dengan yodium (Almatsier, 2004).

Kadar yodium dalam bahan makanan bervariasi dan dipengaruhi oleh letak geografis, musim dan cara memasaknya. Bahan makanan laut mengandung kadar yodium lebih banyak. Kadar yodium berbagai bahan makanan misalnya ikan tawar (basah) 30 μg/kg bahan, ikan tawar (kering) 116 μg/kg, ikan laut (basah) 812 μg/kg,


(37)

ikan laut (kering) 3.715 μg/kg, cumi-cumi (kering) 3.866 μg/kg, daging (basah) 50

μg/kg, susu 47 μg/kg, sayur 29 μg/kg, cereal 47,7 μg/kg (Soehardjo, 1990).

Dalam pemasakan kadar yodium dalam makanan akan berkurang apabila tergantung cara mamasaknya. Ikan yang digoreng kadar yodiumnya akan berkurang 25%, bila dibakar akan berkurang 25% dan bila digodok (tanpa ditutupi) akan berkurang hingga 56%. Sebaliknya yodium bisa disenyawakan dengan berbagai zat misalnya dengan NaCl pada iodisasi garam dapur, dilarutkan dalam air dalam senyawa KI dilarutkan dalam minyak (lipiodol) dan lain-lain (Soehardjo, 1990).

Kandungan yodium dalam beberapa bahan organic misalnya udara diatas tanah 1 μg/ltr. Udara di atas laut 100 μg/ltr, air didaratan 5 μg/ltr, air laut 500 μg/ltr, kadar yodium dalam berbagai tanaman dapat bervariasi sesuai dengan kandungan yodium dalam tanah setempat. Kadar yodium dalam tumbuhan sekitar 1 μg/kg tanaman kering. Kadar yodium dalam plankton dan ganggang laut 30 – 1500 μg/kg, kadar yodium dalam hewan pemakan tanaman tergantung dari kadar yodium dalam tanaman yang dimakannya. Misalnya bila diberi makan rumput hijau kadar yodiumnya sekitar 23 – 60 μg/kg daging basah, rumput kering 110 – 220 μg/kg (Hetzel, 2005).

2.7. Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid/gondok terletak dibagian depan, dibawah dagu tempat dibawah kedua sisi laring dan terletak disebelah anterior trakea. Kelenjar ini memiliki dua


(38)

bagian (lobus) kanan dan kiri, yang masing-masing panjangnya 5 cm dan menyatu digaris tengah. Beratnya kurang dari 20 gram (Semiadji, 2003).

Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya kebagian folikel itu. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein trigobulin besar, yang mengandung hormon tiroid didalam molekul-molekulnya. Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk kedalam folikel, hormon itu harus diabsorbsi kembali melalui epitel polikel kedalam darah, sebelum dapat berfungsi dalam tubuh (Ganong, 1999).

Hormon tiroid mengandung 59 – 65% unsure iodine, struktur dari hormon ini T4 dan T3. Tironin yang diiodisasi diturunkan dari iodinasi cincin fenolik dari residu tiroksin dalam tiroglobulin, membentuk MIT dan DIT, yang digabungkan membentuk T3 dan T4 (Greenspan, et al., 2000).

Fungsi utama kelenjar tiroid adalah mensekresikan dua macam hormon yang bermakna yakni hormon T4 dan T3 yang sangat mempengaruhi kecepatan metabolisme tubuh (Guyton, et al., 1997).

Hormon T4 dan T3 disalurkan kedalam aliran darah. Disebut T4 karena dalam molekul terdapat 3 atom yodium. Hormon T4 mulai aktif setelah berubah menjadi T3 dengan cara pengurangan 1 atom yodium (Semiardji, 2003).


(39)

2.8. Hormon Tiroid

Kelenjar tiroid mensekresikan hormon T4 kira-kira 93% dan 7% hormon T3. Akan tetapi hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi T3 didalam jaringan sehingga secara fungsional keduanya penting. Secara kualitatif fungsi kedua hormon sama, tetapi keduanya berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya. T3 kira-kira empat kali lebih kuat dari pada tiroksin, namun jumlahnya dalam darah jauh lebih singkat dari pada tiroksin (Guyton, et al., 1997 ; Ganong, 1999).

Yodida yang ditelan secara oral akan diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam darah, sebagian besar dari yodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, hanya seperlimanya dari sirkulasi darah dipindahkan oleh sel-sel kelenjar tiroid untuk dipergunakan sintesis hormon tiroid. Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pengangkutan yodida dari darah ke dalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid (Guyton, et al., 1997).

Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid melibatkan enam langkah utama yaitu :

1. Transpor aktif dari yodida melintasi membrane basalis ke dalam sel tiroid. 2. Oksidasi dari yodida dari iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin. 3. Penggabungan molekul iodotirosin dalam triglobulin membentuk T3 dan T4. 4. Proteulisis dari triglobulin dengan pelepasan dari iodotirosin dan iodotironin

bebas.

5. Deiodinasi dari iodotirosin didalam sel tiroid dengan konservasi dan penggunaan dari yodida yang dibebaskan.


(40)

6. Dibawah lingkungan tertentu deiodinasi dari T4 menjadi T3 intratiroidal sintesis hormon tiroid melibatkan suatu glikoprotein unik, tiroglobulin dan suatu enzim esensial, peroksidase tiroid (Greenspan, et al., 1994).

Untuk menjaga agar tingkat aktivasi metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dengan jumlah yang tepat dan agar ini dapat terjadi, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan kelenjar hipofisis anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid (Guyton, et al., 1997).

Hormon tiroid diangkut oleh pembuluh darah dari kelenjar gondok keseluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi yang terjadi di dalam sel-sel organ tubuh termasuk sel-sel otak dan susunan saraf pusat. Selain berpengaruh pada proses faal tubuh dalam metabolisme energi, juga sangat berperan dalam pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan mental (Soekirman, 2000).

Kekurangan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 – 50% dibawah normal, dan bila berlebihan sekresi tiroid sangat hebat dapat menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60 – 100% diatas normal. Sekresi kelenjar tiroid terutama diatur oleh hormon perangsang tiroid (TSH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofise anterior (Guyton, et al., 1997).

Efek fisiologik hormon tiroid meliputi peningkatan transkrip messenger ribonukleoic acid (RNA) dan sintesa protein, berfungsi sebagai katalisator dalam proses metabolisme energi, lemak, protein dan metabolisme umum, proses


(41)

pemindahan electron dalam system enzim pernafasan mitokondria sel, proses kerja efineprin dengan meningkatkan sensifitas reseptor beta terhadap katekolamin, merangsang perkembangan normal susunan saraf pusat (Linder, 1992).

Dalam proses metabolisme hormon, thyroksin mengatur perubahan provitamin A menjadi vitamin A didalam hati, merangsang mobilisasi lemak, memacu metabolisme kalsium dan berperan pada metabolisme protein (Budiyanto, 2004).

2.9. Kelainan Kelenjar Tiroid a. Hipotiroidisme

Keadaan tiroid yang kurang aktif (hipoaktif) disebut hipotiroidisme, keadaan tersebut dapat diketahui dengan cara memeriksa darah ke laboratorium. Jika pemeriksaan menunjukkan T3 dan T4 rendah dan kadar TSH yang tinggi disebut sebagai hipotiroidisme (Semiardji, 2003).

Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari defisiensi hormon tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik. Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat perlambatan pertumbuhan dan perkembangan mental (Greenspan, et al., 1994).

b. Gondok / Goiter

Jenis hipotiroidisme yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar tiroid disebut goiter tiroid atau gondok koloid endemik. Mekanisme timbulnya goiter endemik adalah sebagai berikut; kekurangan yodium mencegah produksi hormon tiroksin dan


(42)

triodotironin tetapi tidak tersedia hormon yang dapat dipakai untuk menghambat produksi TSH oleh hipofise anterior, sehingga kelenjar hipofise mensekresi banyak sekali TSH, selanjutnya TSH akan menyebabkan sel-sel tiroid mensekresi tiroglobulin (koloid) dalam jumlah yang banyak, sehingga kelenjar tumbuh semakin membesar dengan ukuran 10 sampai 30 kali dari ukuran normal. Pembesaran kelenjar tiroid (hipertropi atau hyperplasia epitel folikular) terjadi sebagai suatu respons terhadap terjadinya akumulasi defisiensi yodium dan dikenal sebagai penyakit gondok atau goiter (Guyton, et al., 1997).

Ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan yang mengandung jenis propiltiourasi dan mempunyai aktivasi antitiroid, sehingga akan menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH, beberapa bahan goitrogenik ditemukan terutama pada beberapa varietas lobak dan kubis (Ganong, 1999).

c. Kretinisme

Kretinisme adalah keadaan hipotiroidisme yang didapati pada bayi baru lahir, kretinisme merupakan suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstern yang diderita oleh kehidupan janin, bayi dan anak-anak, ditandai dengan gagalnya pertumbuhan serta terjadinya retardasi mental.

Kretinisme disebabkan oleh gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid secara congenital (kretinisme congenital) akibat kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon secara normal (Semiardji, 2003).


(43)

Kretinisme umumnya dijumpai pada daerah/lingkungan yang mempunyai kandungan yodium rendah, sehingga terjadi goiter endemik dengan retardasi mental, postur pendek, muka dan tangan tampak sembab serta diikuti dengan kondisi tuli, hipotiroidisme pada anak-anak, ditandai adanya retardasi mental, pada remaja postur tubuh pendek. Gambaran umum hipertiroidisme pada orang dewasa antara lain adalah : mudah lelah, kedinginan, penambahan berat badan, konstipasi, menstruasi tidak teratur, dan kram otot. Pemeriksaan fisik termasuk kulit yang dingin, kasar kulit kering, wajah dan tangan sembab, suara parau dan kasar, reflek lamban (Greenspan, et al., 1994).

d. Hypertiroidisme

Keadaan tiroid yang terlalu aktif (hiperaktif) disebut hipertiroidisme, keadaan hipertiroidisme dapat diketahui dengan cara memeriksa darah secara laboratorium, jika kadar hormon T3, T4 tinggi dan kadar TSH rendah maka disebut sebagai hipertiroidisme. Beberapa jenis hipertiroidisme antara lain adalah ; goiter toksika, tirotoksikosis, penyakit Graves (Guyton, et al., 1997 ; Semiadji, 2003).

2.10. Goitrogenik

Goitrogenik adalah suatu zat yang menghambat produksi atau penggunaan hormon tiroid. Keberadaan zat goitrogenik akan menjadi nyata jika terjadi kekurangan yodium (Kartono, et al., 2004).

Berdasarkan sumber goitrogenik terdiri dari goitrogenik alami dan goitrogenik non alami. Goitrogenik alami seperti pada singkong, rebung, kol, ubi jalar, buncis


(44)

besar, kacang-kacangan, bawang merah dan bawang putih, belerang dari gunung api sedangkan yang non alami seperti pada bahan polutan akibat kelebihan pupuk urea, pestisida dan bakteri coli (Thaha, 2002).

Berdasarkan mekanisme kerja zat goitrogen dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Kelompok tiosianat atau senyawa mirip tiosianat bekerja menghambat mekanisme transport aktif yodium ke dalam kelenjar tiroid, bahan makanan yang kaya sumber tiosianat antara lain ubi kayu, hasil olah ubi kayu, kol, rebung, ubi jalar dan buncil besar.

2. Kelompok tiourea bekerja menghambat organifiksasi yodium dan penggabungan iodotirosin dalam pembentukan hormon tiroid aktif. Bahan makanan yang mengandung tiourea, seperti sorgum, kacang-kacangan, kacang tanah, bawang merah dan bawang putih.

Bahan makanan yang goitrogen yang popular dan banyak dikonsumsi dibanyak negara berkembang adalah singkong. Kadar sianida dalam singkong bervariasi sekitar 70 mg – 400 mg/kg. bila kadar sianida singkong sekitar 400 /kg, singkong itu disebut singkong pahit, sedangkan bila 70 mg/kg disebut singkong manis. Menurut FAO/WHO batas aman sianida adalah 10 mg/kg berat kering (Murdiana, 2001). Bahan makanan yang mengandung goitrogenik adalah kol, kedelai mentah (Setiadi, 1980).

Salah satu jenis goitrogenik ini adalah golongan tiosianat (SCN). Goitrogenik tiosianat berasal dari prekusor kiosianat yaitu sianogenik glikosida, sianohidin dan


(45)

asam sianida (sianida bebas). Perubahan sianida menjadi tiosianat terjadi ketika bahan makanan goitrogen dicerna dengan bantuan enzim glikosidase serta enzim sulful trasferase. Tiosianat merupakan hasil detoksifikasi sianida makanan didalam tubuh yang dieksresikan dalam urin.

Murdiana, et al., (2001) melakukan penelitian untuk mengurangi kadar goitrogenik jenis tiosianat di daerah gondok endemik yaitu pundong Yogyakarta dan Srumbung Magelang. Rata-rata kadar sianida bahan makanan mentah berkisar 2 – 38% dan bila ditumis berkisar 40 – 70%. Selain cara diatas penurunan kadar sianida juga bisa dilakukan dengan permentasi dan perendaman.

2.11. Hubungan Goitrogenik dengan GAKY

Goitrogenik pada umumnya berperanan sebagai penghambat transport aktif ion yodida (I-) ke dalam kelenjar tiroid sehingga menghambat fungsi tiroid. Salah satu jenis goitrogenik ini adalah golongan tiosianat (SCN), tiosianat ini akan berkompetisi dengan yodida ketika memasuki sel tiroid karena volume molekul dan muatannya sama. Tiosianat masuk kedalam darah dan membentuk ion-ion goitrogenik dan akan mengikat ion-ion yodium, akibatnya yodida yang akan digunakan untuk pembentukan hormon T1 dan T2 sebagai frekusor hormon T3 dan T4 berkurang sehingga pembentukan hormon T3 dan T4 akan menurun.

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan goitrogenik di Nigeria Timur dan Ubagi Zaire Barat yang makanan pokoknya adalah singkong diperoleh hasil terjadi peningkatan kadar tiosianat serum dan urin. Hasil percobaan pada tikus dan


(46)

kelinci yang diberi singkong dan ko terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan penurunan kadar moniodotironine (MIT) dan diidotironine (DIT) dalam darah (Setiadi, 1980). Van Del Briel (2000) menemukan efek tiosianat terhadap kelenjar tiroid dan mempercepat pengeluaran yodida dari kelenjar tiroid. Jika kadar tiosianat darah melebihi 1 mg% maka akan terjadi hambatan pompa yodium (Iodine pum) pada intake yodium yang normal, sedangkan pada kadar tiosianat darah yang lebih tinggi lagi akan terjadi pula penghambatan pembentukan MIT, DIT, T3 dan T4.

Aritonang (2003), melakukan penelitian di Kabupaten Dairi yang TGR nya tinggi diperoleh hasil bahwa bahan makanan yang sering dikonsumsi adalah ubi kayu, daun singkong, kol. Dari beberapa penelitian bahan makanan ini bisa menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.

Zaleha, et al., (1996) melakukan penelitian di Malaysia dengan pemberian pucuk ubi kayu selama dua minggu terjadi perubahan fungsi hormon T3 dan T4.

2.12. Landasan Teori

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya GAKY pada anak, beberapa diantaranya adalah karakteristik ibu (pendidikan, pengetahuan, pendapatan, jumlah tanggungan, dll) serta konsumsi zat goitrogenik, sehingga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi dan asupan yodium. Pola konsumsi dan rendahnya asupan yodium akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada metabolisme yodium dan mengakibatkan terjadinya GAKY (terlihat pada gambar 2)


(47)

(Sumber : Almatsier, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia, Jakarta; Hetzel, B, 2005, The Iodine Defisiency Disorders).

Gambar 2.2. Hubungan Defesiensi Yodium dengan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

Beberapa penelitian yeng terkait dengan karakteristik keluarga dengan gangguan akibat kekurangan yodium adalah penelitian Yuldasrin (2003) di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat juga menunjukkan bahwa anak sekolah dasar yang mengalami pembesaran kelenjar gondok umumnya terdapat pada keluarga dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah (SD dan SMP).

Selanjutnya keterkaitan pekerjaan ibu dengan status GAKY dapat dilihat dari pendapat Arisman (2002) bahwa pekerjaan dalam keluarga terkait dengan waktu dalam menyiapkan bahan makanan keluarga, artinya ibu yang bekerja banyak yang

Hiportiroid Status GAKY Defisiensi

Yodium

Metabolisme Dalam Tubuh

Asupan Yodium Konsumsi pangan - Sumber Yodium

- Pangan yang menghambat Yodium (goitrogenik)

Karakteristik Keluarga : - Pendidikan

- Pengetahuan - Pekerjaan - Pendapatan - Jumlah anak - Perolehan suplemen - Kualitas garam yang


(48)

tidak sempat menyiapkan makanan untuk anggota keluarganya. Demikian juga dengan jenis pekerjaan ibu yang banyak berhubungan dengan bahan makanan dan pendidikan keluarga, misalnya yang aktif dalam kegiatan PKK, umumnya dapat mengelola makanan keluarganya dengan baik, termasuk memperhatikan kecukupan kandungan gizi makanan yang dikonsumsi anggota keluarganya.

Penelitian Gunarti,dkk (2004) di Kabupaten Pasuruan tentang identifikasi faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian gondok pada anak sekolah dasar di daerah dataran rendah menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu dan ayah berpengaruh terhadap status GAKY Anak SD. Demikian juga dengan faktor pendapatan disimpulkan bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan di bawah UMP cenderung mempunyai peluang lebih besar terjadinya GAKY. Namun penelitian menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh suplemen dengan kejadian GAKY pada anak SD.

Penelitian Ritanto (2003) di Kecamatan Selo Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa risiko kekurangan yodium pada anak SD berkaitan dengan pengetahuan ibu tentang jenis-jenis garam yodium dan tanda-tanda GAKY pada anak, dengan Odds Ratio=3,2, artinya anak SD dari ibu dengan pengetahuan rendah mempunyai risiko 3 kali lebih besar dari pada anak SD dari ibu yang mempunyai pengetahuan rendah untuk terkena GAKY.

Mengacu kepada hasil beberapa penelitian tersebut maka penelitian ini difokuskan pada faktor karakteristik ibu dan pola konsumsi serta kaitannya dengan status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi.


(49)

2.13. Kerangka Konsep

Status GAKY pada anak SD dipengaruhi oleh karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan gizi, pendapatan dan jumlah anak) dan pola konsumsi anak SD (makanan pokok, asupan yodium, konsumsi zat goitrogenik, kualitas garam dan suplemen makanan). Semakin baik dukungan karakteristik ibu, khususnya pendidikan, pengetahuan gizi, pendapatan dan jumlah anak yang tidak banyak serta asupan yodium yang cukup dari makanan pokok, sumber yodium, garam dan suplemen makanan yang diperoleh akan mengurangi resiko terjadinya kasus GAKY pada masyarakat, sebaliknya tingginya komsumsi zat goitrogenik sebagai penghambat metabolisme yodium akan meningkatkan resiko terhadap timbulnya kasus GAKY (terlihat pada Gambar 2.3)

Pola Konsumsi Pangan Konsumsi Makanan Pokok Asupan Yodium

Asupan Goitrogenik

(Sumber : Soekirman 2002)

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Ibu

- Pendidikan - Pekerjaan

- Pengetahuan Gizi - Pendapatan - Jumlah Anak

Status GAKY

Kualitas Garam Suplemen


(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan explanatory

untuk menganalisa pengaruh karakteristik ibu dan pola konsumsi pangan keluarga terhadap status GAKY anak SD di Kabupaten Dairi Tahun 2007.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan alasan kedua kecamatan tersebut merupakan wilayah endemis berat GAKY dari 15 kecamatan di Kabupaten Dairi. Waktu pelaksanaan pengumpulan data dilakukan mulai Oktober sampai Desember 2007.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Dalam penelitian terdapat 2 kelompok populasi, yaitu :

a. Anak SD sebagai objek pokok penelitian, untuk melihat pola konsumsi pangan dan status GAKY.

b. Ibu dari anak SD sebagai objek pendukung penelitian, untuk melihat karakteristik sebagai faktor pengaruh terhadap status GAKY anak SD.

Jumlah populasi penelitian ini didasarkan jumlah anak SD pada kedua kecamatan yang menjadi lokasi penelitian. Berdasarkan data dari Kantor Cadang


(51)

Dinas Pendidikan Kecamatan Siempat Nempu sebanyak 25.080 orang yang tersebar di 21 sekolah dasar, dan di Kecamatan Parbuluan sebanyak 20.520 orang yang tersebar di 19 sekolah dasar. Dengan demikian jumlah anak SD yang menjadi populasi dalam penelitian ini sebanyak 45.600 orang. Dan sebanyak jumlah tersebut juga yang menjadi populasi ibu anak SD.

3.3.2. Sampel

Mengingat keterbatasan kemampuan penulis dan waktu dalam melaksanakan penelitian, maka sampel penelitian dibatasi pada ibu dari anak sekolah dasar kelas 4, 5 dan 6 yang berumur antara 10 sampai 12 tahun dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut.

Kriteria inklusi : a. Ibu yang mempunyai anak tersebut sudah tinggal di daerah penelitian minimal 6 bulan.

b Bersedia menjadi subyek selama penelitian berlangsung dengan menandatangani surat persetujuan tertulis.

Kriteria Eksklusi : a. Anak SD yang tidak tinggal bersama orang tua

b. Apabila ditemukan anak SD yang mempunyai ibu yang sama, dipilih salah satu sebagai responden. Setelah jumlah populasi dibatasi dengan kriteria inkulusi dan eksklusi, maka diperoleh jumlah anak SD yang memenuhi kriteria yang dimaksud sebanyak 19.152 orang, dengan perincian sebanyak 10.534 di Kecamatan Siempat Nempu dan 8.618 di Kecamatan Parbuluan.


(52)

3.3.3. Besar Sampel

Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow, 1990.

2 2

. ) 2 / 1 1 .(

d

Q P Z

n= −α

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diharapkan

Z = Nilai baku distribusi normal pada α = 0,05 yaitu 1,96 dengan tingkat kepercayaan 95%.

P = Proporsi TGR anak SD di Kabupaten Dairi = 33,9% Q = 1 – P = 1 – 0,339 = 0,661

D = Presisi yang diinginkan 0,075

Berdasarkan rumus diatas didapat jumlah sampel sebesar 156 orang ibu anak SD. 3.3.4. Cara Pengambilan Sampel

a. Tahap Pertama

Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan ditetapkan menjadi lokasi penelitian berdasarkan tingkat endemisitas berat berdasarkan hasil survei gondok yang dilakukan Depkes tahun 2003.

b. Tahap Kedua

Jumlah SD yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian pada Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan, ditentukan secara purposive sampling


(53)

unit SD pada masing-masing kecamatan, dengan kategori SD terdekat, pertengahan dan paling jauh terhadap ibu kota kecamatan.

c. Tahap Ketiga

Jumlah sampel pada masing-masing unit SD ditetapkan secara quota

(ditentukan jumlahnya sesuai kebutuhan), masing-masing sebanyak 26 orang untuk setiap unit SD, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 156 orang (26 anak SD x 6 unit SD) sesuai dengan hasil perhitungan sampel.

SD yang terpilih serta jumlah anak SD yang terpilih menjadi sampel dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut ini.

Tabel 3.1. Sampel SD dan Anak SD di Kecamatan Siempat Nempu dan Parbuluan Kabupaten Dairi

Kecamatan Nama SD Jumlah Siswa Jumlah Sampel

1. SD Negeri Gunung Gajah 75 26

2. SD Negeri Sihorbo 69 26

Siempat Nempu

3. SD Negeri Gomit 82 26

1. SD Negeri Simaloppuk 72 26

2. SD Negeri Siarung-Arung 68 26 Parbuluan

3. SD Negeri Parikki 81 26

Jumlah 447 156

Keterangan: Jumlah siswa adalah kelas 4,5,dan 6

Teknik pengambilan sampel untuk anak SD kelas 4, 5 dan 6 pada tiap sekolah dasar dilakukan secara sistematyc random sampling (dengan menggunakan nomor urut anak SD pada daftar absensi pada setiap kelas).


(54)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data diperoleh dengan dua cara : 3.4.1. Data Primer

a. Data karakteristik keluarga dan pola konsumsi keluarga diperoleh dengan teknik wawancara yang dilakukan terhadap ibu anak SD dengan berpedoman kepada kuesioner.

b. Palpasi pada anak SD kelas 4, 5, 6. Kegiatan palpasi dilakukan oleh 2 orang tenaga palpator yaitu Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dari Puskesmas Siempat Nempu (Rumondang Siagian) dan Puskesmas Parbuluan (Pesta Samosir).

c. Pemeriksaan kualitas garam dilakukan dengan iodometri-tes. Tes dilakukan dengan mengambil contoh garam yang digunakan/dikonsumsi oleh responden. 3.4.2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari dokumen/register sekolah data Profil Kesehatan Kabupaten Dairi Tahun 2006.

Untuk mengetahui sejauh mana kesamaan antara yang diukur peneliti dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan, maka dilakukan uji validitas terhadap kuisioner yang telah dipersiapkan dengan formula Alpha Cronbach sebagai berikut :

∑ ∑

∑ ∑

= 2 2 2 2 1/2

]} ) .( ][ ) ( {[ ) ( ) ( y y N x x N y x xy N r Dimana :

x = Skor tiap-tiap variabel y = Skor total tiap responden N = Jumlah responden


(55)

Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kuisioner yang telah dipersiapkan dengan formula alpha cronbach sebagai berikut :

) ( 1 .

) . (

Vt M

Vx Vt M Rtt =

Dimana : Vt = Variasi total Vx = Variasi butir-butir M = Jumlah butir pertanyaan

a.Variabel Pengetahuan dengan 12 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,7882, artinya item pertanyaan untuk pengetahuan valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden b.Variabel konsumsi makanan pokok 4 item pertanyaan dengan nilai koefisien

p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,7765, artinya item pertanyaan untuk pertanyaan konsumsi makanan pokok valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden

c.Variabel konsumsi makanan sumber yodium dengan 8 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,8355, artinya item pertanyaan untuk konsumsi makanan sumber yodium valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden

d.Variabel konsumsi makanan sumber goitrogenik dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi p=<0,05 dengan nilai alpha cronbach = 0,8559, artinya item pertanyaan untuk konsumsi makanan sumber goitrogenik valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada responden. (lampiran).


(56)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Karakteristik adalah identitas atau ciri yang dimiliki seseorang dan dapat berasal dari dalam diri sendiri atau dari luar diri sendiri sehingga dapat membedakan dirinya dengan orang lain dalam penelitian ini meliputi : pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah tanggungan, perolehan suplemen dan kualitas garam.

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Bebas Karakteristik

Pendidikan Lamanya ibu RT mengecap pendidikan formal Wawancara (kuesioner) -Tinggi -Sedang -Kurang Ordinal

Pengetahuan Pengetahuan ibu tentang yodium dan gondok

Wawancara -Baik -Sedang -Kurang

Ordinal

Pendapatan Jumlah penghasilan keluarga setiap bulan dan dinyatakan dalam rupiah.

Wawancara (Kuesioner)

-Tinggi -Rendah

Ordinal Jumlah Anak Jumlah anak dalam satu rumah

yang menjadi tanggungan keluarga

Wawancara (Kuesioner)

- 2-4 orang - > 4 orang

Interval Perolehan

suplemen

Pernah tidaknya anak SD mendapat suplemen makanan Wawancara (Kuesioner) -Pernah -Tidak pernah Ordinal Pola Konsumsi Jumlah dan frekuensi makanan pokok

Berapa kali dan banyaknya makanan pokok yang dikonsumsi anak SD

FFQ

Konsumsi Geitrogenik

Jenis dan jumlah bahan pangan sumber goitrogenik yang dikonsumsi oleh anak SD

FFQ Konsumsi

makanan sumber yodium

Jenis dan jumlah makanan sumber yodium yang dikonsumsi oleh anak SD

FFQ

Kualitas garam Garam yang dikonsumsi anak SD, mengandung yodium apa tidak

Iodina test -Memenuhi syarat - Tidak memenuhi syarat Ordinal Terikat

Status GAKY Ada tidaknya pembengkakan di leher

Palpasi Grade OA Grade I

Grade II


(57)

3.6. Metode Pengukuran

1. Pendidikan ibu adalah pendidikan formal terakhir ibu yang pernah didapat/ditempuh dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah.

1. Tinggi apabila pendidikan ibu SLTA 2. Sedang apabila pendidikan ibu SLTP. 3. Rendah apabila pendidikan ibu SD Cara ukur : Data primer

Alat ukur : Kuisioner Skala : Ordinal

2. Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan/kegiatan yang dilakukan ibu yang mempunyai anak SD dikategorikan bekerja dan tidak bekerja.

Cara ukur : Data primer Alat ukur : Kuisioner Skala : Nominal

3. Pengetahuan Ibu adalah segala sesuatu yang diketahui tentang garam beryodium dan gangguan akibat kekurangan yodium, diukur dari pertanyaan dengan alternatif jawaban a, b dan c. Setiap pertanyaan yang benar diberi skor 1 (satu) sedangkan yang salah diberi skor 0 (nol). Berdasarkan skor nilai yang didapat diklasifikasikan dalam 3 kategori antara lain; baik, sedang, kurang.

Cara ukur : Data Primer Alat ukur : Kuisioner


(58)

2. Sedang 45 – 75% dari nilai tertinggi 3. Kurang < 45% dari nilai tertinggi Skala Ukuran : Ordinal

4. Pendapatan adalah penghasilan responden setiap bulan yang diperoleh dari pekerjaan atau kegiatan yang dilakukannya, dihitung dalam satuan rupiah.

Cara ukur : Wawancara, Alat ukur : Kuesioner

Menurut Upah Minimum Propinsi (UMP) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2007. 1. Tinggi ≥ Rp. 761.000/bulan

2. Rendah < Rp. 761.000/bulan Skala ukur : Ordinal

5. Jumlah anak adalah jumlah anak maupun anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggungan kepala keluarga dikategorikan 2-4 orang dan > 4 orang.

Cara ukur : Data primer Alat ukur : Kuisioner Skala : Interval 6. Konsumsi Makanan Pokok

Jenis makanan pokok yang dikonsumsi yang diukur dengan metode FFQ. Cara ukur : Data Primer

Alat ukur : Formulir frekuensi makanan (form food frequency)

Hasil ukur : berdasarkan jenis makanan pokok dan frekuensi makannya sesuai hasil awwancara menggunakan formulir frekuensi makanan (form food frequency).


(59)

7. Konsumsi Makanan Sumber Yodium

Jenis makanan sumber yodium yang dikonsumsi yang diukur dengan metode FFQ.

Cara ukur : Data Primer

Alat ukur : Formulir frekuensi makanan (form food frequency)

Hasil ukur : berdasarkan jenis makanan sumber yodium dan frekuensi makannya sesuai hasil awwancara menggunakan formulir frekuensi makanan (form food frequency).

8. Konsumsi Goitrogenik

Jumlah konsumsi zat goitrogenik melalui makanan yang diukur dengan metode FFQ.

Cara ukur : Data Primer

Alat ukur : Formulir frekuensi makanan (form food frequency)

Hasil ukur : berdasarkan jenis makanan sumber goitrogenik dan frekuensi makannya sesuai hasil awwancara menggunakan formulir frekuensi makanan (form food frequency).

9. Kualitas garam adalah kadar yodium dalam garam adalah banyaknya (ppm) yodium dalam garam yang dikonsumsi oleh keluarga ditentukan dengan cara iodine test dengan kategori :

a. Tidak memenuhi syarat apabila kadar yodium dalam garam < 30 ppm b. Memenuhi syarat apabila kadar yodium dalam garam > 30 ppm.

10.Suplemen makanan adalah perolehan suplemen makanan di sekolah atau dalam keluarga anak SD sebagai pencegahan GAKY yang diperoleh dengan kategori :


(60)

a. Pernah b. Tidak pernah

11.Status GAKY yang ditentukan dengan cara palpasi.

Suatu cara untuk menentukan ukuran pembesaran kelenjar tiroid yang endemisitas dan dikategorikan menjadi 3 kategori berdasarkan WHO (2001) yaitu :

0 = Tidak ada gondok yang teraba atau terlihat

I = Status massa di leher konsisten dengan pembesaran tiroid yang teraba tapi tidak terlihat jika leher pada posisi normal.

II = Pembengkakan pada leher terlihat jika leher pada posisi normal dan konsisten dengan pembesaran tiroid jika leher diraba.

Skala pengukuran : Ordinal

3.7. Metode Analisis Data

Untuk melihat besarnya pengaruh variabel independen dengan dependen, digunakan uji regresi berganda pada α = 0,05 (CI= 95%), dengan persamaan regresi yang digunakan adalah :

a. Persamaan Regresi Ganda Pengaruh Karakteristik Ibu terhadap Status GAKY anak SD

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ....+ 5X5 Y = Status GAKY anak SD (variabel terikat)

β1 - β5 = Koefisien Regresi X1 = Pendidikan X2 = Pekerjaan X3 = Pengetahuan

X4 = Pendapatan Keluarga X5 = Jumlah tanggungan


(61)

b. Persamaan Regresi Ganda Pengaruh Pola Makan terhadap Status GAKY anak SD

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + 5X5 Y = Status GAKY anak SD (variabel terikat)

β1 - β5 = Koefisien Regresi

X1 = Konsumsi Makanan Pokok

X2 = Konsumsi Makanan Sumber Yodium X3 = Konsumsi Makanan Sumber Goitrogenik X4 = Kualitas Garam


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografis

Kecamatan Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan adalah dua kecamatan diantara lima belas kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Dairi, dengan luas wilayah masing-masing sebesar 59,35 km2 dan 235,40 km2. Terletak di sebelah barat laut propinsi Sumatera Utara. Sebagian besar terdiri dari bukit-bukit dan daratan tinggi dengan koordinat 980.00’-980.30’ dan 20.15’-30.00’ Lintang Utara dan terletak pada ketinggian 1.066 meter diatas permukaan laut.

4.1.2 Demografi

Tahun 2007 diketahui jumlah penduduk Kabupaten Dairi sebanyak 272.798 jiwa, diantaranya 18.064 pada Kecamatan Parbuluan dan 20.260 jiwa di Kecamatan Siempat Nempu, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) masing-masing sebesar 3.909 dan 4.415.

4.1.3 Prevalensi TGR

Berdasarkan hasil survai evaluasi gondok (Depkes RI, 2003), diketahui kecamatan yang termasuk dalam kategori endemik berat GAKY adalah Kecamatan Parbuluan, dengan prevalensi 36,2% dan Kecamatan Siempat Nempu dengan prevalensi 33,9%. Namun hasil penelitian ini dengan mengambil lokasi di Kecamatan


(63)

Siempat Nempu dan Kecamatan Parbuluan diperoleh Total Goiter Rate (TGR) di Kabupaten Dairi sebesar 31,1%, yaitu gabungan dari Grade I sebesar 26,9% dan Grade II 3,2%. Hal ini menggambarkan terjadinya penurunan tingkat TGR di Kabupaten Dairi dari tahun 2003 ke 2007 sebesar 3,95%.

4.2. Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakteristik Ibu

No Karakteristik Ibu n %

1 Umur

a. 30 – 40 tahun 64 41,0

b. 41 – 50 tahun 92 59,0

Jumlah 156 100,0

2 Pendidikan

a. Tinggi 15 9,6

b. Sedang 85 54,5

c. Rendah 56 35,9

Jumlah 156 100,0

3 Pekerjaan

a. Ibu Rumah Tangga 33 21,2

b. PNS/TNI/Polri 5 3,2

c. Pegawai Swasta 20 12,8

d. Wiraswasta 34 21,8

e. Petani 64 41,0

Jumlah 156 100,0

4 Pendapatan

a. ≥ Rp. 761.000 74 47,4

b. < Rp. 761.000 82 52,6

Jumlah 156 100,0

5 Jumlah Anak

a. 2 - 4 Orang 152 97,4

b. > 4 Orang 4 2,6


(64)

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan 59,0% responden berumur 41-50 tahun, selebihnya berumur 30-40 tahun. 54,5% responden mempunyai tingkat pendidikan yang sedang, 35,9% rendah dan hanya 9,9% responden mempunyai tingkat pendidikan tinggi. Responden yang bekerja sebagai petani sebesar 40,0%. Pendapatan responden rata-rata di bawah UMP yaitu 52,6% dan 47,4% di atas UMP, responden mempunyai anak 2-4 orang, sebanyak 97,4%, selebihnya mempunyai anak > 4 orang sebanyak 2,6%.

4.3. Pengetahuan Responden Tentang GAKY

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Kabupaten Dairi tahun 2008

No Pengetahuan n %

Pengertian Gondok

1 Pembesaran kelenjar gondok yang ada dileher bagian depan 47 30.1

2 Suatu karunia Tuhan 83 53.2

3 Tidak tahu 26 16.7

Jumlah 156 100.0

Penyebab Gondok

1 Kekurangan Yodium 24 15.4

2 Penyakit keturunan 107 68.6

3 Kutukan 25 16.0

Jumlah 156 100.0

Orang yang bisa terkena gondok

1 Semua orang bisa terkena gondok 33 21.2

2 Yang mengkonsumsi air hujan 67 42.9

3 Penduduk yang tinggal di pegunungan 56 35.9

Jumlah 156 100.0

Makanan yang menimbulkan gondok

1 Makanan dari laut 84 53.8

2 Singkong, kol, rebung 48 30.8

3 Tidak tahu 24 15.4


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Sebanyak 54,5% responden mempunyai tingkat pendidikan sedang, 78,8% bekerja, 52,6% berpendapatan rata-rata di atas Upah Minimum Propinsi (≥Rp. 761.000), 60,3% dengan jumlah anak rata-rata 2-4 orang.

2. Sebanyak 46,2% responden mempunyai tingkat pengetahuan kurang tentang GAKY.

3. Seluruh responden (100%) mengonsumsi nasi 2x/hari sebagai makanan pokok, 64,1% mengonsumsi ikan laut kering 2x/hari sebagai pangan sumber yodium, 50,0% mengonsumsi ubi 1x/hari sumber goitrogenik, 60,9% kualitas garam tidak memenuhi syarat, dan 62,8% tidak pernah mendapatkan suplemen makanan.

4. Secara statistik variabel yang berpengaruh terhadap status GAKY anak SD adalah: pendidikan (p=0,006), pekerjaan (p=0,001), pengetahuan (p=0,027), pendapatan keluarga (p=0,000), jumlah anak (p=0,000).

5. Secara statistik variabel pola konsumsi pangan keluarga berpengaruh terhadap status GAKY anak SD adalah: konsumsi makanan pokok (p=0,000), konsumsi sumber yodium (p=0,046), konsumsi sumber goitrogenik (p=0,000), kualitas garam (p=0,037), dan suplemen makanan (0,020).


(2)

6.2 Saran

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi perlu melakukan upaya intensif terhadap penanggulangan penyakit Gangguan Akibat Kekurangan Yodium pada anak SD melalui fortifikasi makanan, pemberian Suplemen Yodium ke sekolah-sekolah serta peningkatan penyuluhan kesehatan masyarakat.

2. Puskesmas perlu meningkatkan pelaksanaan upaya promosi kesehatan khususnya kesehatan keluarga melalui pemberdayaan masyarakat dan kader tentang program penanggulangan GAKY pada anak usia sekolah.

3. Perlu dilakukan kerjasama antara instansi kesehatan dengan instansi yang terkait sebagai upaya meningkatkan status kesehatan anak SD, khususnya dalam upaya pencegahan gangguan akibat kekurangan yodium.

4. Perlu dilakukan kegiatan pengawasan pengadaan garam beryodium, melalui kerjasama secara lintas sektor dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian, sehingga garam yang masuk ke Kabupaten Dairi dan dikonsumsi masyarakat mengandung yodium.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arisman, 2002, Makalah Gizi Daur Kehidupan, Bagian Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteraan Universitas Sriwijaya, Palembang.

________, 2004, Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Aritonang, E, 2003, Dampak Defisiensi Yodium Pada Berbagai Tahapan Perkembangan Kehidupan Manusia dan Upaya Penanggulangan nya, Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS, 702), IPB, Bogor.

_________,2004. Pola Konsumsi Pangan, Hubungannya Dengan Statys Gizi Dan Prestasi Belajar Pada Pelajar Sd Di Daerah Endemik Gaki Desa Kuta Dame Kecamatan Kerajaan Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara

AUSAID – World Vision – Depkes RI, 2000. Gizi untuk Pertumbuhan dan Perkembangan (Jayawijaya Women And Their Children’s Health Project) Bapenas,2006. Rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi Tahun 2006-2010, Jakarta Budiyanto, M.A.K, 2004, Dasar-Dasar Ilmu Gizi, Universitas Muhammadiyah

Malang.

Depkes RI, 1999, Peta Prevalensi Gondok Anak Sekolah di Indonesia Tahun 1998, Jakarta.

_________, 2000, Pedoman Distribusi Kapsul Yodium, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta.

_________, 2003, Bantuan Teknis Studi Evaluasi Proyek Intensifikasi Penanggulangan Akibat Kekurangan Yodium. Direktoran Bima Gizi Masyarakat, Jakarta.

Djokomoeljanto, R. 1974. Akibat Defisiensi Iodium Berat. Suatu Penelitian Pada Sekelompok Penduduk Di Jawa Tengah, Indonesia. Disertasi. FK UNDIP. Semarang.


(4)

_________,1994, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Gondok Endemik. Ilmu Penyakit Dalam, Edt. Sudaraman, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Dunn, J.T, 2002, The Global Challenge Of Lodine Deficiency, Jurnal GAKY

Indonesia, Vol. 1. No. 1 1 – 8.

Ganong, W. F, 1999, Fisikologi Kesehatan (rev. Of Medicine Physicologi) (9 17thed). Widjajakusumah, M. D. dkk (1999) Alih Bahasa, EGC, Jakarta.

Gema, T. D. S, 2007, Hubungan Antara Status Gangguan Akibat Kekurangan Lodium (GAKY), Status Anemia Dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, UGM, Yogjakarta. Greenspan, F, Jhon D Baxter, 1994, Endekrinologi Dasar dan Klinik, Edisi 4, Lange,

C (1998), Alih Bahasa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Gunarti, dkk, 2004. Identifikasi Faktor yang Diduga Berhubungan dengan Kejadian Gondok pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Dataran Rendah, Jurnal GAKY Indonesia Volume 31-3 Agustus 2004.

Guyton, A, Jhon E.H, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Tex Book of Medical Physiology, Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Harper, L. J. , Deaton, [dan] J. A. Driskel. 1985. Pangan, gizi dan pertanian (penerjemah : Suhardjo). UI Press. Jakarta

Hetzel, B.S. 2005. An Overview of the Prevention and Control of Iodine Deficiency Disorder ; in Hetzel, J.T. Dunn and J.B. Stanbury (ed) Hal. 7-29. Elvsevier Science Plubbisher. New York.

Kartono, Djoko, 1995. Effectiveness of iodine deficiency disorder (IDD) control program in endemic goiters areas in five provinces of Indonesia. Disertasi. University of Quensland Brisband

_______, & Soekarti, M, 2004, Angka Kecukupan Mineral, Besi, Iodium, Seng, Mangan, Selenium, dalam Prosiding Widyakarya Pangan dan Gizi VIII, Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, LIPI, Jakarta.

Kodyat, B. 1996. Nutritional in Indonesia : problems, trends, strategy and program Directorate of Community Bnutrition, Department of Health. Jakarta.

John, EH, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9, Penerjemah Setiawan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


(5)

Linder, M, 1992, Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Muhilal. 1985. Cara Sederhana Mendeteksi Kekurangan Kandungan Yodium Dalam Garam. Vol.XIV. Jakarta.

Munkner HH, 2001. Attacking The Roots of Poverty (Menggempur Akar-akar kemiskinan). Alih bahasa: Frederik Ruma. Penerbit Yakoma-PGI, Jakarta Murdiana, A. 2001. Penentuan Makanan Yang Mengandung Goirogenik Tiosanat

Sebagai Salah Satu Faktor Timbulnya GAKY, Puslitbang Gizi, Bogor. Ritanto, 2003, Pengaruh Perilau Ibu terhadap Kekurangan Yodium pada Anak SD di

Kecamatan Selo Kabupaten Sleman, Jurnal GAKY Indonesia, Jakarta. Semiardji, G, 2003, Penyakit Kelenjar Tiroid, FK Universitas Indonesia, Jakarta. Setiadi E 1980. Sifat Goitrogenik Singkong (Manihot Utillisima ).Cermin Dunia

Kedokteran No : 17.

Soehardjo. 1990. Petunjuk Laboratorium Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Soekirman 2002, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Dikti Dep. Pendidikan Nasional RI Sularyo T. 1989. Pengaruh Pengasuhan pada Perkembangan Psikomotor anak.

Disampaikan pada Rapat kerja Nasional pembinaan kesejahteraan anak. Bogor.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi (1985) tentang Pengadaaan dan Distribusi Garam Beryodium, Sekretariat Negara, Jakarta.

Thaha, AR, Dachlan, DM, Jafar, N, 2002, Analisis Faktor Risiko Coastal Goiter, Jurnal GAKY Indonesia, Jakarta.

Van Den Briel, Clive, W, Nico, B, Fons JR Van de Widjer, Eric, A, and Joseph, GAJ, 2000, Improved Lodine Status is Associated With Improved Mental Performance of Schoolchildren in Benin, American Society For Clinical Nutrition.

WHO, Unicef, ICCIDD, 2001, Assesment Of Iodine Disorders and Monitoring Their Elimination, A Guide For Programe Managers, Second Edition, WHO, Washington DC.


(6)

WHO, Unicef, ICCIDD, 2003, Second Inter-Country Training Workshop on Iodine Monitoring, Laboratory Procedur & National IDDE Programme, Edited By mg. Karmaker, Centre for Community Of Medicine All India Institude of Medical Sciences, New Delhi.

www.malangkab.go.id. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, diakses tanggal 02-08-2008.

Yuldasrin H, 2003, Program Penanggulangan GAKY dan Angka Prevalensi Total Goitre Rate (TGR) Pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Endemik Berat Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat Tahun 2003, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.