kepala keluarga dengan status gizi balita. Sehingga menurutnya, perlu adanya kesadaran orangtua terutama ayah untuk dapat membatasi pengeluaran rokok dan
kebiasaan merokok agar anak bisa mendapat asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya.
Kebiasaan merokok yang lama dan merupakan suatu kebudayaan bagi Suku Karo akan sulit untuk diubah. Namun jika tidak segera diubah maka akan
berdampak bagi kualitas SDM di masa depan yang akan terlihat dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena itu sebuah keluarga yang mempunyai anggota
perokok perlu diperhatikan bagaimana pola konsumsi keluarga tersebut. Karena jika kebiasaan merokok ditambah dengan pola konsumsi yang tidak baik dan tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akan memperburuk status gizi keluarga nantinya. Menurut Hardinsyah 1996 dalam Baliwati 2004, konsumsi pangan
yang beragam dapat meningkatkan konsumsi berbagai antioksidan yang berasal dari pangan. Jadi ketika keluarga perokok mempunyai pola makan yang sehat dan
beragam akan dapat mengurangi dampak kesehatan yang diakibatkan oleh rokok. Namun meskipun demikian mengurangi atau bahkan berhenti untuk merokok
akan jauh lebih baik.
2.4.1 Karateristik Keluarga Perokok
Setiap keluarga mempunyai perbedaan dalam hal konsumsi pangan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan karateristik setiap rumah tangga,
seperti pengeluaran pangan dan non pangan, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan penelitian Akmal 2005 mengenai
analisis pola konsumsi keluarga di Kecamatan Tallo menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor kondisi sosial ekonomi keluarga
Universitas Sumatera Utara
pendapatan, jenis pekerjaan, pendidikan, dan ukuran keluarga dengan pola konsumsi keluarga.
Pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang diduga sebagai determinan dalam keragaman konsumsi pangan. Pendapatan dikaitkan dengan
daya beli pangan yang biasanya didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi rumah tangga untuk memeroleh bahan pangan berdasarkan besarnya alokasi
pendapatan untuk pangan, harga pangan yang dikonsumsi, dan jumlah anggota rumah tangga Hardinsyah, 2007 dalam Arbaiyah, 2013.
Apabila tingkat pendapatan meningkat maka jumlah dan jenis makanan cenderung membaik pula. Peningkatan pendapatan tidak hanya akan
meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi, tetapi juga terjadi peningkatan konsumsi di
luar rumah. Jika pendapatan meningkat maka presentasi pengeluaran untuk pangan semakin kecil Suhardjo, 1986.
Menurut Marsetyo 1995, pendapatan yang dihasilkan oleh kepala keluarga atau anggota keluarga yang bekerja harus dibagi-bagi untuk berbagai
macam keperluan. Akibatnya, nominal untuk pangan semakin kecil. Apalagi untuk rumah tangga yang memiliki anggota keluarga yang merokok, akan
menurunkan pengeluaran terhadap pangan akibat pengeluaran rokok yang tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan menurunkan kualitas dan kuantitas pangan pada
keluarga perokok. Selain pendapatan, pendidikan seorang ibu rumah tangga juga ikut
memengaruhi pola konsumsi pangan dalam rumah tangga. Menurut Hardinsyah 2007 dalam Arbaiyah 2013, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akses
Universitas Sumatera Utara
terhadap informasi mengenai gizi juga semakin tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan tinggi cenderung untuk tertarik terhadap informasi
gizi lebih tinggi. Sehingga dapat dipastikan bahwa pengetahuan ibu yang semakin bertambah mengenai gizi akan memengaruhinya untuk mengubah pola pangan
keluarganya ke arah yang lebih baik. Marsetyo 1995 mengatakan bahwa meskipun sebuah keluarga
berpenghasilan rendah namun apabila mereka berpendidikan dan memiliki pengetahuan mengenai gizi maka mereka akan dapat menyusun suatu hidangan
makanan yang mempunyai kandungan dan nilai gizi tinggi. Demikian pula sebaliknya, walaupun sebuah rumah tangga berpenghasilan tinggi tetapi tidak
memiliki pengetahuan mengenai gizi maka makanan yang mereka konsumsi meski kelihatan lezat namun dapat merusak tubuh mereka.
Demikian pula halnya dengan keluarga perokok. Meskipun kebiasaan merokok memang sulit untuk dihilangkan namun jika ibu rumah tangga yang
berperan banyak terhadap konsumsi pangan keluarga memiliki pengetahuan mengenai gizi yang tinggi akan dapat menyusun menu keluarganya dengan baik
dengan meningkatkan pangan sumber antioksidan untuk menjaga kesehatan anggota keluarganya.
Jumlah anggota keluarga juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan dalam keluarga. Menurut BPS 2001 dalam
Arbaiyah 2013, besarnya keluarga atau rumah tangga menyatakan seluruh anggota yang menjadi tanggungan dalam keluarga tersebut yang dapat memberi
indikasi beban rumah tangga. Semakin tinggi besaran keluarga berarti semakin
Universitas Sumatera Utara
banyak anggota keluarga yang selanjutnya akan meningkatkan berat beban rumah tangga tersebut dalam memenuhi kebutuhannya.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara laju kelahiran tinggi dengan gizi kurang. Semakin besar jumlah anggota
keluarga maka pangan untuk setiap anak akan berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa zat gizi yang diperlukan oleh anggota keluarga yang
merupakan kelompok rawan pada umumnya memerlukan pangan bergizi yang lebih banyak daripada anggota keluarga lainnya Suhardjo, 1986.
Berbagai kajian telah membuktikan semakin besar sebuah keluarga maka angka kejadian gizi kurang semakin tinggi. Pada umumnya kasus ini terjadi pada
keluarga miskin. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pembagian makanan semakin sedikit sehingga tidak akan mungkin untuk memenuhi
kebutuhan gizi keluarga.
2.5 Kerangka Konsep