61
hanya karena faktor takdir dari Allah SWT ayahnya lebih dahulu meningga dari kakeknya. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan fakta, pada saat kakek meninggal,
anak-anaknya semua sudah kaya dan mapan.
102
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, bahwa pemberlakuan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam tersebut bersifat tentatif, bukan imperatif. Oleh karena itu
sangat besar peran dari Para Hakim Pengadilan Agama Mahkamah Syar’iyah dalam menentukanmenetapkan ahli waris pengganti penggantian tempat ahli waris.
4. Penggantian Tempat Ahli Waris Ahli Waris Pengganti Di Negara-negara
Muslim lain
Para ahli hukum Islam sepakat untuk memberlakukan hukum Islam pada setiap sendi kehidupan umat Islam. Seiring dengan perkembangan Islam di dunia
hingga saat ini, upaya pemberlakuan hukum Islam masih terus dilakukan. Persoalan mendasar dalam hukum Islam adalah persoalan perkembangan kehidupan moderen
yang diikuti dengan problematika hukum baru yang memerlukan jawaban terhadapnya dengan menggunakan hukum Islam. Untuk itu para ahli hukum Islam
disetiap perkembangan hukum di dunia selalu melakukan upaya ijtihad dalam rangka mengembangkan hukum Islam.
Upaya untuk menjawab berbagai persoalan hukum baru dalam kehidupan modern di dunia Islam ternyata memiliki berbagai haluan pikiran. Bila diperhatikan,
dalam konteks historis perkembangan hukum waris Islam selama ini terjadi pengelompokan pemikiran khususnya dibidang hukum waris Islam. Ada 5 lima
102
Ibid, hal. 56
Universitas Sumatera Utara
62
golongan yang telah mewarnai konflik yang mendasari paradigma penalaran terhadap hukum waris Islam, sebagai berikut :
103
a. Paradigma berpikir Skriptualisme konservatif, disini hukum waris Islam dipahami secara tekstual tanpa mempertimbangkan efektivitas hukum dalam
kehidupan disamping mengabaikan kemungkinan adanya penafsiran lain yang menyalahi teks ini secara historis, mazhab Zhohiri dapat dimasukkan
didalamnya, dan termasuk golongan tradisionalis Ahlu Riwayah. b. Paradigma berfikir Skriptualisme Moderat, sauatu kelompok yang memahami
nas agama secara tektual tanpa mengabaikan adanya kemungkinan interpretasi yang luas terhadap teks suci dalam batas metode istimbath hukum istidlal.
Kelompok Syiah dan Sunni dapat dimasukkan didalamnya. Terhadap kelompok sunni minimal 4 mazhab, yakni dimulai dari mazhab Imam Ahmad
Ibn Hambali yang agak lebih ketat merefleksikan tekstual nas agama, kemudian Imam Malik bercorak lebih longgar, kemudian Imam Syafi’i hingga
yang lebih moderat dinisbahkan kepada Imam Hanafi. Nama terakhir ini banyak orang memasukkannya sebagai golongan tradisionalis Islam. Ini
didasarkan atas adanya kesamaan yang umum diantar mereka yang lebih mengutamakan
penafsiran secara
tekstual yang
kemudian berusaha
menafsirkannya secara luas. Dalam perkembangan dunia Islam, kelompok ini mempengaruhi sebagia besar para pemikir muslim.
103
A. Sukris Sarmadi, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, Jakarta, Rajawali Press, 1997, hal. 9-10
Universitas Sumatera Utara
63
c. Paradigma berfikir Esensialisme Rasionalis, mendasarkan pemahaman kepada esoteris nas agama diatas komitmennya terhadap justifikasi rasional. Situasi
dan kondisi politik, ekonomi, sosial kultural sangat berperan mendasari dan mewarnai penafsiran nas agama sebagai cara interaksi rasio terhadap nas.
Bagaimanapun, nalar rasio sangat terkait terhadapnya demi mewujudkan suatu efektivitas hukum dan keadilan yang dipahami secara imperalis. Pola
penafsiran Umar Ibn Khatab, RA dalam kasus penghentian pemberian bagian mualaf yang sebelumnya baik berdasarkan praktik Rasulullah SAW ataupun
teks Suci yang menegaskannya Q.S.AT Taubah ayat 60 para mualaf dianggap orang yang berhak sadaqahzakat. Penghentian ini berdasarkan
situasi kondisi sebagai preseden rasio. Kasus talak, harta ghonimah ; pemanfaatannya, tentang pajak hingga kasus mencuri unta, secara keseluruhan
dilatar belakagi oleh fakta imperis kondisional. Belakangan corak berpikir sebagai model kaum modernis.
d. Paradigma berfikir Rasionalisme Liberal, suatu kelompok yang bercirikan sangat moderat dimana nas agama secara keseluruhan dipahami secara umum.
Disini doktrin agama normatif dimanifestasikan sebagai paradigma proyek percontohan pembinaan hukum Ilahiyah yang karena pemunculan suatu
hukum baru merupakan kebebasan rasio yang berlandaskan rasa tanggung jawab penuh terhadapnya. Hukum pidana Islam normatif dianggap dapat saja
diganti dengan hukum pidana modern yang secara keseluruhan dibawah naungan intelektual manusia, hal ini pun dapat pula terjadi dalam hukum
Universitas Sumatera Utara
64
keperdataan Islam. Hal yang terpenting bagi mereka adalah konsep-konsep tujuan keadilan hukum dalam Islam. Inti hukum inilah yang harus
direfleksikan dalam pembentukan hukum. Hukum modern, demontrasi keadilan dikembangkan secara rasional agar hubungan antar manusia dengan
individu lainnya dapat terpelihara dengan baik dengan keadilan yang dipahami manusia secara sosial-kultur. Kelompok ini merupakan kelompok modernis
tetapi lebih bebas dan tidak terikat dengan doktrin metode berpikir lama yang dianggap mengikat. Jika kelompok ketiga esensialisme rasional masih
mengganggapnya sebagai doktrin yang harus dikembangkan dan dibela, maka kelompok yang keempat ini tidak mengklaimnya sebagai keharusan.
e. Paradigma berpikir Universalisme Transformatif, kelompok ini dapat pula disebut sebagai kelompok yang mewakili modernis dengan corak pemikiran
yang berbeda dengan dua kelompok modernis sebelumnya. Corak pemahaman terhadap nas agama bercirikan upaya pemaduan corak pemikiran keseluruhan
kelompok-kelompok yang ada, baik yang berhaluan kelompok-kelompok yang ada, baik yang berhaluan tradisionalis ataupun modernis. Mereka
berkeyakinan bahwa masing-masing kelompok dengan corak pemikirannya mempunyai keistimewaan yang dapat digunakan dalam konteks-konteks
tertentu. Jadi pada sisi tertentu merupakan perpaduan dengan kecendrungan dan pengutamaan corak tertentu terkadang secara spesifik mengharuskan cara
penafsiran secara tunggal yang kondusif. Dapat dilihat formulannya bercirikan
Universitas Sumatera Utara
65
berubah-ubah, tanpa terikat dengan salah satu doktrin kelompok haluan dan bersifat kasuistik.
Berdasarkan lima kelompok tersebut, kelompok kedua yaitu skriptualisme moderat, suatu kelompok yang memahami nas agama secara tekstual tanpa
mengabaikan adanya kemungkinan interprestasi yang luas terhadap teks suci dalam batas metode istimbath hukum istidlal. Kelompok ini bisa dikatagorikan sebagai
kelompok tradisionali Islam. Dengan kata lain, meskipun pada prinsipnya mereka sama berpikir normatifnya namun kecendrungan mereka berbeda dikarenakan
pengaruh setting sosial. Ada rasio-sosial yang dipertentangkan dalam memahami nas- nas yang memiliki celah untuk ditafsirkan secara sosiologis dan filosofis. Oleh
karenanya, hukum waris Islam terjadi perkembangan yang signifikan di kalangan umat Islam dunia tanpa merubah teks normatif. A. Hussaini mengatakan bahwa
hukum waris Islam merupakan bentuk spesialis sebagai sebuah disiplin keilmuan dengan
selalu berpatokan
pada Al
Qur’an dan
Al Sunnah.
104
Berdasarkan demikian, terjadi penafsiran terhadap hukum kedudukan para cucu dalam hukum kewarisan dikarenakan tidak ada ketegasan teks normatif yang
ada dalam Al Qur’an maupun Al Hadis. Bahasan cucu ini nantinya berkembang dengan istilah ahli waris pengganti penggantian tempat ahli waris seperti di
Indonesia.
104
Hussaini dalam Abdullah Siddik, Hukum Waris Islam dan perkembangannya di seluruh dunia, Jakarta : Wijaya, 1984, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
66
Hukum waris pengganti bagi umat Islam di Indonesia dikenal sejak diterbitkannya Kompilasi Hukum Islam tahun 1991.
105
dimana dalam butir Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa 1 Ahli waris yang meninggal lebih
dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.2 Bagian ahli waris pengganti tidak
boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Pemberlakuan hukum ini sangat berpengaruh dalam sistem pembagian kewarisan
Islam yang selama ini tidak mengenal ahli waris penggantipenggantian tempat ahli waris. Ketentuan ini merupakan suatu terobosan terhadap pelenyapan hak cucu atas
harta warisan ayah apabila ayah telah dahulu meninggal dari kakek. Cara ini tidak mengikuti pendekatan berbelit melalui bentuk wasiat wajibah seperti yang di lakukan
beberapa negara lainnya, tetapi langsung secara tegas menerima konsepsi yuridis waris pengganti.
106
Kenyataan ini terjadi di negara-negara yang berpendudukkan mayoritas muslim. Mereka masih tidak memberlakukan adanya ahli waris pengganti
penggantian tempat ahli waris, baik terhadap anak turun pewaris yaitu kebawah seterusnya, keatas dan menyamping. Para ahli Hukum Islam ketika itu bereaksi untuk
mencari solusi alternatif atas kebuntuan konsep kewarisan mazhab sunni. Dan
105
Inpres No. 1 Tahun 1991
106
Rachmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam dalam Dimensi Kompilasi Hukum Islam, Bandung : Mandar Maju, 2009, hal. 108
Universitas Sumatera Utara
67
akhirnya mereka melakukan wasiat wajibah seperti di Mesir, di ikuti oleh Sudan, Suriah, Maroko, dan Tunisia dengan beberapa variasi.
107
Cara ini tentu saja tidak sistematik karena akan mempengaruh porsi perolehan para ahli waris yang berhak dan menimbulkan ketidak pastian hukum. Undang-
undang wasiat wajibah Mesir Nomor. 71 Tahun 1946 disebutkan kandungan pokoknya, sebagai berikut:
108
a. Apabila mayit tidak mewasiatkan kepada keturunan anak laki-lakinya yang telah mati di waktu dia masih hidup atau mati bersamanya sekalipun secara
hukum, warisan dari peninggalannya seperti bagian yang berhak diterima oleh si anak laki-laki ini seandainya anak laki-laki ini hidup di waktu ayahnya
mati. Maka wajiblah wasiat wajibah untuk keturunan anak laki-laki ini dalam peninggalan harta ayahnya menurut bagian anak laki-laki ini dalam batas-
batas 13; dengan syarat keturunan dari anak laki-laki ini bukan pewaris dan si mayit tidak pernah memberikan kepadanya tanpa imbalan melalui tindakan
lain apa yang wajib di berikan kepadanya. Dan bila apa di berikan kepadanya itu kurang dari bagian nya maka wajiblah baginya wasiat dengan kadar
menyempurnakannya. Wasiat diberikan kepada golongan tingkat pertama dari anak laki-laki dari anak-anak perempuan dan kepada anak laki-laki dari anak
laki-laki dari garis laki-laki dan seterusnya kebawah; dengan syarat setiap pokok
yang menurunkan
menghijab cabang
keturunannya bukan
107
Abdullah Siddiq, Hukum Waris Islam dan perkembangannya di seluruh dunia, Jakarta : Wijaya, 1984, hal. 21-23-25
108
Sayed Sabiq, Op. Cit, hal. 458
Universitas Sumatera Utara
68
menghijab cabang pokok yang lain dan bagian setiap pokok di bagikan kepada cabangnya. Dan bila pembagian warisan itu turun ke bawah seperti halnya
kalau pokok atau pokok-pokok mereka yang sampai kepada si mayit itu sesudah si mayit dan kematian mereka pokok-pokok dalam keadaan tertib
seperti tertibnya tingkat-tingkat. b. Apabila mayit mewasiatkan kepada orang yang wajib di wasiati dengan wasiat
yang melebihi bagiannya maka kelebihan wasiat itu merupakan ikhtiariyyah. Dan bila ia mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang kurang dari
bagiannya maka wajib di sempurnakan. Bila ia mewasiatkan kepada sebagian orang yang wajib di wasiati dan tidak kepada sebagian yang lain maka orang
yang tidak mendapatkan wasiat itu wajib di beri kadar bagiannya. Orang yang tidak di beri wasiat wajiblah di kurangi bagiannya dan di penuhi bagian-
bagian orang yang mendapat wasiat yang kurang dari apa yang diwajibkannya sari sisanya 13. Bila hartanya kurang maka di ambilakan dari bagan orang
yang tidak mendapat wasiat wajibah dan dari orang yang mendapat Ikhtiyariyyah.
c. Wasiat wajibah di dahulukan atas wasiat-wasiat yang lain. Bila mayit tidak mewasiatkan kepada orang yang wajib di wasiati dan dia mewasiatkan kepada
orang lain maka orang yang wajib di beri wasiat wajibah itu mengambil kadar bagiannya dari sisa dari sepertiga harta peninggalan bila sisa itu cukup; bila
tidak maka dari sepertiga dari bagian yang diwasiatkan bukan dengan wasiat wajibah.
Universitas Sumatera Utara
69
Senada dengan yang ada di Mesir, negara Tunisia memberlakukan Undang- undang tahun 1956 tentang hukum keluarga terkhusus Pasal 191 tentang kebolehan
anak-anak dari anak laki-laki atau perempuan yang meninggal lebih dahulu untuk menerima bagian dari orang tuannya jika ia masih hidup dengan maksimum sepertiga
harta warisan melalui wasiat wajibah.
109
Hukum keluarga yang diundangkan di Siria dalam Pasal 232-238 menyatakan bahwa tidak ada wasiat yang di bolehkan bagi keturunan kecuali pada golongan
pertama di mana golongan yang mahzub cucu pancar perempuan berhak mendapat harta warisan yang di kenal dengan wasiat wajibah.
110
Yordania khusus mengenai wasiat wajibah di jelaskan pada Pasal 182 Undang-undang 1976 bahwa jika seseorang meninggal dunia dan anak laki-lakinya
telah meninggal terlebih dahulu, maka cucu-cucunya berhak wasiat wajibah tidak lebih dan sepertiga harta warisan.
111
Di Indonesia melewati Pasal 185 KHI ternyata lebih maju memprogresifkan hukum kewarisan khususnya terhadap hak warisan para cucu pancar perempuan
maupun para cucu yang terhijap karena adanya anak lelaki dan perempuan sebagai solusi atas kebuntuan madzhab sunni yaitu dengan melewati istilah adanya
penggantian ahli waris yang di sebut ahli waris pengganti.
109
Tahir Mahmood dalam Sukris Sarmadi, Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2012, hal. 59
110
Ibid. hal.149
111
Ibid. hal.86
Universitas Sumatera Utara
70
BAB III PENERAPAN KHI DALAM KASUS PENGGANTIAN TEMPAT AHLI
WARIS AHLI WARIS PENGGANTI DI MASYARAKAT KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE
A. Penerapan KHI Dalam Kasus Penggantian Tempat Ahli Waris Ahli Waris Pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe
1. Penerapan KHI di Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota