95
d. Saudara seayah tidak sepenuhnya menepati kedudukan saudara kandung, sebagaimana terlihat dalam keadaan dibawah ini :
1 Saudara laki-laki kandung dapat menarik saudara perempuan kandung
menjadi Asabah sedangkan saudara seayah tidak dapat berbuat begitu. 2
Saudara kandung dapat berserikat dengan saudara seibu dalam masalah musyarakah
sedangkan saudara
seayah tidak
dapat diperlakukan
demikian. e. Anak saudara menerima warisan sebagai anak saudara, demikian pula paman
dan anak paman menerima hak dalam kedudukannya sebagai ahli waris tersendiri.
Berdasarkan uraian diatas khusus menyangkut dengan masalah cucu, dalam keadaan apapun tokoh ulama tetap menempatkannya sebagai cucu bukan sebagai
pengganti ayahnya. Cucu yang dimaksud disini khusus cucu melalui anak laki-laki, maka cucu yang ayahnya sudah terlebih dahulu meninggal dunia, tidak berhak
menerima warisan kakeknya bila saudara laki-laki dari ayahnya itu ada yang masih hidup.
142
2. Pemahaman Terhadap KHI belum Maksimal
Sebahagian besar masyarakat, tokoh Ulama dan Adat yang berada di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe masih berpegang kepada kitab fikih
klasik dalam menyelesaikan masalah warisan. Mereka tidak mau memperhatikan perkembangan hukum Islam, mereka mengganggap hukum Islam statis, tidak bisa
142
Amir Syarifuddin, Op.Cit, hal. 86-87
Universitas Sumatera Utara
96
dikembangkan dengan daya nalar pikiran manusia ijtihad. Mereka menganggap pintu ijtihad itu sudah tertutup. Hal ini yang membuat vakumnya pemikiran manusia
ke arah kemajuan, hanya berpedoman kepada para Tokoh Ulama dan Tokoh Adat tertentu, dan ini merupakan politik pembodohan umat dengan menafikkan keadilan,
missi ini terus berkembang di kalangan masyarakat tanpa melihat kejadian yang terjadi di dalam masyarakat, karena mereka kurang percaya terhadap hukum yang
diciptakan oleh pemerintah, seperti Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya dikatakan bahwa Kedudukan Kompilasi Hukum Islam diatur
hanyalah dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 jo. Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991 tanggal 22 Juni 1991 sehingga menimbulkan banyak
pendapat dari para ahli hukum. Disamping itu juga, bahwa pemberlakukan Pasal 185 KHI tersebut bersifat tentatif bukan imperatif.
B. Hambatan Sosiologis 1.
Pengaruh Adat Setempat
Mayoritas masyarakat kota Lhokseumawe beragama Islam dan di dalam melakukan pembagian warisan pada kelompok masyarakat berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh lingkungan hukum adat mereka masing-masing. Pelaksanaan pembagian warisan sangat didasarkan atas pertimbangan kekerabatan dan secara
perdamaian untuk mempertahankan kerukunan persaudaraan sesama mereka. Otje Salman Soemadiningrat mengantakan; cara pembagian waris dalam
hukum adat tidak didasarkan pada ilmu-ilmu metamatis ilmu hitungan te green
Universitas Sumatera Utara
97
wiskunding berekenen erfporties, melainkan cenderung didasarkan pada asas keturunan, kepatutan dan persamaan hak.
Dalam pola pembagian waris ini perlu diperhatikan bahwa harta peninggalan tidak akan dibagi-bagi sepanjang masih diperlukan untuk menghidupi dan
mempertahankan berkumpulnya keluarga yang ditinggalkan. Inilah yang seringkali menimbulkan sengketa waris diantara anggota-anggota keluarga yang di tinggalkan.
Para pihak yang diberi hak untuk menguasai harta tersebut adalah merupakan hak atau bagian warisnya. Oleh karena itu jika terjadi sengketa waris dilakukan beberapa
langkah penyelesaian yang khas, menurut hukum adat, untuk tetap menjaga keutuhan keluarga.
143
Secara umum pembagian waris menurut hukum adat dapat diselesaikan melalui musyawarah keluarga yang dihadiri oleh semua anggota keluarga, terutama
mereka yang tertua dalam keluarga yang bersangkutan. Jika dalam musyawarah keluarga tidak tercapai kata sepakat, dilanjutkan pada musyawarah adat, yang dihadiri
Tokoh Adat dan Tokoh Agama. Jika ternyata dalam musyawarah adat pun tidak dapat tercapai kesepakatan barulah kemudian sengketa tersebut diselesaikan melalui jalur
pengadilan.
144
2. Peran MPU Majelis Permusyawaratan Ulama dan MAA Majelis Adat