50
meninggal dunia terlebih dahulu sebelum si pewaris meninggal. Tetapi bahagian yang diperolehnya seandainya dia masih hidup pada saat si pewaris mewariskan harta
peninggalannya akan dibagi-bagikan kepada mawali-nya itu, mereka bukan sebagai ahli waris si fulan, tetapi sebagai ahli waris dari yang mewariskan kepada si fulan
tersebut, misalnya bapak atau ibu si fulan tersebut. Pengertian tersebut tergambar bagi seorang bapak atau ibu yang diwarisi oleh anak-anaknya bersama-sama dengan
mawali bagi anak-anaknya yang telah meninggal terlebih dahulu. Bisa saja terjadi pengertian lain, seperti seorang bapak atau ibu yang hanya diwarisi oleh mawali
untuk anak-anaknya yang semuanya telah meninggal terlebih dahulu.
79
2. Ahli Waris Pengganti dalam Konsep Fikih Klasik
Konsep Fikih Klasik seperti as-Sarakhsiy dalam al-Mabsut, Imam Malik dalam al-Muwatto, Imam Syafi’i dalam al-Umm, dan Ibn Qudamah dalam al-Mugni,
tidak dikenal istilah ahli waris pengganti penggantian tempat ahli waris. Tetapi Syamsuddin Muhammad ar-Ramli dalam karyanya,
80
mencatat : a.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki dapat menggantikan ayahnya, sedangkan cucu dari anak perempuan tidak mungkin.
b. Cucu tersebut baru dapat menggantikan orang tuanya apabila pewaris tidak
meninggalkan anak laki-laki yang masih hidup.
79
Hazairin 1, Op Cit. hal. 29-31 : Departemen Agama R.I., Laporan Hasil Seminar Hukum Waris Islam, Jakarta : Ditbinbapera Depag R.I., 1982, hal. 76.
80
Al-Ramli dalam Ramlan Yusuf Rangkuti, Fikih Kontemporer di Indonesia studi tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2010. hal. 351
Universitas Sumatera Utara
51
c. Hak yang diperoleh pengganti belum tentu sama dengan hak orang yang
digantikan tetapi mungkin berkurang. Istilah ahli waris pengganti penggantian tempat ahli waris sesungguhnya
telah dikenal dalam hukum Islam, jadi kurang tepat apa yang ditulis oleh Wirjono Prodjodikoro, bahwa dalam hukum Islam tidak dikenal ahli waris pengganti.
81
Muhammad Amin al-Asyi
82
mencatat : “cucu dari anak laki-laki adalah seperti anak laki-laki, hanya ia tidak mendapat dua kali bahagian bersama anak perempuan.
Cucu perempuan dari anak laki-laki adalah seperti anak perempuan, kecuali ia dapat terhalang dengan adanya anak laki-laki. Nenek perempuan adalah seperti ibu, hanya
ia tidak dapat menerima 13 atau 13 sisa. Kakek adalah seperti ayah, kecuali ia tidak dapat menghalangi saudara seibu-sebapak dan saudara sebapak. Saudara laki-laki
sebapak adalah seperti saudara laki-laki seibu-sebapak, kecuali ia tidak menerima dua kali banyaknya, bersama saudara perempuan sebapak. Saudara perempuan sebapak
adalah seperti saudara perempuan seibu-sebapak, kecuali ia dapat terhalang dengan adanya saudara laki-laki seibu-sebapak.
83
Berdasarkan pendapat diatas, dapat dipahami bahwa istilah penggantian tempat ahli waris ahli waris pengganti telah
lama dikenal dalam konsep fikih klasik, hanya saja bentuk penggantiannya yang
81
Wirjono Prodjodikoro selengkapnya menyatakan “ menurut tafsiran yang sampai sekarang hampir merata dianut, maka hukum Islam tidak kenal penggantian tempat ahli waris ahli waris
pengganti ini, maka didaerah-daerah yang pengaruh hukum Islam ada agak kuat, mungkin masih menajadi persoalan, apakah penggantian tempat ahli waris ahli waris pengganti ini diakui oleh
masyarakat. Lihat Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Bandung : Sumur, 1976, Cetakan ke 5, hal. 43
82
Muhammad Amin al-Asyi dalam A. Wasit Aulawi,
Sistem Penggantian dan Pengelompokan Ahli Waris, Jakarta : UI Depok, 1992, hal. 12
83
Ramlan Yusuf Rangkuti, Op. Cit, hal. 352
Universitas Sumatera Utara
52
berbeda, serta hak ahli waris pengganti tidak sama dengan hak ahli waris yang digantikannya. Sebagai contoh cucu dari pancar anak perempuan tidak mendapat
bahagian warisan seperti yang didapat oleh cucu pancar anak laki-laki.
3. Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam