Analisis Yuridis Penerapan Khi Dalam Penggantian Tempat Ahli Waris/Ahli Waris Pengganti Pada Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

(1)

TESIS

Oleh

DEWI KEMALASARI

127011116/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI KEMALASARI

127011116/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : DEWI KEMALASARI

Nomor Pokok : 127011116

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Utary Maharani Barus, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. Utary Maharani Barus, SH, MHum 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA


(5)

Nama : DEWI KEMALASARI

Nim : 127011116

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENERAPAN KHI DALAM PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS/AHLI WARIS

PENGGANTI PADA MASYARAKAT KECAMATAN

BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :DEWI KEMALASARI


(6)

KHI karena beberapa alasan. Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penelitian masalah penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti dalam hukum kewarisan Islam di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe penting untuk dilakukan.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana konsep Penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti dalam hukum kewarisan Islam, bagaimana penerapan KHI dalam kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti di masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe serta hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan KHI dalam kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe, Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriftif analitis dengan pendekatan yuridis empiris/sosiologis yaitu dengan meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum yang dipengaruhi berbagai faktor seperti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, perkembangan budaya dan lain-lain.

Jawaban terhadap permasalahan konsep penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti dalam kewarisan Islam diatur didalam Pasal 185 KHI, namun di dalam masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti ke Mahkamah Syar’iyah, Mahkamah Syar’iyah sudah menerapkan KHI dalam kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti sesuai dengan pasal 185 KHI, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum menerima KHI disebabkan pengaruh tokoh ulama dan tokoh adat setempat yang masih berpegang pada kitab fikih klasik dan adat yang sudah lama berlaku. Adapun hambatan yang dihadapi dalam penerapan KHI pada kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah pertama hambatan yuridis yaitu pengaruh kitab klasik yang menjadi pegangan para ulama dan tokoh adat dalam menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti. Kedua hambatan sosiologis dimana dalam menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti masih kentalnya pengaruh adat setempat serta peran MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama (dan MAA (Majelis Adat Aceh) dalam menyelesaikan kasus tersebut dengan menggunakan kitab fikih klasik sebagai pedoman yang dituangkan dalam fatwa-fatwa ulama setempat kemudian pemahaman KHI yang belum maksimal dalam menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti. Sehingga dapat dikemukakan saran sebagai berikut disarankan kepada Majelis Hakim di Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe agar memutuskan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti sesuai dengan pasal 185 KHI, disarankan kepada tokoh ulama dan adat yang selama ini menolak konsep penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti supaya mendukung kembali nilai-nilai keadilan yang ditawarkan oleh KHI dan dipakai sebagai pedoman memasukkan KHI dalam silabus Fikih yang diajarkan di SMA, Madrasah Aliyah dan Pesantren, serta disarankan kepada Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe untuk melibatkan secara aktif tokoh ulama dan adat dalam program sosialisasi dan pelatihan KHI yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta lainnya.


(7)

Law Compilation. Based on the above background, a study on Substitute Heir/Heir Replacement in Islamic Inheritance Law in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe needs to be conducted.

The issuess raised in this study were how the concept of Substitute Heir/Heir Replacement is understood in Islamic Inheritance Law, how the Islamic Law Compilation was applied in the community members of Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe, and what constraints were faced in the application of the Islamic Law Compilation in relation to the case of Substitute Heir/Heir Replacement in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe. This descriptive analytical study with empirical/sociological juridical approach was to answer the issues raised with effective consideration by studying the validity and invalidity of a rule of law influenced by various factors such as such as changes in the community, cultural developments, and so forth.

The result of this study showed that the issue of the concept of Substitute Heir/Heir Replacement in Islamic Inheritance Law is regulated in Article 185 of in the Islamic Law Compilation, but in the community members of Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe solved the case of Substitute Heir/Heir Replacement through ShariaCourt. Even though the ShariaCourt has applied the Islamic Law Compilation in the case of Substitute Heir/Heir Replacement in accordance with Article 185 of in the Islamic Law Compilation, there are still many of the community members have not accepted the Islamic Inheritance Law due to the influence of local prominent religiuos scholars and adat leaders who are still holding on the classic fiqh book and existing old adat. The constraints faced in the application of the Islamic Law Compilation in the case of Substitute Heir/Heir Replacement in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe were, first, juridical constraint - the influence of the classic fiqh book as the handbook of the local prominent religious scholars and adat leaders in solving the case of Substitute Heir/Heir Replacement. The second was sociological constraints in the form of strong influence of local adat and the role of Religious Consultative Assembly (MPU) and Aceh Adat Assembly (MAA) in settling the case of Substitute Heir/Heir Replacement by using the classic fiqh book as the guidance and was stated in the fatwas of local religious scholars besides the less maximum understanding on the Islamic Law Compilation in settling the case of Substitute Heir/Heir Replacement. The panel of judges of the ShariaCourt in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe are suggested to make decision for the case of Substitute Heir/Heir Replacement based on the Article 185 of in the Islamic Law Compilation. The local prominent religious scholars and adat leaders who refused the concept of Substitute Heir/Heir Replacement are suggested to support the value of justice offered by the Islamic Law Compilation and to use it as the guidance to include the Islamic Law Compilation into the syllabus of Fiqh taught at SMA (Senior High School), Madrasah Aliyah and Pesantren (Islamic Boarding School). The ShariaCourt in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe is suggested to actively involve the local prominent religious scholars and adat leaders in the Islamic Law Compilation socialization and training program conducted either by the government or other private sectors.


(8)

telah membawa berkah, sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS PENERAPAN KHI DALAM PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS/ AHLI WARIS PENGGANTI PADA MASYARAKAT KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE”, kemudian Shalawat dan Salam tak lupa Penulis Sanjungkan keharibaan Nabi Muhammad S.A.W, keluarga, para sahabat, serta para pengikutnya. Dan dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan ilmu hukum khusunya di Aceh dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Terimakasih diucapkan khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(9)

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, MS, CN, selaku anggota Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Utary Maharani Barus, SH, M.Hum, anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini. 6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Dosen Penguji dan

Sekretaris Program Program Studi Magister Kenotariatan.

7. Bapak Dr. H. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA, selaku Dosen Penguji pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini. 8. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan

Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan moril dan material untuk kelancaran penyelesaian studi ini.

Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Almarhum Ayahanda dan Almarhumah Ibunda tercinta semoga Allah SWT menepatkan beliau di Syurganya, Suamiku Tercinta Teuku Dedy Syahputra yang telah memberikan kasih sayang,


(10)

Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan dan jasa-jasa yang diberikan mereka semua. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan yang penulis sadari sepenuhnya terdapat dalam tesis ini guna perbaikan dikemudian hari.

Disadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan dan karenanya atas segala kritik dan saran yang membangun sangatlha diharapkan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini dan kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa yang akan datang.

Medan, Juni 2014 Penulis


(11)

Nama : Dewi Kemalasari Tempat, Tanggal Lahir : 4 April 1978 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jalan Petua Rumoh Rayeuk No. 85/ II Lhokseumawe

II. KELUARGA

Nama Ayah : Almarhum Sanusi, AS Nama Ibu : Almarhumah Lisnawati Daud Nama Suami : Teuku Dedy Syahputra, ST Nama Anak : Cut Zahra Alayya Salsabila Nama Saudara : Almarhumah Marlinawati

Rahmawati

III. PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Teumpok Teungoh

Tahun 1984-1990

SMP : SMP Negeri 2 Lhokseumawe

Tahun 1990-1993

SMA : SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Tahun 1993-1996

Perguruan Tinggi (SI) : Universitas Malikussaleh (UNIMAL) Tahun 2000 – 2007

Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara Tahun 2012 - 2014


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

1. Secara Teoritis ... 17

2. Secara Praktis ... 18

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

1. Kerangka Teori ... 19

2. Konsepsi ... 28

G. Metode Penelitian ... 29

1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian ... 30

2. Metode Pendekatan ... 30

3. Lokasi Penelitian ... 31

4. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

5. Sumber Data ... 32


(13)

1. Pengertian Hukum Kewarisan ... 34

2. Unsur-unsur Hukum Kewarisan ... 35

3. Syarat-syarat Mewaris ... 36

4. Sebab-sebab Orang Mewaris ... 37

5. Penghalang Orang Mewaris ... 39

6. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam ... 42

B. Ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris dalam hukum kewarisan Islam ... 44

1. Ahli Waris Pengganti/ penggantian tempat ahli waris ... 44

2. Ahli Waris Pengganti dalam Konsep Fikih Klasik ... 50

3. Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam . 52 4. Penggantian Tempat Ahli Waris/ Ahli Waris Pengganti Di Negara-negara Muslim lain ... 61

BAB III PENERAPAN KHI DALAM KASUS PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS/AHLI WARIS PENGGANTI DI MASYARAKAT KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE ... 70

A. Penerapan KHI dalam Kasus Penggantian Tempat Ahli Waris/Ahli Waris Pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ... 70

1. Penerapan KHI di Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ... 70

2. Penerapan KHI secara Musyawarah Keluarga di Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe 82 B. Alasan-alasan Tokoh Ulama Dan Adat Dalam Menolak Penyelesaian Kasus Penggantian Tempat Ahli Waris/ Ahli Waris Pengganti di Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ... 85


(14)

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENERAPAN

KOMPILASI HUKUM ISLAM ... 93

A. Hambatan Yuridis ... 93

1. Pengaruh Kitab Klasik ... 93

2. Pemahaman Terhadap KHI belum Maksimal ... 95

B. Hambatan Sosiologis ... 96

1. Pengaruh Adat Setempat ... 96

2. Peran MPU dan MAA ... 97

C. Beberapa Usaha untuk dapat menerapkan penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti ... 98

1. Perlunya mensosialisasikan KHI ... 98

2. Perlunya KHI masuk ke dalam kurikulum di sekolah, Madrasah dan Pesantren ... 99

3. Setiap kasus yang masuk ke Mahkamah Syar’iyah harus diputuskan berdasarkan ketentuan Kompilasi Hukum Islam Indonesia ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103


(15)

Fard : perolehan bagian ahli waris

Maslahat : Kebaikan-kebaikan

Fukaha : Ahli Hukum Fikih

Ijtihad : sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang

sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Qur’an dan Hadist dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan ysng matang.

Mubayyin : Ism (fa’il) akar kata nya ba-ya-n yang bermakna

penjelas dan penerang (setelah digunaka pada bab tafi’l) penggunaan nama ini bagi Allah SWT artinya bahwa dia menjelaskan tauhid dia adalah tuhan dengan argumen dan dalil-dalil definitif bagi para hambanya.

Fatwa : nasehat, petuah, jawaban atau pendapat, adapun

yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasehat resmi yag diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnyayang disampaikan oleh seorang ulama.

Asabah : Ahli waris yang ditentukan berapa besar

bagiannya, namun ia berhak menghabisi semua harta jiwa mewaris seorang diri, atau semua sisi harta jiwa mewaris bersama dengan ahli waris

dzawil furudl.

Aqrabun : Kerabat

Dzawil Furudh : Ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu

yakni seperdua, seperempat, seperdelapan, duapertiga, sepertiga, dan seperenam.

Dzawil Arham : Keluarga Pewaris yang tidak termasuk dalam

kelompok ahli waris dzawil furudl dan asabah

yang meliputi semua anggota keluarga laki-laki dan perempuan dari garis ibu dan semua anggota keluarga perempuan digaris bapak.


(16)

SAW : Shalallahu’alaihi Wasalam

UU : Qur’an Surah

KHI : Kompilasi Hukum Islam


(17)

KHI karena beberapa alasan. Berdasarkan pada latar belakang diatas maka penelitian masalah penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti dalam hukum kewarisan Islam di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe penting untuk dilakukan.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana konsep Penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti dalam hukum kewarisan Islam, bagaimana penerapan KHI dalam kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti di masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe serta hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan KHI dalam kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe, Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriftif analitis dengan pendekatan yuridis empiris/sosiologis yaitu dengan meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum yang dipengaruhi berbagai faktor seperti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, perkembangan budaya dan lain-lain.

Jawaban terhadap permasalahan konsep penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti dalam kewarisan Islam diatur didalam Pasal 185 KHI, namun di dalam masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti ke Mahkamah Syar’iyah, Mahkamah Syar’iyah sudah menerapkan KHI dalam kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti sesuai dengan pasal 185 KHI, akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum menerima KHI disebabkan pengaruh tokoh ulama dan tokoh adat setempat yang masih berpegang pada kitab fikih klasik dan adat yang sudah lama berlaku. Adapun hambatan yang dihadapi dalam penerapan KHI pada kasus penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah pertama hambatan yuridis yaitu pengaruh kitab klasik yang menjadi pegangan para ulama dan tokoh adat dalam menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti. Kedua hambatan sosiologis dimana dalam menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti masih kentalnya pengaruh adat setempat serta peran MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama (dan MAA (Majelis Adat Aceh) dalam menyelesaikan kasus tersebut dengan menggunakan kitab fikih klasik sebagai pedoman yang dituangkan dalam fatwa-fatwa ulama setempat kemudian pemahaman KHI yang belum maksimal dalam menyelesaikan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti. Sehingga dapat dikemukakan saran sebagai berikut disarankan kepada Majelis Hakim di Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe agar memutuskan kasus penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti sesuai dengan pasal 185 KHI, disarankan kepada tokoh ulama dan adat yang selama ini menolak konsep penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti supaya mendukung kembali nilai-nilai keadilan yang ditawarkan oleh KHI dan dipakai sebagai pedoman memasukkan KHI dalam silabus Fikih yang diajarkan di SMA, Madrasah Aliyah dan Pesantren, serta disarankan kepada Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe untuk melibatkan secara aktif tokoh ulama dan adat dalam program sosialisasi dan pelatihan KHI yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta lainnya.


(18)

Law Compilation. Based on the above background, a study on Substitute Heir/Heir Replacement in Islamic Inheritance Law in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe needs to be conducted.

The issuess raised in this study were how the concept of Substitute Heir/Heir Replacement is understood in Islamic Inheritance Law, how the Islamic Law Compilation was applied in the community members of Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe, and what constraints were faced in the application of the Islamic Law Compilation in relation to the case of Substitute Heir/Heir Replacement in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe. This descriptive analytical study with empirical/sociological juridical approach was to answer the issues raised with effective consideration by studying the validity and invalidity of a rule of law influenced by various factors such as such as changes in the community, cultural developments, and so forth.

The result of this study showed that the issue of the concept of Substitute Heir/Heir Replacement in Islamic Inheritance Law is regulated in Article 185 of in the Islamic Law Compilation, but in the community members of Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe solved the case of Substitute Heir/Heir Replacement through ShariaCourt. Even though the ShariaCourt has applied the Islamic Law Compilation in the case of Substitute Heir/Heir Replacement in accordance with Article 185 of in the Islamic Law Compilation, there are still many of the community members have not accepted the Islamic Inheritance Law due to the influence of local prominent religiuos scholars and adat leaders who are still holding on the classic fiqh book and existing old adat. The constraints faced in the application of the Islamic Law Compilation in the case of Substitute Heir/Heir Replacement in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe were, first, juridical constraint - the influence of the classic fiqh book as the handbook of the local prominent religious scholars and adat leaders in solving the case of Substitute Heir/Heir Replacement. The second was sociological constraints in the form of strong influence of local adat and the role of Religious Consultative Assembly (MPU) and Aceh Adat Assembly (MAA) in settling the case of Substitute Heir/Heir Replacement by using the classic fiqh book as the guidance and was stated in the fatwas of local religious scholars besides the less maximum understanding on the Islamic Law Compilation in settling the case of Substitute Heir/Heir Replacement. The panel of judges of the ShariaCourt in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe are suggested to make decision for the case of Substitute Heir/Heir Replacement based on the Article 185 of in the Islamic Law Compilation. The local prominent religious scholars and adat leaders who refused the concept of Substitute Heir/Heir Replacement are suggested to support the value of justice offered by the Islamic Law Compilation and to use it as the guidance to include the Islamic Law Compilation into the syllabus of Fiqh taught at SMA (Senior High School), Madrasah Aliyah and Pesantren (Islamic Boarding School). The ShariaCourt in Banda Sakti Subdistrict, the City of Lhokseumawe is suggested to actively involve the local prominent religious scholars and adat leaders in the Islamic Law Compilation socialization and training program conducted either by the government or other private sectors.


(19)

Kehidupan di zaman modern dan global sekarang telah jauh berbeda dengan kehidupan di zaman Rasulullah SAW. Perubahan sosial dalam berbagai aspek selalu melahirkan tuntutan agar perangkat hukum yang menata masyarakat haruslah ikut berkembang bersamanya.1

Perubahan sosial dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti kependudukan, habitat fisik, teknologi atau struktur dan kebudayaan masyarakat, sedangkan prosesnya dapat didorong oleh kemajuan sistem pendidikan, sikap toleransi terhadap penyimpangan perilaku, sistemstratifikasi sosial yang terbuka, tingkatheterogenitas

penduduk, dan rasa ketidakpuasan terhadap kondisi kehidupan tertentu.2

Dalam hubungannya dengan masyarakat, hukum mempunyai dua fungsi, yaitu sebagaisocial engineering dan social control. Pada fungsi pertama, hukum berperan menciptakan perubahan struktur sosial dan memacu masyarakat agar bergerak. Artinya hukum-hukum diatur untuk tujuan menggerakkan masyarakat pendukungnya supaya maju. Sebaliknya, pada fungsi kedua hukum itu berperan memelihara stabilitas sosial serta menggendalikan arah dan mengontrol lajunya perubahan masyarakat, agar tidak keluar dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam kaitan

1M.Hasballah Thaib,Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam,Konsentrasi Hukum

Islam( Medan : Pasca Sarjana USU, 2002), hal. 5

2

Soerjono Sukanto, Beberapa Permasalahan dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1975), hal. 139-140


(20)

ini, hukum selalu ketinggalan dari, dan mengalami tarik menarik dengan tuntutan perubahan masyarakat yang dinamis. Pada satu sisi hukum menggekang berbagai gerakan masyarakat, dan disisi lainnya dinamika masyarakat selalu menuntut agar hukum menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman.3

Indonesia adalah Negara hukum yang sangat majemuk akan segala budaya. Dalam perkembangan hukum yang terjadi di Indonesia, hukum Islam termasuk menjadi sumber hukum di Indonesia.4

Realitasnya, umat Islam merupakan jumlah mayoritas di negeri ini. Karenanya wajar jika harapan umat Islam pada umumnya menjadikan hukum Islam sebagai hukum positif bagi umat Islam Indonesia. Hal ini didasarkan pada cara berpikir pandangan hidup dan karakter suatu bangsa tercermin dalam kebudayaan dan hukumnya.5

Menurut pakar hukum Islam di Indonesia,6 pembaharuan hukum Islam yang terjadi saat ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : pertama, untuk mengisi kekosongan hukum karena norma-norma yang terdapat dalam kitab-kitab fikih tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum terhadap masalah yang baru terjadi itu sangat mendesak untuk ditetapkan. Kedua, pengaruh globalisasi ekonomi dan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga perlu ada aturan hukum

3

Ramlan Yusuf Rangkuti,Fiqih Kontemporer di Indonesia studi tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia( Medan : Pustaka Bangsa Press, 2010), hal. 44-45

4 Suparman Usman, Hukum Islam : Asas-asas Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata

Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), hal. 122 5

R. Subekti,Perbandingan Hukum Perdata, cet.XII, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1993), hal.3

6

Abdul Manan,Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 153-154


(21)

yang mengaturnya, terutama masalah-masalah yang belum ada aturan hukumnya. Ketiga, pengaruh reformasi dalam berbagai bidang yang memberikan peluang kepada hukum Islam untuk bahan acuan dalam membuat hukum Nasional. Keempat, pengaruh pembaharuan pemikiran hukum Islam yang dilaksanakan oleh para mujtahid baik ditingkat Internasional maupun tingkat Nasional, terutama hal-hal yang menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.7

Adanya faktor-faktor penyebab terjadinya pembaharuan hukum Islam sebagaimana tersebut diatas, mengakibatkan munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat Islam, baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut melahirkan sejumlah tantangan baru yang harus dijawab sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pembaharuan pemikiran hukum Islam. Untuk mengantisipasi masalah ini, maka

Ijtihad tidak boleh berhenti dan harus terus menerus dilaksanakan untuk mencapai solusi terhadap berbagai masalah hukum baru yang sangat diperlukan oleh umat Islam.8

Salah satu hukum Islam yang hingga sekarang masih berlaku dan diberlakukan di Indonesia khususnya bagi umat Islam adalah Hukum Waris atau yang disebut dengan Faraid. Hukum Waris Islam dianggap kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim. Ia dianggap sebagai compulsory law (dwingent recht) yakni hukum yang berlaku secara mutlak dan baku.9

7

Ramlan Yusuf Rangkuti, Op.Cit., hal. 45

8

Ibid. hal. 46

9

Aminullah HM,Sekitar Formulasi Hukum Kewarisan dalam semangat Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Munawir Sjadzali, dk.,Polemik Reaktualisasi(Jakarta : Pustaka Panjimas, 1998), hal. 164


(22)

Konflik tentang hukum Waris Islam di Indonesia terutama antara kelompok Klasik dengan kalangan yang menamakan dirinya kelompok Modernis masih merupakan fenomena yang mengisi teks-teks hukum Waris Islam, walaupun dapat dipastikan doktrin fikih waris sunni proSyafi’iyang banyak dianut dalam masyarakat muslim Indonesia. Terkait dengan kesejarahannya yang panjang sejak masuknya Islam di Indonesia.10

Doktrin fikih waris sunni pro Syafi’i hingga sekarang masih mewarnai dan menjadi pedoman yuridis para Hakim di Pengadilan Agama. Kebutuhan akan adanya suatu buku bagi Pengadilan Agama sudah lama menjadi catatan dalam sejarah Departemen Agama dalam mencapai keseragaman dan rujukan hakim-hakim pada Peradilan Agama.11

Berbagai polemik dalam hukum kewarisan Islam, terutama masalah penentuan dan bagian yang diterima oleh seorang ahli waris yang tidak diatur secara tegas atau pengaturannya secara garis besarnya dalam Al-Qur’an dan tidak ada penjelasan dari As Sunnah.

Suatu terobosan yang dilakukan di Indonesia dengan tetap mendasari kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Ijtihad para ulama fikih terdahulu, untuk dijadikan sebagai pedoman dan acuan dalam menyelesaikan suatu masalah kewarisan disusunlah suatu buku Kompilasi Hukum Islam yang berlaku dengan Instruksi

10

Rahmat Djatnika,Sosialisasi Hukum Islam dan Kontroversi pemikiran Islam di Indonesia, Cet II, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 244.

11

Amir Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal.1


(23)

Presiden Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, dan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 154 tahun 1991, tanggal 22 Juli 1991.

Sebelumnya dalam penyelesaian masalah kewarisan di Indonesia memakai hukum kewarisan dalam mazhabSyafi’idengan sistem patrilinial sesuai dengan Surat Edaran Biro Peradilan Agama Departemen Agama RI Nomor : B/1/735 tanggal 18 Februari 1958.

Kompilasi Hukum Islam terdiri dari 3 (tiga) buku yaitu : 1) Buku I : Hukum Perkawinan

2) Buku II : Hukum Kewarisan 3) Buku III : Hukum Perwakafan

Dalam KHI pengaturan tentang ahli waris dan bagian waris dimuat dalam buku II secara jelas dan yang merupakan ketentuan yang diatur dan diberlakunya ahli waris pengganti dalam pembagian warisan, yang selama ini dikenal dengan mazhab

Syafi’i.

Ahli waris pengganti pada dasarnya ahli waris karena penggantian, dapat diartikan sebagai orang-orang yang menjadi ahli waris karena orang tuanya yang berhak mendapat warisan meninggal lebih dahulu dari pada pewaris, sehingga kedudukannya digantikan olehnya.

Pasal 185 KHI berbunyi :

Ayat 1 : Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.


(24)

Ayat 2 : bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

Jika kita cermati bunyi Pasal 185 ayat 1 mengandung pengertian luas, yang sebelumnya para ahli fikih berbeda pendapat tentang kedudukan, jenis kelamin, hak yang diperoleh dan batasan bagian perolehan bagi mereka yang menjadi ahli waris pengganti. Dalam pasal tersebut semua perbedaan pendapat seperti diatas di akomodir menjadi satu pasal yang mengandung pengertian ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris dalam arti yang luas. Sistem kewarisan bilateral Hazairin dengan

mawali-nya pada prinsipnya sama dengan ahli waris pengganti di dalam KHI dengan tidak meninggalkan sistem kewarisan patrilinial Syafi’i yang tidak mengenal adanya ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris dengan acuan dan dasar utama Al-Qur’an.

Jadi dengan ada dan berlakunya Kompilasi Hukum Islam sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah kewarisan di Indonesia khususnya dalam hal adanya/ tampilan ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris sebagai yang mewaris bersama-sama dengan ahli waris lainnya.

Hazairin mengemukakan bahwa hukum kewarisan Islam menganut sistem kewarisan Bilateral. Hal ini didasari dari penafsiran Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 11, dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa anak laki-laki dan anak perempuan mewarisi dari ibu bapaknya. Ayah dan ibu mewarisi dari anaknya laki-laki maupun anak perempuan. Ini menunjukkan bahwa hak mewaris bagi anak laki-laki dan anak perempuan sama, artinya baik laki-laki ataupun perempuan mewaris tanpa melihat


(25)

apakah yang diwarisi itu laki-laki atau perempuan, apalagi kalau ayat ini dikaitkan dengan surat An-Nisa ayat 7 menunjukkan bahwa Al-Qur’an menghendaki sistem bilateral dalam bidang kewarisan. Jika mengenai persoalan cucu, maka konsistensi dengan ayat tersebut sangat penting, karena menurut Hazairin sistem kewarisan bilateral mempunyai konsekwensi untuk adanya sistem penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti dalam hukum kewarisan Islam.12

Penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti ditafsirkan dari ayat Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 33 yang dikatakan sebagai ayat yang mendasari adanya ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris. Ahli waris menurut Al-Qur’an oleh Hazairin dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu : 1) Dzawu-al-faraid, 2) Dzawu al-qarabat, 3) Mawali.

Dalam Al-Qur’an suart An-Nisa ayat 33 dijumpai katamawali:

“Wa likullin Ja’alna mawalia taraka walidani walaqrabuna, walladzina’aqadat’aimanukum, faatuhum nasibahum”.

Hazairin menerjemahkan nasibahum sebagai bagian kewarisan yaitu sesuatu bagian dari harta peninggalan. Ayat ini menjelaskan bahwa nasib itu diberikan kepadamawali.13

Pewaris adalah ayah atau ibu atau aqrabun. Jika ayah atau ibu yang meninggal maka yang mewarisi dan seandainya anak atau salah seorang dari anaknya meningga lebih dahulu dari pewaris (ayah atau ibu) maka diberikan kepada cucu

12Hazairin,Hendak Kemana Hukum Islam, (Jakarta : Tintamas, 1960), hal. 7 13Ibid, hal. 29


(26)

sebagai mawali dari anak yang meninggal tadi, maksudnya mawali si anak tersebut ikut serta sebagai ahli waris terhadap harta pewaris (orang tua). Hubungan kewarisan yang menyebabkan si cucu menjadi ahli waris atas dasar pertalian darah antara si meninggal dengan mawali-nya (cucu) adalah hubungan si pewaris dengan keturunannya melalui mendiang anaknya yang sudah meninggal.

Pemberlakuan hukum kewarisan Islam secara formil tersebut bukan berarti tidak dibenarkannya terjadinya pembagian harta warisan keluarga muslim diluar Pengadilan Agama yang bersifat non Litigasi didasarkan karena hukum kewarisan Islam dianggap sebagai hukum-hukum yang mengatur private atau keperdataan. Munculnya persoalan di Pengadilan Agama hanya terjadi jika ketidak sepakatan keluarga muslim dalam pembagian kewarisan yang mereka akan terima atau salah satu pihak di antara mereka tidak mau melaksanakan hukum kewarisan Islam. Pengadilan Agama akan menentukan bagian masing-masing ahli waris didasarkan pada pedoman dokumenyustisiaberupa Kompilasi Hukum Islam yang termuat dalam Bab. II Ketentuan Hukum Kewarisan. Ada 22 pasal yang memuat ketentuan hukum Kewarisan yaitu pasal 171 sampai dengan pasal 193. Sedangkan pasal yang berhubungan erat dan memiliki pengaruh perhitungan dengan hukum kewarisan adalah tentang Wasiat yakni pasal 193 sampai dengan pasal 209. Sedangkan bahasan tentang Hibah dimulai dari pasal 210 sampai dengan pasal 214. Kompilasi Hukum Islam yang memuat hukum keluarga bagi umat Islam sebagian kecil masih menimbulkan pro dan kontra. Salah satunya menyangkut persoalan Ahli Waris Pengganti atau Penggantian Tempat Kedudukan Ahli Waris yang dalam Ilmu Hukum


(27)

dikenal dengan Plaatsvervulling yang termuat dalam pasal 185 Kompilasi Hukum Islam.14

Dalam kitab-kitab fikih atau buku-buku yang ditulis para Yuris Islam tidak mengenal sebutan Ahli Waris Pengganti ataupun Penggatian Tempat kedudukan ahli waris (plaatsvervulling) seperti yang tersebut dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam. Ini merupakan dekontruksi atas pendapat umum dalam hukum kewarisan Islam. Hukum Islam normatif, sebagaimana kebanyakan yang menjadi pendapat umum dikalangan ahli hukum kewarisan menentukan bagian masing-masing ahli waris berdasarkan apa yang tersebut dalam teks-teks Suci Al-Qur’an dan penguatan pengetahuan dari Hadist Nabi Muhammad SAW.

Menurut kebanyakan para Yuris Islam, teks suci Al-Qur’an telah rinci menjelaskan tentang pembagian warisan bagi orang muslim. Mustahil ada celah untuk mempengaruhinya, baik secara sosiologis maupun filosofis. Ini berarti masalah kewarisan Islam dianggap kelompok ini sabagai hal yang final danQoth’i. Pengertian

qoth’i maksudnya petunjuk yang telah jelas sebagai lawan zhonni yang artinya ada kesamaran. Kajian ushul fiqih untuk maksud tersebut diatas diistilahkan dengan

Qoth’i al Dilalah (petujuk yang jelas maksudnya) dan Zhonni al Dilalah (petunjuk yang tidak jelas maksudnya).15

Memahami salah satu dari sekian ayat tentang hukum waris Islam dalam teks suci Al-Qur’an, hukum kewarisan Islam secara mendasar dipahami sebagai ekspresi

14Ibid. hal. 19-20

15 A. Sukris Sarmadi, Membangun Refleksi Nalar, Filsafat Hukum Islam Paradigmatik, (Yogyakarta : Pustaka Prisma, 2007), hal. 41


(28)

langsung dari teks-teks suci sebagaimana pula yang telah disepakati keberadaannya, bila dirincikan, sebagai berikut :

1. Cara pembagian antara laki-laki dengan perempuan adalah berbanding 2 : 1 berdasarkan Q.S. An Nisa ayat 11;

2. Anak perempuan yang berjumlah lebih dari dua orang, secara kolektif memperoleh bagian dua pertiga dan jika ia hanya seorang saja akan mendapatkan bagian seperdua, berdasarkan Q.S. An Nisa ayat 11;

3. Ayah dan Ibu mendapatkan seperenam bagian jika pewaris memiliki anak. Jika pewaris tidak memiliki anak, maka bagian ibu menjadi sepertiga kecuali jika pewaris walaupun tidak punya anak tetapi punya saudara-saudara maka ia hanya memperoleh seperenam, berdasarkan Q.S. An Nisa ayat 11;

4. Harta warisan adalah bagian harta sisa setelah harta peninggalan pewaris dibayarkan untuk wasiat dan segala utangnya jika ada, berdasarkan Q.S.An.Nisa ayat 11;

5. Suami memperoleh seperdua dari istrinya yang meninggal dunia (pewaris) jika mereka tidak mempunyai anak dan jika mempunyai anak maka bagiannya menjadi seperempat, berdasarkan Q.S.An Nisa ayat 12;

6. Istri akan memperoleh seperempat dari suaminya yang meninggal (pewaris) jika suami tidak mempunyai anak, tetapi ia akan memperoleh seperdelapan jika mempunyai anak, berdasarkan Q.S. An Nisa ayat 12;

7. Ahli Waris, apabila hanya ada seorang saudara laki-laki atau saudara perempuan saja dari mayit (pewaris) tanpa adanya ayah dan anak dari pewaris maka


(29)

masing-masing mereka memperoleh seperenam dan jika mereka lebih dari seorang, secara kolektif mereka memperoleh sepertiga, berdasarkan Q.S An Nisa ayat 12; 8. Pewaris yang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak, tetapi mempunyai

saudara perempuan, maka bagi saudara perempuan tersebut memperoleh dua pertiga. Apabila mereka dua orang atau lebih maka akan memperoleh dua pertiga berbagi sesama mereka. Teknis ini terjadi pula jika pewaris meninggalkan saudara laki-laki maka ia akan berbilang, lelaki dan perempuan, mereka memperolehnya secara kolektif dengan perbandingan untuk seorang lelaki seumpama seorang perempuan, berdasarkan Q.S An Nisa ayat 176.

Berdasarkan pendapat umum dalam hukum Islam yang dipahami dari ayat-ayat diatas, tidak ada istilah Ahli waris pengganti ataupun penggantian tempat ahli waris (plaatsvervulling). Seseorang memperoleh hak waris dikarenakan ditentukan dalam hukum itu sendiri berhak menerima waris dengan bagian yang berbeda-beda. Misalnya tentang anak-anak memperoleh hak bagi anak lelaki dua kali lipat dari anak perempuan, jika anak lelaki sendirian atau bersama dengan anak lelaki lain maka mereka mendapatushubahyakni menghabiskan semua sisa harta. Sedangkan anak perempuan memperoleh ½ bila sendirian tanpa anak lelaki.

Anak-anak pancar lelaki (para cucu pancar lelaki) memperoleh ushubah

(mengambil semua sisa) jika sipewaris tidak mempunyai anak dan tidak ada ahli waris lain. Jika ia bersama dengan cucu lelaki pancar lelaki lain maka ia berbagi sama dan jika bersama dengan cucu perempuan pancar lelaki, maka cucu lelaki


(30)

pancar lelaki memperoleh dua bagian (2 : 1). 16sedangkan cucu perempuan pancar lelaki memperoleh bagian separoh (1/2) bila ia hanya sendirian dan 2/3 bila ia dua orang atau lebih. Jika ia bersama dengan cucu lelaki pancar lelaki maka ia peroleh bagian separoh dari saudaranya lelaki (cucu pancar lelaki).17

Pemahaman terhadap anak lelaki dan anak perempuan pewaris dengan metode berfikir qias (analogi). Mereka juga memperkuat pendapat tersebut dengan dasar pendapatIbnu Mas’ud, RA(sahabat Rasulullah SAW) yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad, SAW memahamkan demikian, yang artinya sebagai berikut :

Huzail Ibnu Surajil berkata, ditanyai Abu Musa tentang anak perempuan, cucu perempuan pancar lelaki dan saudara perempuan kandung maka Abu Musa berkata bahwa anak perempuan memperoleh ½ dan saudara perempuan 1/2. lalu aku datang kepada Ibnu Mas’ud RA maka ditanyakan kepadanya, lalu Ibnu Mas’ud RA mengabarkan perkataan Abu Musa RA berkata, sungguh aku sesat jika tidak termasuk orang yang diberi petunjuk, aku memutus dengan apa yang diputus oleh Nabi Muhammad, SAW yaitu anak perempuan ½, cucu perempuan pancar lelaki 1/6 sebagai penyempurna dua pertiga dan sisanya untuk saudara perempuan. Maka aku datang kepada Abu Musa berkata, aku tidak pernah ditanyai tentang itu selama ini.”H.R.Bukhari18

Selanjutnya tentang cucu lelaki atau perempuan pancar perempuan, mereka dianggap tidak berhak atas waris bila masih ada far’u waris berupa ashabul furud

(orang-orang yang telah ditentukan bagiannya) dan ashoba (orang yang mengahabisi sisa). Mereka digolongkan termasuk sebagai dzawil arham yakni golongan yang

16Fathurrahman,Ilmu Waris, Cet. II, (Bandung : Al Ma’arif, 1981), hal. 196. 17Ibid, 174.

18Hadist Bukhari no. 6239, lihatKutubus Sittah, 1991-1997, Mau suatu al Hadist al syarif, Global Islamic Software Company :Jami’i al Huquq mahfudzah lisirkati al Baramij al Islamiyati al daulati. Sebagian pendapat kontra menganggap hadist ini adalah bukan dari Nabi Muhammad SAW, tetapi hanya merupakan pendapat dari sahabat Ibnu Mas’ud dan Abu Musa.


(31)

bukanashabul furuddanasobah.19alasan umum pendapat mereka adalah bahwa cucu perempuan pancar perempuan tidak dibicarakan dalam teks-teks Al-Qur’an. Kelompok ini di sponsori oleh mayoritas jumhur ulama dan madzab sunni (terutama imam 4 madzab). Artinya, tidak ditemukan ada istilah ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris sebab orang-orang tertentu berhak atas suatu fard

(perolehan bagian waris) yang disebut dengan ashabul furud dan ashobah. Sedangakandzawil arhamadalah orang yang memperoleh hak dikarena kan tidak ada

ashabul furuddanashobah.

Pendapat tersebut ditentang oleh sebagian tokoh Islam. Beberapa buku waris mempersoalkannya. Mereka lebih memahami bahwa para cucu, baik laki-laki maupun perempuan pancar perempuan berhak memperoleh bagian sebagaimana hak para cucu pancar lelaki. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Syiah. Mereka tidak boleh dibedakan. Mereka bukan anak pisang terbalik seperti anak pisang Minangkabau.20

Berdasarkan adanya istilah ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris memungkinkan terjadinya penafsiran. Hukum tidak mutlak digerakkan oleh hukum positif atau hukum peraturan perundang-undangan, tetapi hukum progresif

juga bergerak pada arah non-formal. Jika peraturan masih terlihat kurang baik, hakim harus berupaya melakukan interpretasi progresifnya sedemikian rupa yaitu dengan hati nurani, melihat hukum bukan hanya dalam dataran yang tertulis dari teks

19

Fathurrahman,Op Cit. hal. 351-362

20

Sajuti Thalib, 2002. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cet. VII, (Jakarta: Sinar Grafika), hal.157


(32)

formalnya tetapi juga pada teks non formal. Disini hukum dibaca secara kontekstual, bukan secara tekstual, sehingga berani keluar dari hal-hal yang bersifat prosedural dan mencari serta menemukan hakikat dari suatu peraturan, Pada akhirnya akan terbaca teks hukum secara kontekstual, filosofis, sosiologis dan yuridis di mana suatu teks hukum selalu menyatakan lebih dari yang dimaksudkan yang tidak lain untuk tujuan kemaslahatan, kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat.

Hukum akan terlibat dalam bentuknya yang asli yaitu hukum progresif. Seperti dalam analisis hukum penggantian tempat ahli waris/ahli waris pengganti, kesan yang bisa diambil secara substansif merupakan pemikiran untuk dan agar cucu pancar perempuan akan memperoleh haknya yang berbeda dengan pendapat umum dalam hukum waris. Bisa jadi merupakan wajah lama yang muncul dalam istilah baru atau pendapat yang menentang sistem pendapat kaum klasik selama ini yang banyak mengisi buku-buku waris Islam. Jelasnya, terjadidekontruksihukum kewarisan Islam yang selama ini telah dianggap preskriptif yang tak dapat dirubah.

Secara historis, ada beberapa problem hukum waris yang menjadi polemik para yuris klasik karena nas tentangnya tidak tegas. Kenyataannya demikian, munculnya hukum waris aliran madzhab hukum Sunni dan Syiah serta perbedaan-perbedaan lainnya antar kalangan mereka tentang berbagai hal mengenai kewarisan secara tidak langsung mendukung pendapat di kalangan tertentu yang menginginkan


(33)

adanya pembaharuan hukum waris. Pendapat ini pada kenyataannya banyak ditentang oleh para yuris Islam di dunia maupun di Indonesia.21

Allah SWT menjadikan mawali bagi seseorang (si fulan) bukanlah sia-sia, tetapi ada maksudnya. Harta itu memang bukan untuk si fulan, karena dia sendiri telah meninggal dunia terlebih dahulu sebelum si pewaris meninggal. Tetapi bahagian yang diperolehnya seandainya dia masih hidup pada saat si pewaris mewariskan harta peninggalannya akan dibagi-bagikan kepada mawalinya itu, mereka bukan sebagai ahli waris si fulan, tetapi sebagai ahli waris dari yang mewariskan kepada si fulan tersebut, misalnya bapak atau ibu si fulan tersebut. Pengertian tersebut tergambar bagi seorang bapak atau ibu yang diwarisi oleh anak-anaknya bersama-sama dengan

mawali bagi anak-anaknya yang telah lebih dahulu meninggal. Bisa saja terjadi pengertian lain, seperti bagi seorang bapak atau ibu yang hanya diwarisi olehmawali

untuk anak-anaknya yang semuanya telah meninggal terlebih dahulu.22

Wasiat wajibah adalah kata mejemuk terdiri dari dua kata, yaitu wasiat dan

wajibah. Kata wasiat berasal dari bahasa Arab dapat berarti membuat wasiat atau berwasiat, dan terkadang dipergunakan untuk sesuatu yang diwasiatkan.23 Kata

wajibah merupakan istilah fikih, yang berasal dari kata wajib yang telah mendapat penambahan ta ta’nis. Zaki Sya’ban menyebut pengertian wajib itu :24 Yang terjemahannya “Sesuatu perbuatan yang diperintahkan Allah SWT, untuk melaksanakannya secara keharusan, baik dia diperoleh dari kata perintah itu sendiri

21

Yahya Harahap, Praktek Hukum Waris Tidak Pantas Membuat Generalisasi, dalam Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas,1988), hal. 139

22Hazairin 2,Op.Cit, hal. 29-31

23Louis Ma’luf, Al-Munjid,Op. Cit, hal. 904.

24Zaki al-Din Sya’ban dalam A. Sukris Sarmadi,Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam


(34)

(amar) atau dari tanda-tanda lain yang dapat dipahami sebagai perintah. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa wasiat wajibah adalah sesuatu perintah syar’i (Allah SWT) yang merupakan keharusan untuk mentasaruffkan peninggalan yang ditangguhkan waktunya sampai setelah terjadinya kematian.

Menurut Fatchurrahman, yang dimaksud wasiat wajibah adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau memberikan putusan wajib wasiat bagi orang yang telah meninggal, yang diberikan kepada orang-orang tertentu, dalam keadaantertentu.25 Seiring demikian, adanya pasal 185 dalam Kompilasi Hukum Islam dengan menyebut penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti sangatlah menarik dicermati dan diteliti. Pertanyaan seperti Bagaimana Konsep penggantian ahli waris pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam, Bagaimana penerapan Kompilasi Hukum Islam dalam kasus ahli waris pengganti serta hambatan – hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian diharapkan dapat menemukan hukum yang berkaitan dengan penggatian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti, baik dari segi normatif, filosofis keadilan maupun sosiologisnya, untuk kepentingan khazanah pengetahuan hukum pada umumnya khususnya di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

B. Perumusan Masalah.

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep ahli waris pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam ?


(35)

2. Bagaimana Penerapan KHI dalam kasus ahli waris pengganti di Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ?

3. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan KHI dalam Kasus ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis konsep ahli waris pengganti dalam Hukum Kewarisan Islam.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penerapan KHI dalam kasus ahli waris pengganti di Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan apa yang dihadapi dalam

penerapan KHI pada kasus ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis dan secara praktis, yaitu :

1. Secara Teoritis

Secara Teoritis, diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dapat menambah wawasan berfikir dan kajian pembaca mengenai


(36)

aturan penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti dan besarnya bagian warisan terhadap penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti tersebut.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan, bagi para Hakim, Tokoh Ulama, Tokoh Adat, Cendikiawan Muslim, Notaris, Akademisi, Pengacara serta Mahasiswa dalam menyelesaikan perselisihan mengenai penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti dan besarnya bagian yang bisa diberikan kepada penggantian tempat ahli waris/ ahli waris pengganti tersebut di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang khususnya dilingkungan Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan Judul “ Analisis Yuridis Penerapan KHI dalam Penggantian Tempat Ahli Waris pada Masayarakat Aceh di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe”. Ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya , namun ada satu yang membahas mengenaiMunasakhah, yaitu yang diteliti oleh :

Sri Isnaida, NIM 107011070, Mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2010, berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Munasakhah Dalam Perspektif Hukum Waris Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77/Pdt.P/2009/PA Mdn). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :


(37)

2. Bagaimana Menyelesaikan KasusMunasakhah.

3. Apakah yang menjadi dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan kasus Munasakhah dalam penetapan Pengadilan Agama Medan No. 77/Pdt.P/2009/PA. Mdn.

Dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksud untuk memberikan gambaran dan menjelaskan suatu masalah.26 Menurut Neuman “ Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstarksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memandatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.”27

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian teori adalah :

1. Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.

2. Penyelidikan eksperiment yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan argumentasi.28

26 R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : PT. Reflika Aditama, 2004), hal 21

27W.L. Neuman, Social Research Methods,(Allyn dan Bacon, London, 2004), Cet 6, hal.20 28Pusat bahasa Depertemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2002), hal. 1177.


(38)

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman dan petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.29 Sedangkan kerangkat teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, mengenai suatu permasalahan yang menjadi dasar pertimbangan atau pegangan teoritis.30

Teori dipergunakan untuk menjelaskan secara teoritis antara variable yang sudah diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antara variable bebas (independent) dan variable tak bebas (dependent). Telaah teoritis dan temuan penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan prediksi dan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.31 Dalam penelitian ini menggunakan teori keadilan yang dipergunakan sebagai pisau analisis (grand theory) penelitian ini juga didukung dengan teori Maslahat Mursalah serta teori positif dan teori kepastian hukum. Teori-teori ini mempunyai nilai sangat penting dalam memecahkan masalah dan mempunyai keterkaitan satu sama lainnya.

Teori keadilan diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengatualisasikannya. Yang kemudian oleh John Rawls yang hidup pada awal abad

29Lexy Meleong,Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remma Rosdakarya, 2002), hal. 35

30M. Soly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, ( Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27 31Agusri Pasaribu,Metodelogi Nomotetik dan Idiografi serta Triangalasi,(Medan :


(39)

21 lebih menekankan pada keadilan sosial,32 Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah :

1. Jaminan stabilitas hidup, dan;

2. Keseimbangan kehidupan pribadi dan kehidupan bersama.

Teori keadilan dalam hukum Islam, persyaratan adil sangat menentukan besar atau tidaknya dan sah atau batalnya suatu pelaksanaan hukum. Umpamanya dalam kewarisan, sebagaimana dikemukakan olehHusanain Muhammad Makhluf,ahli Fikih Kontemporer asal Mesir, bahwa Islam mensyariatkan aturan hukum yang adil karena menyangkut penetapan hak milik seseorang, yakni hak yang harus dimiliki seseorang sebagai ahli waris dengan sebab meninggalnya seseorang yang lain.33

Disini akan terjadi pemindahan pemilikan harta dari yang meninggal kepada ahli warisnya (mustahik) harus adil, tidak boleh berlaku aniaya atau pengurangan yang satu untuk ditambahkan kepada bagian yang lain. Ini semua telah diatur oleh agama, seperti warisan yang diperoleh bagian laki-laki adalah dua bagian dari bagian perempuan, atau suami memperoleh setengah harta warisan jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak, dan seterusnya (QS.An-Nisa : 11-12, dan 176). Ini merupakan ketentuan atau keadilan dari Allah SWT dan siapa yang mematuhinya akan masuk syurga (QS.An-Nisa : 13).

Salah satu asas penting dalam sistem kewarisan dalam hukum Islam adalah asas keadilan berimbang, yang maksudnya adalah seseorang akan memperoleh hak

32 John Rawls, Modern Jurisprudensi, (Kuala Lumpur : Internasional Law Book Review, 1994), hal. 278

33 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 106


(40)

dalam harta kewarisan seimbang dengan kepercayaannya. Salah satu bentuk keadilan berimbang ini dapat dilihat pada kasusAuldanRadd.

Contoh lain, kasus ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris, berdasarkan asas keadilan berimbang ini, bila seorang cucu yang secara kebetulan ayahnya terlebih dahulu meninggal dunia dari kakek, dan pamannya, kehidupannya sudah terlunta-lunta, lantas tidak diberikan pula harta warisan dari kakeknya kepadanya.34

Keadilan dalam warisan tidak berarti membagi sama harta warisan semua ahli waris, tetapi berpihak kepada kebenaran sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Jika laki-laki memperoleh lebih banyak dari perempuan ini terkait dengan tanggung jawab laki-laki yang lebih besar daripada perempuan untuk membiayai rumah tangganya.

Disamping teori keadilan diatas, juga digunakan teori Maslahat Mursalah

Untuk menjamin proses penegakan hukum waris Islam di kalangan umat muslim, teori maslahat mursalah dapat digunakan sebagai teori aplikasi, terutama kaitannya dengan ahli waris pengganti/ Penggantian tempat ahli waris menurut hukum Islam.

Maslahat, atau dalam bahasa Arab biasa disebut al-mashlahah, artinya adalah manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat.35istilah ini dikemukakan ulama Ushul Fikih dalam membahas metode yang dipergunakan saat melakukan

istinbath(menetapkan hukum berdasarkan dalil-dalil yang terdapat pada nash).

34Hasballah Thaib, Ilmu Hukum Waris Islam, (Medan : Magister Kenotariatan, 2011), hal. 17 35Zamakhsyari,Teori-Teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung :


(41)

Keberadaan maslahat menurut syarak, Mustafa asy-Syalabi membaginya sebagai berikut :

1. Kemaslahatan yang didukung oleh syarak. Artinya ada dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut.

Misalnya, hukuman bagi orang-orang yang meminum minuman keras yang terdapat dalam hadist Rasulullah SAW ketika melaksanakan hukuman bagi orang yang meminum minuman keras.

2. Kemaslahatan yang ditolak oleh syarak, karena bertentangan dengan ketentuan syarak.

Misalnya, syarak menenunkan bahwa orang yang melakukan hubungan seksual di siang hari dalam bulan Ramadhan dikenakan hukuman memerdekakan budak, atau puasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan bagi enam puluh fakir miskin (HR Bukhari dan Muslim).

Yahya bin Yahya al-laitsi, ahli fikih mazhab maliki di Spanyol, menetapkan hukuman puasa dua bulan berturut-turut bagi seseorang (penguasa Spanyol) yang melakukan hubungan seksual dengan istrinya disiang hari dalam bulan Ramadhan.

Ulama memandang hukum ini bertentangan dengan hadist Rasulullah SAW diatas, karena bentuk-bentuk hukuman itu harus diterapkan secara berurut. Apabila tidak mampu memerdekakan budak, baru dikenakan puasa dua bulan berturut-turut.

Karenanya, ulama Ushul Fikih memandang mendahulukan hukuman puasa dua bulan berturut-turut dari memerdekakan budak merupakan kemaslahatan yang bertentangan dengan kehendak syarak, sehingga hukumannya batal (ditolak) syarak. Kemaslahatan seperti ini menurut kesepakatan ulama di sebutal-mashlahah al-mulghah.

3. Kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syarak dan tidak pula dibatalkan (ditolak) syarak melalui dalil yang rinci. Kemaslahatan dalam bentuk ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syarak, baik secara rinci maupun secara umum, dan

b. Kemaslahatan yang tidak ada dukungan dari syarak secara rinci, tetapi didukung oleh makna sejumlah nash.

Kemaslahatan yang pertama disebut dengan al-mashlahah al-Gharibah


(42)

secara pasti. Bahkan Imam asy-Syatibi menyatakan bahwa kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam praktek, sekalipun ada teori.36

Sedangkan kemaslahatan dalam bentuk kedua disebut mashlahah al-mursalah. Kemaslahatan ini didukung oleh sekumpulan makna nash (ayat dan hadist) bukan nash yang rinci.

Ulama ushul fikih sepakat menyatakan bahwa al-mashlahah al-mu’tabarah

dapat dijadikan sebagai hujjah (alasan) dalam menetapkan hukum Islam. Kemaslahatan seperti ini termasuk metode Qiyas. Mereka juga sepakat menyatakan bahwa al-mashlahah al-mulghah tidak dapat dijadikan landasan dalam menetapkan hukum Islam, demikian juga dengan al-mashlahah al-Gharibah, karena tidak ditemukan dalam praktek.37

Adapun terhadap kehujjahan al-mashlahah al-mursalah, pada prinsipnya jumhur ulama mazhab menerimanya sebagai salah satu alasan dalam menetapkan hukum syarak, sekalipun dalam menentukan syarak, penerapan, dan penempatannya, mereka berbeda pendapat.

Untuk bisa menjadikan al-mashlahah al-mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum, mazhabMalikidanHambalimensyaratkan tiga hal, yaitu :

1. Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syarak, dan termasuk ke dalam jenis kemaslahatan yang didukung nash secara umum.

2. Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar perkiraan, sehingga hukum yang ditetapkan melalui al-maslahah al-mursalah itu benar-benar menghasilkan manfaat dan menghindari atau menolak kemudharatan.

36Ibid, hal. 43


(43)

3. Kemaslahatan itu menyangkut kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pribadi atau kelompok kecil tertentu.38

Al-Ghazali, bahkan secara luas dalam kitab Ushul Fiqihnya, membahas permasalahan al-maslahah al-mursalah. Ada beberapa syarat yang dikemukakan terhadap kemaslahatan yang dapat dijadikan hujjah dalam melakukanistinbath, yaitu:

1. Maslahah itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan syarak.

2. Maslahah itu tidak meninggalkan atau bertentangan dengan nash syarak. 3. Maslahah itu termasuk ke dalam kategori maslahah yang ad-Dharuriyah,

baik menyangkut kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan orang banyak.39

Untuk syarat yang terakhir, al-Ghazali juga menyatakan bahwa yang al-hajiyyah, baik menyangkut kepentingan orang banyak bisa menjadiad-Dharuriyah.

Berdasarkan uraian diatas, Pemberian warisan kepada cucu sebagai ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris termasuk dalam kategori Mashlahah al-Mursalahkarena tidak disebutkan secara rinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak ada pula ada ayat dan hadist yang bertentangan dengan konsep ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris tersebut.

Digunakan pula teori positif dalam penulisan ini juga, yaitu sebagaimana yang dipelopori olehJhon Austin. Hukum itu sebagaia command of the law giver(perintah dari pembentuk hidup terhadap atu penguasa) yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu system yang logis, tetap dan bersifat tertutup (close logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik

38Zamakhsyari, Op.Cit, hal 46 39Ibid,hal. 47


(44)

buruk.40 Yang dinamakan sebagai hukum mengandung didalamnya suatu perintah, sanksi kewajiban dan kedaulatan.

Sedangkan Teori Kepastian Hukum di Indonesia sebagai negara yang berlandaskan hukum sedang mengalami masa transisi, yaitu sedang terjadi perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dari nilai-nilai tradisional ke nilai-nilai modern.41Namun, masih terjadi persoalan nilai-nilai manakah yang hendak ditinggalkan dan nilai-nilai baru yang akan menggantikannya, sudah barang tentu dalam proses perubahan ini akan banyak dihadapi hambatan-hambatan yang kadang-kadang akan menimbulkan keresahan-keresahan maupun kegoncangan di dalam masyarakat.

Mochtar Kusumaatmadja misalnya, mengemukakan beberapa hambatan utama seperti jika yang akan diubah itu identik dengan kepribadian nasional, sikap golongan intelektual dan pimpinan masyarakat yang tidak mempraktekkan nilai-nilai yang dianjurkan disamping sifat heterogenitas bangsa Indonesia, baik yang tingkat kemajuannya, agama serta bahasanya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.42

Menurut Roscoe Pound salah seorang pendukung Socialogical Jurisprudence

menyatakan, hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering), tidak hanya sekedar melestarikan status quo.43

40Lili Rasyidi dan Ina Thania Rasyidi,Pengantar Filasafat Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2002), hal. 55

41Ibid. hal. 20

42Kuntjaraningrat,Pergeseran Nilai-nilai Budaya dalam Masa Transisi termuat dalam

Simposium Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi, (Badan Pembinaan Hukum Nasional, Banacipta, 2009), hal. 25

43Darji Darmodiharjo dan Shidarta, pokok-poko Filsafat Huku, Apa dan Bagaimana Filsafat


(45)

Kepastian hukum mengandung dua pengertian, pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-undang. Melainkan juga konsistensi dalam putusan hakim untuk kasus serupa yang telah diputus.44

Kepastian hukum adalah merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.45

MenurutScheltema, adanya unsur-unsur dalam kepastian hukum, meliputi : 1. Asas legalitas;

2. Adanya undang-undang yang mengatur tindakan yang berwenang sedemikian rupa, sehingga warga dapat mengetahui apa yang diharapkan; 3. Undang-undang tidak boleh berlaku surut;

4. Pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan yang lain.46

44Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008), hal. 158

45Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1999), hal. 145

46Ida Bagus Putu Kumara Ady Adyana,Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Materi

Muatan Peraturan Perundang-undangan, (Malang; Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, 2010), hal. 95


(46)

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.47

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas.48

Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.49

Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar didalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :

a. Analisis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lengkap adalah masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya, proses pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan akan kebenarnnya, menganalisis (v) melakukan analisis.50

47

Sumardi Suryabrata,Metodelogi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 4 48

Masri Singaribun dkk,Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1998), hal. 34

49

Sanapiah Faisal,Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 107-108


(47)

b. Yuridis artinya sesuatu yang sudah terjamin kebenarannya dan terbukti secara hukum adanya.

c. Kompilasi Hukum Islam adalah Hukum Nasional Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah yang terkodifikasi dan unifikasi yang pertama saat ini dan diperlukan untuk landasan rujukan setiap keputusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah.51

d. Ahli Waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.52

e. Penggantian Tempat Ahli Waris/ Ahli Waris Pengganti adalah pengganti dalam pembagian warisan bilamana ahli waris tersebut lebih dahulu meninggal dunia dari sipewaris, maka warisannya dapat diterima kepada anak-anak waris yang meninggal.53

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu kebenaran. Metodelogi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) jenis penelitian yaitu penelitian normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan, sedangkan yang dimaksud dengan

51M. Hasballah Thaib, Ilmu Hukum Waris Islam, (Medan : USU, 2006), hal. 11 52Ibid.


(48)

penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat ada yang melalui wawancara langsung. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian yuridis empiris dengan melakukan kajian yang komprehensif dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung ke lokasi penelitian, sedangkan untuk mendukung hasil wawancara dilakukan dengan metode normatif, yaitu dengan mengkaji berbagai sumber hukum yang berlaku.

1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan diatas, Guna mengumpulkan data dilakukan dengan penelitian bersifat deskriftif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan/melukiskan dan menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap data-data dan fakta-fakta yang ditemukan dalam kitab-kitab fikih klasik dan data-data serta fakta-fakta yang terdapat dalam KHI. Karena istilah ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris merupakan masalah baru, tidak semua orang mengetahuinya dan dapat menimbulkan kekhilafan dalam kehidupan umat Islam. Sedangkan analitis dalam arti bahwa hasil dengan melakukan analisis terhadap data yang ada, untuk melihat proses penyelesaian ahli waris pengganti karena menyangkut kepentingan umum.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris/sosiologis, didahulukan dengan meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan bahwa efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor


(49)

seperti perubahan yang terjadi dalam masyarakat, perkembangan kebudayaan dalan lain-lain.54

3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe dimana Pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan bahwa terdapat Kasus Ahli Waris Pengganti yang diselesaikan secara Adat yang bersumber pada kitab-kitab fikih klasik oleh Tokoh Agama dan Adat yang terjadi di daerah tersebut dibandingkan dengan daerah lain serta diselesaikan menurut Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam Indonesia dan disamping itu juga karena di Kecamatan tersebut Pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe.

4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi sebagai keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama,55 maka populasi penelitian ini adalah Ahli waris dan Ahli waris pengganti/ penggantian tempat ahli waris yang berada di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Dengan pertimbangan sample yang dipilih adalah lima puluh persen dari 6 (enam) kasus ahli waris pengganti/penggantian tempat ahli waris yang telah diputuskan sesuai dengan pasal 185 KHI dan secara 6 (enam) secara Fikih Klasik di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

Responden terdiri dari 3 orang ahli waris pengganti dan 3 orang ahli waris. Sedangkan Narasumber terdiri dari 2 orang Ulama dari MPU, 2 orang Tokoh Adat dari MAA serta 3 orang Hakim.

54Muchtar Alamsyah, kedudukan Ahli Waris Pengganti dalam Pewarisan Studi pada wilayah

Hukum Mahkamah Syari’ah Bireuen, (Medan : Cita Pustaka Media Perintis, 2008), hal. 35

55Soerjono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif suatu Tujuan Singkat, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 21


(50)

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber data tersebut terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang antara lain dari :

1. Al-Qur’an dan Hadist; 2. Kompilasi Hukum Islam; 3. Hasil wawancara.

b. Bahan Hukum Sekunder yang merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa :

1. Buku-buku; 2. Jurnal-jurnal; 3. Majalah-majalah; 4. Artikel-artikel media;

5. Dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier yang merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti :

1. Kamus Inggris-Indonesia; 2. Kamus Hukum Arab-Indonesia; 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia;


(51)

4. Ensiklopedi Hukum Islam.

6. Analisa Data

Analisis data yaitu melakukan suatu proses atau langkah-langkah dalam pengorganisasian yang mengurutkan bahan hukum yang dikumpulkan pada suatu pola kategori dan satuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan diatas. Jadi, bahan hukum yang diperoleh dari kepustakaan, bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder seperti buku-buku teks, literatur, karya tulis ilmiah dan bahan hukum tersier seperti kamus, tulisan, dan lain-lain diuraikan dan dihubungkan begitu rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna membahas dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.


(52)

BAB II

KONSEP PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS/ AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM

A. Tinjauan Umum tentang Hukum Kewarisan Islam

1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam

Hukum yang mengatur tentang peralihan harta warisan dari pewaris kepada ahli waris dinamakan hukum kewarisan, yang dalam hukum Islam dikenal beberapa istilah seperti : faraidh, fikih Mawaris, dan lain-lain, yang kesemua pengertiannya oleh parafukaha(ahli hukum fikih) di kemukakan sebagai berikut :

a. Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah :

Suatu ilmu yang dengan dialah dapat diketahui orang yang menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima tiap-tiap waris dan cara membaginya.56

b. Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim,Ilmu Fara’idialah :

Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah fikih dan ilmu hitung yang berkaitan dengan harta warisan dan orang-orang yang berhak yang mendapatkannya agar masing-masing orang berhak mendapatkan bagian harta warisan yang menjadi haknya.57

c. Ahmad Zahari, Hukum Kewarisan Isalm yaitu :

56Hasbi Ash-Shiddieqy,Fiqhul Mawaris(Jakarta: Bulan BIntang, 1973), hal. 18

57Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah ( Penterjemah Khairul Amru Harahap dan Faisal Saleh), (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hal. 682


(53)

Hukum yang mengatur tentang peralihan hak milik atas harta warisan dari pewaris kepada orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), berapa besar bagiannya masing-masing, kapan dan bagaimana cara peralihannya sesuai ketentuan dan petunjuk Al-Qur’an, hadist dan ijtihad para ahli.58

Dari definisi-definisi diatas dapatlha dipahami bahwa ilmu faraid sebagai ilmu yang mengatur tentang pemindahan dan pembagian harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada orang-orang yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkan, orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), bagian masing-masing ahli waris maupun cara penyelesaian pembagiannya.

Kompilasi hukum Islam yang tertuang dalam format perundang-undangan yang mengatur ketentuan kewarisan dipakai sebagai pedoman dalam hukum kewarisan Islam.

2. Unsur-unsur Hukum Kewarisan

Menurut hukum kewarisan Islam ada 3 unsur yaitu : a. Pewaris (Muwarit)

Yaitu : seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.59

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huru b mendefinisikan sebagai berikut :

58Ahmad Zahari,Hukum Kewarisan Islam, (Pontianak : FH.Untan Pres, 2008), hal. 148 59 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008), hal. 12


(54)

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan, beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

b. Ahli Waris (Warits)

Yaitu : orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai hubungan dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan, perkawinan atau hubungan lainnya.

Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf c, menyatakan ahli waris adalah : orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

c. Warisan (Mauruts)

Yaitu : sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak.

3. Syarat-syarat mewaris

Sebelum seseorang mewaris haruslha dipenuhi tiga syarat yaitu : a. Meninggal dunianya pewaris

Meninggalnya pewaris mutlak harus dipenuhi karena seseorang baru disebut pewaris setelah dia meninggal dunia yang berarti jika seseorang memberikan hartanya kepada ahli waris ketika dia masih hidup itu bukan waris.


(1)

3. Disarankan kepada Mahkamah Syar’iyah Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe untuk Melibatkan secara aktif Tokoh Ulama dan Adat setempat dalam program sosialisasi dan pelatihan KHI yang dilakukan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun pihak swasta lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdurrahman, Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti dalam Kompilasi Hukum Islam, Cetakan II, Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2012. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cetakan ke III, Jakarta :

Akademika Pressindo

Afif, A. Wahab,Maslahat Al Ummah, Suatu Pendekatan Menuju Masyarakat Muslim Modern,Bandung : UIN Sunan Gunung Djati

Alamsyah Muchtar, Kedudukan Ahli Waris Pengganti dalam Pewarisan Studi pada Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Bireuen, Medan : Cita Pustaka Media Perintis, 2008.

Al-Din Sya’ban, Zaki,Ushul Al-Fiqh Al-Islami,Mesir : Daar Al-Ta’lif, 1965.

Ali, Daud, Muhammad, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta : Rajawali Press, 1997

Al-Qur’an Terjemahan,Depertemen Agama RI, Jakarta, 1987

Al-Sabuni, Muhammad Ali, Al-Mawaariits Fi al Syari’ati al Islamiyah Alaa al Kitaab was Sunnah, terj. AM.Basamalah, Jakarta : Gema Insan Pres, 1985. Al-Syathibiy,Al-Muwafaqat, Saudi : Dar Ibn Afan, 1997

Azhari, Tahir, Kompilasi Hukum Islam sebagai Alternatif, Suatu Analisis Sumber-sumber Hukum Islam dalam Ditbinpera

Bukhari, dkk,Kutubus Sittah, Mausuatu al Hadis al syarif,Jami’al huquq mahfudzah lisirkati al baramij al islamiyati al daulati : Global Islmaic Software Company, 1991-1997.

Djatnika, Rahmat, Sosialisasi Hukum Islam dan Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, Cetakan II, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993.

Faisal, Sanafiah, Format-format penelitian sosial, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999

Harahap, M. Yahya, Praktek Hukum Waris Tidak Pantas Membuat Generalisasi, dalam Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1988.


(3)

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits, Jakarta : Tintamas, 1982.

________,Hendak Kemana Hukum Islam, Jakarta : Tintamas, 1960 ________,Hukum Keluarga Nasional, Jakarta : Tintamas, 1960.

________, Kuliah Umum, Dies Natalies ke VI Fakultas Hukum dan pengetahuan Masyarakat: Perguruan Tinggi Islam Jakarta

________,Perdebatan Faraid, Seminar Hukum Nasional, Jakarta : Tintamas, 1963 ________,Ilmu Hukum Waris Islam, Medan : USU, 2006

HM, Aminullah, Sjadzali, Munawir, dkk, Sekitar Formulasi Hukum Kewarisan dalam Semangat Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1998.

Husen, Ibrahim, Fikih Perbandingan, Masalah Pernikahan, ( Jakarta : Pustaka Firdaus, 2003

A. Hussaini,The Islamic Law of Succession,(New York : Darussalam Global Leader in Islamic Books, 2005

Ibn Hazm, Ali, Abi Muhammad, Al-Muhalla, Mesir : Aj Jumhuriyyah Al-Arabiyyah, 1968

Ibn Qudamah, Al-Mughni, Beirut : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, t.th

Ismuha, Penggantian Tempat dalam Hukum Waris Menurut KUH Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Lois, Ma’luf, al-Munjid fi al-Luqati wa al’alam al-Maktabah al Syarkiyah, Beirut, Lebanon, 1986

Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : CV. Mandar Maju, 1994 Mahmood Tahir,Personal Law in Islamic Countries, History, Text and Comparative

Analysis, New Delhi : Academy of law and religion, 1987.

Manan, Abdul dan M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata, wewenang Peradilan Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Manan, Abdul,Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006.


(4)

Manan, Abdul, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006

Mundy, Martha, The Family Inheritance and Islam : A Rexxamination of The Socialogy of Fara’id Lawdalam Aziz Al-Azmeh (ed),Islamic Law Social and Historical Contexts, London : Routledge, 1988.

Muttaqien, Raisul,Hukum Responsif, Bandung : Nusa Media, 2007

Nasution, Husein, Amir, Hukum Kewarisan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Omar, Yahya, Toha, Pembahasan Utama dalam Seminar Hukum Nasional 1993 Tentang Azas-azas Tata Hukum Nasional dalam bidang Hukum Waris dalam perdebatan Seminar Hukum Nasional Tentang Faraid, Jakarta : Tintamas, 1964

Praja, S. Juhaya,Filsafat Hukum Islam, Bandung : Pusat Penerbitan LPPM UI, 1995. R. Wirjono Projodikoro,Hukum Acara Perdata di Indonesia, Bandung : Sumur, 1992 Raharjo Satjipto, Membongkar Hukum Progresif, Cetakan III, Jakarta : Buku

Kompas, 2008

Rahman, Fatchur,Ilmu Waris, Bandung : PT. Alma’arif 1981.

Rahman, Habibur, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2011.

Rangkuti, Yusuf, Ramlan,Fiqih Kontemporer di Indonesia Studi Tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2010.

RaoefAbdoer :Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, Jakarta : Bulan Bintang, 1970

Rasyid, Raihan A,Hukum acara Peradilan Agama, Cetakan I, Jakarta : Rajawali Pers Raja Grafindo Persada, 1991.

Rida, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Manar, Kairo : Dar Al-Manar, 1367 H Rofiq, Ahmad,Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 1995 Sabiq, Sayyid,Fiqh al Sunnah, Bairut – Libanon : Daaru al Fikri

Salman, Otje dan Anthon F. Susanto ,Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cetakan IV, Bandung : PT. Reflika Aditama, 2004.


(5)

Sarmadi, A. Sukri, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1988

Sarmadi, A. Sukris, Membangun Refleksi Nalar, Filasafat Hukum Islam Paradigmatik, Yogyakarta : Pustaka Prisma, 2007.

Siddik, Abdullah, Hukum Waris dan Perkembangannya Diseluruh Dunia, Jakarta : Wijaya, 1984.

Siddiq, Abdullah, Hukum Waris Islam dan Perkembangannya di seluruh dunia, Jakarta : Wijaya, 1984

Singaribu Masri dkk,Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1998. Soepomo, Bab-bab tentang hukum adat, Jakarta : UI, 1996

Subekti, R, Perbandingan Hukum Perdata, Cetakan ke XII, Jakarta : Pradnya Paramita, 1993.

Sukanto, Soejono, Beberapa Permasalahan dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, Jakarta : UI Press, 1975.

Suryabrata Sumardi, Metodelogi Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Syarifuddin, Amir, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Cetakan X, Angkasa Raya, 2007

Thaib, M. Hasballah,Tajdid Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam: Konsentrasi Hukum Islam Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara 2002. Thalib, Sajuti,Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Cetakan ke VII, Jakarta : Sinar

Grafika, 2002.

Usman, Rachmadi,Hukum Kewarisan Islam dalam Dimensi Kompilasi Hukum Islam, Bandung : Mandar Maju, 2009

Usman, Suparman,Hukum Islam : Azas-azas Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001.

Yusuf Musa Muhammad, (t.t),Al Madkhol Lidiraasati al Islamy, Dar al Fikr al Araby Zamakhasyari, Teori-teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Fiqih, Bandung,

CitaPustaka Media Perintis, 2013


(6)

Disertasi

Ramlan Yusuf Rangkuti, Fiqih Kontemporer di Indonesia (Studi tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia). Medan : Pustaka Bangsa Press, 2010

Makalah

Permono, Syechul Hadi, Sosialisasi Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dalam Ditbinbapera, berbagai pandangan terhadap hukum Islam, Jakarta

Mimbar Hukum, No. 54, Jakarta : Yayasan Al-Hikmah, 2001

A. Wasit Aulawi, Sistem Penggantian dan Pengelompokan Ahli Waris, Seminar Hukum Kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam, Ikatan Mahasiswa Notariat FHUI, Hakim Agama dan KOWANI, Jakarta : UI Depok, 1992

Media Internet

Baharuddin Ahmad, 2006. Konsep Keadilan Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Analisa Keadilan Hukum dalam Kewarisan, Ar Risalah, Jurnal Hukum dan kemasyarakatan,

http://www.jurnalalrisalah.com/index.php?option=content&view=articel&id=56:kons

ep-keadilan-dalam-kompilasi-hukum-islam-di-indonesia&catid=35-al-risalah-volume-6-nomor-1juni-2006&itemid=54

Alamsyah, Bunyamin, Filosofis Ahli Waris Pengganti dan Implementasinya di

Peradilan Agama, PTA JAMBI,

http://ptajambi.net/index.php?option=com_contens&view=article&id=134&Itemid=3 24


Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

3 81 109

Analisis Yuridis Penerapan Khi Dalam Penggantian Tempat Ahli Waris/Ahli Waris Pengganti Pada Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

0 70 127

Kinerja Kantor Kecamatan Banda Sakti Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat Di Kota Lhokseumawe

0 51 128

Strategi Pemberdayaan Ekonomi Sosial Masyarakat Nelayan Berbasis Komunitas Ibu Rumah Tangga Di Desa Pusong Baru Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

8 96 108

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

2 27 161

Analisa Yuridis Penetapan Ahli Waris Berdasarkan Hukum Waris BW (Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 67/Pdt.G/2011/PN.Jr)

5 33 10

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 9

BAB II KONSEP PENGGANTIAN TEMPAT AHLI WARIS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM A. Tinjauan Umum tentang Hukum Kewarisan Islam - Analisis Yuridis Penerapan Khi Dalam Penggantian Tempat Ahli Waris/Ahli Waris Pengganti Pada Masyarakat Kecamatan

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penerapan Khi Dalam Penggantian Tempat Ahli Waris/Ahli Waris Pengganti Pada Masyarakat Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

0 0 33