75 orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan
peraturan hukum yang berlaku.
91
Dari definisi-definisi yang sudah disebutkan diatas, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa negara hukum adalah suatu
negara yang mana dalam segala tindakan baik dari pemerintah maupun masyarakat yang ada di dalam negara tersebut harus tunduk dan taat
kepada kekuasaan hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
2. Latar Belakang dan Perkembangan Negara Hukum.
Perkembangan konsep negara hukum dapat dilihat dari sejarah lahirnya konsep-konsep negara hukum tersebut. Perkembangan negara
hukum sangat dipengaruhi oleh sejarah perkembangan manusia itu sendiri dan juga dipengaruhi oleh sistem politik, ideologi dan sistem
hukum dari negara tersebut. Untuk mengetahui perkembangan dari konsep negara hukum harus melihat latar belakang mengenai pemikiran
hukum dan politik negara tersebut yang akhirnya melahirkan konsep negara hukum.
Konsep negara hukum merupakan salah satu ilmu dalam bidang ketatanegaraan yang sudah ada sejak zaman kuno. Latar belakang
munculnya gagasan negara hukum dimulai pada zaman Yunani kuno yang pertama kali dikemukakan oleh Plato dan kemudian gagasan
negara hukum tersebut diteruskan oleh murid Plato yang bernama Aristoteles. Menurut Plato pemikiran mengenai negara hukum yaitu
mengenai penyelenggaraan negara yang baik dan ideal adalah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik yang disebutnya dengan
91
Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm. 9.
76 istilah nomoi.
92
Untuk mewujudkan negara yang baik dan ideal maka kekuasaan harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan yaitu
seorang filsuf the philosopher king. Jika hal tersebut tidak dapat tercapai maka minimal kekuasaan tersebut harus didasarkan pada
prinsip supremasi hukum atau yang disebut dengan istilah nomokrasi.
93
Menurut Aristoteles yang dapat disebut sebagai negara yang baik adalah negara yang menempatkan hukum sebagai kedaulatan
tertinggi bukan pada orang perseorangan. dalam negara yang memerintah bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, sehingga
dapat ditentukan baik dan buruknya suatu hukum yang berlaku didalam negara. Jadi menurut Aristoteles bahwa keadilanlah yang memerintah
dan keadilan hanya dapat diketemukan didalam hukum. Sehingga dengan gagasan ini, maka lahirlah apa yang disebut sebagai negara
hukum. Dalam
negara hukum,
pemerintah harus
memerintah berdasarkan pada konstitusi dan berdasarkan persetujuan dari
rakyatnya. Sehingga gagasan dari Aristoteles tersebut dikenal sebagai pemerintahan konsititusi. Dalam pemerintahan konstitusi tersebut
mempunyai unsur-unsur:
a. Pemerintahan untuk kepentingan umum, bukanlah kepentingan
perseorangan atau golongan saja.
92
Menurut plato ada dua penyelengaraan negara, yaitu penyelenggaraan negara yang di dasarkan pada hukum dan penyelenggaraan negara yang tidak di dasarkan
pada hukum.
93
Nomokrasi berasal dari kata nomos dan cratos. Nomos artinya norma sedangkan cratos artinya kekuasaan. Jadi dalam nomokrasi yang dibayangkan sebagai penentu
dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Oleh karena itu, nomokrasi berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai
kekuasaan tertinggi. Jimly Asshidiqie, Negara Hukum Indonesia, Ceramah Umum dalam Rangka Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Alumni Universitas
Jayabaya, Jakarta, 23 Januari 2010.
77
b. Pemerintahan yang dijalankan menurut hukum, bukan sewenang-
wenang; c.
Pemerintahan yang mendapat persetujuan dari warga negaranya bukan suatu depostisme yang hanya dipaksakan saja.
94
Perkembangan selanjutnya dari konsep negara hukum yaitu pada abad pertengahan atau abad ke 17 yang berawal dari kehidupan
negara yang mempunyai pemerintahan monarkhi absolut.
95
Monorkhi absolut yaitu suatu pemerintahan yang dipimpin oleh raja yang
memerintah sesuai dengan kehendaknya sendiri tanpa harus bertanggung jawab kepada siapapun termasuk kepada rakyat.
Kekuasaan raja yang absolut ini meliputi bidang pembuatan Undang- Undang legislatif, menjalankan Undang-Undang eksekutif dan juga
bidang penegakan hukum yudikatif. Dengan kata lain dalam suatu negara yang memegang kekuasaan tertinggi atau pemegang kedaulatan
adalah raja souvereignity of the king.
96
Dalam souvereignity of the king, raja menganggap kekuasaan raja didasarkan pada hak suci raja
divine right of king. Munculnya kekuasaan raja yang absolut dan sewenang-wenang
ini karena dipengaruhi oleh gagasan-gagasan dari Nicollo Machiavielli, Jean Bodin dan Thomas Hobbes. Menurut Niccolo Machiavielli dalam
bukunya yang berjudul Il principe the prince menyatakan bahwa
seorang raja harus mempunyai kekuasaan yang absolut hal ini bertujuan untuk terselenggaranya ketertiban, ketentraman dan keamanan. Untuk
94
M. Solly Lubis, Loc Cit, hlm. 22.
95
Dalam pemerintahan monarkhi absolut ini raja dipilih secara turun temurun.
96
Dalam kedaulatan raja souvereignity of the king, maka raja dan keturunannyalah yang berhak diangkat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Raja
beranggapan bahwa dirinya mendapatkan kekuasaan yang mutlak untuk memerintah negara dan kekuasaan yang mutlak untuk memerintah negara diperolehnya dari
Tuhan.
78 mewujudkan kekuasaan yang absolut tersebut maka raja harus merasa
dirinya tidak terikat oleh norma-norma agama ataupun norma-norma akhlaq. Raja dianjurkan supaya jangan berjuang dengan menaati
hukum, raja harus menggunakan kekuasaan dan kekerasan seperti halnya binatang.
97
Sehingga oleh Machiavielli, seorang raja harus bisa menjadi singa dan juga kancil. Yang artinya bahwa raja harus bersikap
seperti singa kepada rakyatnya yang bersifat kejam dan tangan besi agar pemerintah ditakuti oleh rakyatnya. Sebaliknya raja juga harus
bersikap seperti kancil yang mempunyai akal yang cerdik dan pandai agar rakyat dapat dikuasai. Sehingga ajaran dari Machiavielli ini
dianggap kejam. Jean Bodin adalah seorang sarjana Perancis yang hidup pada
zaman renaissance. Ia hidup pada tahun 1530-1596. Seperti halnya dengan Nicollo Machiavielli, Jean Bodin juga mengajarkan tentang
absolutisme raja. Bahwa seorang raja mempunyai kedaulatan dalam negara, yaitu kekuasaan atas warganya yang tidak dibatasi oleh
kekuasaan lain bahkan tidak terikat dan tidak ada pembatasan pada undang-undang. Hal ini dikarenakan raja mempunyai kekuasaan untuk
membuat undang-undang. Sehingga kekuasaan raja tidak terbatas, yang berarti bahwa tidak ada kekuasaan yang diatas raja dan juga tidak ada
kekuasaan yang berada dibawah raja yang dapat membatasi kekuasaannya itu. Raja juga tidak tunduk dan juga tidak mempunyai
kewajiban untuk mentaati undang-undang. Namun menurut Bodin, secara moral raja wajib mentaati hukum alam. Hal inilah yang
97
Kusnu Gusnadi, Perkembangan Konsep Negara Hukum, Jurnal Reformasi Hukum, Volume 10, Nomor 1, April 2009.
79 membedakan ajaran Bodin dengan ajaran Machiavielli. Sehingga dari
pemikiran inilah maka lahir kekuasaan raja yang bersifat absolut. Ajaran absolutisme Raja dari Bodin dan Machiavielli ini juga
diperkuat oleh Thomas Hobbes 1588-1979, seorang ahli pikir hukum dan negara yang berasal dari Inggris yang terkenal dengan bukunya
berjudul Leviathan binatang buas. Thomas Hobbes merupakan salah
satu tokoh yang mendukung teori divine right
98
terutama mengenai kekuasaan raja yang absolute. Thomas Hobbes memerintahkan supaya
raja tidak bertanggung jawab kepada siapapun. Teori dari Thomas Hobbes ini dilandasi oleh pandangan homo homini lupus yaitu manusia
yang satu merupakan serigala bagi manusia yang lainnya. Sehingga untuk mempertahankan dirinya dari serangan manusia lainnya, maka
mereka mengadakan perjanjian dengan menyerahkan hak-haknya kepada seorang raja.
Dalam pandangan Thomas Hobbes perjanjian masyarakat itu sifatnya langsung yang berarti bahwa orang-orang yang melakukan
perjanjian itu langsung menyerahkan haknya kepada sang raja, tanpa adanya perantara. Sehingga raja tidak termasuk dalam perjanjian
tersebut. Karena raja tidak terikat pada perjanjian sehingga raja dapat melakukan perbuatan apa saja asal perbuatan tersebut bertujuan untuk
tercapainya kedamaian dalam masyarakat. Jika dalam tindakan raja tersebut dianggap melanggar hukum
maka raja tidak dapat dipersalahkan atau melanggar perjanjian masyarakat. Hal ini dikarenakan raja tidak bertanggung jawab kepada
98
Unsur-unsur dalam teori divine right yaitu: 1 Kekuasaan raja bersifat mutlak; 2 Raja merupakan kepala keluarga yang besar; 3 Kerajaan adalah kehendak
Tuhan; 4 Hanya dalam monarchie terdapat kebebasan beragama; 5 parlemen hanya sebagai penasehat. M. Solly Lubis, Loc Cit, hlm. 29.
80 siapapun. Paling-paling raja hanya dianggap telah berdosa terhadap
Tuhan, tetapi tidak terhadap individu masyarakat dan negara karena raja berada diluar pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sehingga
inilah yang merupakan alasan yuridis bagi kekuasaan raja yang absolut itu.
99
Pembenaran terhadap pemerintahan yang absolut sebagaimana dikemukakan oleh para ahli negara dan hukum tersebut dikarenakan
pada situasi dan kondisi negara pada saat itu sangat kacau. Sehingga untuk mengatasi kekacauan tersebut, maka negara dan raja harus kuat.
Supaya tercipta negara dan pemerintahan yang kuat maka raja harus memerintah dengan kekuasaan yang absolut. Namun lama kelamaan
kekuasaan absolut yang hanya berada disatu tangan pada akhirnya melahirkan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap hak-hak
asasi manusia yang dilakukan oleh raja. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung untuk menjadi
sewenang-wenang, dan kekuasaan yang mutlak, kesewenang-wenangan juga cenderung mutlak power tends to corrupts and absolute power
corrupts absolutely. Selain itu kekuasaan yang mutlak juga banyak diselewengkan
oleh raja untuk menjadi negara tirani. Hal ini sebagaimana terjadi pada raja Perancis Louis XIII yang menyatakan dirinya sebagai l
etat c’est moi negara adalah saya. Jadi inilah yang dimaksud sebagai hukum
besi kekuasaan yang jika tidak dikendalikan dan dibatasi menurut prosedur konstitusional, dapat menjadi sumber malapetaka.
100
99
Soehino, Loc Cit, hlm. 101.
100
Jimly Asshidiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 138
81 Semakin lama kekuasaan raja-raja absolut ini mendapat
tentangan dan kecaman dari rakyat yang didukung oleh kelas-kelas menengah kaum borjuis berpengaruh yang mempunyai pengaruh
dibidang ekonomi serta berpendidikan tinggi. Tentangan terhadap absolutisme ini juga dilandasari oleh pemikiran dan gagasan dari para
sarjana dibidang kenegaraan dan hukum. Dalam menentang absolutisme raja, para sarjana tersebut mendasarkan pada teori
rasionalitas yang disebut dengan social contract. Social contract pada hakekatnya
merupakan usaha
untuk mendobrak
dasar dari
pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat.
101
Sarjana-sarjana yang mencetuskan teori social contract tersebut adalah John Locke dan JJ. Rousseau. Selain Locke dan JJ. Rousseau ada juga
Hugo Krabbe yang terkenal dengan gagasannya tentang kedaulatan hukum. Mereka inilah para sarjana yang mempelopori lahirnya gagasan
dari negara hukum. Menurut John Locke bahwa kekuasaan raja itu tidak mutlak dan
terbatas. Segala bentuk kekuasaan yang dimiliki oleh raja pada dasarnya berasal dari rakyatnya. Sehingga raja hanya boleh memerintah
didasarkan pada batasan-batasan yang telah diberikan oleh rakyatnya tersebut. Bahwa pembatasan wewenang tersebut harus dilaksanakan
berdasarkan pada suatu konstitusi. Maka John Locke memberikan tiga cara yang harus dijalankan yaitu:
a. Penciptaan hukum yang legitimasinya diputuskan oleh parlemen
dengan menggunakan prinsip mayoritas; b.
Pembagian kekuasaan kedalam tiga unsur, yaitu kekuasaan legislatif
membuat undang-undang,
kekuasaan eksekutif
kekuasaan menjalankan undang-undang, kekuasaan federatif mengurus hubungan luar negeri, seperti mengadakan perjanjian
damai atau menyatakan perang;
101
Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Loc Cit, hlm. 134.
82
c. Memobilisasi perlawanan terhadap pihak eksekutif, kalau perlu
dengan kekerasan
karena ia
telah menyalahgunakan
wewenangnya.
102
Pembagian kekuasaan yang dilakukan oleh John Locke itu bertujuan agar hak-hak asasi warga negara terlindungi. Selanjutnya
gagasan Locke tentang pembagian kekuasaan dikembangkan oleh Montesquieu. Dengan mendasarkan pada pemisahan kekuasaan yang
dicetuskan oleh John Locke, Montesquieu mengemukakan teori yang disebut dengan teori trias politica. Dalam teori trias politica ini,
kekuasaan dipisahkan separation of Power menjadi 3 kekuasaan, yaitu: Kekuasaan legislatif kekuasaan menciptakan undang-undang;
Kekuasaan eksekutif kekuasaan melaksanakanmenjalankan undang- undang; dan Kekuasaan yudikatif kekuasaan menegakkan undang-
undang.
103
Pembagian kekuasaan yang dilakukan oleh Montesquieu ini bertujuan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan
terutama oleh eksekutif yang dapat mengakibatkan terjadinya kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebagaimana
diungkapkan oleh Montesquieu bahwa ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif disatukan pada satu orang atau badan yang sama, maka tidak
akan ada lagi kebebasan sebab terdapat bahaya bahwa raja atau badan legislatif yang sama akan memberlakukan undang-undang tirani dan
melaksanakannya dengan cara tiran.
104
Pendapat dari Montesquieu ini
102
Reza, A.A. Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik Locke-Rosseau- Habermas, cet. V, Kanisius, Yogyakarta, 2011, hlm. 20-21.
103
Yang membedakan teori pembagian kekuasaan antara John Locke dan Montesquieu adalah terletak pada kekuasaan ketiga yaitu antara kekuasaan federatif
dengan kekuasaan yudisial. Menurut Montesquieu kekuasaan federatif termasuk dalam kekuasaan eksekutif.
104
C.F. Strong, Loc Cit, hlm. 322.
83 juga diperkuat oleh pernyataan dari Blackstone yang mengatakan
bahwa:
“
Apabila hak untuk membuat dan melaksanakan undang-undang diberikan pada orang atau badan yang sama, maka tidak akan ada lagi
kebebasan publik ”.
105
Dari gagasan mengenai pembatasan kekuasaan raja dan penghormatan terhadap HAM tersebut maka lahirlah apa yang disebut
dengan pemerintahan
berdasarkan konstitusi
constitutional government.
Dengan adanya
pemerintahan konstitusional
constitutional government maka konstitusi menjamin adanya hak-hak dan kebebasan warga negara dan menuntut supaya raja taat kepada
hukum. Agar terwujudnya hak dan kebebasan warga negara dan HAM serta ketaatan raja kepada hukum, maka kekuasaan raja harus dibatasi
dalam suatu hukum konstitusi. Sehingga raja terikat pada konsitutisi yang mengatur mengenai tata cara penyelenggaraan kekuasaan yang
dilakukan oleh raja. Perlawanan terhadap kekuasaan raja yang absolut selain melalui
pemerintahan berdasarkan konstitusi juga dilakukan oleh teori kedaulatan hukum yang dipelopori oleh Hugo Krabbe. Sebagaimana
sudah disinggung diatas, teori kedaulatan hukum merupakan teori yang muncul untuk melawan teori kedaulatan negara atau kedaulatan raja.
Menurut Krabbe Negara atau raja tidak berdaulat mutlak, karena kekuasaan raja dibatasi oleh hukum. Karena Hukum hukum itu
bersumber dari perasaan hukum yang ada dalam masyarakat. Sehingga yang berdaulat dalam suatu negara bukanlah negara atau raja melainkan
hukum itu sendiri. Sehingga dalam kedaulatan hukum, penguasa dalam
105
Op Cit, hlm. 323.
84 segala tindakannya dibatasi oleh hukum agar mereka tidak berbuat
sewenang-wenang. Dengan munculnya pemerintahan berdasarkan konstitusi
constitutional government dan kedaulatan hukum souveirignity of law maka turut muncul bentuk negara hukum. Yaitu suatu negara yang
susunannya diatur sedemikian rupa sehingga segala kekuasaan dari alat pemerintahan didasarkan atas ketentuan hukum, begitu pula segenap
warga negaranya harus menundukkan diri pada hukum itu sendiri.
106
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Utrecht, yang mengatakan bahwa pembatasan terhadap kekuasaan penguasa dilakukan dengan jalan
adanya supremasi hukum, yaitu bahwa semua tindakan penguasa negara tidak boleh semau-maunya, tetapi harus berdasarkan dan
berakar pada hukum Krabbe, menurut ketentuan hukum dan undang- undang yang berlaku dan untuk itu juga harus ada pembagian
kekuasaan negara Locke dan Montesquieu, khususnya kekuasaan yudikatif harus dipisahkan dari raja penguasa.
107
Gagasan tentang konstitusionalisme yang dikembangkan oleh John Locke, Montesquieu maupun kedaulatan hukum Krabbe
selanjutnya terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan mendapatkan bentuk yuridisnya dari Immanuel Kant dan Julius Stahl.
Perkembangan negara hukum yang pertama adalah negara hukum liberal yang dikemukakan oleh Immanuel Kant.
108
Dikatakan liberal karena adanya penentangan dan perlawanan terhadap absolutisme yang
dilakukan oleh raja. Menurut Kant untuk mencapai negara hukum
106
A. Mukhtie Fadjar, Loc Cit, hlm. 16.
107
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 1962, hlm. 11.
108
Immanuel Kant merupakan seorang sarjana dan filosof berkebangsaan Jerman yang hidup pada tahun 1724-1804.
85 liberal maka negara harus mempunyai dua unsur, yaitu: 1
perlindungan terhadap hak asasi manusia dan 2 adanya pemisahan kekuasaan.
Dengan hanya mendasarkan pada dua unsur tersebut maka gagasan dari Immanuel Kant disebut sebagai negara hukum dalam arti
yang sempit. Disebut negara dalam arti sempit karena pemerintah hanya bertugas membuat dan mempertahankan hukum dengan maksud
menjamin serta melindungi kepentingan golongan yang disebut menschen von besitz und bildung, yakni kaum borjuis liberal.
109
Negara yang hanya bertugas untuk melindungi kepentingan kaum borjuis maka
disebut sebagai nachtwakerstaat. Nachtwakerstaat ini lahir dikarenakan meskipun absolutisme
raja sudah tidak terjadi lagi
110
namun raja masih mempunyai kekuasaan yang besar, yaitu dalam menentukan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Kekuasaan raja yang masih besar ini karena hanya dibatasi oleh kemauan raja sendiri. Sehingga muncul asas yang menyatakan bahwa
segala untuk rakyat tapi tidak oleh rakyat. Rajalah yang akan menyelenggarakan kepentingan rakyat, rajalah yang menentukan
semuanya, sedangkan rakyat tidak mempunyai hak karenanya tidak boleh turut campur tangan. Sehingga muncullah apa yang disebut
sebagai polizei staat negara polisi
111
. Kondisi yang demikian mengakibatkan munculnya perlawanan
dari kaum liberalisme. Oleh kaum liberalisme negara tidak boleh ikut campur dalam urusan kesejahteraan rakyatnya. Sehingga lahirlah apa
109
Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Loc Cit, hlm. 110.
110
Hal ini terjadi karena adanya dua unsur yang telah dikemukakan oleh Kant yaitu penghormatan terhadap HAM dan pemisahan kekuasaan.
111
Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Loc Cit, hlm. 111.
86 yang
disebut sebagai
Nachtwachterstaat. Dimana
dalam nachtwachterstaat negara seolah-olah hanya sebagai penjaga malam.
Dimana negara hanya mengurusi masalah keamanan dan ketertiban masyarakat dengan memberikan perlindungan agar hak-hak rakyat
tidak diganggu oleh pihak lain. Tetapi negara tidak boleh mencampuri urusan kesejahteraan rakyat terutama bidang sosial dan ekonomi.
Karena untuk urusan kesejahteraan rakyat biar rakyat sendiri yang mengurusnya, sehingga lahirlah semboyan laissez faire laissez aller.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Immanuel Kant dalam
bukunya yang berjudul Methaphysiche Ansfangsrunde. Kant
menyatakan bahwa:
“
Sebagaimana dikemukakan bahwa pihak yang bereaksi terhadap negara polezi ialah orang-orang kaya dan cendekiawan. Orang kaya
borjuis dan cendikiawan ini menginginkan agar hak-hak pribadi tidak diganggu, yang mereka inginkan ialah mereka hanya ingin kebebasan
mengurusi kepentingannya sendiri, kongkritnya ialah agar permasalah perekonomian menjadi urusan mereka dan negara tidak ikut campur
dalam penyelenggaraan tersebut
”.
112
Dapat disimpulkan bahwa negara hukum dalam arti sempit atau negara hukum liberal adalah negara yang kerjanya hanya menjaga agar
jangan sampai ada pelanggaran terhadap ketentraman dan kepentingan umum, seperti yang telah ditentukan oleh hukum yang tertulis undang-
undang, yaitu, hanya bertugas melindungi jiwa, benda dan hak asasi warganya secara pasif, tidak campur tangan dalam bidang
perekonomian atau penyelenggaraan kesejahteraan rakyat, karena hanya berlaku dalam lapangan ekonomi adalah prinsip laiesez faire
laiesize aller.
113
112
Abdul Aziz Hakim, Loc Cit, hlm. 16.
113
A. Mukthie Fadjar, Loc Cit, hlm. 35-36.
87 Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata model negara
hukum liberal belum memuaskan dan belum cukup untuk dapat mencapai tujuan negara yang diinginkan. Maka Negara hukum liberal
berubah ke faham negara hukum formil. Gagasan negara hukum formal
ini yang berasal dari Julius Stahl. Dinamakan negara hukum formal, karena lebih menekankan kepada suatu pemerintahan yang berdasarkan
undang-undang wetmatig bestuur. Dalam negara hukum formal pemerintah kembali ikut campur secara terbatas dalam urusan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, namun tindakannya harus ditentukan terlebih dahulu oleh undang-undang.
Hal ini dapat dilihat dari rumusan negara hukum formal yang dikemukakan oleh Julius Stahl. Menurutnya negara hukum adalah suatu
negara yang memenuhi unsur-unsur: a adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia; b adanya pemisahan kekuasaan c pemerintahan
berdasarkan pada undang-undang; dan d adanya peradilan administrasi.
Dalam perkembangannya negara hukum formal sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan di zaman modern karena tindakan
pemerintah dianggap terlalu kaku dan lamban karena harus didasarkan pada adanya undang-undang terlebih dahulu. Sehingga memasuki abad
ke 20 gagasan pemerintah tidak boleh ikut campur dalam masalah kesejahteraan rakyat terutama dibidang ekonomi dan sosial sudah tidak
berlaku lagi. Lambat laun gagasan tersebut berubah kearah pemerintah untuk ikut campur dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
rakyatnya. Guna mengatasi hal tersebut maka lahirlah apa yang disebut
sebagai negara hukum materiil yaitu negara hukum kesejahteraan
88 welvaars rechtsstaat. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Padmo
Wahyono bahwa dalam perkembangannya pemerintahan yang berdasarkan undang-undang wetmatig bestuur dianggap lamban dan
karena itu diganti dengan pemerintahan berdasarkan hukum dan prinsip rechtmatig bestuur. Maka dengan demikian, negara hukum yang formil
menjadi negara hukum yang materiil dengan ciri rechtmatig bestuur. Kemudian lahirlah konsep-konsep yang merupakan variant dari
rechtsstaat itu, antara welvaarsstaat dan vergorgingsstaat sebagai negara kemakmuran.
Dalam negara hukum materiil, negara mempunyai kecenderung untuk memperluas tugas dan perannya tidak hanya mengurusi masalah
keamanan dan ketertiban masyarakat saja tetapi sudah mengurusi urusan-urusan yang lebih luas lagi. Dalam hal ini pemerintah
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Oleh karena itu pemerintah
turut serta dengan aktif mengurusi hidup masyarakat banyak. Atas dasar inilah negara bukan lagi merupakan lembaga yang pasif, menjadi
alat dan kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Tetapi negara aktif mencampuri urusan masyarakat, untuk membentuk
masyarakat yang lebih baik.
114
Untuk itu maka tindakan pemerintahan harus berpedoman pada kepentingan umum. Untuk mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat maka pemerintah perlu mencapai dengan tujuan yang disebut dengan pemeliharaan
kesejahteraan umum. Oleh Lemaire pemeliharaan umum ini disebut
114
Arief Budiman, Loc Cit, hlm. 17.
89 dengan bestuurzorg.
115
Sedangkan usaha untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran tersebut dilakukan dengan cara-cara:
1. Melindungi orang-orang terhadap resiko bekerjanya industri
modern, seperti kecelakaan perburuhan; 2.
Jaminan penghasilan minimum, juga karena sakit, kehilangan pekerjaan dan masa tua;
3. Menyediakan sarana yang dibutuhkan oleh setiap orang agar dapat
berfungsi dengan baik dalam masyarakat, seperti perumahan, pendidikan dan kesehatan;
4. Memajukan kesejahteraan individu, seperti penyaluran aspirasi
politik, kebudaayaan, olah raga dan sebagainya.
116
Guna mendukung bestuurzorg tersebut maka juga diperlukan dukungan dari kekuasaan administratif yang kuat. Dalam konsep
negara modern kekuasaan administratif tidak hanya berdasarkan undang-undang saja melainkan sudah bergeser kepada berdasarkan atas
hukum. Oleh karena itu kekuasaan administratif didalam negara modern guna mendukung tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran
tersebut harus dilengkapi dengan pranata apa yang disebut dengan freies ermessen.
117
Dengan pranata freies ermessen ini maka
115
Yang dimaksud dengan bestuurzorg yaitu bahwa pemerintah ditugaskan untuk menyelenggarakan
kepentingan umum,
umpamanya mengurus
pendidikan, pemberantasan buta huruf, perumahan rakyat, kesehatan rakyat, pendek kata
pembagian dari segala macam hal yang diperlukan oleh perseorangan untuk kesejahteraan lahir dan batinnya. Sudargo Gautama, Loc Cit, hlm. 14.
116
Satjipto Rahardjo, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, Cet. Kedua, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. 19-20.
117
Dalam bahasa Belanda freies ermessen disebut dengan vrij bestuurs, dalam bahasa Inggris disebut dengan discretionary power sedangkan dalam istilah bahasa
Indonesia disebut sebagai asas diskresi. Azas freies ermessen diartikan sebagai kemerdekaan bertindak administrasi negara atau pemerintah eksekutif untuk
menyelesaikan masalah yang timbul dalam keadaan kegentingan yang memaksa, dimana peraturan penyelesaian untuk itu belum ada. Dalam Diana Halim Koentjoro,
Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, 2004, Bogor, hlm. 41.
Sedangkan Nata Saputra mengartikan freies ermessen sebagai suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya
memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum, atau kewenangan
untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas untuk
90 administrasi negara mempunyai kewenangan yang luas untuk
melakukan berbagai tindakan hukum dalam rangka melayani kepentingan masyarakat atau mewujudkan kesejahteraan umum, dan
untuk melakukan tindakan itu diperlukan instrumen hukum. Artinya bahwa bersamaan dengan pemberian kewenangan yang luas untuk
bertindak diberikan pula kewenangan untuk membuat instrumen hukumnya.
118
Agar tercipta negara hukum materiil maka seyogyanya suatu negara meliputi persoalan-persoalan berikut ini yaitu gezetzmassikeit
sesuai undang-undang,
kompetenzmassikeit sesuai
dengan kewenangan, kontrollierbarkeit pengawasan dan justizformigkeit
demi keadilan. Dalam Gezetzmassikeit konstitusi dipandang sebagai bangunan arsitektur doktrinal dan sistem norma hukum yang terdiri dari
kaidah-kaidah inperatif dalam arti positip. Kompentenzmassikeit berarti bahwa sistem hukum dilaksanakan berdasarkan kompetensi
sistem tertutup. Sedangkan kontrollinerbarkeit berarti bahwa hukum berdaulat, sebab itu hukum tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi
oleh berbagai alasan yang bersifat politis. Dan justizformigkeit dikaitkan dengan hukum itu harus mampu menciptakan keadilan
substantif.
119
3. Konsep-Konsep Negara Hukum.