91 empat konsep besar mengenai negara hukum. Empat konsep negara
hukum tersebut adalah: a.
Konsep negara hukum berdasarkan sistem hukum civil law yang berkembang dan dianut di negara-negara Eropa Kontinental seperti
Jerman dan Belanda. Konsep negara hukum berdasarkan sistem hukum civil law disebut dengan rechtsstaat.
b. Konsep negara hukum berdasarkan sistem hukum common law
yang berkembang dan dianut oleh negara-negara anglo saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat. Konsep negara hukum
berdasarkan sistem hukum common law disebut dengan rule of law. c.
Konsep negara hukum yang berdasarkan pada sistem hukum socialist law yang berkembang dinegara-negara sosialis terutama di
Uni Sovyet. Konsep negara hukumnya disebut dengan socialist legality.
d. Konsep negara hukum yang berdasarkan pada sistem hukum
Islamic law yang berkembang dan dianut dinegara-negara Islam dan konsep negara hukumnya disebut dengan nomokrasi Islam atau
siyasah diniyah. Disini penulis membahas mengenai bagaimana konsep dan
unsur-unsur dari tiap-tiap konsep negara hukum dan apa perbedaan dari tiap-tiap konsep negara hukum tersebut.
a. Konsep Rule of Law.
Konsep rule of law muncul pertama kali di Inggris dan kemudian berkembang di negara Anglo Saxon yang menganut sistem
92 hukum common law.
120
Inggris dapat dikatakan sebagai negara pertama yang menggagas konsep negara hukum. Konsep rule of law
mempunyai sifat yang evolusioner. Hal ini dapat dilihat pertama kali dengan adanya piagam magna charta pada tahun 1215. Piagam Magna
Charta merupakan piagam yang menyatakan terjaminnya HAM. Piagam Magna Charta ini digagas oleh para kaum bangsawan yang
bertujuan untuk melawan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Raja John. Dari piagam Magna Charta inilah lahir undang-undang lain
yang memberikan gagasan terhadap negara hukum. Undang-undang tersebut yaitu The Habeas Corpus Act dan Bill of Right. Dari gagasan-
gagasan tersebut maka lahirlah konsep negara hukum. Selain bersifat evolusioner, dengan bertumpu pada sistem
common law maka konsep rule of law juga mempunyai karakteristik judicial. Karakteristik judisial ini muncul karena di dalam sistem
common law yang berlaku di Inggris, pada waktu itu raja mempunyai kekuasaan untuk memutus perkara. Selain sebagai penguasa, raja juga
bertindak sebagai hakim yang memegang badan peradilan yang mempunyai tugas untuk memutus perkara. Peradilan yang dilakukan
oleh raja ini kemudian berkembang menjadi suatu peradilan negara, sehingga hakim-hakim peradilan merupakan delegasi dari raja, tetapi
bukan melaksanakan kehendak raja, melainkan bertindak atas nama hukum dan menjalankan hukum yang berlaku. Intinya hakim harus
memutus perkara berdasarkan kebiasaan umum Inggris the common
120
Menurut John Henry Merryman, pengertian luas dari common law adalah in a broad sense, common law may designate all that part of the positive law, juristic
theory, and ancient custom of any state or nation of which is general and universal application, thus marketing off special or local rules or customs. Ade Maman
Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law dan Hukum Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 77.
93 custom of England, sebagaimana sebelumnya seperti yang dilakukan
oleh raja.
121
Sementara itu Roscoe Pound menjelaskan bahwa konsep rule of law yang berintikan judicial, artinya selalu menjunjung tinggi lembaga
peradilan supremacy of law, baik rakyat maupun pemerintah jika melakukan kesalahan harus diselesaikan melalui lembaga peradilan,
tidak ada perbedaan perlakuan antara rakyat maupun pemerintah di mata hukum equality before the law.
122
Dari karakteristik judicial inilah maka di dalam rule of law lebih menonjolkan azas persamaan di
depan hukum equality before the law. Oleh karena itu dalam konsep rule of law tidak dikenal adanya peradilan administrasi negara
sebagaimana yang diterapkan oleh rechtsstaat. Dalam rule of law, semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum,
maka ordinary court dianggap cukup untuk mengadili semua perkara termasuk perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah. Jadi hukum
harus ditegakkan secara adil dan tepat. Istilah rule of law itu sendiri pertama kali digunakan oleh AV.
Dicey dalam bukunya yang berjudul Introduction to The Study of The Law of The Constitution
. Menurut AV. Dicey Istilah Rule of Law mempunyai tiga arti, yaitu:
1. Rule of law pemerintahan oleh hukum itu berarti supremasi yang
mutlak atau keutamaan yang absolut daripada hukum yang menetap sebagai lawan daripada pengaruh kekuasaan yang
sewenang-wenang. 2.
Rule of law berarti ketaatan yang sama dari semua golongan classes kepada hukum negara yang biasa, yang diselenggarakan
oleh pengadilan-pengadilan biasa.
3.
Rule of law dapat dipergunakan sebagai formula untuk merumuskan fakta, bahwa dinegara inggris hukum konstitusi yang
dinegara-negara lain sebagaian dicantumkan dalam undang-
121
Bader Johan Nasution, Loc Cit, hlm. 4-5.
122
Op Cit, hlm. 9.
94
undang dasar, itu bukan sumber, melainkan konsekuensi akibat daripada hak-hak individu, yang dirumuskan dan dipertahankan
oleh pengadilan-pengadilan bahwa pendeknya, asas-asas hukum privat, oleh keputusan-keputusan pengadilan dan parlemen,
demikian meluas sehingga menentukan posisi daripada raja dalam kedudukannya dalam pemerintahan dan daripada pejabat-
pejabatnya.
123
Rumusan arti mengenai negara hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh A.V. Dicey diatas, maka rule of law mengandung
unsur-unsur: 1 Supremasi Hukum supremacy of law; 2 persamaan kedudukan di depan hukum equality before the law; 3 terjaminnya
Hak asasi manusia di dalam Undang-Undang Dasar Constitution based on human right.
124
123
O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum Bagi Pembaharuan Negara dan Wibawa Hukum Bagi Pembaharuan Masyarakat di Indonesia, Badan Penerbit
Kristen, Jakarta, 1970, hlm. 28-29. Lihat juga A. V. Dicey, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, Nusa Media, Bandung, 2007, hlm. 264-265.
124
Oleh sebagian penulis unsur ketiga dari rule of law adalah due process of law. Menurut penulis baik unsur constitutional based on human right maupun unsur due
process of law, maksud dan tujuannya adalah sama, yaitu pada penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Karena due process of law juga bertujuan untuk
menghormati hak-hak asasi manusia. Oleh Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Teori Negara Hukum Modern Rechtsstaat, mengemukakan bahwa ada dua
bentuk dari konsep due process of law, yaitu konsep due process of law yang prosedural dan konsep due process of law yang substantif. Konsep due process of law
prosedural pada dasarnya dilandasi atas konsep hukum tentang keadilan yang fundamental. Dalam arti bahwa due process of law prosedural merupakan proses atau
prosedur formal yang adil, logis dan layak, yang harus dijalankan oleh yang berwenang, misalnya membawa surat perintah yang sah, dan lain-lain, yang mana
harus dilakukan manakala harus berhadapan dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Sedangkan due process
of law substantif adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa perbuatan suatu peraturan hukum tidak boleh berisikan hal-hal yang dapat mengakibatkan
perlakuan terhadap manusia secara tidak adil, tidak logis, dan sewenang-wenang. Oleh karena itu dalam due process of law substantif pada prinsipnya tidak lain dari
suatu kriteria terhadap wajar tidaknya suatu kebijaksanaan atau tindakan pemerintah atau parlemen yang menyangkut dengan hak-hak dasar manusia. Dengan arti lain
dalam doktrin due process of law substatif dikatakan bahwa tidak seorang pun bahkan negara atau pemerintah, dapat melanggar hak-hak alami yang melekat vested right
pada anggota masyarakat yang sudah diakui oleh konstitusi. Untuk lebih jelasnya tentang due process of law, lihat Munir Fuady, Loc cit, hlm. 46-75.
95 Konsep rule of law yang didasarkan pada sistem hukum
common law pada era modern ini sudah berkembang. Yang mana konsep rule of law itu sendiri sudah sedikit dipengaruhi oleh konsep
yang terdapat dalam sistem hukum civil law. Hal ini tampak dalam pandangan ECS Wade dan Geofrey Philips dalam kritiknya terhadap
konsep rule of law A.V. Dicey. Hal ini tampak dari rumusan ECS Wade dan G. Philips yang mengetengahkan tiga unsur pokok dari rule
of law, yakni:
1. Rule of law merupakan konsep filosofis yang dalam tradisi
barat berkaitan dengan demokrasi dan menentang otokrasi; 2.
Rule of law merupakan hukum bahwa pemerintahan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum;
3. Rule of law merupakan kerangka pikir politik yang harus
dirinci lebih jauh dalam peraturan-peraturan hukum baik hukum substantif maupun hukum acara.
125
Konsep rule of law A.V. Dicey juga dikecam oleh golongan kiri dan golongan kanan. Golongan kiri mengecam konsep rule of law
dengan mengatakan bahwa konsep rule of law klasik telah gagal untuk mencapai tujuan sebagai negara hukum. Hal ini disebabkan karena
konsep rule of law klasik hanya mendasarkan pada konsep yang sempit, yang mana pemerintahan rule of law klasik hanya dikaitkan pada faktor
hukum saja. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Hepple bahwa “they
say the weekness of the classical model is not that is espoused the ideals of universality, openness, equality, and accountability; but
rather that in models conditions it fails to achieve these ideals. It fail because it is based on unduly narrow concept of governmet according
to law”.
126
125
Bader Johan Nasution, Loc Cit, hlm. 25.
126
Op Cit, hlm. 26.
96 Kelompok kanan mengecam dengan mengatakan bahwa konsep
rule of law A.V Dicey lebih menekankan pada perlindungan individu, misalnya UU perburuhan yang sangat melindungi buruh secara
individual. Tentang hal ini Hepple mengatakan “for example,
employers claimed that labor laws where preventing them from reacting quickly, flexible and cost effectively to changing market
requirements.
127
Dengan adanya kecaman-kecaman tersebut diatas, maka Hepple memberikan ciri-ciri rule of law modern, sebagai berikut:
1 Universality; 2 openness; 3 equality; 4 Accountability; 5 Clarity; 6 Rationality.
128
Pendapat lain mengenai dari rule of law dikemukakan oleh W. Friedman. Menurutnya istilah rule of law mempunyai dua arti yaitu
rule of law dalam arti formil dan rule of law dalam arti materiil. Dalam arti formal, rule of law merupakan kekuasaan publik yang terorganisasi.
Ini berarti bahwa rule of law adalah setiap norma atau kaidah yang didasarkan pada hierarki kekuasaan. Dengan pengertian demikian maka
rule of law justru menjadi alat yang sangat efektif untuk menjalankan pemerintahan yang absolut sebab berlakunya norma hukum hanya
dilihat dari kewenangan pembuatannya tanpa dipertimbangkan bagaimana isi dari norma hukum tersebut, apakah bertentangan atau
tidak dengan rasa keadilan masyarakat, hak asasi dan sebagainya.
129
Dalam arti materiil, rule of law mencakup ukuran-ukuran tentang hukum yang baik dan buruk. Aspek-aspek tersebut yaitu:
1. Ketaatan dari segenap warga masyarakat terhadap kaidah-kaidah
hukum yang dibuat serta diterapkan oleh badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif;
127
Ibid.
128
Ibid.
129
Bambang Arumanadi dan Sunarto, Loc Cit, hlm. 8.
97
2. Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hak-hak asasi
manusia; 3.
Negara mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan terwujudnya aspirasi-aspirasi manusia
dan penghargaan yang wajar terhadap martabat manusia; 4.
Terdapatnya tata cara yang jelas dalam proses mendapatkan keadilan terhadap perbuatan yang sewenang-wenang dari
penguasa; 5.
Adanya badan yudikatif yang merdeka dan bebas yang akan dapat memeriksa serta memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-
wenang dari badan-badan eksekutif dan legislatif.
130
b. Konsep Rechtsstaat.