Unsur-Unsur Pembangun Novel Hakikat Novel

secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun psikis. 17 3 Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak tertentu saja. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan. 18 4 Tokoh Kompleks dan Tokoh Simpel Berdasarkan kompleksitas masalah yang dihadapi, tokoh dibedakan atas tokoh simpel dan tokoh kompleks. Tokoh simpel adalah tokoh yang tidak banyak dibebani masalah, sedangkan tokoh kompleks adalah tokoh yang banyak dibebani masalah. 5 Tokoh Statis dan Tokoh Dinamis Berdasarkan perkembangan watak tokoh, tokoh dibedakan atas tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang wataknya tidak mengalami perubahan mulai dari awal hingga akhir cerita. Sedangkan tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan watak. 19 d. Latar Setting Abrams yang dikutip oleh Siswanto mengemukakan bahwa latar cerita adalah tempat umum generale locale, waktu kesejarahan historical time, dan kebiasaan masyarakat social circumstances dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat. 17 Ibid., h. 261-262. 18 Ibid., h. 265-267. 19 Priyatna, Op. Cit., h. 111 Latar cerita berguna bagi sastrawan dan pembaca. Bagi sastrawan, latar cerita dapat digunakan untuk mengembangkan cerita. Latar cerita dapat digunakan sebagai penjelas tentang tempat, waktu, dan suasana yang dialami tokoh. Sastrawan juga bisa menggunakan latar cerita sebagai simbol atau lambang bagi sastrawan yang telah, sedang, atau akan terjadi. Bagi pembaca, latar cerita dapat membantu untuk membayangkan tentang tempat, waktu, dan suasana yang dialami tokoh. 20 e. Sudut Pandang Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri. Sudut pandang berkaitan dengan unsur- unsur intrinsik novel yang lain: tokoh, latar, suasana, tema, dan amanat. 21 Abrams dalam Nurgiyantoro menyatakan bahwa sudut pandang, point of view, menunjuk pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam cerita fiksi memang milik pengarang, yang antara lain berupa pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam cerita fiksi disalurkan lewat sudut pandang, lewat kacamata tokoh cerita yang sengaja dikreasikan. 22 20 Siswanto, Op. Cit, h. 151. 21 Ibid., h. 151 154. 22 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 338. Pembedaan sudut pandang berdasarkan pembendaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama, dan ditambah persona kedua. 1 Sudut Pandang Persona Ketiga; “Dia” 23 Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata ganti; ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus-menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak. Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja. Contoh novel yang menggunakan sudut pandang persona ketiga “dia” adalah Tarian Bumi karya Oka Rusmini, Merantau ke Deli karya Hamka, dan Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. 2 Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku” 24 Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut padang persona pertama, first-person point of view , “aku”, jadi: gaya “aku” narator adalah seseorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, self-consciousness, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, 23 Ibid., h. 347-348. 24 Ibid., h. 352. seerta sikapnya terhadap orang tokoh lain kepada pembaca. Kita, pembaca, menerima apa yang diceritakan oleh si “aku”, maka kita hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si “aku” tersebut. Contoh karya fiksi yang menggunakan sudut pandang persona pertama “aku” adalah novel Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka, dan cerpen Senyum karya Nugroho Notosusanto. 3 Sudut Pandang Persona Kedua: “Kau” 25 Dalam berbagai buku teori fiksi kesastraan jarang ditemukan untuk tidak dikatakan tidak pernah pembeicaraan tentang sudut pandang persona kedua atau gaya “kau” second person point of view. Yang lazim disebut hanya sudut pandang persona ketiga dan pertama. Namun, secara factual, sudut pandang persona kedua tidak jarang ditemukan dalam berbagai cerita fiksi walau hanya sekadar sebagai selingan dari gaya “dia” atau “aku”. Artinya, dalam sebuah cerita fiksi tidak atau belum pernah ditemukan yang dari awal hingga akhir cerita yang seluruhnya menggunakan sudut pandang “kau”. Sudut pandang gaya “kau” merupakan pengisahan yang mempergunakan “kau” yang biasanya sebagai variasi cara memandang oleh tokoh aku dan dia. Penggunaan teknik “kau” biasanya dipakai “mengoranglain-kan” diri sendiri, melihat diri sendiri sebagai orang lain. Keadaan ini dapat ditemukan pada cerita fiksi yang disudutpandangi “aku” maupun “dia” sebagai variasi penuturan atau penyebutan. Hal itu dipilih tentu juga tidak lepas dari tujuan menuturkan sesuatu dengan berbeda, yang asli, yang lain daripada yang lain sehingga terjadi kebaruan cerapan indera atau penerimaan pembaca. Intinya, untuk lebih menyegarkan cerita. Contoh novel yang menggunakan sudut pandang persona kedua adalah Suami karya Eddy Suhendro. 25 Ibid., h. 357. 4 Sudut Pandang Campuran 26 Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. Kesemuanya tergantung dari kemauan dan kreativitas pengarang, bagaimana mereka memanfaatkan berbagai teknik yang ada demi tercapainya efektivitas penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari variasi penceritaan agar memberikan kesan lain. Pemanfaatan teknik-teknik tersebut dalam sebuah novel misalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan keterbatasan masing-masing teknik. Contoh novel yang menggunakan sudut pandang campuran adalah Pulang karya Leila S. Chudori, dan Supernova karya Dewi Lestari. Dalam naratologi istilah fokalisasi menunjukkan hubungan antara unsur-unsur cerita dengan visi yang meliputi unsur-unsur tersebut . Fokus memberi jawaban terhadap pertanyaan “siapa melihat”, sedangkan pengertian point of view menjawab pertanyaan “siapa mencerita kan”. Si juru cerita tidak selalu memaparkan pandangannya sendiri. Dapat dibedakan fokalisasi zero yang menampilkan peristiwa- peristiwa tanpa menonjolkan sudut bidik tertentu, fokalisasi intern yang berpangkal pada seorang atau beberapa orang tokoh di dalam cerita sendiri, dan fokalisasi ekstern yang menampilkan peristiwa- peristiwa seperti dilihat oleh lensa kamera. 27 Dengan demikian, dalam sebuah narasi pembaca dapat melihat siapa yang bercerita melalui sudut pandang, dan siapa yang melihat atau memandang dalam sebuah narasi dengan menggunakan fokalisasi. 26 Ibid., h. 359. 27 Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia, Ensiklopedi Sastra Indonesia, Bandung: Titian Ilmu, 2004, h. 332. f. Gaya Bahasa Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Di pihak lain sastra lebih sekadar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihannya”-nya itu pun hanya dapat diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamanya, yaitu komunikatif. 28 Abrams yang dikutip dalam Burhan Nurgiyantoro, stile, style, gaya bahasa, adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi, dan lain-lain. 29 Gaya bahasa merupakan efek seni dalam sastra yang dipengaruhi juga oleh nurani. Melalui gaya bahasa itu seorang sastrawan akan menuangkan ekspresinya. Betapa pun rasa jengkel dan senangnya, jika dihubungkan dengan gaya bahasa akan semakin indah. Berarti gaya bahasa adalah pembungkus ide yang akan menghaluskan teks sastra. 30 Dengan demikian, bahasa yang digunakan dalam suatu karya sastra merupakan sarana pengarang dalam mengekspresikan dan mengungkapkan sesuatu kepada pembaca, tentu dengan gaya bahasa yang menarik untuk melukiskan ide dan ungkapan tersebut secara apik. g. Amanat Nilai-nilai yang ada di dalam cerita bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Dari sudut sastrawan, nilai ini biasa 28 Nurgiyantoro, Op. Cit, h. 364. 29 Ibid., h. 369. 30 Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: CAPS, 2013, cet. 1, h. 73. disebut amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. 31

B. Hakikat Penari Ronggeng

1. Hakikat Penari

Penari adalah alat ekspresi komunikasi koreografer dengan penonton melalui gerak tubuh. Penari mempunyai peran dan kontribusi besar dalam menciptakan keindahan bentuk tari. Sebuah koreografi didukung oleh penari berkualitas mendukung pencapaian kualitas artistik dan keindahan bentuk tari. Jacqueline Smith menegaskan bahwa penampilan penari merupakan hal penting yang mendukung penyajian karya tari. Penampilan penari yang memperkuat komposisi tari, penampilan penari dalam membawakan tari dengan penuh semangat dan sepenuh hati, menguasai teknis, mampu mewujudkan imajinasi dan isi gerak seperti kehendak koreografer, mampu berkomunikasi dengan penonton, mampu menaati gaya tari dari awal sampai akhir menari. 32 Fungsi seni pertunjukan seni tari dalam kehidupan manusia secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: a. Tari sebagai Sarana Upacara Ritual 33 Tari upacara memiliki peranan penting dalam kegiatan adat, khususnya kegiatan yang berkaitan dengan daur hidup seperti kelahiran, kedewasaan dan kematian. Tari juga digunakan untuk mempengaruhi alam lingkungan, hal ini menyangkut sistem kepercayaan masyarakat. Upacara yang berkaitan dengan sistem kepercayaan ini erat kaitannya dengan keidupan manusia. Dalam upacara tradisioanl umumnya memiliki makna dan tujuan untuk 31 Siswanto, Op. Cit, h 162. 32 Novi Anoegrajekti, Estetika Sastra, Seni, dan Budaya¸ Jakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta, 2008, h. 186-187. 33 Frahma Sekarningsih dan Heny Rohayani, Pendidikan Seni Tari dan Drama, Bandung: UPI Press, 2006, h. 9-10. menghormati, mensyukuri, memuja dan memohon keselamatan pada Tuhan. Upacara tradisional mengandung aturan-aturan yang wajib dipatuhi oleh setiap warga masyarakat pendukungnya. Aturan-aturan dalam upacara tradisional tumbuh dan berkembang secara turun- temurun dengan tujuan untuk melestarikan kehidupan masyarakat. Umumnya peraturan ini mempunyai sanksi dalam bentuk magic- sacral. Dengan demikian upacara ini merupakan pranata sosial yang berfungsi sebagai sosial kontrol terhadap tingkah laku atau pergaulan yang berlaku di masyarakat. Seni tari untuk keperluan ritual harus mematuhi kaidah-kaidah yang telah turun-temurun menjadi tradisi. Kaidah-kaidah tari yang berfungsi sebagai sarana upacara ritual memilki ciri-ciri khas yakni harus diselenggarakan pada hari dan saat tertentu yang kadang-kadang dianggap sakral, penarinya pun dipilih orang-orang tertentu biasanya mereka yang dianggap suci atau yang telah membersihkan diri secara spiritual, dan adakalanya disertai berbagai sesaji di tempat-tempat tertentu. Beberapa contoh tari yang berfungsi atau digunakan sebagai upacara ritual yang dilaksanakan dalam masyarakat, yaitu: 1 Tari Bedhaya Ketawang di Jawa Tengah digunakan sebagai upacara penobatan raja dan hari ulang tahun raja. 2 Tari Seblang di Banyuwangi Jawa Timur digunakan sebagai upacara ritual kesuburan. 3 Tari Mapeliang dari Sulawesi sebagai tari upacara kematian. 4 Tari Seju Kajo No gawi di daerah Timor Timur dilaksanakan pada acara pembuatan rumah. 5 Tari Makaria digunakan untuk mengiringi upacara permohonan berkat untuk semua usaha atau pun dalam acara keramaian pesta suku Tonsea Minahasa Sulawesi Utara. 6 Tari Rejang adalah tari wanita Bali yang berfungsi sebagai tari penyambutan kedatangan para dewa yang diundang untuk turun ke pura, yang kemudian disusul dengan Tari Baris. b. Fungsi Tari sebagai Hiburan 34 Seni tari sebagai saran hiburan disajikan untuk kepentingan menghibur masyarakat. Dalam hal ini seni tari digunakan dalam rangka memeriahkan suasana pesta hari perkawinan, khitanan, syukuran, peringatan hari-hari besar, nasional, dan peresmian- peresmian gedung. Seni tari dalam acara-acara tersebut sebagai ungkapan rasa senang dan bersyukur yang diharapkan akan memberikan hiburan bagi orang lain. Masyarakat yang diundang atau hadir dalam acara ini pada dasarnya mempunyai keinginan untuk menghibur diri atau rekreasi. Tari hiburan juga disebut tari bergembira yang berfungsi sebagai media pengungkapan rasa kegembiraan. Ungkapan kegembiraan ini dapat dilakukan dengan cara menari bersama. Semua orang yang terlibat di dalamnya sebagai penari. Tari hiburan dapat dikatakan pula sebagai tari pergaulan yang lebih sering dibawakan secara berpasangan, walaupun ada kalanya yang ditarikan tidak secara berpasangan. Di bawah ini beberapa contoh tari hiburan, yaitu: 1 Tari Manjau dari Tanjungkarang-Telukbetung, sebagai tari pergaulan yang menggambarkan percintaan. 2 Tari Martomdur dari Simalungun Sumatera Utara, tari berpasangan sebagai tari hiburan muda-mudi. 3 Tari Ketuk Tilu, Bangreng, Tayub dari Jawa Barat sebagai tari pergaulan. 4 Tari Calonarang dari Bali. 5 Tari Gandrung Banyuwangi dari Jawa TImur. c. Fungsi Tari sebagai Pertunjukan 35 34 Ibid., h. 11. 35 Ibid., h. 12. Tari pertunjukan atau disebut juga tari tontonan pelaksanaannya disajikan khusus untuk dinikmati. Tari yang berfungsi sebagai pertunjukan ini dapat diamati pada pertunjukan tari untuk kemasan pariwisata, untuk penyambutan tamu-tamu penting atau tamu pejabat, dan untuk festival seni. Pertunjukan tari yang digunakan pada acara-acara tersebut penggarapannya sudah dikemas dan dipersiapkan menjadi sebuah tari bentuk yang telah melewati suatu proses penataan, baik gerak tarinya maupun musik iringannya sesuai dengan kaidah- kaidah artistiknya. Berikut contoh tarian pertunjukan: 1 Tari Panji, tari Rumyang, tari Samba, tari Tumenggung dan tari Klana, tari Kupu Tarung, dan tari Topeng Kencana Wungu. Tari- tarian ini termasuk ke dalam rumpun tari Topeng Cirebon dan Topeng Priyangan. 2 Tari Subandra, tari Srikandi, tari Arjuna, tari Gatotkaca, tari Jayengrana, tari Gandamanah, tari Badaya, tari Srimpi dan banyak lagi yang lainnya. Kelompok tarian ini dari rumpun tari wayang. 3 Tari Merak, tari Sulintang, tari Sekarputri, tari Ratu Graeni, tari Anjasmara, tari Kandagan, tari Kupu-Kupu, tari Topeng Koncaran, dan lain-lain. Tari-tarian ini adalah karya-karya R. Tjetje Somantri. 4 Tari Lanyepan, tari Kawitan, tari Gawil, tari Ngalana, tari Gunungsari, Kastawa ialah rumpun tari Keurseus. 5 Tari Wayang Wong, Dramatari Arja, tari Janger, tari Pendet dan lain sebagainya adalah tari-tarian yang ada di Bali.

2. Hakikat Ronggeng

a. Definisi Ronggeng

Tari-tarian Jawa dapat digolongkan di antara bentuk kesenian yang tinggi dan halus dan yang sesuai dengan watak serta suasana Jawa. Kata-kata lain yang digunakan untuk membedakan konteks, bagaimana tari-tarian Jawa dipertunjukkan: apabila beksa untuk menunjukkan koreografi klasik yang sangat distilisasi, maka kata kerja nandhak dipakai untuk menyebut tari-tarian yang tanpa persiapan atau

Dokumen yang terkait

Ronngeng dalam kebudayaan Banyumas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA “suatu tinjauan objektif”

5 126 140

Konflik batin tokoh utama dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari serta implikasinya terhadap pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di MTS Al-Mansuriyah, Kec Pinang, Kota Tangerang

4 44 99

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

3 14 178

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastr

0 2 12

KONFLIK BATIN TOKOH SRINTIL DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA.

0 2 21

REPRESENTASI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK” (Studi Semiologi Tentang Representasi Diskriminasi Perempuan Dalam Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari).

2 7 121

REPRESENTASI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK” (Studi Semiologi Tentang Representasi Diskriminasi Perempuan Dalam Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari).

0 0 121

View of DIKSI SEKSUALITAS DALAM NOVEL TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI

0 0 10

REPRESENTASI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK” (Studi Semiologi Tentang Representasi Diskriminasi Perempuan Dalam Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari)

0 0 25

REPRESENTASI DISKRIMINASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK” (Studi Semiologi Tentang Representasi Diskriminasi Perempuan Dalam Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” Karya Ahmad Tohari)

0 0 25