2. Syarat-Syarat Menjadi Ronggeng
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari menceritakan tentang perjalanan seorang yang akan menjadi ronggeng. Sesuai adat Dukuh
Paruk, maka sebelum menyandang gelar ronggeng, Srintil yang telah mendapat
indang arwah Ki Secamenggala harus lebih dahulu menjalani berbagai upacara sakral. Upacara ini mencakup pemandian ronggeng di
depan makam Ki Secamenggala dan upacara bukak-klambu. Seperti pada
kutipan di bawah ini: “Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat
Dukuh Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum Srintil berhak menyebut dirinya seorang
ronggeng yang sebenarnya. Salah satu di antaranya adalah upacara pemandian yang secara turun temurun dilakukan di depan cungkup
makam Ki Secamenggala.”
60
Upacara pemandian yang dilakukan di depan cungkup makam Ki Secamenggala merupakan upacara turun-temurun yang harus dilakukan
oleh seorang ronggeng. Upacara ini dilakukan dengan sakral dan khidmat. Upacara yang dilakukan semata-mata untuk memperoleh restu dari Ki
Secamenggala agar Srintil diizinkan untuk menjadi ronggeng di Dukuh Paruk. Srintil didandani sangat cantik dengan pakaian kebesaran seorang
ronggeng. Upacara memandikan seorang ronggeng merupakan peristiwa yang amat penting bagi orang pedukuhan. Mereka percaya restu Ki
Secamenggala dapat membuat seorang ronggeng menjadi ronggeng yang tenar. Restu itu didapat apabila seorang ronggeng mampu bertayub dengan
arwah Ki Secamenggala, yang di dalam novel ini Srintil mendapat restu dari Ki Secamenggala ketika Kartareja kerasukan oleh roh Ki
Secamenggala pada pentas di pekuburan tersebut. seperti pada kutipan di bawah ini:
“Dalam berdirinya, tiba-tiba Kartareja menggigil tegang. Mata dukun ronggeng itu terbeliak menatap langit. Wajahnya pucat
60
Ibid., h. 43.
dan basah oleh keringat. Sesaat kemudian tubuh Kartareja mengejang. Dia melangkah terhuyung-huyung, matanya menjadi
setengah terpejam.
Semua orang
terkesima. Calung
berhenti. Srintil
menghentikan tariannya karena calung dan gendang pun bungkam. Kartareja terus melangkah. Sampai di tengah arena laki-laki tua
bangka itu mulai menari sambil bertembang irama gandrung.
Hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh roh Ki Secamenggala telah memasuki tubuh
Kartareja dan ingin bertayub….”
61
Kutipan di atas menunjukan bahwa salah satu syarat yang harus ditempuh oleh seorang ronggeng dengan upacara pemandian di makam Ki
Secamenggala, dan restu itu didapatkan ketika roh Ki Secamenggala datang merasuki Kartareja dan mengajak Srintil untuk bertayub.
Selain melakukan upacara pemandian di makam Ki Secamenggala, proses yang harus dilakukan agar Srintil menjadi penari ronggeng adalah
bukak-klambu. Bukak-klambu dapat disebut semacam sayembara untuk memperebutkan kegadisan calon ronggeng. Lelaki mana pun yang dapat
menyerahkan sejumlah uang atau perhiasan tertentu berhak menikmati kegadisan Srintil. Upacara
bukak-klambu yang disayembarakan oleh dukun ronggeng dimanfaatkan oleh orang Dukuh Paruk sebagai bentuk
eksistensi baik laki-laki maupun perempuan yang akan merasa bangga apabila laki-laki atau suaminya mendapat kegadisan seorang ronggeng.
Namun, warga Dukuh Paruk yang melarat dan miskin tentu tidak dapat menikmati upacara tersebut. Justru Dower dan Sulam yang dapat
menikmati dan menjadi suatu kebanggan bagi diri mereka masing-masing karena telah mendapatkan kegadisan Srintil pada saat upacara
bukak- klambu. Seperti pada kutipan berikut:
“Dari orang-orang Dukuh Paruk pula aku tahu syarat terakhir yang harus dipenuhi oleh Srintil bernama
bukak-klambu. Berdiri bulu kudukku setelah mengetahui macam apa persyaratan
itu. Bukak-klambu adalah semacam sayembara terbuka, terbuka
61
Ibid., h. 47.
bagi laki-laki mana pun. Yang disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng. Laki-laki yang dapat menyerahkan
sejumlah uang yang ditentukan oleh dukun ronggeng, berhak menikmati virginitas itu.”
“Aku benci, benci. Lebih baik kuberikan padamu. Rasus, sekarang kau tak boleh menolak seperti kau lakukan tadi siang. Di
sini bukan perkuburan. Kita takkan kena kutuk. Kau mau, bukan?”
62
Dari kutipan-kutipan di atas, memaparkan bahwa Srintil justru memberikan kegadisannya kepada Rasus yang sejak kecil menjadi
kawannya. Akibat penyerahan kegadisan Srintil kepada Rasus. Srintil telah merusak upacara
bukak-klambu, meskipun upacara tersebut memang telah rusak karena telah dicurangi oleh dukuh ronggeng Srintil, Kartareja dan
Nyai Kartareja. Hal ini membuktikan bahwa Srintil tidak mempercayai upacara
bukak-klambu tersebut sehingga ia bebas memilih kepada siapa kegadisannya akan diberikan, dan Srintil memilih Rasus. Sedangkan untuk
dukun ronggeng yang juga telah merusak upacara bukak-klambu, mereka
melakukan upacara bukak-klambu hanya sekadar untuk mencari
keuntungan dari diri Srintil yang akan menjadi ronggeng. Superioritas Srintil sebagai ronggeng yang diyakini oleh Dukuh
Paruk sebagai pembawa berkah, maka akan menjadi suatu kebanggaan apabila laki-laki dapat tidur dan menari dengan Srintil. Srintil dianggap
seorang ronggeng titisan dari arwah Ki Secamenggala sehingga masyarakat meyakini bahwa Srintil akan membawa keberkahan bagi
orang-orang yang dapat tidur dan menari dengan Srintil. Kedudukan Srintil yang menjadi tinggi setelah Srintil resmi menjadi ronggeng setelah
melakukan kedua upacara tersebut. Srintil dapat mengangkat nama baik keluarga dan menghapus dosa masa lalu orang tua Srintil, Santayib yang
telah meracuni warga Dukuh Paruk dengan tempe bongkrek. Dosa tersebut telah dilupakan setelah Srintil menjadi ronggeng dari titisan arwah Ki
Secamenggala. Srintil menjadi simbol dari Dukuh Paruk. Dukuh Paruk
62
Ibid., h. 51 76.
merasa hidup kembali dan mempunyai semangat kembali setelah Srintil ronggeng. Orang-orang menganggap bahwa dengan Srintil menjadi
ronggeng akan membawa keberkahan bagi Dukuh Paruk.
3. Fungsi Ronggeng di Masyarakat
Seorang ronggeng merupakan milik umum yang memiliki status yang tinggi di masyarakat Dukuh Paruk. Ronggeng dapat menarik laki-laki
atau masyarakat dengan susuk dan jimat-jimat tertentu yang digunakan. Susuk emas yang dipasang di beberapa bagian tubuh Srintil dan keris Kyai
Jaran Guyung yang merupakan keris pekasih yang selalu menjadi jimat bagi para ronggeng. Maka dari itu, seorang ronggeng dapat dengan mudah
mendapat perhatian umum. Dengan segala pandangan negatif terhadap ronggeng, nyatanya dalam masyarakat seorang ronggeng mempunyai
peranan atau tugas yang harus dilakukan. Ronggeng yang menjadi superior dalam warga Dukuh Paruk dan menjadi inferior dalam dunia luar Dukuh
Paruk. Kedudukan ronggeng yang superior mengharuskan seorang ronggeng menjadi
gowok. Hal ini mendeskripsikan bahwa kedudukan rongggeng yang tinggi akan membawa keberkahan apabila Srintil menjadi
gowok. Sedangkan, dianggap sebagai sundal, penghibur, dan pelacur merupakan inferior dari kedudukan seorang ronggeng di mata warga luar
Dukuh Paruk. Hal ini mendeskripsikan bahwa seorang ronggeng tidak lebih dari seorang sundal dan pelacur yang dianggap sebagai perusak
rumah tangga suami-istri di luar Dukuh Paruk. Seorang ronggeng selalu dapat menarik perhatian masyarakat tentu
tidak terlepas dari pengikat yang ada di dalam diri seorang ronggeng.
Seperti dalam novel ini, Srintil ketika ingin menjadi seorang ronggeng, Srintil dipasangkan susuk emas dan mantra pekasih
agar orang-orang tertarik padanya dan orang-orang melihat bahwa Srintil seorang ronggeng
yang cantik. Seperti pada kutipan berikut: “Satu hal disembunyikan oleh Nyai Kertareja terhadap
siapa pun. Itu ketika dia meniupkan mantra pekasih ke ubun-ubun