Landasan Teori Analisis pengaruh aglomerasi industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan nilai output industri terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011

19 Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja dan T adalah teknologi. Karena tingkat kemajuan teknologi ditentukan secara eksogen maka model neoklasik Solow juga disebut model pertumbuhan eksogen. Model Solow memiliki beberapa kekurangan dan untuk memperbaikinya dengan memecah total faktor produksi dengan memasukan variabel lain, dimana variabel ini dapat menjelaskan pertumbuhan yang terjadi. Model ini disebut model pertumbuhan endogen. Model pertumbuhan endogen beranggapan bahwa perdagangan internasional penting sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Model perdagangan internasional diukur melalui aktifitas ekspor dan impor, yaitu: Y = F � � � � Dimana Y adalah output, A adalah produktifitas, K adalah modal, L adalah angkatan kerja yang bekerja, i adalah tahun, sedangkan indeks produktifitas A adalah fungsi dari ekspor X dan impor M, yaitu : � � = F � �

b. Teori Pertumbuhan Baru

Ada beberapa ahli ekonom seperti Mankiw, Romer dan Weil melakukan studi penyempurnaan model pertumbuhan ekonomi neoklasik untuk memperjelas dan menambahkan dasar teoritis bagi sumber pertumbuhan ekonomi Eko Wicaksono Pambudi, 2012: 44. Model Solow hanya dapat menerangkan 20 hubungan modal dan angkatan kerja yang bekerja saja, sehingga ditambahkan lagi variabel mutu modal manusia untuk membantu menjelaskan pola pertumbuhan ekonomi selain modal dan angkatan kerja yang bekerja, yaitu : Y = � � 1 − � 1 − − Dimana Y adalah output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, T adalah teknologi dan H adalah modal manusia. Lebih dalam lagi, menurut Paul Romer inovasi dan perubahan teknologi merupakan faktor utama bagi pertumbuhan ekonomi hal ini didasarkan pada pandangan bahwa inovasi dan perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas kapital dan tenaga kerja. Abdul Hakim, 2010:106

c. Teori Basis Ekonomi

Teori ini dikemukakan oleh Harry W Richardson yang menjelaskan bahwa terdapat suatu faktor penentu akan terjadinya pertumbuhan ekonomi yaitu adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Permintaan barang dan jasa dari luar daerah tersebut dikategorikan salah satu contoh dari kegiatan ekspor. Namun, secara lebih lanjut dijelaskan bahwa kegiatan ekspor tidak hanya mencakup penjualan barang dan jasa keluar daerah tetapi masyarakat luar yang datang dan membeli barang dan jasa di daerah tersebut Tarigan, 2005 : 56. Pertumbuhan industri-industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya lokal baik tenaga kerja maupun bahan baku akan menghasilkan peluang kerja serta menghasilkan kekayaan daerah. 21

d. Teori Pusat Pertumbuhan Growth Pole

Teori ini dapat diartikan dengan dua cara, yaitu dengan pendekatan fungsional dan pendekatan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar wilayah sekitarnya. Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik pole of attraction, yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah tersebut serta masyarakat akan dengan senantiasa datang memanfaatkan fasilitas yang disediakan di daerah tersebut. Tarigan 2005: 162 mengatakan bahwa tidak semua kota dapat diartikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan memiliki empat ciri khusus yang antara lain adalah : 1 Adanya hubungan internal dari berbagai kegiatan yang memiliki nilai ekonomi. Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Terdapat keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila ada sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, karena saling terkait. Jadi, akan terlihat kehidupan kota menjadi satu irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan 22 menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan. 2 Adanya efek pengganda Multiplier Effect Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat karena ada keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan produksi bisa bebrapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut. Karena kegiatan berbagai sektor di kota meningkat maka kebutuhan kota akan bahan baku dan tenaga akan meningkat. 3 Adanya Konsentrasi Geografis Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan juga meningkatkan daya tarik attractiveness dari kota tersebut. Masyarakat yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan sehingga akan terjadi penghematan akan waktu, tenaga, dan biaya. Volume transaksi yang terjadi di wilayah tersebut maka akan meniongkat dan akan menciptakan economic of scale. 23 4 Bersifat mendorong wilayah belakangnya sekitarnya Hal ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang harmonis antara kota dengan wilayah belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku serta tenaga kerja dari wilayah belakang maupun sekitarnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila keadaan yang harmonis ini semakin maju dan berkelanjutan maka tidak dapat dipungkiri wilayah disekitar kota akan menjadi tumbuh juga. Konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan apabila konsentrasi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik ke dalam di antara berbagai sektor di kota tersebut maupun keluar ke wilayah belakang serta sekitarnya.

e. Teori Pertumbuhan Kuznet

Pertumbuhan ekonomi Kuznet menunjukan adanya kemampuan jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan barang- barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai ketika terjadi keadaan dimana adanya perubahan struktural yang ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi, kelembagaan dan penyesuaian idiologi. 24 Teori pertumbuhan Kuznet menuliskan dalam analisinya menambahkan enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu : 1. Tingginya tingkat pendapatan perkapita. 2. Tingginya produktifitas tenaga kerja. 3. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi. 4. Tingginya faktor transformasi sosial idiologi. 5. Kemampuan perekonomian untuk melakukan perluasan pasar. 6. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.

2. Teori Aglomerasi

Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap wilayah Indonesia tidaklah sama. Hal ini sesuai dengan konsepsi Perroux tentang aglomerasi yang menyatakan bahwa pertumbuhan tidak terjadi pada semua tempat, namun hanya sebagian tempat tertentu saja. Biasanya akan terjadi fenomena daerah yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah sehingga akan berdampak pada munculnnya aglomerasi. Aglomerasi bisa diartikan sebagai kegiatan ekonomi terpusat pada wilayah-wilayah tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan antar wilayah. 25

a. Konsep Aglomerasi

Menurut Kuncoro 2002: 26, aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi dikawasan perkotaan karena penghematan akibat dari perusahaan yang letaknya saling berdekatan dan akibat dari kalkulasi perusahaan secara individual. Selanjutnya Marshall merupakan salah satu pencetus dari istilah aglomerasi yang disebut sebagai industri yang terlokalisir localized industries. Industri yang terlokalisir muncul karena sebuah industri akan memilih tempat dimana tempat tersebut akan menjamin proses produksi akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama Mc Donald, 1997:37. Salah satu manfaat yang ditimbulkan oleh kegiatan aglomerasi adalah penghematan skala scale economies. Menurut Tarigan 2005 : 159-160 aglomerasi berdasarkan penghematan skala economic of scale adalah keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi lebih besar dan biaya per unitnya lebih efisien. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih efisien maupun karena biaya tetap fixed cost tidak bertambah, walaupun jumlah produksi ditingkatkan sampai batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak sebesar kenaikan produksi. Salah satu cara perhitungan aglomerasi industri adalah dengan indeks balassa yang merupakan suatu perhitungan rasio perbandingan dari jumlah tenaga kerja industri di suatu wilayah kabkota di Jawa Tengah dengan total tenaga kerja industri di wilayah yang lebih besar Propinsi Jawa Tengah Sbergami dalam Sodik, 2007: 7. Penggunaan Indeks Balassa didasarkan pada kekhususan untuk dapat membedakan faktor spesialisasi 26 yang mana dalam penelitian ini diwakili oleh jumlah atau besaran tenaga kerja. Selain itu, dalam pengertian New Ecomonical Geographic atau Teori Geografi Ekonomi Baru salah satu faktor utama penentu lokasi akan terjadinya aglomerasi industri adalah adanya keadaan dimana terkonsentrasinya pasar tenaga kerja yang dapat dilihat dari jumlah penduduk yang masuk dalam usia kerja di suatu wilayah.

b. Hubungan Aglomerasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Richardson dalam Tarigan 2005 : 55, berpendapat bahwa dengan adanya persaingan antar industri maka akan meningkatkan harga bahan baku dan faktor produksi, dan mengakibatkan biaya per unit mulai naik yang berdampak relokasi aktifitas ekonomi ke daerah lain yang belum mencapai skala produksi maksimum. Dengan adanya aglomerasi ekonomi di suatu wilayah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut karena akan tercipta efisiensi produksi, sedangkan wilayah lain yang tidak sanggup untuk bersaing akan mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekonominya. Jamie Bonet 2006 : 63, menjelaskan bahwa aglomerasi pemusatan kegiatan produksi digunakan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk mengetahui kesenjangan wilayah. Aglomerasi produksi dapat mempengaruhi kesenjangan wilayah secara langsung, yaitu pada saat terjadinya hambatan mobilitas tenaga kerja antar wilayah, atau saat terjadi surplus tenaga kerja dalam perekonomian. Dari beberapa kutipan definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa aglomerasi merupakan suatu sekumpulan kluster wilayah yang 27 merupakan konsentrasi dari kegiatan ekonomi dan disebabkan oleh adanya penghematan yang terjadi di lokasi yang saling berdekatan. Selanjutnya, aglomerasi dapat diukur dengan beberapa cara, pertama adalah dengan menggunakan proporsi jumlah penduduk perkotaan dalam suatu provinsi terhadap jumlah penduduk provinsi tersebut dan yang kedua adalah dengan menggunakan konsep aglomerasi produksi. Penelitian ini menggunakan konsep aglomerasi produksi yang diukur menggunakan proporsi jumlah tenaga kerja di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah tenaga kerja industri manufaktur di tiap-tiap Kabkota di Propinsi Jawa Tengah.

3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK

a. Pengertian TPAK

Penduduk dibedakan menjadi dua golongan yakni tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan masyarakat luas. Yang tergolong dalam pengertian tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan atas dasar batas usia kerja. Bank Dunia menyatakan bahwa batas usia kerja adalah 15 sampai 64 tahun. Namun di Indonesia batas usia kerja adalah 10 tahun keatas sejak 1971-1999. Pemilihan umur 10 tahun tersebut didasari oleh kenyataan bahwa di daerah 28 pedasaan sudah banyak penduduk yang bekerja pada usia 10 tahun. Sejak tahun 2001 Indonesia mengikuti anjuran dari International Labour Organization ILO, yauti mengubah batas minimal usia tenaga kerja di Indonesia dari 10 tahun menjadi 15 tahun. Selanjutnya, angkatan kerja merupakan salah satu faktor positif dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dijelaskan dengan pengertian bahwa semakin banyak partisipasi angkatan kerja yang bekerja, akan meningkatkan tingkat produksi yang akhirnya akan berimbas pada naiknya pertumbuhan ekonomi. Terdapat beberapa klasifikasi dalam angkatan kerja, yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Gambar 2.1 Bagan Tenaga Kerja A. Penduduk Umur 15+ tahun B. Angkatan Kerja Labour Force C. Bukan Angkatan Kerja not in labour force Ibu Rumah Tangga Pensiun Lain-lain Sekolah E. Mencari Pekerjaan Menganggur D. Bekerja 29 Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang sedang mencari kerja. Sedangkan penduduk yang termasuk dari bukan angkatan kerja adalah penduduk yang masuk dalam usia kerja namun sedang tidak bekerja seperti ibu rumah tangga, pensiunan, siswa sekolah maupun perguruan tinggi dan lain-lain. Dalam gambar diatas yang dikatakan dengan TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan rasio dari label huruf B dan A , dimana dalam bagan tersebut terlihat jelas bahwa bagan dengan label huruf B merupakan jumlah angkatan yang dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64. Untuk mendapatkan perhitungan matematis mengenai presentase TPAK maka dengan cara membagi jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan jumlah total penduduk usia 15-64th. Manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alokasi SDM yang efektif merupakan awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga perekonomian tetap tumbuh. Dapat dikatakan bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan ekonomi. Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPAK dapat dinyatakan untuk seluruh penduduk dalam usia kerja dan dapat pula dinyatakan untuk suatu kelompok penduduk tertentu seperti kelompok laki-laki, kelompok wanita, kelompok tenaga kerja terdidik, kelompok umur 15-19 tahun. Tidak semua penduduk dalam usia kerja terlibat dalam pekerjaan atau mencari 30 pekerjaan sebagian bersekolah atau mengurus rumah tangga dan lain-lain. Menurut Mulyadi Subri 2002:60 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umum sebagai presentase penduduk dalam kelompok umur tersebut. Menurut Payaman Simanjuntak 2001:36 TPAK merupakan ukuran tingkat partisipasi penduduk dalam angkatan kerja yang dapat memberikan gambaran yang jelas sampai seberapa jauh sebenarnya penduduk yang termasuk usia kerja sepuluh tahun keatas benar-benar aktif dalam bekerja dan tidak aktif bekerja. Jadi TPAK adalah perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk dalam usia kerja. Formulasi dalam perhitungan TPAK merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 usia kerja formulasinya adalah sebagai berikut : TPAK = x 100 Dimana : X = Angkatan Kerja baik yang bekerja ataupun yang sedang mencari pekerjaan Y= Jumlah Penduduk Usia Kerja 15-64tahun 31 Faktor – faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya TPAK antara lain yaitu : a Jumlah penduduk bersekolah dan mengurus rumah tangga Hubungan TPAK dan jumlah penduduk yang masih bersekolah adalah semakin besar jumlah penduduk yang bersekolah, semakin kecil jumlah angkatan kerja yang berarti TPAK semakin kecil. b Tingkat Umur Umur berkaitan dengan TPAK, dengan adanya kenyataan bahwa penduduk berumur muda umumnya mempunyai tanggung jawab yang tidak begitu besar sebagai pencari nafkah untuk keluarga dan mereka umumnya bersekolah. c Tingkat Upah Kaitan antara tingkat upah dengan TPAKadalah melalui kenyataan bahwa semakin tinggi tingkat upah dalam masyarakat, semakin banyak anggota keluarga yang tertarik untuk masuk ke pasar kerja atau dengan kata lain TPAK akan meningkat. d Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berhubungan dengan TPAK karena semakin tinggi tingkat pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk bekerja. 32

b. Hubungan TPAK dengan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam pengertiannya, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK merupakan rasio perbandingan antara angkatan kerja yang bekerja dengan penduduk usia kerja usia 15-64 tahun. Dapat dikatakan bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK tersebut merupakan bagian dari tenaga kerja dan penduduk. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berlangsungnya serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pengertian bahwa pertumbuhan ekonomi dapat terlaksana dengan baik apabila jumlah dan mutu dari tenaga kerja itu baik. Dengan mutu penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka akan menghasilkan angkatan kerja yang baik pula. Selain itu dengan adanya pertambahan penduduk, maka akan menaikkan jumlah tenaga kerja yang kemudian menambahkan kemungkinan untuk dapat lebih banyak lagi berproduksi. Sadono, 2004 : 429

4. Konsep dan Pengertian Nilai Output Industri

a. Konsep Nilai Output Industri

Badan Pusat Statistik BPS, 2000 mendefinisikan bahwa nilai output adalah seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah atau negara, provinsi, dan sebagainya dalam periode tertentu tanpa memperhatikan asal usul pelaku produksi maupun bentuk usahanya. Sepanjang kegiatan produksinya dilakukan pada wilayah yang bersangkutan maka produksinya 33 dihitung sebagai bagian dari output wilayah tersebut, oleh karena itu output sering disebut sebagai produk domestik. Wujud produk yang dihasilkan dapat berupa barang dan jasa, maka perkiraan output untuk produksi berupa barang diperoleh dengan cara mengalikan produksi dengan harga per unit. Sedangkan yang berupa jasa, output didasarkan pada penerimaan dari jasa yang diberikan pihak lain. Produk yang dihasilkan oleh sektor menurut sifat teknologi yang digunakan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu produk utama, produk ikutan, dan produk sampingan. Produk utama adalah produk yang pada umumnya mempunyai nilai dan atau kuantitas yang paling dominan diantara produk-produk yang dihasilkan. Produk ikutan adalah produk yang secara otomatis terbentuk saat menghasilkan produk utama, teknologi yang digunakan untuk menghasilkan produk utama dan produk ikutan merupakan teknologi tunggal. Sedangkan yang dimaksud produk sampingan adalah produk yang dihasilkan sejalan dengan produk utama tetapi menggunakan teknologi yang berbeda. Secara umum untuk menghitung output suatu sektor, produk ikutan dimasukkan sebagai bagian dari output sektor yang bersangkutan, sedangkan produk sampingan masih tergantung pada karakteristiknya. Apabila karakteristiknya sama, maka masuk sebagai output sektor yang bersangkutan dan apabila berbeda karakteristiknya maka masuk pada sektor lain. Pada beberapa sektor penghitungan output relatif berbeda, seperti sektor bangunan, sektor perdagangan, sektor keuangan dan sektor pemerintahan. 34 b Hubungan Nilai Output Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi Dalam pembentukan nilai PDRB Produk Domestik Regional Bruto terdapat sembilan macam sektor yang memiliki kontribusi. Salah satu sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan, yang mana nilai sektor industri pengolahan tersebut dapat dikatakan merupakan bagian dari pembentuk nilai PDRB yang ada. Nilai output industri yang merupakan bagian pembentukan nilai PDRB tersebut, memberikan dampak, pada besar atau kecilnya nilai PDRB di suatu wilayah. Penggunaan nilai output industri yang lebih efektif adalah dalam hubungannya dengan penyelidikan pengaruh pengembangan satu kegiatan tertentu terhadap kegiatan lainnya yang merupakan sektor di dalam kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Dalam menyelidiki pengaruh tersebut anggapan yang paling penting ialah bahwa daerah yang akan dipelajari dianggap sebagai daerah tertutup. Dengan demikian berarti bahwa hubungan antar daerah disusun ke dalam dua sektor utama, yaitu ekspor dan impor. Hal ini disebabkan karena kita ingin menyelidiki pengaruh tersebut terhadap suatu daerah tunggal.

B. Penelitian Terdahulu

Nuryadin dan Sodik 2007 dalam penelitiannya yang berjudul Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia menyatakan dalam abstraknya bahwa variabel aglomerasi tidak berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena Indonesia bukanlah negara industri maju, dan aglomerasi bukanlah suatu ukuran yang baik untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 35 Pambudi 2013 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel aglomerasi menujukan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Qist hi 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan 1986- 2009” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dari variabel modal dan pendapatan asli daerah. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan. Sumiyati 2008 dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Modal Tetap Dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” menyatakan bahwa hasil penelitian dalam jurnalnya menunjukkan bahwa Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indosia baik secara parsial maupun simultan. Aldilla 2011 Pengaruh Tenaga Kerja dan Nilai Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Pengaruhnya Terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah menyatakan dalam hasilnya bahwa variabel tenaga kerja dan nilai output industri berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah. 36 Quigley 1993 dalam tulisannya yang berjudul Urban diversity and Economic Growth menyatakan bahwa aglomerasi memiliki sedikitnya tiga keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, antara lain skala ekonomi, penghematan bahan baku dalam produksi, dan kondisi perkotaan yang terpadu akan menunjang berbagai macam aspek produksi menjadi lebih besar. Stuart S. Rosenthal dan William C. Strange 2001 dalam tulisannya yang berjudul Determinant of Agglomeration menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara aglomerasi dengan pertumbuhan ekonomi yang dijelaskan dengan meningkatnya produktifitas di daerah-daerah dengan sumber daya alam dan faktor-faktor produksi lainnya. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil Didi Nuryadin dan Jamzani Sodik 2007 Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi : Peran Karakteristik Regional di Indonesia Aglomerasi Angkatan Kerja Laju Inflasi Ekspor Netto Human Capital Metode Regresi Linear Berganda Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel aglomerasi industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan Ekonomi 37 Eko Wicaksono Pambudi 2013 Pertumbuhan Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi KabKota di Propinsi Jawa Tengah Aglomerasi Investasi Ketimpangan Wilayah Modal Tenaga Kerja Metode Data Panel 175 observasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel aglomerasi menunjukkan hasil negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Wildan Qisthi 2011 Pengaruh Modal, Tenaga Kerja dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Pekalongan 1986- 2009 Modal Tenaga Kerja Pendapatan Asli Daerah Pertumbuhan Ekonomi Ordinary Least Square OLS Dalam penelitiannya dijelaskan variabel modal, pendapatan asli daerah dan tenaga kerja memiliki hubungan positif dengan P.E 38 Penulis Tahun Judul Variabel Metode Hasil Euis Ety Sumiyati 2008 Pengaruh Modal Tetap dan Jumlah Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan Ekonomi Modal Tenaga Kerja Ordinary Least Square OLS Modal tetap dan Jumlah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara parsial maupun simultan Reza Aldilla 2011 Pengaruh Tenaga Kerja dan Output Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta pengaruhnya terhadap Indeks Ketimpangan Penyerapan Tenaga Kerja di Propinsi Jawa Tengah Tenaga Kerja Nilai Output Pertumbuhan Ekonomi Indeks Ketimpangan Menjadikan variabel pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderating dengan ordinary least square OLS Variabel tenaga kerja dan nilai output berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Quigley 1993 Urban Diversity And Economic Growth Aglomerasi wilayah Jumlah Penduduk Pertumbuhan Ekonomi Ordinary Least Square OLS Aglomerasi memiliki beberapa keunggulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah antara lain skala ekonomi