Metode Analisis Data Analisis pengaruh aglomerasi industri, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan nilai output industri terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kab/Kota di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2011

50 Dimana : RRSS = Restricted Residual Sum Square merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode pooled least squarecommon intercept. URSS = Unrestricted Residual Sum Square merupakan Sum of Square Residual yang diperoleh dari estimasi data panel dengan metode fixed effect. N= Jumlah data cross section T= Jumlah data time series K= Jumlah Variabel penjelas Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai F-Test atau Chow Statistic F-Statistik hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect.

b. Uji Hausman Test FEM VS REM

Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah model fixed effect atau random effect yang akan dipilih. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : Ho : Model Random Effect Hi : Model Fixed Effect 51 Dasar Penolakan Ho adalah dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi Square. Jika Chi Square Statistik Chi Square Tabel, maka Ho ditolak model yang digunakan adalah fixed effect.

4. Deteksi Penyimpangan Asumsi Klasik

Untuk mengupayakan hasil model yang efisien, maka diperlukan pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi model yaitu gangguan antar waktu dan gangguan antar individu. Untuk menghasilkan nilai parameter model penduga yang lebih tepat, maka diperlukan pendeteksian apakah model tersebut menyimpang dari asumsi klasik atau tidak, deteksi tersebut terdiri dari :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak pada variabel terikat dan variabel bebas. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji normalitas diantaranya dilakukan dengan cara mambandingkan probabilitas dari hasil pengujian. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5 maka data dikatakan terdistribusi normal.Wing Wahyu, 2011 : 5.37- 5.39 52

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Metode GLS pada intinya memberikan pembobotan pada variasi data yang digunakan, sehingga dapat dikatakan dengan menggunakan GLS maka masalah heterokedastisitas dapat diatasi. Masalah heterokedastisitas dapat disembuhkan dengan metode WLS yang ada pada GLS yang memberikan pembobotan pada varians yang digunakan. Widarjono dalam Wibowo, 2013: 58.

c. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas independent variabel. Uji multikolinieritas terjadi hanya pada regresi ganda. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi tinggi diantara variabel bebas. Bila terjadi hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi maka dikatakan terdapat masalah multikolinieritas dalam model tersebut. Masalah multikolinieritas mengakibatkan adanya kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan. 53 Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi parsial. Metode ini dimunculkan oleh Farrar dan Glaubel, metodenya adalah dengan melihat nilai R square dari model utama yang diestimasi dengan nilai R square dari regresi antar variabel bebasnya.

d. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara anggota serangkaian observasi runtut waktu atau ruang. Salah satu cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin Watson D-W test. Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson Ada autokorelasi positif Tidak dapat diputuskan Tidak ada autokorelasi Tidak dapat diputuskan Ada autokorelasi negatif dl du 4-du 4dl 1,10 1,54 2 2,46 2,90 Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut tidak terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. Wing Wahyu, 2009:5.27 Hipotesanya adalah : Ho : Tidak ada autokorelasi positif Ho : Tidak ada autokorelasi negatif 54 Kriteria Pengujiannya adalah sebagai berikut. 1. Bila nilai D-W statistik terletak antara 0 d dl, Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif ditolak 2. Bila nilai D-W statistik terletak antara 4-dl d 4, Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif ditolak. 3. Bila nilai D-W statustuk terletak antara du d 4-du, Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif maupun Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif diterima. 4. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila dl d du 5. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila du d 4-dl

5. Uji Statistik a. Uji Secara Parsial Uji Statistik t

Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan. Uji t menggunakan hipotesis sebagai berikut Gujarati, 2003 : H : bi = b H 1 : bi ≠ b Dimana bi adalah koefisien variabel inddependen ke-1 sebagai nilai parameter hipotesis. Nilai b biasanya dianggap nol, artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Penolakan H terjadi apabila 55 -t hitung -t tabel atau jika nilai t hitung t tabel. Hal ini berarti bahwa variabel bebas yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Nilai t hitung dirumuskan dengan : t hitung = �− Dimana : bi = Koefisien bebas ke-i b = Nilai hipotesis nol Sb = Simpangan baku dari variabel bebas ke-i

b. Uji Secara Simultan Uji Statistik F

Uji F diperuntukkan guna melakukan uji hipotesis koefisien slope regresi secara bersamaan. Dengan demikian, secara umum hipotesisnya dituliskan sebagai berikut : H : β 1 , β 2 , β 3 , β 4 ,................................................= β = 0 H 1 : Tidak demikian setidaknya ada satu slope yang tidak sama dengan 0 Dimana k adalah banyaknya variabel bebas. Adapun cara pengujiannya yaitu dengan tabel ANOVA Analysis Of Variance, dimana setelah didapatkan F hitung, maka langkah selanjutnya adalah membandingkannya dengan tabel F dengan df sebesar k dan n-k-1. Jika : F hitung F � � maka tolak H atau dengan kata lain bahwa paling tidak ada satu slope regresi yang signifikan secara statistik Nachrowi D Nachrowi, 2006 :17. 56

c. Koefisien Determinasi R

2 Nilai koefisien determinasi R 2 ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan nol R 2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara jika R 2 = 1, artinya variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X, dengan kata lain bila R 2 = 1 maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi, dengan demikian baik atau buruknya suatu persamaan regresi ditentukan oleh R 2 – nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu Nachrowi D Nachrowi, 2006:20.

6. Operasional Variabel Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan dalam penelitian, maka ada beberapa definisi operasional yang perlu dijelaskan : 1. Variabel Dependen a. Pertumbuhan ekonomi digunakan PDRB yang merupakan PDRB atas dasar harga konstan yang menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Dalam penelitian ini digunakan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. 57 2. Variabel Independen a. Aglomerasi Industri yaitu suatu pengelompokan dalam kegiatan industri yang dihitung dari rasio perbandingan tenaga kerja sektor industri dengan tenaga kerja keseluruhan di suatu wilayah. b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK merupakan suatu kelompok penduduk tertentu yaitu perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. c. Nilai output industri manufaktur merupakan sebuah nilai dari hasil kegiatan industri manufaktur. Dalam penelitian ini digunakan nilai output industri manufaktur besar dan sedang. 58 Tabel 3.2 OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN Variabel Definisi Satuan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi dimana pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil dinyatakan dalam harga konstan. Hal ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Tarigan Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data laju pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap kabkota di Provinsi Jawa Tengah. Presentase Aglomerasi Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan, Angka Indeks Balassa 1- 4 59 karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan economies proximity yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen. Montgomery dalan Kuncoro, untuk mencari tingkat aglomerasi, penelitian ini menggunakan indeks balassa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK, merupakan suatu rasio perbandingan dari jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja. Dalam penelitian ini digunakan data penduduk usia 15-64 usia kerja dan data angkatan kerja di tiap kabkota di Prop Jawa Tengah. Presentase Nilai Output Industri Manufaktur Nilai input industri manufaktur merupakan suatu nilai besaran akibat dari hasil kegiatan industri manufaktur. Dalam penelitian ini digunakan data nilai output industri manufaktur sedang dan besar di tiap kabkota di Propinsi Jawa Tengah. Miliyar Rupiah 60

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Propinsi yang ada di Pulau Jawa, terletak pada 5 40 ′ dan 8 30 ′ Lintang Selatan dan antara 108 30 ′ dan 111 30 ′ Bujur Timur. Propinsi ini diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara administratif, Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Kabupaten tersebut antara lain adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo Gambar 4.1 Kondisi Geografis Propinsi Jawa Tengah 61 Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes serta 6 Kota di Jawa Tengah antara lain adalah Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Propinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang secara administratif berbatasan dengan : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Jawa Timur Sebelah Selatan : Samudra Hindia Sebelah Barat : Jawa Barat Secara umum kondisi perekonomian di Propinsi Jawa Tengah dilihat salah satunya melalui laju pertumbuhan PDRB dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan PDRB dihitung dalam persen dengan menghitung nilai PDRB tanpa migas atas dasar harga Konstan 2000. Dihitung atas dasar harga konstan 2000 karena pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan lebih bisa menggambarkan pertumbuhan yang sebenarnya jika dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga konstan 62 menggunakan harga tetap dari tahun ke tahun sehingga perubahan harga tidak berpengaruh terhadap perhitungan. Menurut uraian dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2011 sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi di Propinsi Jawa Tengah yaitu sebesar 33 persen. Selanjutnya sektor yang memberikan kontribusi terbesar kedua adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restaurant sebesar 22 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap PDRB di Jawa Tengah sebesar 18 persen yang menempatkannya pada posisi ketiga dalam kontribusi terhadap PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Gambar 4.2 Distribusi Presentase PDRB Propinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2011 18 1 33 1 6 22 5 4 10 Pertanian Pertambangan dan Galian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restaurant Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa 63 Berdasarkan Angka Sementara Sensus Penduduk SP 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 33,27 juta jiwa atau sekitar 13,52 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini menempatkan Jawa Tengah sebagai propinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Ini ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan sebesar 98,34 persen. Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah jawa Tengah. Umumnya penduduk banyak menumpuk di daerah kota dibandingkan kabupaten. Secara rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tahun 2012 tercatat sebesar 1022 jiwa setiap kilometer persegi, dan wilayah terpadat adalah Kota Surakarta dengan tingkat kepadatan lebih dari 11 ribu orang setiap kilometer persegi. Jawa Tengah Dalam Angka 2012 Tenaga Kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi. BPS merujuk pada konsepdefinisi ketenagakerjaan yang direkomendasikan oleh International Labour Organization ILO. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, dan dibedakan sebagai Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh pada pertumbuhan angkatan kerja. Gambar dibawah ini menunjukkan pengelompokan penduduk berdasarkan 64 usia di Propinsi Jawa Tengah tahun 2011. Dalam gambar tersebut dijelaskan bahwa Propinsi Jawa Tengah didominasi oleh penduduk dengan usia 15-64 tahun sebesar 67 persen, dimana kelompok umur tersebur merupakan kelompok umur yang masuk ke dalam kategori tenaga kerja. Selanjutnya didominasi oleh kelompok umur 0-14 tahun sebesar 25 persen dan yang terakhir sebesar 7 persen merupakan kelompok umur 65 tahun keatas. Gambar 4.3 Penduduk Jawa Tengah Berdasarkan Usia Tahun 2011 Sumber : BPS Jawa Tengah diolah Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2012 mencapai 17,10 juta orang atau naik sebesar 1,04 persen dibanding tahun sebelumnya. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 71,43 persen. Sedangkan angka pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebesar 5,63 persen. Bila dibedakan menurut status pekerjaannya, buruhkaryawan sebesar 30,63 persen. Status pekerjaan ini 26 67 7 Usia 0-14 Usia 15-64 Usia 65+