Sagala 2003: 208 menjelaskan manfaat dari metode diskusi yaitu 1 peserta didik memperoleh kesempatan untuk berpikir, 2 peserta didik mendapat pelati-
han mengeluarkan pendapat, sikap dan inspirasinya secara bebas, 3 peserta didik belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya, 4 diskusi dapat menumbuh-
kan partisipasi aktif dikalangan peserta didik, 5 diskusi dapat mengembangkan sikap demokratis, dapat menghargai pendapat orang lain, dan 6 diskusi selalu
dipakai dalam dalam pergaulan sehari-hari dan karenanya merupakan sebagian dari kehidupan sehari-hari.
Metode diskusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu metode pembelajaran matematika dengan cara membagi siswa dalam kelas menjadi
kelompok-kelompok kecil tim heterogen yang terdiri dari 2 orang. Setiap siswa dalam kelompok saling bertukar pendapat dan bekerja sama untuk mencari
pemecahan dari masalah matematika yang disajikan.
4. Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS
Ibrahim 1996: 47 menyatakan bahwa metode pemecahan masalah merupakan metode pembelajaran taraf tinggi, karena metode ini mencoba melihat dan
memecahkan masalah yang cukup kompleks dan menuntutmengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sukaesih 2009 : 1 menjelaskan bahwa pem-
belajaran TAPPS lebih ditekankan kepada kemampuan penyelesaian masalah problem solving yang efektif dan efisien dalam mengembangkan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah, terutama dalam mengingat dan memahami konsep dengan pemahaman yang lebih baik.
Pate 2004: 5 menyatakan bahwa:
The Thinking Aloud Pair Problem Solving technique is a strategy for improving problem solving performance through verbal probing and elaboration. According
to Lochhead and Whimbey 1987, TAPPS requires two students, the problem solver and the listener, to work cooperatively in solving a problem, following
strict role protocols.
Sejalan dengan pernyataan di atas Nurhadi 2007: 1 menjelaskan bahwa TAPPS merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan dua sampai empat orang
siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Setiap siswa memiliki tugas masing-masing dan guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur
yang telah ditentukan. Satu pihak siswa menjadi problem solver dan satu pihak menjadi listener.
Stice dalam Sukaesih 2009: 2 menjelaskan bahwa tugas problem solver adalah membacakan masalah yang diamati dan menyelesaikan
masalah tersebut, sedangkan listener mendengarkan semua yang disampaikan problem solver termasuk langkah-langkah solusi dari permasalahan dan
menangkap kesalahan apapun yang terjadi. Dipermasalahan berikutnya peran- peran siswa ditukar.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas disimpulkan perincian tugas problem solver dan listener dalam pembelajaran TAPPS sebagai berikut:
a. Perincian tugas seorang problem solver : 1 Membacakan soal agar listener mengetahui permasalahan yang akan
dipecahkan. 2 Menyelesaikan soal dengan cara sendiri.
Kemudian mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan, semua langkah yang akan
dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut serta menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana langkah tersebut agar listener mengerti.
3 Dalam penyampaiannya harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya
4 Mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun menganggap masalah tersebut sulit.
b. Perincian tugas seorang listener: 1 Memahami secara detail setiap langkah yang telah dijelaskan atu
dibacakan oleh problem solver. 2 Meminta problem solver untuk terus berbicara, tetapi tidak menginterupsi
problem solver yang sedang berpikir. 3 Bertanya ketika problem solver mengatakan sesuatu yang kurang jelas.
Jangan biarkan problem solver melanjutkan jika tidak mengerti, atau jika dipikir telah terjadi kesalahan meminta problem solver mengecek kembali
langkah penyelesaian yang ditempuhnya. 4 Tidak boleh memecahkan masalah yang dihadapi oleh problem solver atau
mengajukan pertanyaan yang dimaksudkan untuk memberi petunjuk bagi problem solver dalam memecahkan masalah tersebut.
Krishananto dalam Subhani 2011: 1 menjelaskan bahwa dalam pembelajaran TAPPS siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, menemukan
pasangan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk guru yang berperan sebagai fasilitator.
TAPPS bila diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan kurang, besar kemungkinan membuat kesalahan, siswa yang berperan sebagai listener sebaiknya
dianjurkan untuk menunjukkan bila telah terjadi kesalahan tetapi tidak menyebut- kan letak kesalahannya. Listener tidak harus mampu memecahkan masalah,
perannya hanyalah membantu problem solver memecahkan masalah. Setelah suatu masalah selesai terpecahkan, kedua siswa saling bertukar tugas. Sehingga
semua siswa memiliki kesempatan untuk menjadi problem solver dan listener. Verbalisasi pengucapan merupakan fitur utama dari TAPPS. Tujuan dari
verbalisasi selama proses pemecahan masalah adalah untuk membuat pemikiran dalam masing-masing individu menjadi eksplisit. Scott dalam Mochlisin 2012: 3
menjelaskan bahwa verbalisasi dari pemikiran dalam ini menunjukkan pola pemikiran dan membawa pemikiran subkesadaran ke pemikiran kesadaran
subconscious thought to consiousness, yang memungkinkan seseorang yang sedang memecahkan masalah untuk memonitor rantai alasannya dan
mengidentifikasi kesalahan yang ada. Dengan mengajari siswa metode verbalisasi pikiran, pembelajaran TAPPS
membuat siswa bersentuhan dengan proses mental bawah sadar. Dengan begitu, mereka belajar untuk mengorganisasi dan menilai
kualitas pemikiran mereka sendiri. Mendengarkan secara seksama bagaimana orang lain memecahkan suatu
masalah dapat mengembangkan sikap menghargai berbagai cara yang seseorang tempuh untuk menciptakan solusi yang logis. Mochlisin 2012: 4 menjelaskan
secara keseluruhan proses verbalisasi memiliki mamfaat, yaitu 1 mengurangi pemikiran impulsif, 2 meningkatkan keahlian mendengarkan aktif, 3 mening-
katkan keahlian berkomunikasi, 4 membangun rasa puas ketika memecahkan suatu masalah, dan 5 membangun rasa percaya diri yang sehat dalam meme-
cahkan masalah.
5. Kemampuan Analisis