Implementasi Program Keluarga Berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2015

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN KECAMATAN HINAI

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH MEUTIA UTARI

111000270

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS TANJUNG BERINGIN KECAMATAN HINAI

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH MEUTIA UTARI

111000270

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Berdasarkan data peserta KB baru di Kecamatan Hinai tahun 2014 tidak mencapai target yaitu hanya berjumlah 1294 peserta KB baru dan pencapaian peserta KB baru menurun dari tahun sebelumnya. Kecamatan Hinai merupakan Kecamatan yang paling rendah pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kabupaten Langkat.

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dengan 5 informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas Tanjung Beringin, Penanggung jawab program KB di Puskesmas Tanjung Beringin, Penanggung jawab program KB di KBPP Kecamatan Hinai, Penanggung jawab program KB di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, Bidan desa dan melakukan FGD(Forum Group discussio) dengan 5 peserta KB. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pencapaian peserta KB baru dikarenakan Puskesmas hanya memiliki satu tenaga kesehatan di bidang KB, dan Dinas Kesehatan tidak mendapatkan dana untuk program KB sehingga program KB di Puskesmas hanya melayani dalam gedung dan melakukan pencatatan pelaporan. Sarana dan prasarana yang ada di puskesmas sudah cukup memadai tetapi ketersediaan alat kontrasepsi terkadang tidak tersedia. Perencanaan belum ada dari Dinas Kesehatan sehingga Dinas Kesehatan dan Puskesmas hanya melakukan pecatatan dan pelaporan saja. Kurangnya kerja sama, koordinasi dan sosialisasi dengan KBPP dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Hinai sehingga Dinas Kesehatan ataupun Puskesmas tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program KB di lapangan. Dalam pengawasan sudah dilakukan dengan baik dan berjenjang sampai ke tingkat 2. Hasil program KB di Puskesmas Tanjung Beringin belum maksimal dan masih banyak yang perlu seperti kinerjanya, kurangnya kerjasama di instansi-instansi program KB di Kecamatan Hinai, dan kurangnya pelatihan tenaga kesehatan di bidang KB.

Peneliti ini menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat agar membuat perencanaan dan pendanaan untuk program KB serta dapat menjalin kerjasama yang baik dengan BKBPP Kabupaten Langkat sehingga terlaksananya program KB di lapangan.


(5)

ABSTRACT

Family planning program is one of strategy in order to increase the prosperous of mother and child and realize a small scale happy family as realization of society prosperous by birth control and growth rate control of population of Indonesia. Based on data of new participant of family planning in sub-district of Hinai in 2014, the target was not achieved in which only 1294 new participant of family planning and the achievement of new participant was decrease than previous year. Sub-district of Hinai is a sub-district with the lower level of using long term contraception method in Langkat regency.

This research applied qualitative approach. The data in this research was collected by depth-interview with 5 informant that consist of Head of Puskesmas Tanjung Beringin, the person in charge of Family planning program in Puskesmas Tanjung Beringin, the person in charge in family planning program in KBPP sub-district of Hinai, the person in charge of family planning program of Health Office of Langkat Regency, Midwife and implement the focus group discussion with 5 participant of family planning. Location of research was Puskesmas Tanjung Beringin sub-district of Hinai, Regency of Langkat.

The result of research indicates that the lower of achievement of new participant of family planning target is caused by Puskesmas that only has one health operator in family planning and Health Office has not fund to support the family planning program. Therefore the family planning program in Puskesmas only serve the participant in a building and record the reporting. The available facilities and infrastructure is sufficient but the sometimes, the contraception is not available. There is not planning from Health Office so the Health Office and Puskesmas only do the recording and reporting. The lower of mutual cooperation, coordination and socialization with KBPP in family planning program in sub-district of Hinai cause the health office or Puskesmas is not involved in the implementation of family planning program in the field. The supervision had be implemented effectively up to the level 2. The result of family planning program in Puskesmas Tanjung Beringin has not yet maximum and it need any improvement such as performance, the lower of mutual cooperation of any institutions that involved in family planning program in sub-district of Hinai and the lack of training for medicine in family planning.

This research suggest the Health Office of Langkat Regency to prepare planning and funding for family planning program and to build a mutual cooperation with BKBPP of Langkat Regency for the implementation of family planning effectively.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Implementasi Program Keluarga Berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2015 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara .

2. Bapak dr. Heldy B.Z, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM USU dan sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan untuk membantu penulis memaksimalkan skripsi ini.

3. Ibu dr. Rusmalawaty, M.kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penilis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

4. Bapak dr. Fauzi SKM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penilis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik.

5. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.kes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan untuk membantu penulis memaksimalkan skripsi ini.

6. Ibu Maya Fitria, SKM, M.kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA) yang telah membimbing penulis mulai dari awal perkuliahan hingga penulis dapan menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya staf edukatif dan non edukatif Departemen AKK yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menjalani pendidikan di FKM USU.


(7)

8. Ibu dr. Irsyam Risdawati M.kes, selaku Kepala Puskesmas Tanjung Beringin yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian dan membimbing serta arahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. 9. Ibu Roslaini SE, selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis KB&PP Kecamatan

Hinai yang bersedia diwawancara dan memberikan bimbingan selama melakukan penelitian.

10.Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Bustami Rasyid dan Ismainar serta abang dan adik saya Miswar Ferry Nanda dan Mirna Utami yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis, dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.buat keluarga – keluarga saya yang sudah senantiasa menemani saya melakukan penelitian dan mendukung saya untuk menyelesaikan skripsi saya.

12.Teman teman seperjuangan AKK Lady, Aida, Widia, Riza, dll yang sudah senantiasa membantu dan mendukung saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

13.Sahabat-sahabat saya Cica, Fitri, Wini, Ivan, Friska, Putri, Nisa, Ival yang sudah mendukung, membantu dan mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman angkatan tahun 2011 di FKM USU dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Agustus 2015 Penulis,


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Meutia Utari

Tempat Lahir : Binjai

Tanggal Lahir : 10 Mei 1994

Suku Bangsa : Aceh

Agama : Islam

Nama Ayah : H. Bustami

Suku Bangsa Ayah : Aceh

Nama Ibu : Ismainar

Suku Bangsa Ibu : Aceh

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamatan tahun : SD Ahmad Yani Binjai/2005 2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP Ahmad Yani Binjai/2008 3. SLTA/Tamatan tahun : SMA N 1 Binjai/2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR ISTILAH ... DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii iv vi vii x xi xii xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1Latar Belakang ... 1.2Perumusan Masalah ... 1.3Tujuan Penelitian ... 1.4Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Sejarah Keluarga Berencana... 2.2 Program Keluarga Berencana... 2.2.1 Defenisi Keluarga Berencana... 2.2.2 Tujuan Keluarga Berencana... 2.2.3 Sasaran Program KB... 2.2.4 Ruang Lingkup Program KB... 2.3 Pelayanan Keluarga Berencana... 2.4 Pendokumentasian Pelayanan KB... 2.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB... 2.5 Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi... 2.5.1 Pengertian Alat Kontrasepsi... 2.5.2 Pembagian Cara Kontrasepsi... 2.6 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang... 2.6.1 Alat Kontrasepsi dalam Rahim... 2.6.1.1 Pengertian... 2.6.1.2 Jenis-jenis AKDR...

1 1 8 8 8 9 9 18 18 18 19 22 25 26 26 31 31 32 33 33 33 34


(10)

2.6.1.4 Kerugian AKDR... 2.6.2 Kontrasepsi Implant... 2.6.2.1 Pengertian... 2.6.2.2 Efek samping Implant... 2.6.2.3 Kerugian Implant... 2.6.3 Kontrasepsi Kontap... 2.6.3.1 Tubektomi... 2.6.3.2 Vasektomi... 2.7 Faktor-fakor yang mempengaruhi penggunaan KB... 2.7.1 Umur... 2.7.2 Tingkat Pendidikan... 2.7.3 Jumlah Anak... 2.8 Puskesmas Tanjung Beringin... 2.8.1 Visi dan Misi Puskesmas... 2.8.2 Fungsi Puskesmas... 2.8.3 Program KB di Puskesmas... 2.9 Implementasi Program... 2.10 Kerangka Berfikir... BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.2.1 Lokasi ... 3.2.2 Waktu Penelitian ... 3.3 Informan Penelitian. ... 3.4 Metode Pengumpulan Data ... 3.4.1 Data Primer... 3.4.2 Data Sekunder... 3.5 Teknik Pengumpulan Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN ... 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...………... 4.1.1 Geografi... 4.1.2 Demografi... 4.1.3 Sarana Pelayanan Kesehatan... 4.1.4 Tenaga Kesehatan... 4.2 Karakteristik Informan... 4.3 Analisis Komponen Input... 4.4 Manajemen Program KB... 4.4.1 Perencanaan... 4.4.2 Pengorganisasian... 4.4.3 Pelaksanaan... 4.4.4 Pengawasan... 4.5 Output... 36 37 37 37 38 38 39 40 40 40 41 41 42 42 43 43 44 44 45 45 45 45 45 45 46 46 46 47 48 48 48 48 49 49 50 51 53 53 54 56 57 59


(11)

BAB V PEMBAHASAN ……….…. 5.1 Masukan (Input)... 5.1.1 Tenaga Kesehatan... 5.1.2 Dana... 5.1.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan... 5.2 Proses (Process)... 5.2.1 Perencanaan... 5.2.2 Pengorganisasian... 5.2.3 Pelaksanaan... 5.2.4 Pengawasan... 5.3 Keluaran (Output)... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...….. 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

61 61 61 62 63 65 66 68 70 73 76 77 77 78

DAFTAR PUSTAKA ………..………..…………... LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15

Data demografi wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin Tahun 2013... Data sarana pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Beringin tahun 2013... Daftar petugas kesehatan di Puskesmas Tanjung Beringin... Karakteristik Informan ... Pernyataan informan mengenai tenaga kesehatan... Pernyataan informan mengenai dana program KB... Pernyataan informan mengenai sarana, prasarana dan peralatan... ... Pernyataan informan mengenai perencanaan tiap tenaga kesehatan... Pernyataan informan mengenai pengkoordinasian dalam pelaksanaan program KB... Pernyataan informan mengenai tupoksi dalam pelaksanaan program KB... Pernyataan informan mengenai pelaksanaan kegiatan program KB...

Pernyataan informan mengenai hambatan yang di alami... Pernyataan informan mengenai pengawasan pelaksanaan kegiatan program KB... Pernyataan informan mengenai pencatatan pelaporan program KB... Pernyataan informan mengenai keberhasilan program KB di Kecamatan Hinai... 48 49 50 50 51 52 53 54 54 55 56 57 58 59 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1

Gambar 5.1

Mekanisme Pelaporan Program KB Nasional...……... Alur Pelayanan KB...

29 73


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. .

Pedoman Wawancara

Surat Izin Penelitian dari FKM USU

Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Tanjung Beringin


(15)

ABSTRAK

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Berdasarkan data peserta KB baru di Kecamatan Hinai tahun 2014 tidak mencapai target yaitu hanya berjumlah 1294 peserta KB baru dan pencapaian peserta KB baru menurun dari tahun sebelumnya. Kecamatan Hinai merupakan Kecamatan yang paling rendah pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kabupaten Langkat.

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dengan 5 informan yang terdiri dari Kepala Puskesmas Tanjung Beringin, Penanggung jawab program KB di Puskesmas Tanjung Beringin, Penanggung jawab program KB di KBPP Kecamatan Hinai, Penanggung jawab program KB di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, Bidan desa dan melakukan FGD(Forum Group discussio) dengan 5 peserta KB. Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya pencapaian peserta KB baru dikarenakan Puskesmas hanya memiliki satu tenaga kesehatan di bidang KB, dan Dinas Kesehatan tidak mendapatkan dana untuk program KB sehingga program KB di Puskesmas hanya melayani dalam gedung dan melakukan pencatatan pelaporan. Sarana dan prasarana yang ada di puskesmas sudah cukup memadai tetapi ketersediaan alat kontrasepsi terkadang tidak tersedia. Perencanaan belum ada dari Dinas Kesehatan sehingga Dinas Kesehatan dan Puskesmas hanya melakukan pecatatan dan pelaporan saja. Kurangnya kerja sama, koordinasi dan sosialisasi dengan KBPP dalam pelaksanaan program KB di Kecamatan Hinai sehingga Dinas Kesehatan ataupun Puskesmas tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program KB di lapangan. Dalam pengawasan sudah dilakukan dengan baik dan berjenjang sampai ke tingkat 2. Hasil program KB di Puskesmas Tanjung Beringin belum maksimal dan masih banyak yang perlu seperti kinerjanya, kurangnya kerjasama di instansi-instansi program KB di Kecamatan Hinai, dan kurangnya pelatihan tenaga kesehatan di bidang KB.

Peneliti ini menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat agar membuat perencanaan dan pendanaan untuk program KB serta dapat menjalin kerjasama yang baik dengan BKBPP Kabupaten Langkat sehingga terlaksananya program KB di lapangan.


(16)

ABSTRACT

Family planning program is one of strategy in order to increase the prosperous of mother and child and realize a small scale happy family as realization of society prosperous by birth control and growth rate control of population of Indonesia. Based on data of new participant of family planning in sub-district of Hinai in 2014, the target was not achieved in which only 1294 new participant of family planning and the achievement of new participant was decrease than previous year. Sub-district of Hinai is a sub-district with the lower level of using long term contraception method in Langkat regency.

This research applied qualitative approach. The data in this research was collected by depth-interview with 5 informant that consist of Head of Puskesmas Tanjung Beringin, the person in charge of Family planning program in Puskesmas Tanjung Beringin, the person in charge in family planning program in KBPP sub-district of Hinai, the person in charge of family planning program of Health Office of Langkat Regency, Midwife and implement the focus group discussion with 5 participant of family planning. Location of research was Puskesmas Tanjung Beringin sub-district of Hinai, Regency of Langkat.

The result of research indicates that the lower of achievement of new participant of family planning target is caused by Puskesmas that only has one health operator in family planning and Health Office has not fund to support the family planning program. Therefore the family planning program in Puskesmas only serve the participant in a building and record the reporting. The available facilities and infrastructure is sufficient but the sometimes, the contraception is not available. There is not planning from Health Office so the Health Office and Puskesmas only do the recording and reporting. The lower of mutual cooperation, coordination and socialization with KBPP in family planning program in sub-district of Hinai cause the health office or Puskesmas is not involved in the implementation of family planning program in the field. The supervision had be implemented effectively up to the level 2. The result of family planning program in Puskesmas Tanjung Beringin has not yet maximum and it need any improvement such as performance, the lower of mutual cooperation of any institutions that involved in family planning program in sub-district of Hinai and the lack of training for medicine in family planning.

This research suggest the Health Office of Langkat Regency to prepare planning and funding for family planning program and to build a mutual cooperation with BKBPP of Langkat Regency for the implementation of family planning effectively.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keprihatinan akan permasalahan kependudukan melahirkan sebuah konsep pembangunan berwawasan kependudukan atau konsep pembangunan yang bekelanjutan. Dari sini pula lahirlah kesadaran dunia untuk mengurai masalah kemiskinan dan keterbelakangan melalui pendekatan kependudukan.

Langkah besar mengenai pembangunan dan kependudukan yaitu Millenium Development summit (MDS) pada bulan September 2000 di New York (Amerika Serikat) dengan kesepakatan yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) yang menegaskan tentang komitmennya yang berkaitan dengan Keluarga Berencana yaitu : (1) Mempromosikan kesehatan gender dan pemberdayaan perempuan(promoting gender equality and empowering women). (2) Mengurangi jumlah kematian anak (reducing child mortality). (3) Meningkatkan kesehatan ibu (improving maternal mortality). (4) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (Combating HIV/AIDS,malaria and other deseases). (Akhmad Zaeni 2006)

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (dibawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan


(18)

Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak(Kemenkes RI,2014).

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Indonesia adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun.(Badan Pusat Statistik 2010). Membludaknya pertumbuhan penduduk membuat pemerintah lebih berusaha untuk menggalakan program KB agar dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk ( Pusat Penelitian dan Perkembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BKKBN, 2011).

Indonesia terancam mengalami ledakan penduduk jika tidak ada program KB . Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2009 jumlah penduduk di Indonesia sekitar 230,6 juta jiwa. Tanpa KB 11 tahun lagi atau 2020, penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia.

Di dalam pelaksanaannya, program keluarga berencana mengalami beberapa fase yang meliputi antara lain, progam KB dengan orientase pada pusat-pusat kesehatan masyarakat, program KB yang diselenggarakan dengan perkembangan di tingkat desa masing-masing, serta usaha membudayakan masyarakat akan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan pada usia tua perlu dibuat suatu sasaran dan


(19)

target menuju Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera.( Pusat Penelitian dan Perkembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BKKBN, 2011)

Jenis alat/obat kontrasepsi terbagi dua jenis yaitu kontrasepsi sederhana dan kontrasepsi mantap/jangka panjang. Kontrasepsi sederhana yaitu kondom, diagframa/cap, cream, jelly dan tablet atau cairan busa. Sedangkan kontrasepsi mantap/jangka panjang yaitu pil,AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim), suntikan, implant dan untuk kontrasepsi mantap yang permanen yaitu Media Operasi Wanita (MOW), Media Operasi Pria (MOP).

Berdasarkan Sasaran program KB dan Target RPJMN 2010-2014 antara lain tentangpencapaian CPR (Contraceptive Prevalence Rate) menjadi 65 persen termasukpeningkatan pencapaian Peserta Aktif MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) sebesar 25,9 persen dan pencapaian Peserta Baru MKJP sebesar 12,9 persen dan Peserta KB pria 4,3 persen berdasarkan RKP tahun 2012, maka Pemerintahdituntut dapat memberikan pelayanan KB yangberkualitas. Pemberian pelayanan KB yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan kesertaan KBkhususnya MKJP. Mencermati pemakaian MKJP selama beberapa periode survey menunjukkan kecenderungan menurun. Baru pada tahun 2008-2010 pencapaian MKJP relatif tetap.Penurunan MKJP tampaknya bersumber dari pemakaian metode IUD yang terus menurun, sementara pencapaian MOP,MOW relatif tetap, dan pencapaian implant yang mengalami fluktuasi selama periode tersebut. Sumber data lain yaitu SDKI 1991s/d 2007 juga memperlihatkan penurunan IUD yang bermakna.( Pusat Penelitian dan Perkembangan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BKKBN, 2011)


(20)

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) selama periode 1991 s/d 2007 pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek. MKJP seperti IUD cenderung mengalami penurunan, yakni 13,3 persen (SDKI 1991) 10,3 persen (SDKI 1997), turun menjadi 6,2 persen(SDKI 2002-2003), dan turun lagi menjadi 4,9 persen(SDKI 2007).

Berdasarkan data dari BPS laju pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara pada tahun 2000-2010 adalah sekitar 1,22%. Persentase pencapaian KB baru terhadap PPM-PB tahun 2010 sekitar 138%, tahun 2011 sekitar 115,4%, 2012 sekitar 127,3%. Perkembangan pencapaian peserta KB baru (PB) mandiri tahun 2010-2012 adalah 109.876,96.168,75.147. persentase pencapaian peserta KB aktif (PA) terhadap total PA dari tahun 2010-2012 adalah 35,9%, 32,1%, dan 30,2%. (BKKBN,2013).

Berdasarkan data di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Langkat, pencapaian peserta KB aktif menurut data bulan agustus 2014 yaitu 134.627 dan pencapaian MKJP 24.69% atau 33.246 dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) lapangan yaitu 198,742. 3 Kecamatan yang paling rendah pencapaian MKJPnya yaitu (1) Kecamatan Secanggang dengan pencapaian MKJPnya 18.44%/1651 PUS dengan jumlah PUS keseluruhan 13.634, (2) Kecamatan Tanjung Pura dengan pencapaian MKJP nya 16.28%/1.498 PUS dengan jumlah PUS keseluruhan 12.708, (3) Kecamatan Hinai dengan pencapaian MKJP nya hanya 12.28%/824 dengan jumlah PUS keseluruhan 10.059 . pencapaian MKJP yang rendah menyebabkan kegagalan lebih banyak,


(21)

maka dari itu program keluarga berencana nasional di Indonesia lebih di arahkan kepada pemakaian MKJP.

Berdasarkan data peserta KB baru 2014 di Kecamatan Hinai pada bulan Januari sampai November yang berjumlah hanya 1294 peserta KB baru dan pemakaian MKJP sangat rendah dan tidak mencapai target tahun 2014 yaitu 1695 peserta. Di tahun 2014 ini hanya terdapat 19 peserta KB baru yang memakai alat kontrasepsi IUD, 3 peserta KB yang memakai MOP dan tidak ada yang memakai MOW di tahun ini. Pemakaian kondom berjumlah 147 PUS, implant 100 PUS. Peserta KB baru banyak mengunakan pil kb yaitu berjumlah 553 dan memakai implant berjumlah 472. Bila dibandingkan dengan data 2013 , di tahun 2014 terjadi penurunan peserta kb baru. Di tahun 2013 memiliki 1626 peserta kb baru diantaranya 29 peserta memakai IUD, 4 memakai MOW, 4 memakai MOP, 124 memakai kondom, 109 memakai implant, 466 memakai suntik dan 890 memakai pil kb. Dilihat dari data tersebut maka bisa dikatakan terjadi penurunan pemakaian KB dan MKJP di tahun 2014.

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan Keluarga Sejahtera Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP di wilayah Sumatera adalah variabel jumlah anak masih hidup, lama menikah, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal, tahapan keluarga dan tujuan ber-KB. Dan Penggunaan MKJP yang relatif masih rendah di kalangan wanita PUS pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor sosial, demografi, ekonomi dan sarana, serta faktor yang berkaitan dengan kualitas pelayanan MKJP, melalui analisis data


(22)

sekunder dari hasil pemantauan PUS melalui Mini Survei Tahun 2011.

Kecamatan Hinai merupakan Kecamatan yang memiliki mayoritas suku jawa dan melayu. PUS di Hinai kebanyakan umur 30 tahun keatas dan memiliki jumlah anak yang tidak tentu. Berdasarkan hasil wawancara awal, warga di Kecamatan Hinai menganggap KB tidak terlalu penting dan berbagai faktor sosial dan budaya seperti banyak anak banyak rejeki dan anak itu pemberian tuhan. Kebanyakan Wanita Usia Subur(WUS) di kecamatan Hinai memakai alat kontrasepsi Pil kb, Implant, Suntik.

Menurut penelitian Cut Nufajarlia (2011) yaitu tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi oleh aseptor Keluarga Berencana di Kemukiman Busu Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie mengatakan bahwa kebanyakan WUS yang memiliki pengetahuan baik cenderung memilih alat kontasepsi Pil, dan WUS yang memiliki pengetahuan yang kurang baik cenderung memilih alat kontrasepsi suntikan dan karena suami tidak mendukung pemakaian alat kontrasepsi.

Puskesmas Tanjung Beringin merupakan Puskesmas rawat inap yang memiliki tempat strategis sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah. Puskesmas ini memiliki 1 penanggung jawab program KB dan memiliki bidan desa disetiap desa, memiliki ketersediaan obat/alat kontrasepsi seperti implant, suntik,pil/tablet yang disediakan oleh BKPP kabupaten langkat. Puskesmas memiliki kegiatan dalam gedung dan luar gedung. Di dalam gedung hanya melayani ditempat saja karna puskesmas menggangap masyarakat sudah mengerti, bila ada yang datang untuk konsultasi dan kegiatan di luar gedung di


(23)

layanin oleh bidan desa dan melakukan penyuluhan bila ada kegiatan saja tidak ada jadwal tertentu.

Berdasarkan survei awal dan wawancara dengan penanggung jawab program KB di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai bahwa di Puskesmas hanya melayani bila ada yang datang saja tidak turun ke lapangan, maka dari itu target tidak tercapai. Melakukan penyuluhan bila ada program atau pelayanan khusus dari tingkat II misalnya adanya pelayanan KB mandiri. Sedangkan di Keluarga Berencana & Pemberdayaan Perempuan (kb&pp) melakukan kegiatan lapangan oleh petugas lapangan KB dan yang mengadakan obat yaitu BKBPP, di puskesmas ini program KB dikesampingkan karena sedang menggalakan program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yang sasarannya menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Berdasarkan hasil penelitian dari Khapsoh Munadziroh (2013) yaitu tentang implementasi program keluarga berencana diukur dengan pendekatan sistem terbuka mengatakan bahwa Implikasi yang dapat disampaikan yaitu adanya regenerasi kader, inovasi program KB, proses kebijakan yang lebih terbuka terhadap masyarakat, serta penggunaan teknologi dan alat peraga dalam memberikan materi tentang KB.

Berdasarkan uraian - uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana Implementasi program KB yang ada di Puskesmas Tanjung Beringin kecamatan Hinai Kabupaten Langkat.


(24)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :Bagaimana Implementasi Program KB di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana Program KB di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan Informasi kepada stakeholder yang bertanggung jawab tentang progam KB di Puskesmas Tanjung Beringin.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian masukan dan pertimbangan untuk memperbaiki program pelaksanaan KB di Puskemas Tanjung Beringin

3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang berhubungan dengan Implementasi program KB


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Keluarga Berencana

Sejarah KB di Luar Negeri yaitu : upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes (1880-1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh. Di amerika serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-1966) dengan program “birth control” nya merupakan pelopor KB modern.

Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada November 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi Internasional di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control League.

Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood yang dalam konferensi di New Delhi pada tahun 1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.


(26)

Sejarah KB di Dalam Negeri ini dibagi menjadi 9 periode yaitu : 1. Periode Perintisan (1950 – 1966)

Sejalan dengan perkembangan KB di luar negeri, di Indonesia telah banyak dilakukan usaha membatasi kelahiran secara tradisional dan bersifat individual. Dalam kondisi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan di Indonesia cukup tinggi, upaya mengatur kelahiran tersebut makin meluas terutama di kalangan dokter. Sejak tahun 1950-an para ahli kandungan berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan merintis Bagian Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Diantara pelopor keluarga berencana tersebut Dr. Sulianti Saroso.

Pada tahun 1953, sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan, memulai prakarsa kegiatan keluarga berencana. Kegiatan ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam tahun 1957. Mula-mula Departemen Kesehatan merupakan penunjang bagi Kegiatan-kegiatan PKBI, dengan menyediakan BKIA-BKIA serta tenaga kesehatan sebagai sarana pelayanan keluarga berencana.(Depkes RI, 1985)

Namun dalam kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satu kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satunya organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan, terutama KUHP nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan keluarga berencana. Pada tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman.


(27)

2. Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB nasional

Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta diambil keputusan diantaranya bahwa PKBI dalam usahanya mengembangkan dan memperluas usaha keluarga berencana (KB) akan bekerjasama dengan instansi pemerintah. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.

Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden

Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara

serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:

a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.


(28)

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

3. Periode Pelita I (1969-1974)

Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana masih sangat kuat untuk itu pendekatan kesehatan paling tepat.


(29)

4. Periode Pelita II (1974-1979)

Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.

Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

5. Periode Pelita III (1979-1984)

Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.


(30)

6. Periode Pelita IV (1983-1988)

Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.

Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

7. Periode Pelita V (1988-1993)

Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi.


(31)

Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

8. Periode Pelita VI (1993-1998)

Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian.

Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.

Pada pelita VI, fokus kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar


(32)

dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).

9. Periode Reformasi

Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan.

Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.

Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN yang baru oleh Menteri Kesehatan DR.dr. Siti-Fadilah Supari, SPJP (K), Menteri Kesehatan pada tanggal 24 Nopember 2006. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN


(33)

kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Setelah dr. Sugir Syarief memasuki masa pensiun, terjadi kevakuman selama hampir sembilan bulan. Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pelantikan ini dilakukan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

2.2 Program Keluarga Berencana 2.2.1 Definisi Keluarga Berencana

Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006)


(34)

2.2.2 Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikiandiharapkan :

a. Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.

b. Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan dasar pertimbangan moral dan agama.

c. Berkembangnya usaha-usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak,serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan. 2.2.3 Sasaran Program KB

Sasaran program KB nasional lima tahun kedepan yang sudah tercantum dalam RPJM 2004/2009 adalah sebagai berikut.

1. Menurunkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi 1,14% per tahun.

2. Menurunkan angka kelahiran TFR menjadi 2,2 setiap wanita. 3. Meningkatkan peserta KB pria menjadi 4,5%


(35)

4. Menurunkan Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkn kelahirannya, tetapi tidak memakai alat kontrasepsi (unmet need) menjadi 6%.

5. Meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efesien. 6. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang

anak.

7. Meningkatkan jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.

8. Meningkatkan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan KR.

Hal yang didapatkan adalah sebagai berikut.

1. Tercapainya peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor.

2. Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71,87% dan pasangan usia subur sebanyak 7.093.654.

3. Meningkatnya rata-rata usia nikah pertama wanita menjadi 18,2 per tahun. 4. Terkendalinya perkembangan kependudukan, terutama tingkat

pertumbuhan migrasi dan persebaran penduduk.

Dari hal tersebut maka pencapaian sasaran RPJM 2004-2009 adalah sebagai berikut.

1. LPP menjadi sekitar 1,14% per tahun (tidak tercapai). 2. TFR menjadi 2,2 per wanita (tidak tercapai).

3. Unmet need menjadi 6% (tidak tercapai).


(36)

5. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efesien (tidak tercapai).

6. Rata-rata usia nikah pertama perempuan menjadi 21 tahun (tidak tercapai). 7. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh-kembang

anak (tercapai).

8. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif (tidak tercapai).

9. Meningkatkan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan kb dan KR (tidak tercapai).

(Buku Pelayanan Keluarga Berencana 2011)

Sebagai dasar penetapan sasaran Rencana strategis (renstra) Pembangunan Kependudukan dan KB 2010-2014 adalah sasaran RPJPN 2005-2025, sasaran Renstra Program KB 2004-2009 yang belum terselesaikan, sasaran kesepakatan internasional seperti International Conference of Population Development (ICPD) di Cairo tahun 1994 dan Millennium Development Goals (MDGs), serta mandat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009. Untuk mencapai penurunan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,1persen, Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) = 1, maka sasaran yang harus dicapai pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya Contraceptive Prevalence Rate (CPR) cara modern dari 57,4 persen (SDKI 2007) menjadi 65 persen.


(37)

2. Menurunnya kebutuhan ber-KB tidak terlayani (unmet need) dari 9,1 persen (SDKI 2007) menjadi sekitar 5 persen dari jumlah pasangan usia subur.

3. Meningkatnya usia kawin pertama (UKP) perempuan dari 19,8 tahun (SDKI 2007) menjadi sekitar 21 tahun.

4. Menurunnya Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun dari 35 (SDKI 2007) menjadi 30 per seribu perempuan.

5. Menurunnya kehamilan tidak diinginkan dari 19,7 persen (SDKI 2007) menjadi sekitar 15 persen.

6. Meningkatnya peserta KB baru pria dari 3,6 persen menjadi sekitar 5 persen.

7. Meningkatnya kesertaan ber KB pasangan usia subur (PUS) Pra-S dan KS I anggota kelompok Usaha Ekonomi Produktif dari 80 persen menjadi 82 persen, dan Pembinaan Keluarga menjadi sekitar 70 persen.

8. Meningkatnya partisipasi keluarga yang mempunyai anak dan remaja dalam kegiatan pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dari 3,2 juta menjadi 5,5 juta keluarga balita dan Bina Keluarga Anak dan Remaja (BKR) dari 1,5 juta menjadi 2,7 juta keluarga remaja.

9. Menurunnya disparitas TFR, CPR dan unmet need antar wilayah dan antar sosial ekonomi (tingkat pendidikan dan ekonomi).

10.Meningkatnya keserasian kebijakan pengendalian penduduk dengan pembangunan lainnya.


(38)

11.Terbentuknya BKKBD di 435 Kabupaten/Kota.

12.Meningkatnya jumlah Klinik KB yang memberikan pelayanan KB sesuai SOP (informed consent) dari 20 persen menjadi sebesar 85 persen.

(Renstra BKKBN 2010-2014) 2.2.4 Ruang Lingkup Program KB

Berikut ini merupakan komponen ruang lingkup pelayanan KB yang dapat di berikan kepada masyarakat.

1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE). 2. Konseling.

3. Pelayanan kontrasepsi. 4. Pelayanan infertilitas. 5. Pendidikan seksual.

6. Konsultasi pra perkawinan dan konseling perkawinan. 7. Konsultasi genetik.

8. Tes keganasan. 9. Adopsi.

Berbagai program dalam ruang lingkup program KB adalah sebagai berikut.

1. Program keluarga berencana

Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut. a. Peningkatan pelayanan keluarga miskin, askeskin.

b. Pengembangan kebijakan dan strategi nasional KB rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan rawat inap.


(39)

c. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi.

d. Jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi bagi keluarga miskin dan pelayanan swasta.

e. Peningkatan akses informasi dan pelayanan KB pria.

f. Peningkatan advokasi dan pelayanan komunikasi informasi dan edukasi serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak.

2. Program Kesehatan reproduksi remaja (KRR) Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut. a. Penyusunan buku dan materi KRR.

b. Penyuluhan dan penyebaran informasi penyelenggaraan KRR melalui momen strategis.

c. Pemantauan dan evaluasi.

d. Pembinaan program melalui seminar dan pentaloka. e. Pengembangan modul dan sistem pembelajaran.

3. Program peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

a. Peningkatan kemitraan dalam pembinaan ketahanan keluarga.

b. Kegiatan komunikasi informasi dan edukasi serta program peningkatan kualitas lingkungan keluarga.

c. Peningkatan kegiatan pemberdayaan ketahanan keluarga. d. Peningkatan kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga. 4. Program penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas


(40)

a. Peningkatan pelembagaan dan jejaring KB dan KR.

b. Peningkatan peran serta masyarakat dan pemberdayaan petugas lini lapangan.

c. Perkuat jaringan kemitraan.

d. Peningkatan keterpaduan melalui kegiatan melalui kegiatan pada berbagai momentum besar.

e. Pemantapan mekanisme operasional

2.3 Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk memenuhinya.

Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamtan ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengaturan kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan tau tidak tepat waktu. Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan:


(41)

a. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).

b. Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria

c. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.

d. Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan.

e. Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai metode kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed consent) dari klien (Depkes, 2002)


(42)

2.4 Pendokumentasian Pelayanan Keluarga Berencana 2.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB

Pencatatan dan Pelaporan pelayanan KB adalah suatu kegiatan mencatat dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, BPS atau tempat lainnya.

1. Penggunanaan Kartu Catatan Pasien a. Kartu pendaftaran klinik KB

Digunakan sebagai saranan untuk pendaftaran pertama bagi klinik KB baru pada saat didirikan dan pendaftaran ulang bagi semua klinik KB lama, dilakukan setiap akhir tahun anggaran (setiap bulan Maret). Kartu ini berisi kb yang bersangkutan.

b. Rekapitulasi kartu pendaftaran klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan data dan informasi tentang identitas, jumlah tenaga dan sarana klinik KB di wilayah kabupaten dan kotamadya.

c. Kartu peserta KB

Digunakan sebagai media pengenal dan bukti bagi setiap peserta KB, kartu ini merupakan sasaran untuk memudahkan mencari Kartu Status Peserta KB juga berguna bagi peserta KB untuk memperoleh pelayanan ulang disemua klinik KB. Kartu ini merupakan sumber informasi bagi peserta Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) atau sub PPKBD tentang kesertaan anggota binaannya dalam ber KB.


(43)

Dibuat untuk setiap pengunjung baru, khususnya peserta KB lama pindahan dari klinik atau tempat pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta KB, hasil pemeriksaan klinik KB, kunjungan ulang dan informed consent.

e. Register Klinik KB

Digunakan untuk mencatat hasil pelayanan kontrasepsi yang diberikan kepada peserta KB pada setiap hari pelayanan dan untuk memudahkan petugas klinik KB dalam membuat pelaporan bulanan klinik KB pada akhir bulan.

f. Register alat kontrasepsi klinik KB

Digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran (mutasi) alat-alat kontrasepsi di klinik KB, dengan tujunan untuk memudahkan membuat laporan bulanan klinik KB tentang keadaan alat kontrasepsi setiap akhir bulan.

g. Laporan bulanan klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil pelayanan kontrasepsi oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta (DBS) serta tempat pelayanan lainnya. Laporan ini meliputi identitas klinik KB termasuk jumlah DBS dan tempat lainnya. Juga meliputo hasil pelayanan KB, peserta ganti cara, komplikasi, kegagalan, pencabutan implant, serta persediaan alat kontrasepsi yang ada di klinik KB setiap bulan.


(44)

h. Rekapitulasi laporan bulanan klinik KB

Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan rekapitulasi kegiatan dan hasil-hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya yang berbeda di wilayah kabupaten atau kotamadya. Laporan ini merupakan hasil rekapitulasi dari semua laporan bulanan klinik KB yang diterima oleh BKKBN kabupaten/kotamadya yang bersangkutan.

i. Buku bantu dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

Digunakan sebagai sarana untuk mencatat hasil pelayanan peserta KB baru dan pencabutan implant oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

j. Laporan bulanan petugas penghubung hasil pelayanan kontrasepsi oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lain formulir ini digunakan sebagai sarana untuk mencatat dan melaporkan hasil pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya. Laporan ini dibuat oleh petugas penghubung DBS dan tempat pelayanan lainnya setiap bulan dengan cara mengambil/mencatat data atau informasi dari buku bantu dokter/bidan praktik swasta.


(45)

1. Mekanisme Pelaporan


(46)

2.5 Jenis-jenis Alat Kontrasepsi 2.5.1 Pengertian Alat Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra”

dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi

adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Saifuddin, 2006).

Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi jangka panjang (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, implant dan kontap). Kontrasepsi jangka panjang adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), (Hidayati, 2009 dikutip dari Yusraini).

Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan), faktor


(47)

kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul) dan faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping dan biaya). Selain faktor-faktor tersebut masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti efektivitas konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010)

2.5.2 Pembagian Cara Kontrasepsi

Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu : 1. Cara Kontrasepsi Sederhana :

Cara kontrasepsi sederhana adalah suatu cara yang dapat dikerjakan sendiri oleh peserta Keluarga Berencana, tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu. Hasil yang didapat diperoleh dengan cara-cara kontrasepsi ini tergantung dari pengetahuan tentang cara kerja obat, alat yang dipakai, atau cara kontrasepsi sederhana lainnya dan penggunaannya secara tertib. Cara kontrasepsi dengan alat atau obat yaitu kondom, Diafragma/cap, cream, jelly dan tablet atau cairan berbusa.

Pada umumnya, keefektifan cara kontrasepsi sederhana kurang bila dibandingkan dengan cara-cara lain seperti pil yang diminum, suntikan, atau I.U.D

2. Cara Kontrasepsi Dengan Metode Efektif :

Cara Kontrasepsi dengan metode efektif yaitu penggunaan obat, suntikan, alat atau tindakan operasi yang mengakibatkan pencegahan yang efektif terhadap kemungkinan timbulnnya kehamilan. Untuk menggunakan cara tersebut perlu pemeriksaan dokter atau bidan lebih dahulu. Cara


(48)

Kontrasepsi dengan metode efektif ini dibagi menjadi dua yaitu cara kontrasepsi dengan metode efektif yang tidak permanen dan cara kontrasepsi dengan metode efektif yang permanen.

Cara kontrasepsi dengan metode efektif yang tidak permanen yaitu dengan cara-cara ini kesuburan peserta dapan dipulihkan kembali apabila dikehendaki, yakni dengan menghentikan penggunaan obat, suntikan, alat-alat yang dipakai yaitu : pil, AKDR(alat-alat kontrasepsi dalam rahim), kontrasepsi dengan suntikan, dan kontrasepsi Susuk (implant).

Cara kontrasepsi dengan metode Efektif yang permanen yaitu Tubektomi (untuk wanita), vasektomi (untuk pria).

2.6 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

2.6.1 Alat Kontrasepsi dalam Rahim(AKDR)/Intra Uterine Device (IUD) 2.6.1.1 Pengertian

AKDR adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur, yang dimasukkan kedalam rongga rahim oleh petugas kesehatan yang terlatih (Manuaba, 2001). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom.


(49)

Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T

IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.

b. Copper-7

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T.

c. Multi load

IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.

d. Lippes loop

IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian


(50)

atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loopmempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

2.6.1.3 Keuntungan AKDR/IUD

Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi

2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 3. Metode jangka panjang

4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik

5. Tidak memengaruhi hubungan seksual

6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)

8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal

9. Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

10.Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)


(51)

12.Membantu mencegah kehamilan ektopik

13.Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen 14.Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena

hormon yang terkandung didalamnya (Manuaba, 2010). 2.6.1.4 Kerugian AKDR/IUD

1. Efek samping yang umum terjadi adalah : a. Keputihan

b. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan).

c. Haid lebih lama dan banyak.

d. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. e. Saat haid lebih sakit.

2. Komplikasi lain :

a. Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

b. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia.

c. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar). d. Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HIV/AIDS. 3. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang

sering berganti pasangan.

4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas .


(52)

5. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2006).

2.6.2 Kontrasepsi Implant 2.6.2.1. Pengertian

Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil konsepsi.

2.6.2.2. Efek Samping Implant

Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya. Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek sampinglain yang mungkin timbul, tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan.

2.6.2.3. Keuntungan Implant

1. Efektifitas tinggi setelah dipasang

2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun. 3. Tidak mengandung estrogen

4. Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan

5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga terhindar dari dosis awal yang tinggi.


(53)

6. Dapat mencegah terjadinya anemia. 2.6.2.4. Kerugian Implant

1. Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.

2. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant

3. Lebih mahal

4. Sering timbul perubahan pola haid

5. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.

2.6.3. Kontrasepsi Kontap

Kontap adalah kontrasepsi permanen yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Kontap ada 2 macam yaitu tubektomi yang digunakan pada wanita dan vasektomi yang digunakan pada pria. Keunggulan kontap adalah merupakan kontrasepsi yang hanya dilakukan atau dipasang sekali, relatif aman. Angka kegagalan kontap pada pria 0,1-0,5% dalam tahun pertama sedangkan kegagalan pada kontap wanita kurang dari 1% setelah satu tahun pemasangan (Everett, 2007).

Kontap adalah alat kontrasepsi yang paling efektif digunakan, aman dan mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontap ada 2 macam yaitu tobektomi yang dilakukan pada wanita dan vasektomi yang dilakukan pada pria.


(54)

Tubektomi adalah satu-satunya kontrasepsi yang permanent. metode ini melibatkan pembedahan abdominal dan perawatan di rumah sakit yang melibatkan waktu yang cukup lama.

1. Keuntungan

Keuntungan tubektomi adalah efektivitas tinggi, permanen, dapat segera efektif setelah pemasangan.

2. Kerugian

Kerugian tubektomi adalah melibatkan prosedur pembedahan dan anastesi, tidak mudah kembali kesuburan.

3. Efek Samping

Efek samping tubektomi adalah jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi kehamilan ektopik, merasa berduka dan kehilangan (Everett, 2007).

2.6.3.2.Vasektomi

Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferen, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.

1. Keuntungan

Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen, menghilangkan kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman dan sederhana.


(55)

Efek samping adalah infeksi, hematoma, granulose sperma (Everett, 2007) 2.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB

2.7.1. Umur

Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat dilihat dari pembagian umur berikut ini,

1. Umur ibu kurang dari 20

a. Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.

b. Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan. c. Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu. 2. Umur ibu antara 20-30 tahun

a. Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. b. Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD

sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil. 3. Umur ibu diatas 30 tahun

a. Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant. Kondom biasanya merupakan pilihan kedua.

b. Dalam kondisi darurat, metode kontap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah (Sarwono, 2004).


(56)

2.7.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan berkurang sehingga

ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Notoadmojo, 2003).

2.7.3. Jumlah anak

Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal.

Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang (Sarwono, 2004).

2.8 Puskesmas Tanjung Beringin

Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatanserta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakankegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Buku Pengantar Administrasi Kesehatan)


(57)

Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.Puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas kesehatan kabupaten/kota, yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

2.8.1 Visi dan Misi Puskesmas A.Visi

Visi dari Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan ini adalah menjadikan puskesmas yang melaksanakan kesehatan prima yang beriorentasi pada kepuasan pelanggan

B.Misi

1. Memberikan pelayanan prima yang meliputi kegiatan promotif preventif kuratif rehabilitatif.

2. Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional dan berkualitas. 3. Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan.

4. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat bidang kesehatan.

5. Mengembangkan kemitraan lintas sektoral swasta dan rumah sakit rujukan.

6. Mengembangkan sistem management puskesmas. 2.8.2 Fungsi Puskesmas

1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya. 2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka


(58)

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

2.8.3 Program KB di Puskesmas

Program kb di Puskesmas Tanjung Beringin sifatnya melayani hanya dipuskesmas tersebut dan memberi konsultasi bila ada yang membutuhkan solusi untuk memakai alat kontrasepsi yang mana. Program KB yang bekerja sama dengan BKBPP sehingga yang mengadakan obat/alat kontrasepsi hanya dari BKBPP. Kegiatan yang lain yaitu memberikan konseling dan penyuluhan bila ada kegiatan.

2.9 Implementasi Program

Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Unsur kedua yang harus di penuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka dikatakan program tersebut telah gagal dilaksnakan. Berhasil atau tidaknya suatu program di implementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya (eksekutif ). Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karena pelaksanaan baik itu organisasi maupun perorangan bertanggunujawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi.


(59)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi program adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek atau sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui adanya organisasi, interpretasi dan penerapan (Jones, 1991 dikutip dari Dahlia Romince 2013).

2.10 Kerangka Berfikir

Pada prinsipnya keberhasilan program KB dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses ( process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Berdasarkan gambar di atas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut :

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam implementasi program KB agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.

a. Tenaga Kesehatan adalah Petugas yang memberikan informasi kepada masyarakat tentang program KB.seperti tenaga kesehatan

Output : Pelayanan dan keberhasilan program kb di masing- masing instansi

Proses : 1. Perencanaan 2. Pengorganisasi

an

3. Pelaksanaan 4. Pengawasan Input :

1. Tenaga

Kesehatan (dinkes, plkb,puskesmas) 2. Pendanaan 3.Sarana, Prasarana, dan


(60)

dari Dinas Kesehatan, PLKB dari BKBPP, tenaga kesehatan bagian KB di Puskesmas.

b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk pelaksanaan program KB di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, BKBPP Kabupaten Langkat, Puskesmas Tanjung Beringin.

c. Sarana, Prasarana, dan peralatan termasuk didalamnya yaitu : alat kontrasepsi, peralatan untuk pemakaian alat kontrasepsi, mobil layanan KB, kartu peserta KB, dan ruangan khusus untuk program kb yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan program KB. 2. Proses (process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan dan Pengawasan..

3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu implementasi program KB di Kecamatan Hinai, diharapkan bertambahnya peserta KB dan keberhasilan di masing-masing instansi.


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan). Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai. Karena kecamatan Hinai merupakan kecamatan paling rendah pencapaian peserta KB MKJP di Kabupaten Langkat dan terjadinya penurunan peserta KB baru. 3.2.2 Waktu penelitian

Waktu Penelitiannya dilakukan di Januari 2015 – Agustus 2015. 3.3 Informan Penelitian

A. Kepala Puskesmas Tanjung Beringin

B. Penanggung jawab program KB di Puskesmas Tanjung Beringin C. Penanggung jawab program KB di Dinas Kesehatan


(62)

F. Bidan Desa

G. FGD dengan peserta KB 3.4 Metode Pengambilan Data

Pada penelitian ini penulis mengambil langsung data di Puskesmas. Data ini meliputi data Primer dan data Sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui :

1. Wawancara, yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur yang dilengkapi dengan pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan dan penggunaan kata (Herdiansyah, 2012) 2. Forum Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan data

dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data laporan yang sudah ada di Puskesmas Tanjung Beringin mengenai rendahnya peserta KB baru di kecamatan Hinai.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana Implementasi Program KB di Puskesmas Tanjung Beringin di lakukan secara kualitatif dengan mengambil kesimpulan dari hasil wawancara secara mendalam terhadap informan yang telah ditentukan.


(63)

3.6 Metode Analisa Data

Data yang telah terkumpul dianalisis secara manual, yaitu dengan menuliskan hasil penelitian dalam bentuk table hasil wawancara mendalam, kemudian meringkas nya dalam bentuk matriks yang disusun sesuai bahasa baku jawaban informan. Ringkasan ini kemudian di uraikan kembali dalam bentuk narasi dan melakukan penyimpulan terhadap analisa yang telah didapat secara menyeluruh. (Hamidi, 2010)


(64)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Puskesmas Tanjung beringin terletak di Kecamatan Hinai merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Langkat. Luas wilayah Kecamatan Hinai adalah 10.526 Ha(105,26Km), 4 meter diatas permukaan laut dan jarak kantor Camat ke kantor Bupati adalah 14km. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Hinai adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Pura - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wampu - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Tualang - Sebelah Timur berbatasan dengan Sei Wampu (Kec. Secanggang) 4.1.2 Demografi

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk oleh BPS pada tahun 2013 jumlah penduduk Kecamatan Hinai adalah sebesar 51.635 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 13.467 KK . Hal ini dapat di lihat pada tabel 4.1 berikut


(1)

1. Kapan anda mulai bekerja sebagai PLKB?

2. Apakah anda ada mendapatkan pelatihan sebelum atau selama anda bertugas? Pelatihan tentang apa? Jelaskan?

3. Apakah tupoksi anda sebagai PLKB? 4. Kegiatan apa saja yang anda lakukan?

5. Hambatan apa yang anda alami dilapangan dalam menjalankan tugas ini? Dan bagaimana penyelesaiannya?

6. Apakah ada diberikan kendaraan khusus untuk turun kelapangan? 7. Adakah dana yang diperlukan dalam anda menjalankan tugas ini?

Darimana? Cukup atau tidak?

8. Kepada siapa PLKB melaporkan kegiatan kegiatan yang telah dilakukan?

9. Apakah ada perencanaan yang dibuat oleh plkb?

10. Adakah peran dinas kesehatan? Adakah pengawasan yang dilakukan dinas kesehatan?

E. Daftar pertanyaan untuk Bidan Desa Kecamatan Hinai

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus


(2)

1. Apakah tupoksi Bidan Desa dalam melaksanakan program KB?

2. Pelayanan apa saja yang anda berikan kepada masyarakat? 3. Alat kontrasepsi apa saja yang anda sediakan?

4. Darimana anda mendapatkan alat kontrasepsi tersebut?

5. Hambatan apa saja yang anda alami dalam melayani KB di masyarakat? Dan bagaimana penyelesaiannya?

6. adakah pencatatan dan pelaporan? Kepada siapa anda melaporkan pelayanan kb

anda?-7. adakah diberi dana dalam memberikan pelayanan kb? Siapa yang memberi dana tersebut? Cukup atau tidak?

8. bagaimana masyarakat menanggapi program kb?

9. apakah ada pengawasan dari puskesmas? Turun langsung untuk melihat pelayanan kb yang anda berikan?

10. menurut anda apakah yang perlu diperbaiki dalam program kb tersebut?

11. apakah ada bekerja sama dengan plkb, puskesmas atau dinas kesehatan?

12.

G. Daftar pertanyaan untuk FGD(Forum Group Discussion) dengan peserta KB di Kecamatan Hinai


(3)

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Berapa jumlah anak ibu? Jaraknya berapa tahun?

2. Apakah ibu memakai alat kontrasepsi? 3. Alat kontrasepsi apa yang ibu pakai?

4. Apa alasan ibu memakai alat kontrasepsi tersebut?

5. Apakah ada pengarahan dari PLKB atau bidan desa dalam menentukan pilihan alat kontrasepsi?

6. Apakah keluhan yang ibu alami setelah memakai alat kontrasepsi? 7. Bagaimana tanggapan ibu-ibu dalam meningkatkan pemakaian alat

kontrasepsi di masyarakat?

8. Adakah pelayanan khusus yang diberikan PLKB atau bidan desa? 9. Jika ada, pelayanan apakah itu?

10. Apakah ibu pernah mendapatkan/mendengar penyuluhan KB? kapan dan siapa yang menyuluh?


(4)

(5)

(6)