2.8 Ciri-ciri Molar 1 dan Molar 2 Rahang Bawah
Ciri-ciri molar 1 dan molar 2 rahang bawah adalah sebagai berikut :
38
1. Molar 1 memiliki 5 cusp, 3 pada bagian bukal bukomesial, bukodistal, dan
distal. dan 2 pada lingual linguomesial dan linguodistal. Molar 2 memiliki 4 cusp, 2 pada bagian bukal bukomesial dan bukodistal dan 2 pada bagian lingual
linguomesial dan linguodistal 2.
Gigi molar 2 rahang bawah lebih kecil daripada gigi molar 2 rahang bawah 3.
Molar 1 rahang bawah memiliki 3 kanal pulpa, 2 pada bagian mesial dan, 1 pada bagian distal. Molar 2 rahang bawah memiliki satu kanal pulpa di setiap akar.
2.9 Olympus SZX16 microscope
Olympus SZX16 microscope merupakan jenis mikroskop cahaya yang telah dikembangkan untuk penggunaan jangka panjang dan daya tahan yang besar.
39
Penggunaan mikroskop ini sangat cocok untuk semua aplikasi dan metode kontras yang digunakan dalam pendidikan kesehatan, seperti untuk melihat :
39
a. Bagian jaringan yang diwarnai dalam bidang kedokteran.
b. Sel-sel yang tidak diwarnai pada metode kontras dalam bidang kedokteran dan
bilogi. c.
Pengamatan dan analisa pembiakan dan bakteri.
Gambar 6. Olympus SZX16 microscope
39
2.10 Landasan Teori
Menyirih adalah kegiatan mengunyah campuran bahan yang umumnya dilakukan dengan campuran daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Komposisi
menyirih berbeda di setiap daerah dan setiap suku. Pada suku Karo di Sumatera Utara, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur sirih, gambir, dan pinang.
1
Di Papua, khususnya pada masyarakat pesisir pantai, komposisi menyirih terdiri dari pinang, sirih, dan kapur sirih.
25
Menyirih memiliki efek negatif terhadap kesehatan gigi dan mulut. Kebiasaan menyirih dapat menyebabkan kehilangan lapisan permukaan insisal dan oklusal gigi.
Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur
penyirih.
3
Dalam proses menyirih akan terjadi peningkatan frekuensi pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan
mekanis yang diterima oleh gigi sehingga pengikisan pada permukaan gigi akan semakin banyak. Derajat atrisi dipengaruhi oleh pola diet. Bahan makanan yang
kasar dan keras akan memperparah derajat atrisi.
29
Atrisi merupakan kehilangan struktur gigi selama proses pengunyahan. Hal ini merupakan kejadian normal dan biasanya terjadi akibat pertambahan usia.
10
Atrisi pada cusp gigi akan menyebabkan terpaparnya dentin. Atrisi gigi yang parah
menyebabkan pembentukan dentin tersier dan ini terjadi pada gigi desidui dan gigi permanen.
29,35
Atrisi akibat pengunyahan yang cepat dan berlebihan akan memperparah kehilangan enamel dan dentin. Dentin akan terpapar dan menimbulkan
reaksi hipersensitivitas yang merupakan gejala klinis akibat tubulus dentin tidak ditutupi lapisan mineral.
36
Dentin tersier merupakan jaringan yang dibentuk sebagai respon yang terlokalisasi, terhadap stimuli eksternal dalam penggunaan gigi geligi. Keausan yang
lambat selama penggunaan gigi secara normal, akan menstimulasi efek perubahan setelah erupsi pada dentin dengan perubahan mineralisasi. Perubahan ini hanya dapat
di pengaruhi perubahan usia yang terlihat disekitar titik keausan. Keausan akibat fungsional yang memulai atrisi minor, umumnya terdapat pada permukaan insisal dan
cusp yang mendapat kontak maksimal biasanya dijumpai adanya odontoblas. Beberapa odontoblas akan hilang akibat injuri dan dilokasi ini terjadi peningkatan
pembentukan dentin tersier yang merupakan struktur irregular akan tetapi tanpa adanya pembentukan jarak antar dentin. Dentin tersier yang dibentuk memiliki
struktur yang berbeda-beda, tergantung jumlah original odontoblast yang tersedia.
11
Kerangka Teori
Menyirih
Usia Penyirih
Frekuensi Menyirih
Lama Menyirih
Bahan Menyirih
Atrisi Gigi
Derajat 0 Derajat 1
Derajat 2 Derajat 3
Derajat 4
Atrisi Enamel Atrisi Dentin
Pulpa Terbuka
Respon Pulpa
Dentin Tersier Original
odontoblast Odontoblast
-like-cells
Dentin Reaksioner
Dentin Reparatif
Fisur Cusp Distal
Cusp Mesial Daun
Sirih Kapur
Pinang Gambir
2.11 Kerangka Konsep