2.1.1 Dentin Primer
Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk dari mulai proses pembentukan gigi sampai gigi tersebut erupsi sempurna dan merupakan bagian
terbesar dari gigi. Dentin primer dibentuk oleh sel odontoblas mulai dari proses pembentukan gigi sampai setelah penutupan akar sempurna. Lapisan terluar dari
dentin primer berbatasan langsung dengan enamel atau dentin primer terletak tepat di bawah enamel. Secara histologis dentin primer memiliki tubulus dentin yang lebih
banyak dibanding dentin sekunder.
16
Gambar 2. Dentin primer, Dentin sekunder
11
2.1.2 Dentin Sekunder
Dentin sekunder mulai terbentuk setelah gigi erupsi dan berlanjut dengan sangat lambat sepanjang umur gigi dan perlahan-lahan akan memperkecil ruang pulpa
seiring bertambahnya umur.
13
Strukturnya sangat mirip dengan dentin primer sehingga sulit untuk membedakan keduanya.
12
Schour 1988 menjelaskan bahwa terdapat 4 mikron dentin sekunder yang terbentuk setiap hari. Pembentukan dentin
sekunder lambat dan perlahan-lahan, meningkat ketika mencapai usia 33-40 tahun. Pada gigi molar, pembentukan dentin terlihat paling banyak di dasar pulpa,
berkurang pada daerah atap, dan sedikit di bagian samping.
10
Dengan bertambahnya
usia tinggi ruang pulpa akan menurun dengan signifikan dalam arah oklusal-radikular tetapi tidak bertambah luas dalam arah mesiodistal. Pada gigi anterior, dentin
sekunder paling banyak terbentuk di bagian lingual ruang pulpa, sebagai akibat gaya pengunyahan kemudian akan terbentuk di bagian insisal dan puncak pulpa.
11
2.1.3 Dentin Tersier
Dentin tersier adalah jaringan yang dibentuk sebagai respon yang terlokalisasi terhadap stimulus eksternal yang kuat dalam penggunaan gigi geligi. Dentin tersier
tidak dibentuk oleh sel odontoblas yang sama dengan dentin primer dan sekunder. Dentin ini dibentuk oleh odontoblast-like cell yang berdiferensiasi dari sel-sel yang
ada dalam pulpa. Sel odontoblas banyak terdapat dalam pulpa gigi yang baru erupsi akan tetapi akan berkurang jumlahnya seiring bertambahnya usia. Dentin tersier
memiliki struktur yang tidak beraturan dan terlokalisasi pada daerah tubulus dentin yang terpapar.
17
Dibandingkan dengan dentin primer, dentin tersier kurang sensitif terhadap suhu, osmotik, dan rangsangan.
18
Dentin tersier merupakan dentin irregular yang dibentuk sebagai respon terhadap stimuli abnormal, seperti keausan gigi, preparasi kavitas, material restorasi
gigi, dan karies. Dentin tersier sering juga disebut sebagai dentin irregular, dentin iritasi, dentin reparatif, atau dentin pengganti.
19
Berdasarkan injuri dan iritasi yang diterima, misalnya prosedur restorasi atau proses karies yang meluas, original odontoblast akan mati. Oleh karena sel ini
merupakan sel postmitosis, maka sel original odontoblast tidak bisa beregenerasi. Dalam keadaan seperti ini dentin baru tidak akan terbentuk, sehingga terjadilah
proses pembentukan dentin perbaikan oleh sel odontoblas yang baru, disebut odontoblast-like cell. Pembentukan sel odontoblas baru ini berasal dari populasi stem
sel postnatal yang ada pada jaringan pulpa. Sel-sel ini akan bergabung dan menyusun jaringan mineral di bawah lapisan dentin.
20
Odontoblast-like cell akan membentuk dentin tersier sesuai dengan tingkat keparahan dan lamanya injuri. Pembentukan
lapisan jaringan keras ini akan menambah ketebalan lapisan dentin.
20
Dentin tersier terdiri dari 2 tipe, yaitu yang pertama adalah dentin reaksioner, salah satu tipe dentin tersier yang memiliki struktur yang hampir sama dengan dentin
primer dan sekunder. Kedua yaitu dentin reparatif, tersusun dari tubulus yang tidak beraturan atau tidak memiliki tubulus, dan dibentuk dari odontoblast-like cell.
Keduanya dibedakan berdasarkan tingkat keparahan injuri.
21
2.1.3.1 Dentin Reaksioner
Pembentukan dentin reaksioner dapat dijelaskan sebagai sekresi dentin tersier oleh original odontoblast yang selamat dari injuri yang diterima gigi. Dentin
reaksioner akan terlihat pada injuri dengan intensitas sedang, seperti masa prekavitas pada karies enamel dan proses lambat pada lesi dentin.
18
Lesi karies dengan proses yang lambat diawali dengan meningkatnya dentin yang termineralisasi. Hipermineralisasi ini terbentuk apabila terjadinya karies pada
enamel, sebelum akhirnya akan mengenai dentin. Setelah beberapa lama karies akan mencapai dentin, pelepasan mineral-mineral garam yang mengendap dalam tubulus
dentin akan membentuk daerah transparan pada dentin sebagai akibat demineralisasi karies dentin.
18
Perubahan histologi yang terjadi pada batas odontoblas-predentin yang berkaitan dengan karies proses lambat relatif sedikit, akan tetapi penigkatan
pembentukan dentin reaksioner terlihat jelas. Sebagian besar odontoblas yang selamat hanya bertahan dalam waktu singkat. Jumlah odontoblas yang membentuk dentin
reaksioner akan berkurang sehingga tidak mendukung peningkatan pembentukan matriks dentin.
18
Dentin reaksioner memiliki tubulus yang berhubungan dengan sekunder dentin, dan ketebalan dentin reaksioner yang terbentuk tergantung pada intensitas dan
lamanya injuri yang diterima. Dentin reaksioner memiliki komponen mineral yang mirip dengan dentin primer dan sekunder.
8
2.1.3.2 Dentin Reparatif
Reparatif dentinogenesis merupakan sekresi dentin tersier setelah kematian original odontoblast yang merupakan awal dari injuri. Dentin reparatif akan terbentuk
setelah injuri mencapai intensitas yang lebih besar dan memengaruhi rentetan peristiwa biologis yang kompleks, yang melibatkan perekrutan sel progenitor dan
diferensiasi serta meningkatkan sekresi sel.
18
Matriks dentin reaksioner disekresi oleh primary post-mitotic odontoblast yang juga membentuk dentin primer dan sekunder
sebagai respon terhadap stimulus yang adekuat misalnya karies atau prepasrai kapitas. Sebaliknya matriks dentin reparatif dibentuk sebagai reaksi terhadap stimulus oleh
generasi baru odontoblast-like cell setelah kehilangan primary post-mitotic odontoblast.
8,14
Pulpa memiliki sel khusus yaitu odontoblas yang membentuk dentin seumur hidup. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa dengan mengimbangi
kehilangan enamel dan dentin akibat karies atau keausan gigi. Odontoblas membentuk dentin reaksioner dan dentin reparatif sebagai respon terhadap stimulus
injuri. Dentin reparatif terbentuk di permukaan pulpa dan hanya terlokalisasi dekat bagian yang terkena iritasi.
7
Segera setelah dentin terpapar karena karies atau preparasi gigi, original odontoblast akan rusak. Pada injuri akibat trauma minor terhadap jaringan pulpa gigi,
original odontoblast yang tidak rusak akan terangsang membentuk reaksioner dentin. Pada kasus yang lebih parah akibat trauma mekanis pada pulpa, original odontoblast
akan mati. Sel ini akan diganti oleh sel-sel pulpa yang tidak berdiferensiasi.
14
Pembentukan dentin reparatif, sebagai salah satu bentuk dentin tersier, disusun tepat di permukaan pulpa dibawah dentin primer dan sekunder serta hanya
dibentuk di tempat yang berhubungan langsung dengan iritasi. Ketika keausan gigi sudah melewati lapisan enamel dan menyebabkan dentin terpapar, maka dentin
reparatif akan dibentuk di permukaan pulpa tepat dibawah dentin yang telah terpapar. Pembentukan dentin ini bertujuan untuk mencegah pulpa terpapar oleh mineral-
mineral asing.
19
Odontoblast-like cell membentuk dentin sesuai dengan tingkat keparahan dan lamanya injuri. Pembentukan jaringan keras ini akan menambah ketebalan lapisan
dentin. Dentin yang dibentuk oleh odontoblast-like cell tidak beraturan, amorphous, dan diisi lebih sedikit tubulus dentin daripada dentin primer. Tubulus dentin ini tidak
berhubungan langsung dengan tubulus dentin primer, sehingga batasan dentin primer dan dentin reparatif kurang permeabel terhadap benda dari luar. Hal ini juga
menyebabkan dentin kurang sensitif terhadap suhu, osmotik dan rangsangan lainnya.
20
Gambar 3. Dentin tersier akibat atrisi 40X
22
2.2 Menyirih
Kebiasaan menyirih merupakan kebiasaan yang sangat populer sejak 200 tahun lalu di Cina dan India dan diperkirakan sekitar 200-600 juta jiwa di seluruh
dunia melakukan kegiatan menyirih.
12
Menyirih telah lama ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara, daerah Asia Pasifik, juga ditemukan pada kelompok imigrasi
di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Kebiasaan menyirih merupakan kelompok empat besar bahan psikoaktif di dunia setelah kafein, alkohol dan nikotin yang
digunakan oleh ratusan juta jiwa di dunia.
23
Tradisi ini juga dilakukan oleh berbagai
suku di Indonesia secara turun temurun yang berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat.
1,24
Di Indonesia, menyirih dilakukan dengan mengunyah bahan sirih terlebih dulu, kemudian menggunakan gulungan besar tembakau untuk
membersihkan gigi geligi dan membiarkannya di dalam mulut dalam beberapa saat.
21
Kebiasaan menyirih dijumpai pada perempuan suku Karo di Sumatera Utara, yang berlangsung sampai saat ini, baik itu merupakan kebiasaan sehari-hari atau untuk
acara adat
.1
Menyirih adalah kegiatan mengunyah campuran bahan yang umumnya dilakukan dengan campuran daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Komposisi
menyirih berbeda di setiap daerah dan setiap suku. Pada suku Karo di Sumatera Utara, komposisi menyirih terdiri atas daun sirih, kapur sirih, gambir, dan pinang.
1
Di Papua, khususnya pada masyarakat pesisir pantai, Komposisi menyirih terdiri dari pinang, sirih, dan kapur sirih.
25
2.3 Komposisi Menyirih 2.3.1 Daun Sirih
Daun sirih Piper Betel Linn adalah tumbuhan merambat Asia tropis yang berhubungan dekat dengan lada. Daun ini banyak digunakan sebagai penyegar mulut
dan tumbuh secara ekstensif di India, Sri Lanka, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara. Daunnya dikunyah tersendiri atau bersama dengan
bahan lain.
26
Daun sirih memiliki rasa pedas dan menghasilkan minyak esensial yang banyak digunakan sebagai obat. Penelitian lain menunjukkan bahwa minyak esensial
daun sirih memiliki efek antijamur, antiseptik, dan anthelmintik.
27
2.3.2 Kapur
Kapur sirih diperoleh dari berbagai sumber, seperti kerang laut, kerang air tawar, remis, muluska, batu kapur, dan batu karang. Supaya cocok untuk dikunyah,
kapur diolah menjadi bubuk kalsium oksida dan dicampur dengan air sehingga
konsistensinya seperti pasta kalsium hidroksida.
28
Kapur sirih memiliki sifat kasar, sehingga akan memperparah derajat atrisi yang terjadi.
29
2.3.3 Pinang