Dari hasil penelitian Zainab Hanudi 2011 prevalensi keausan gigi yang tertinggi terdapat pada gigi molar dan keausan gigi pada gigi molar rahang bawah
lebih tinggi daripada molar rahang atas.
33
Atrisi gigi dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu :
4
a. Atrisi Fisiologis
Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal.
b. Atrisi Patologis
Atrisi patologis adalah atrisi yang terjadi akibat kegiatan oklusi yang tidak normal, mengunyah bahan atau sesuatu yang dapat merusak gigi geligi. Hal ini sering
menyebabkan kehilangan lapisan gigi yang luas, sehingga dapat mengganggu fungsi dan nilai estetik gigi.
2.5.1 Derajat Atrisi
Derajat atrisi merupakan indeks yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atrisi gigi. Indeks yang umumnya digunakan adalah indeks keausan gigi
Smith dan Knight. Atrisi gigi dikelompokkan menjadi 5 derajat, yaitu :
5
- Derajat 0 = Tidak terjadi atrisi.
- Derajat 1 = Atrisi sebatas pada enamel saja.
- Derajat 2 = Atrisi sampai sepertiga oklusal dengan dentin terbuka ≤1 mm.
- Derajat 3 = Atrisi lebih dari sepertiga oklusal dengan dentin terbuka 1-2 mm.
- Derajat 4 = Atrisi sampai sepertiga servikal dengan pulpa terbuka ˃2 mm.
Derajat atrisi dipengaruhi oleh diet makanan. Bruxism, mengunyah tembakau, sengaja atau tidak sengaja memasukkan benda abrasif ke dalam mulut dapat memicu
terjadinya atrisi gigi. Atrisi meningkat seiring bertambahnya usia, dan dilaporkan bahwa atrisi lebih parah pada laki-laki daripada perempuan.
14,20
2.5.2 Faktor Penyebab Atrisi Patologis
Atrisi patologis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
4
a. Oklusi abnormal, berhubungan dengan susunan gigi, seperti gigi berjejal atau
malposisi gigi. Dalam kasus ini, posisi oklusal yang abnormal akan memicu kontak traumatik yang besar selama proses pengunyahan dimana akan
memperparah terjadinya keausan gigi. b.
Prematur ekstraksi, pencabutan beberapa gigi akan meningkatkan tekanan pengunyahan pada masing-masing gigi.
c. Kebiasaan mengunyah abnormal, kebiasaan parafunsional seperti Bruxism
kebiasaan menggesekkan gigi dan kebiasaan mengunyah bahan abrasif kronis, seperti tembakau atau mengunyah sirih.
d. Kelainan struktur gigi, keadaan ini memungkinkan gigi lebih mudah terjadi atrisi
meskipun digunakan dalam fungsi normal, seperti amelogenesis imperfecta dan dentinogenesis imperfecta. Dalam kondisi ini kekerasan enamel atau dentin lebih
rendah dibanding dengan gigi normal, sehingga akibatnya derajat keausan gigi akan lebih gampang terjadi meskipun gigi geligi digunakan dalam pengunyahan
normal.
Gambar 4. indeks atrisi gigi
2.6 Hubungan Menyirih dengan Atrisi