Hubungan Faktor Ibu Dan Pelayanan Kesehatan Dengan Kematian Perinatal Di Kabupaten Pidie Tahun 2008

(1)

DENGAN KEMATIAN PERINATAL

DI KABUPATEN PIDIE

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

CUT SRI WAHYUNI

077023002/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2008

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT SRI WAHYUNI 077023002/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Cut Sri Wahyuni

Nomor Induk Mahasiswa : 077023002

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Haryono Roeshadi, Sp.OG(K)) Ketua

(dr. Yusniwarti Yusad, MSi) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Dekan,

(dr. Ria Masniari Lubis, MSi)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Haryono Roeshadi, Sp.OG(k) Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, MSi

2. Drs. Jemadi, M.Kes 3. drh. Hiswani, M.Kes


(5)

HUBUNGAN FAKTOR IBU DAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEMATIAN PERINATAL

DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2009

(Cut Sri Wahyuni) 077023002/IKM


(6)

Kematian perinatal adalah kematian dalam masa kehamilan 28 minggu sampai bayi lahir dan berusia 7 hari. Angka kematian perinatal menurut Survei Demografi Indonesia (SDKI) 2002-2003 sebesar 24 per 1000 kelahiran dan menyumbang sekitar 77% dari kematian neonatal. Kasus kematian perinatal di Kabupaten Pidie mengalami peningkatan dari 0,94% tahun 2007, menjadi 1,33% pada tahun 2008.

Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain studi kasus kontrol untuk menganalisis hubungan faktor ibu dan pelayanan kesehatan dengan kematian perinatal di Kabupaten Pidie tahun 2008. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan dan bayinya mengalami kematian perinatal di Kabupaten Pidie periode Januari sampai Desember 2008 dan jumlah sampel sebanyak 60 ibu melahirkan dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square.

Hasil penelitian dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan umur ibu (p=0,011, OR=2,765), paritas (p=0,028, OR=2,270), jarak antar kelahiran (p=0,003, OR=3,763), riwayat penyakit (p=0,000, OR=6,417), riwayat persalinan (p=0,000, OR=9,100) dan kunjungan antenatal care (p=0,000, OR=27,008) dengan kematian perinatal, sedangkan penolong persalinan tidak ada hubungan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya kunjungan antenatal care dengan memberikan penyuluhan secara rutin di puskesmas, polindes, posyandu, tempat-tempat perwiritan dan lain-lain


(7)

Prenatal mortality is a mortality occur within the period of commencing from 28 week pregnancy until the baby is 7 days old. According to the result of the Indonesia Demography Survey (IDHS) 2002-2003, prenatal mortality rate was 24 per 1000 life birth and about 77% contributed by neonatal death. In Pidie District, the case of prenatal mortality increased from 0,94% in 2007 to 1,33% in 2008.

The purpose of this observational analytical study with case control design is to analyze the influence of the factors of mother and health service on the incident of prenatal mortality in Pidie District in 2008. The population of this study were all of the 60 mothers who delivered their babies but the babies were prenatally dead and all of the mothers were selected to be the samples for this study with purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through Chi-Square tests.

The result of Chi-Square test showed that there were a relationship between the age of mothers (p=0,011, OR=2,765), parity (p=0,028, OR=2,270), interval between childbirth (p=0,003, OR=3,763), history of mother’s disease (p=0,000, OR=6,417), history of pregnancy (p=0,000, OR=9,100) and antenatal care visit (p=0,000, OR=27,008) with prenatal mortality. Birth assistant in this research had no relationship with prenatal mortality

It is suggested that District Health Office of Pidie to promote the importance of antenatal care visit to the community through the provision of routine extensions in the Health Center, polindes (Rural Polyclinic), posyandu (Integrated Service Post) or in the other places such as perwiritan (reciting passages of the Qur’an and saying prayers) take place.


(8)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan berkahNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Hubungan Faktor Ibu

dan Pelayanan Kesehatan dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademis untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, Sp.A(k)

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk menyelesaikan

pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dr. Ria

Masniari Lubis, MSi atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program

Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS dan


(9)

atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga kepada Prof.dr.Haryono Roeshadi, Sp.OG(k)

selaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing

penulis selama penyusunan tesis dan dr. Yusniwarti Yusad, MSi, selaku pembimbing

kedua yang juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh

kesabaran. Drs. Jemadi, M.Kes selaku komisi pembanding yang telah membantu

memberikan arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini dan drh. Hiswani, M.Kes,

selaku komisi pembanding yang telah membantu penulisan tesis ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Pidie, dr.H.Abd.Hamid, MSi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian

di wilayah kerjanya.

Terima kasih kepada keluarga tercinta Ayahanda T. Ibrahim Ali dan ibunda

Zoebaidah serta seluruh keluarga besar tercinta yang telah membantu memberikan

dorongan dan dukungan moril maupun materil yang tak terbatas.

Teristimewa buat suami tercinta Chairil Anshar, S.Sos yang selalu setia

memberikan motivasi selama pendidikan, anak-anak tersayang M. Azzam Al Ulya

dan Ainin Shazia yang selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan penulisan


(10)

Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Angkatan 2007 yang telah

menyumbangkan masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap tesis ini bisa berguna dan bermanfaat bagi semua

pihak.

Medan, Agustus 2009 Penulis,


(11)

Cut Sri Wahyuni, lahir di Matang Sagoe pada tanggal 02 Agustus tahun 1978,

agama Islam, status menikah dan mempunyai 2 orang anak. Alamat rumah di

Kelurahan Blang Paseh, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie.

Riwayat pendidikan, memasuki SD Negeri 4 selama 6 tahun dan lulus tahun

1990, kemudian memasuki SMPN 1 Matanggumpang Dua selama 3 tahun dan lulus

tahun 1993, selanjutnya memasuki SMA Negeri 1 Bireuen selama 3 tahun dan lulus

tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia (FKM UI) selama 4,5 tahun dan lulus tahun 2001. Terakhir

melanjutkan tugas belajar ke Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada bulan September

2007 dan lulus tahun 2009.

Riwayat Pekerjaan, pertama sekali ditempatkan menjadi Staf Puskesmas

Peukan Baro, Kabupaten Pidie pada tahun 2002 sampai tahun 2003, kemudian

ditempatkan menjadi Staf Bidang Pelayanan Medis Rumah Sakit Umum Sigli pada

tahun 2004 sampai tahun 2005, Kepala Sub Bagian Pelayanan Penunjang Medis RSU

Sigli tahun 2006 sampai tahun 2007.Tahun 2008 mendapatkan tugas belajar sebagai

mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas


(12)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Definisi yang Berhubungan dengan Penelitian ... 8

2.2. Faktor Risiko Terjadinya Kematian Perinatal ... 10

2.3. Faktor Pelayanan Kesehatan ... 19

2.4. Pengawasan terhadap Kehamilan Risiko Tinggi ... 23

2.5. Kerangka Teori ... 24

2.6. Kerangka Konsep ... 25

BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA ... 26

3.1. Jenis Penelitian ... 26

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 28

3.6. Metode Pengukuran ... 30

3.7. Metode Analisis Data ... 31

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 33

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Pidie ... 33

4.2. Analisis Univariat ... 35

4.3. Analisis Bivariat Hubungan Faktor Ibu dan Pelayanan Kesehatan dengan Kematian Perinatal ... 39


(13)

5.2. Hubungan Pelayanan Kesehatan dengan Kematian

Perinatal ... 52

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 56

BAB 6. HASIL PENELITIAN ... 58

6.1. Kesimpulan ... 58

6.2. Saran ... 58


(14)

Nomor Judul Halaman

3.1 Variabel, Cara dan Alat Ukur dan Skala Ukur……… 30

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan dan

Pekerjaan di Kabupaten Pidie Tahun 2008……….………… 35

4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Ibu

di Kabupaten Pidie Tahun 2008……….…... 37

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor

Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Pidie Tahun 2008………..…… 38

4.4 Distribusi Responden Menurut Umur dengan Kematian Perinatal

di Kabupaten Pidie Tahun 2008……… 39

4.5 Distribusi Proporsi Responden Menurut Paritas dengan Kematian

di Kabupaten Pidie Tahun 2008……… 40

4.6 Distribusi Responden Menurut Jarak Antar Kelahiran

dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008…… 41

4.7 Distribusi Responden Menurut Riwayat Penyakit

dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008……... 42

4.8 Distribusi Responden Menurut Riwayat Persalinan

dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008….. 43

4.9 Distribusi Responden Menurut Kunjungan Antenatal Care

dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008…… 44

4.10 Distribusi Responden Menurut Penolong Persalinan


(15)

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Teori Mosley and Chen………. ……… 24


(16)

Nomor Judul Halaman

1 Formulir Pengumpulan Data………. 64

2 Master Data Kematian Perinatal……..……….. 67

3 Analisis Univariat……….. 69

4 Analisis Bivariat……….... 72

6 Peta Kabupaten Pidie……….. 80

7 Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU……… 81

8 Surat Telah Selesai Melaksanakan Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie……… 82


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status kesehatan masyarakat. Angka kematian bayi sebagian besar adalah kematian neonatal yang berkaitan dengan status kesehatan ibu saat hamil, pengetahuan ibu dan keluarga dengan pentingnya pemeriksaan kehamilan dan peranan tenaga kesehatan serta ketersediaan fasilitas kesehatan.

Setiap tahun diperkirakan terjadi 4,3 juta kelahiran mati dan 3,3 juta kematian neonatal di seluruh dunia. Meskipun angka kematian bayi di berbagai dunia telah mengalami penurunan namun kontribusi kematian neonatal pada kematian bayi semakin tinggi (Prameswari, 2007) .

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 9 juta bayi setiap tahun meninggal sebelum lahir atau pada minggu pertama kehidupannya (periode perinatal) dan hampir semua kematian perinatal (Perinatal Mortality Rate) terjadi dinegara berkembang (USAID, 1999).

Angka kematian bayi menurut WHO (2000) sangat memprihatinkan yang dikenal dengan fenomena 2/3. Fenomena itu terdiri dari, 2/3 kematian bayi (0-1 tahun) terjadi pada masa neonatal (0-28 hari), 2/3 kematian neonatal terjadi pada masa perinatal (0-7 hari) dan 2/3 kematian perinatal terjadi pada hari pertama (BKKBN, 2008).


(18)

Angka kematian perinatal (AKP) di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara berkembang 50 per 1000 kelahiran, angkanya lima kali lebih tinggi daripada negara maju (WHO, 2006).

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 di antara 15.235 kehamilan ditemukan 147 (0,96%) lahir mati dan 224 (1,48%) kematian neonatal dini sehingga menghasilkan angka kematian perinatal 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang sekitar 77% dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari total kematian bayi (BPS, 2003).

AKB menurut hasil SDKI 2002- 2003 terjadi penurunan yang cukup besar dari tahun 1997 sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003 (Depkes RI, 2007).

Meskipun terus menurun, AKB di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand. Indonesia menduduki ranking ke-6 tertinggi setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000), dan Thailand (20 per 1.000). Diharapkan target Millenium Development Goals (MDGS) bisa tercapai pada tahun 2015 yaitu menurunkan AKB sebesar dua pertiganya dalam kurun waktu 1990-2015 (Bappenas, 2007).

Sedangkan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam AKB sebesar 40/1.000 kelahiran hidup, angkanya lebih tinggi dari angka nasional (Dinkes NAD, 2007).


(19)

Pengendalian kematian perinatal akan berkontribusi sangat besar terhadap penurunan AKB. Penurunan kematian perinatal sangat ditentukan oleh penatalaksanaan kesehatan ibu pada saat kehamilan, menjelang persalinan dan setelah persalinan. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kelangsungan hidup pada masa perinatal juga dihubungani oleh sejumlah faktor meliputi karakteristik demografi dan sosial ibu, riwayat kesehatan reproduksi ibu, kondisi kesehatan bayi dan lingkungan tempat tinggal (Prameswari, 2007).

Beberapa penyebab kematian bayi menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai hari ke-7 setelah persalinan (masa perinatal). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dihubungani pada kondisi ibu saat melahirkan (Depkes RI, 2007).

Hasil SKRT dengan sampel 211.168 rumah tangga di Indonesia pada tahun 2001 ditemukan kematian neonatal sebanyak 180 kasus. Kasus lahir mati berjumlah 115 kasus, distribusi kematian neonatal sebagian besar diwilayah Jawa dan Bali (66,7%) dan didaerah pedesaan (58,6%). Menurut umur kematian, 79,4% dari


(20)

kematian neonatal terjadi sampai dengan usia 7 hari dan 20,6% terjadi pada usia 8-28 hari (Sarimawar, 2004).

Dari laporan situasi anak dunia menyatakan seorang anak yang lahir dari keluarga 20% paling miskin rata-rata memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal daripada seorang anak yang lahir pada kelompok 20% paling kaya di Asia Timur dan Pasifik. Ini semua erat kaitannya dengan kekurangan gizi yang sering diawali dengan dengan rendahnya berat bayi pada saat kelahiran (Unicef, 2007).

Pola penyakit penyebab kematian di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari yang tertinggi adalah berat badan lahir rendah/ BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%). Dilihat dari karakteristik ibu yang bayinya meninggal pada saat dilahirkan (perinatal) sebelumnya telah melakukan perawatan antenatal ≥ 4 kali dimana K1 (64,6%), K4 (60,8%) dan mendapatkan imunisasi tetanus (53%). Penurunan kematian maternal dan perinatal sangat erat kaitannya dengan pemilihan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan (57%) sementara oleh dukun (40%). Sementara 54,2% bayi yang dilahirkan di rumah meninggal, sebagian besar proses persalinan berlangsung normal (88,9%) dan hanya 8% bayi yang dilahirkan dengan tindakan bedah caesar meninggal (Sarimawar, 2004).

Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil bisa kita lihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4. Berdasarkan data Dinas Kesehatan NAD pada tahun 2005 cakupan K1 (83,1%) dan K4 (71,9%) dan tahun 2006 cakupan K1 (85,7%) dan K4 (75,9%), terjadi peningkatan cakupan K1 dan K4 tetapi jumlah ini


(21)

masih jauh di bawah target nasional yaitu K1 (95%) dan K4 (90%) (Dinkes NAD, 2007).

Sedangkan cakupan pelayanan K1 dan K4 di Kabupaten Pidie mengalami penurunan, pada tahun 2005 cakupan K1 (87%) dan cakupan K4 (70,32%) dan tahun 2006 cakupan K1 (85,98%) dan cakupan K4 (69,34%) (Dinkes Pidie, 2007).

Survey pendahuluan yang dilakukan berdasarkan laporan Sub Dinas Kesehatan Keluarga Kabupaten Pidie, ditemukan kasus kematian perinatal cenderung berfluktuatif pada tahun 2005 dari 9.194 persalinan terdapat 101 (1,09%) kasus kematian perinatal, tahun 2006 dari 12.408 persalinan terdapat 160 (1,28%) kasus kematian perinatal, tahun 2007 dari 10.996 persalinan terdapat 104 (0,94%) kasus kematian perinatal dan tahun 2008 dari 7.955 persalinan terdapat 106 (1,33%) kasus kematian perinatal (Dinkes Pidie, 2009).

Dari paparan data –data diatas menggambarkan terjadi peningkatan angka kematian perinatal pada tahun 2008 sehingga penulis ingin melakukan penelitian mengenai hubungan faktor ibu dan pelayanan kesehatan dengan kematian perinatal di Kabupaten Pidie.

1.2Perumusan Masalah

Bagaimana hubungan faktor ibu dan pelayanan kesehatan dengan kematian perinatal di Kabupaten Pidie tahun 2008.


(22)

1.3Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan faktor ibu dan pelayanan kesehatan dengan kematian Perinatal di Kabupaten Pidie tahun 2008.

1.4Hipotesis Penelitian

1.4.1 Ada hubungan faktor ibu dengan kematian perinatal di Kabupaten Pidie tahun 2008.

a. Ada hubungan umur ibu dengan kematian perinatal. b. Ada hubungan paritas dengan kematian perinatal.

c. Ada hubungan jarak antar kelahiran dengan kematian perinatal. d. Ada hubungan riwayat penyakit ibu dengan kematian perinatal. e. Ada hubungan riwayat persalinan ibu dengan kematian perinatal.

1.4.2 Ada hubungan pelayanan kesehatan dengan kematian perinatal di Kabupaten

Pidie tahun 2008.

a. Ada hubungan kunjungan K1 dan K4 dengan kematian perinatal.

b. Ada hubungan penolong persalinan dengan kematian perinatal.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan kepada peneliti dalam memahami hubungan


(23)

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie dalam meningkatkan pelayanan antenatal care dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak sehingga dapat mengurangi Angka Kematian Perinatal.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesehatan perinatal.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Yang Berhubungan dengan Penelitian 2.1.1 Kematian Perinatal

Wiknjosastro (2005) menyatakan bahwa untuk dapat memahami kematian perinatal maka ada definisi-definisi yang lazim dipakai seperti kelahiran hidup, kematian janin, kelahiran mati , kematian perinatal dini dan kematian perinatal.

Kelahiran hidup (live birth) adalah keluarnya hasil konsepsi secara sempurna dari ibunya tanpa memandang lamanya kehamilan dan sesudah terpisah dari ibunya bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyutan tali pusat atau pergerakan otot, tidak peduli apakah tali pusat telah dipotong atau belum.

Kematian janin (foetal death) adalah kematian hasil konsepsi sebelum

dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung, atau palsasi tali pusat atau kontraksi otot.

Kelahiran mati (stillbirth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000 gram).

Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7 hari pertama kehidupannya. Sedangkan kematian perinatal (perinatal mortality) ialah bayi lahir mati dan kematian bayi dalam 7 hari pertama sesudah lahir.


(25)

Kematian perinatal adalah kematian dalam masa kehamilan 28 minggu sampai bayi lahir dan berusia 7 hari. Kematian perinatal ditentukan dengan menghitung jumlah kematian masa perinatal tersebut di bagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati (Ranuh, 2005).

Periode perinatal didefinisikan sebagai masa sejak janin mampu hidup diluar kandungan hingga akhir hari ke-7 setelah kelahiran. Menentukan usia janin sebenarnya adalah hal yang sulit karena hal tersebut tergantung pada umur kehamilan dan fasilitas pelayanan khusus yang tersedia. Oleh sebab itu, akan lebih mudah untuk menggunakan berat lahir dalam menentukan usia janin. Di negara maju, bayi dapat bertahan hidup sejak usia 22 minggu umur kehamilan (berat mencapai 500 gram) sedangkan dinegara berkembang, bayi diharapkan untuk dapat bertahan hidup sejak usia kehamilan 28 minggu (dimana berat telah mencapai 1000 gram) (WHO, 2001).

2.1.2 Angka Kematian Perinatal

Angka Kematian Perinatal (AKP) adalah jumlah kematian perinatal dikalikan 1000 dan kemudian dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun yang sama (Wiknjosastro, 2005).

AKP = jumlah kematian perinatal x 1000 Jumlah lahir mati + jumlah lahir hidup

AKP perlu diketahui karena dapat merefleksikan tingkat kesehatan ibu hamil dan bayinya serta standar pelayanan yang diberikan. Angka ini juga merupakan salah satu indikator terbaik dari status sosial ekonomi masyarakat, daerah dan negara. Angka ini rendah bila standar kehidupan meningkat sehingga pengamatannya secara


(26)

berkala dapat memperlihatkan kemajuan di masyarakat. Masyarakat dengan AKP yang tinggi juga memiliki AKI yang tinggi karena keduanya merefleksikan kondisi hidup yang buruk dan kurang memadainya pelayanan kesehatan yang diberikan (WHO, 2001).

2.2 Faktor Risiko Terjadinya Kematian Perinatal.

Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi endogen dan kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar (Utomo, 1988).

Dimana dengan semakin meningkatnya usia bayi, penyebab endogen utamanya berperan pada kematian bayi usia di bawah satu bulan (neonatal). Sedangkan penyebab eksogen bertanggung jawab pada sebagian kecil kematian neonatal dan hampir semua kematian bayi usia di atas satu bulan (post-neonatal).

Mosley and Chen (1988) menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi dan budaya mempengaruhi kelangsungan hidup anak melalui berbagai faktor. Faktor faktor tersebut antara lain adalah faktor ibu, faktor lingkungan, kekurangan gizi,


(27)

trauma dan upaya pencegahan dari individu itu sendiri. Faktor ibu adalah termasuk umur ibu, paritas dan jarak kehamilan, faktor lingkungan yaitu berhubungan dengan media penyebaran penyebab penyakit seperti udara, air, makanan, kulit, tanah, serangga dll. Kekurangan gizi yaitu kekurangan kalori, protein dan kekurangan vitamin dan mineral, sedangkan faktor upaya pencegahan penyakit individu yaitu termasuk imunisasi dan pengobatan (Singarimbun, 1988).

Masalah kesehatan neonatal tidak dapat dilepaskan dari masalah kesehatan perinatal dimana proses kehamilan, dan persalinan memegang faktor yang amat penting.

Faktor risiko adalah kondisi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kemungkinan risiko atau bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesakitan ibu dan bayinya. Adapun ciri-ciri faktor risiko adalah (1) Faktor risiko/masalah mempunyai hubungan dengan kemungkinan terjadinya komplikasi tertentu pada persalinan, (2) Faktor risiko dapat ditemukan dan diamati/dipantau selama kehamilan sebelum peristiwa yang diperkirakan terjadi, (3) beberapa faktor risiko pada seorang ibu hamil dapat merupakan suatu mata rantai dalam proses terjadinya komplikasi pada persalinan (Rochjati, 2003).

1. Umur ibu

Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 30 tahun. Sedangkan dibawah atau


(28)

diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan (Martaadisoebrata, 2005).

Umur ibu < 20 tahun belum cukup matang dalam menghadapi kehidupan sehingga belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Pada umur tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan lain kerena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Sebaliknya jika umur ibu > 35 tahun cenderung mengalami perdarahan, hipertensi, obesitas, diabetes, myoma uteri, persalinan lama dan penyakit-penyakit lainnya (Depkes RI, 2001).

Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan memhubungani kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu (Jumiarni, 1993).

Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya (Draper, 2001).

2. Paritas

Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri atas 3 kelompok yaitu: (1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1


(29)

paritas, (2) Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-6 dan (3) Golongan grande multipara adalah golongan ibu dengan paritas > 6.

Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan keempat mempunyai risiko yang tinggi. Grande multi para adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan kelima atau lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan ante partus, perdarahan post partum dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005).

Grande multipara kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direnggangkan oleh kehamilan membatasi kemampuan berkerut untuk menghentikan perdarahan sesudah persalinan. Disamping itu banyak pula dijumpai tidak cukupnya tenaga untuk mengeluarkan janin yang disebut dengan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk lagi pada kasus dengan jarak kehamilan yang singkat.

3. Jarak Antar Kelahiran

Risiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan < 2 tahun atau > 4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara dua kehamilan yang < 2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal akibat kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul beban yang lebih berat. Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin yang kurang baik,


(30)

mengalami persalinan yang lama atau perdarahan. Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua kehamilan > 4 tahun, disamping usia ibu yang sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan persalinan pertama (Depkes RI, 2002).

Anak yang memiliki jarak kelahiran terlalu dekat ( 2 tahun atau kurang), akan beresiko terhadap kematian neonatal sebesar 4.4 kali dibandingkan dengan jarak kelahiran lebih dari dua tahun (Iswarati, 2007).

4. Riwayat Kesehatan Ibu

Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungani oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun terancam (Depkes RI, 2001).

Penyakit yang diderita oleh ibu selama kehamilan terbagi dua, yaitu Penyakit akibat komplikasi yang tidak langsung berhubungan dengan kehamilan, yang terdiri dari:

(a) Diabetes Mellitus;

Diabetes mellitus pada ibu dapat menyebabkan bayi mengalami berat badan lahir lebih besar melebihi usia kehamilan karena kadar gula darah dalam tubuh iubu sangat tinggi sehingga memhubungani pertumbuhan janin. Diabetes mellitus pada bayi mengakibatkan hipoglikemia karena ketika di dalam tubuh ibu, janin menyesuaikan jumlah insulin dengan tubuh ibunya tetapi setelah lahir jumlah insulin


(31)

yang telah terbentuk tidak sesuai dengan kadar gula darah dengan tubuh bayi (Jumiarni, 1994 )

(b) Anemia

Anemia atau kurang darah adalah rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam sel-sel darah merah,yaitu kurang dari 11gr%. Prevalensi anemia pada ibu hamil pada tahun 1995 adalah 51,3% (SKRT 1995).

Anemia dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun otaknya. Anemia dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal meningkat.

Kegiatan pencegahan dan penanggulangan masalah anemia secara luas telah dilaksanakan bagi semua ibu hamil berupa pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan dan bagi ibu hamil yang menderita anemia ( Hb < 11 gr%) diberikan pengobatan khusus di puskesmas atau rumah sakit ( Depkes RI, 2002).

Tanda tanda ibu menderita anemia seperti perasaan lesu, sering mengantuk, selaput bagian dalam kelopak mata, bibir dan kuku pucat serta penglihatan berkunang-kunang (Depkes RI, 2001).

Jika wanita hamil mengidap anemia, pengaruhnyanya dapat terjadi di awal kehamilan, yaitu terhadap hasil pembuahan (janin, plasenta, darah). Hasil pembuahan membutuhkan zat besi yang jumlahnya cukup banyak untuk membentuk butir-butir darah merah dan pertumbuhan embrio.pada bulan ke-5 dan ke-6 janin membutuhkan zat besi yang semakin besar. Jika kandungan zat besi ibu kurang maka terjadinya


(32)

abortus, kematian janin dalam kandungan atau waktu lahir, lahir premature serta cacat bawaan tidak dapat dihindari (Huliana, 2001).

Masalah ditemui adalah rendahnya cakupan pemberian tablet Fe yaitu sekitar 64,4% pada tahun 1998,hal ini di sebabkan tidak mencukupinya persediaan tablet Fe saat pemeriksaan kehamilan. Kegiatan yang saat ini dilakukan adalah mengganti Fe dengan multivitamin dan pemberian tablet Fe pada remaja putri sejak usia sekolah menengah (Depkes RI, 2002).

Kehilangan fisilogis basal dari tubuh melalui kulit dan alat pencernaan diperkirakan 14mikrogram / kilogram berat badan perhari atau sekitar 0,8 miligram bagi wanita dewasa yang berat badannya 55 kilogram. Wanita selain kehilangan zat besi melalui fisologis basal juag terjadi kehilangan zat besi melalui proses menstruasi. Jumlah zat besi yang hilang meliputi 95% wanita menstruasi adalah 1,6 miligram perhari (Martianto, 1992).

Wanita yang berat badannya 55 kilogram memerlukan tambahan zat besi untuk pembentukan hemoglobin sejumlah 500 miligram,untuk pembentukan janin 290 miligram dan untuk plasenta 25 miligram serta untuk darah yang keluar pada saat melahirkan diperkirakan total kebutuhan zat besi wanita hamil selama 9 bulan 1000 miligram ( Martianto, 1992).

Penyakit akibat komplikasi langsung dengan kehamilan, terdiri dari: (a) Preeklamsia dan eklamsia

Preeklamsia adalah suatu sindroma yang dijumpai pada ibu hamil diatas 20 minggu yang ditandai dengan hipertensi atau proteinuria dengan atau tanpa edema.


(33)

Disebut hipertensi bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau terjadi kenaikan tekanan

systolic≥ 30 mmHg atau kenaikan tekanan diastolic≥ 15 mmHg dari ukuran tekanan darah normal. Guna menentukan Preeklamsia maka pengukuran tekanan darah harus dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali dengan interval waktu 6 jam atau lebih guna keakuratan hasil pemeriksaan tekanan darah yang diperoleh (Tanjung, 2004).

Preeklamsia dan eklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan. Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Perubahan pada organ ibu yang mengalami

preeklamsia dan eklamsia yaitu terjadinya aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan oksigen (Mochtar, 1995).

Apabila dijumpai tekanan darah ≥140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu ini dinamakan preeklamsia sedangkan jika dijumpai kejang-kejang pada penderita preeklamsi dan sampai koma ini dinamakan eklamsia (Roeshadi, 2006).

Ibu hamil yang mengalami preeklampsia berisiko tinggi mengalami

keguguran, gagal ginjal akut, pendarahan otak, pembekuan darah intravaskular, pembengkakan paru-paru, kolaps pada system pembuluh darah, dan eklampsia , yaitu gangguan tahap lanjutan yang ditandai dengan serangan toxemia yang bisa berakibat sangat serius bagi ibu dan bayinya.

Pada bayi, preeklampsia dapat mencegah plasenta (jalur penyaluran udara dan makanan untuk janin) mendapat asupan darah yang cukup, sehingga bayi bisa kekurangan oksigen ( hypoxia ) dan makanan. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya


(34)

bobot tubuh bayi ketika lahir dan juga menimbulkan masalah lain pada bayi, seperti kelahiran prematur sampai dengan kematian pada saat kelahiran ( perinatal death ).

Tetapi banyak wanita penderita preeklampsia tetap melahirkan bayi yang sehat. Hal ini karena preeklampsia dapat dideteksi lebih awal apabila calon ibu rajin merawat kehamilannya.

Berdasarkan penelitian di 6 negara yaitu Argentina, Egypt, India, Peru, South Africa and Vietnam pada tahun 2001–2003 memperlihatkan bahwa angka kelahiran mati 12,5 per 1000 kelahiran dan angka kematian neonatal dini adalah 9,0 per 1000 kelahiran pada kejadian preeklamsi dan eklamsi (Ngoc, 2006).

(b) Perdarahan antepartum

Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 22 minggu.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan yang terjadi pada ibu hamil sebelum proses persalinan, dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti placenta previa, solusio plasenta dan lain-lain (Wiknjosatro, 2007).

(c) Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah sebelum terjadinya persalinan, yang disebabkan oleh kurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uteri. Ketuban pecah dini berkaitan dengan penyulit


(35)

kelahiran, prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis. Pecahnya selaput ketuban jauh sebelum aterm merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas perinatal (Wiknjosastro, 2007).

5. Riwayat Persalinan

Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan, abortus, partus prematuritas, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia/eklamsia, Ketuban Pecah Dini (KPD), kehamilan muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan tumor (myoma atau kista ovari) serta semua persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu merupakan risiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan-keadaan tersebut perlu diwaspadai karena kemungkinan ibu akan mendapatkan kesulitan dalam kehamilan dan saat akan melahirkan (Princus, 1998).

2.3 Faktor Pelayanan Kesehatan

Pelayanan antenatal care adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pelayanan antenatal merupakan upaya penting untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus merupakan tempat melakukan konseling gizi, pemantauan terhadap kenaikan berat badan semasa hamil ( Depkes RI, 2000). Hal ini meliputi pemeriksaan kehamilan dan tindak lanjut terhadap penyimpangan yang ditemukan, pemberian intervensi dasar seperti pemberian imunisasi Tetanus Toksoid ( TT ) dan tabelt Fe serta mendidik dan memotivasi ibu agar dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya.


(36)

Penerapan praktis pelayanan antenatal care sering dipakai standard minimal meliputi 5T, yaitu: (1) timbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang dapat dimanfaatkan untuk menilai suatu status gizi ibu; (2) pemeriksaan tekanan darah; (3) pemeriksaan tinggi fundus uteri; (4) pemberian Tetanus Toksoid (TT) dua kali selama hamil; (5) pemberian tabelt zat besi (Fe) minimal 90 tabelt selama hamil, untuk pemeriksaan paripurna meliputi 7 T yaitu ditambah dengan test terhadap penyakit menular seksual dan temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

Antenatal care merupakan kegiatan pemeriksaan ibu dan janin selama kehamilan yang dilakukan secara teratur. Pemeriksaan antenatal pertama kali dilakukan pada bulan pertama kehamilan, selanjutnya periksa ulang 1 kali sebulan dan periksa ulang 1 kali setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan. Adapun jadwal pemeriksaan antenatal adalah : Trimester I dan II : (1) dilakukan setiap bulan; (2) diambil data tentang laboratorium; (3) pemeriksaan Ultrasonografi; (4) nasehat diet : empat sehat lima sempurna, protein ½ gram/kg berat badan ditambah satu telor/hari; (5) observasi : penyakit yang dapat memhubungani kehamilan, komplikasi kehamilan,; (6) rencana : pengobatan penyakit, menghindari terjadinya komplikasi kehamilan, dan imunisasi TT pertama. Trimester III : (1) dilakukan setiap seminggu atau dua minggu sampai ada tanda kelahiran tiba; (2) evaluasi data laboratorium untuk melihat hasil pengobatan; (3) diet empat sehat lima sempurna; (4) pemeriksaan Ultrasonografi; (5) imunisasi TT kedua; (6) observasi : penyakit yang menyertai kehamilan, komplikasi hasil trimester ketiga, berbagai kelainan kehamilan trimester


(37)

III; (7) nasehat dan petunjuk tentang tanda inpartus serta kemana harus datang untuk melahirkan.

Frekuensi kunjungan masing-masing ibu hamil berbeda-beda tergantung pada keadaan masing-masing ibu hamil. Frekuensi pelayanan antenatal care pada triwulan pertama minimal 1 kali, triwulan kedua minimal 1 kali dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal care tersebut untuk menjamin mutu pelayanan, khususnya dalam memberi kesempatan yang cukup dalam menangani kasus resiko tinggi yang ditemukan (Depkes, RI, 2005).

Tujuan pengawasan antenatal adalah menyiapkan sebaik-baiknya fisik dan mental ibu hamil serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga keadaan ibu pada saat postpartum dalam keadaan sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental.

Adapun tujuan dari pelayanan antenatal care adalah; (1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin; (2) meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial janin; (3) Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; (4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin; (5) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif; (6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Depkes, RI, 2002).


(38)

Penelitian di Brazil yang dikutip oleh Mutiara (1994) melaporkan bahwa jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan berhasil menurunkan Angka Kematian Perinatal (AKP) diantara wanita yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan adalah 56,2 per 1000 kelahiran hidup, sementara untuk wanita yang melaksanakan pemeriksaan kehamilan sebanyak 10 kali atau lebih mempunyai AKP 26,2 per 1000 kelahiran hidup.

Sedangkan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan terjamin sebagai persalinan yang bersih dan aman karena selain pertolongan persalinan dilakukan dengan bersih, bila terjadi gangguan dalam persalinan akan segera diketahui dan ditangani atau dirujuk. Pada prinsipnya penolong persalinan harus memperhatikan sterilisasi/ pencegahan penyakit, metode pertolongan persalinan yang sesuai standar pelayanan serta merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi (Depkes RI, 2005).

Dalam progran Kesehatan Ibu dan anak (KIA) dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat. Jenis tenaga tersebut adalah dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat (Depkes, RI, 2005).

Penolong persalinan dalam memberikan pertolongan persalinan harus

memperhatikan; (1) Sterilitas/pencegahan infeksi, (2) Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar pelayanan dan (3) Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Dengan program penempatan bidan di desa diharapkan


(39)

secara bertahap jangkauan persalinan oleh tenaga kesehatan terus meningkat dan masyarakat semakin menyadari pentingnya persalinan yang bersih dan aman.

2.4 Pengawasan Terhadap Kehamilan Resiko Tinggi ( High Risk Pregnancy ) Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu atau janin dapat terancam. Penentuan kehamilan risiko tinggi pada ibu maupun janin dapat dilakukan dengan cara : (1) melakukan anamnese yang intensif berupa anamnese identitas (istri dan suami), anamnese umum (tentang keluhan-keluhan, nafsu makan, tidur, perkawinan, haid, riwayat kehamilan yang lalu dan sebagainya ); (2) melakukan pemeriksaan fisik; (3) melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium yang meliputi ; pemeriksaan urine dan darah sekurang-kurangnya 2 kali selama kehamilan (pada permulaan dan akhir kehamilan); pemeriksaan Ultrasonografi (USG) untuk mengetahui letak plasenta, jumlah air ketuban, taksiran berat badan janin, gerakan dan bunyi jantung janin (Depkes RI, 2001).

Ada 10 tanda bahaya yang perlu dikenali dalam pengawasan ibu dan bayi pada saat kehamilan, yaitu (1) ibu tidak mau makan dan muntah terus, (2) berat badan ibu hamil tidak naik, (3) perdarahan, (4) bengkak tangan/wajah, pusing dan dapat diikuti kejang, (5) gerakan janin berkurang atau tidak ada, (6) kelainan letak janin dalam rahim, (7) ketuban pecah sebelum wakyunya, (8) persalinan lama, (9) penyakit ibu yang berhubungan terhadap kehamilan dan (10) demam tinggi pada masa nifas (Depkes, RI, 2003).


(40)

2.5 Kerangka Teori

Untuk menganalisis hubungan kematian perinatal mengacu pada teori Mosley and Chen (1984). Adapun kerangka teorinya seperti pada gambar dibawah ini:

Sumber: Singarimbun, 1988

Gambar 2.1 Kerangka Teori Mosley and Chen

Kunci untuk model teori ini adalah identifikasi serangkaian determinan terdekat atau variabel antara yang secara langsung mempengaruhi risiko morbiditas dan mortalitas. Untuk mempengaruhi kelangsungan hidup anak, semua determinan sosial ekonomi harus melalui variabel-variabel antara yang dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu (1) faktor ibu; (2) Pencemaran lingkungan udara; (3) kekurangan gizi;(4) luka dan (5) pengendalian penyakit perorangan.

Kekurangan Gizi 1.Kalori 2.Protein 3.Gizi-mikro Sakit

Gangguan Pertumbuhan Mortalitas

Pengendalian Penyakit Perorangan 1.Preventif Perorangan 2.Perawatan Dokter Determinan Sosial Ekonomi

Faktor Ibu 1.Umur 2.Paritas 3.Jarak Kehamilan Kekurangan Gizi 1.Kalori 2.Protein 3.Gizi-mikro Pencemaran Lingkungan 1.Udara 2.Makanan/air/jari 3.Kulit/tanah 4.Vektor Luka 1.Kecelakaan 2.Luka Yang Disengaja


(41)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian yang telah dimodifikasi dimana berdasarkan beberapa pendapat (Utomo,1988; WHO, 2001 dan Prameswari, 2007) bahwa faktor yang sangat berhubungan dengan kematian perinatal adalah faktor ibu dan pelayanan kesehatan. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Ibu

1. Umur 2. Paritas

3. Jarak Antar Kelahiran 4. Riwayat Penyakit 5. Riwayat Persalinan

Kematian Perinatal

Pelayanan Kesehatan 1. Kunjungan Antenatal care

2. Penolong Persalinan

Tidak Mengalami Kematian Perinatal


(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik observasional dengan desain studi kasus kontrol (Case Control Study) yang dilakukan secara retrospektif.

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pidie berdasarkan survei awal yang telah dilakukan dimana jumlah kematian perinatal meningkat pada tahun 2008.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Juli 2009.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan dan bayinya mengalami kematian perinatal di Kabupaten Pidie periode Januari sampai Desember 2008 yang berjumlah 106 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan metode Purposive Sampling, sample diambil berdasarkan suatu pertimbangan tertentu. Penentuan kriteria inklusi ini didasarkan atas beberapa hal, antara lain; (1) Hanya kasus yang tercatat


(43)

berdasarkan laporan audit perinatal di Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie, (2) Responden berdomisili di wilayah Kabupaten Pidie dengan alamat yang jelas;

(3) Responden bersedia diwawancarai. Sedangkan penentuan kriteria eksklusi didasarkan atas ; (1) Responden meninggal , (2) Responden pindah dari Kabupaten Pidie.

Berdasarkan kriteria sampel diatas, maka besarnya jumlah sampel dalam penelitian adalah 60 ibu yang bayinya mengalami kematian perinatal. Perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1.

Kontrol dalam penelitian ini adalah ibu yang bayinya lahir hidup dan tidak mati pada periode perinatal di Kabupaten Pidie dari bulan Januari sampai dengan Desember 2008. Pemilihan kontrol disesuaikan dengan bulan kejadian kasus, diambil

dengan memperhatikan matching dan berada dalam satu wilayah puskesmas yang

sama dengan kejadian kasus.

Untuk mengurangi bias penelitian juga dilakukan matching pada pekerjaan dan pendidikan ibu. Matching pendidikan dilakukan karena pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan perilaku ibu dalam merawat kehamilan sehingga ibu mengetahui pentingnya perawatan kesehatan pada masa kehamilan yang menyebabkan terjadinya kematian perinatal.

Matching pekerjaan karena ibu yang melakukan pekerjaan yang berat dapat mengganggu perkembangan janin dalam rahim sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian perinatal.


(44)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Kasus kematian perinatal yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie melalui laporan audit perinatal, ditelusuri ke tempat tinggal dimana kasus berada untuk dilakukan wawancara. Penelusuran dilakukan melalui data yang diperoleh dari buku Kohort ibu yang ada di puskesmas. Hanya kasus yang tercatat yang diikutsertakan dalam penelitian. Data primer meliputi; (1) Umur; (2) Paritas; (3) Jarak antar kelahiran; (4)

Riwayat penyakit; (5) Riwayat persalinan; (6) Kunjungan antenatal care; (7)

Penolong persalinan.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pencacatan dan pelaporan yang ada di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie. Data sekunder diperoleh dari buku register ibu dan anak, laporan laboratorium hasil pemeriksaan Hb, laporan autopsi perinatal, formulir ANC serta data-data pendukung lainnya.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Terikat

Kematian perinatal adalah kejadian lahir mati dan kematian bayi berusia 0-7 hari. Kategori : 1. Lahir mati dan bayi meninggal 0-7 hari


(45)

3.5.2 Variabel Bebas

1. Umur ibu adalah usia ibu saat melahirkan bayi pada tahun 2008 yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden.

Kategori : 1. Risiko, Umur < 20 tahun dan > 35 tahun 2. Tidak risiko, Umur 20-35 tahun

2. Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan ibu baik lahir hidup maupun lahir mati yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden.

Kategori : 1. Risiko, Paritas 1 dan > 4

2. Tidak risiko, Paritas 2-3

3. Jarak Antar Kelahiran adalah Interval persalinan sebelumnya dengan awal

kehamilan terakhir diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden. Kategori : 1. Risiko, < 2 tahun atau > 4 tahun

2. Tidak risiko, 2 - 4 tahun

4. Riwayat penyakit ibu adalah ibu yang menderita salah satu penyakit diabetes, anemia, preeklamsia dan eklamsi, perdarahan antepartum dan ketuban pecah dini (KPD)

Kategori : 1. Risiko, jika ibu menderita salah satu penyakit tersebut 2. Tidak risiko tinggi jika tidak menderita penyakit tersebut

5. Riwayat persalinan adalah riwayat persalinan yang diperoleh dari hasil

wawancara


(46)

2. Tidak risiko, jika ibu tidak pernah mengalami persalinan dengan tindakan

6. Kunjungan antenatal care adalah kunjungan ibu hamil kepelayanan kesehatan dengan jumlah kunjungan minimal 4 (empat) kali selama hamil, 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trisemester kedua dan 2 kali pada trisemester ketiga dengan standar 5T oleh tenaga kesehatan yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden.

Kategori : 1. Tidak lengkap, K1 dan K4 < 4 2. Lengkap, K1 dan K4 ≥ 4

7. Penolong Persalinan adalah orang yang menolong ibu bersalin selama proses Persalinan.

Kategori : 1. Bukan petugas kesehatan, jika yang melakukan persalinan adalah dukun bayi terlatih atau tidak terlatih.

2. Petugas kesehatan, jika yang melakukan persalinan adalah dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat.

3.6 Metode Pengukuran

Tabel 3.1 Variabel, Cara dan Alat Ukur dan Skala Ukur

No. Variabel Cara dan Alat Ukur Skala Ukur

Variabel Terikat


(47)

Lanjutan Tabel 3.1

No. Variabel Cara dan Alat Ukur Skala Ukur

Variabel Bebas

2 Umur Ibu Wawancara (kuesioner) Ordinal

3 Paritas Wawancara (kuesioner) Ordinal

4 Jarak antar kelahiran Wawancara (kuesioner) Ordinal

5 Riwayat penyakit ibu Wawancara (kuesioner) Ordinal

6 Riwayat persalinan Wawancara (kuesioner) Nominal

7 Kunjungan antenatal care Wawancara (kuesioner) Ordinal 8 Penolong Persalinan Wawancara (kuesioner) Ordinal

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variable yang diteliti baik untuk variabel bebas maupun variabel terikat.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variable yaitu variable bebas dan variable terikat dengan menggunakan test kemaknaan berupa uji

Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variable yang diteliti yaitu dengan melihat nilai p. bila nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan


(48)

statistik bermakna yang berarti ada hubungan yang signifikan antara satu variable dengan variable lainnya.

Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk melihat estimasi risiko terjadinya outcome. Estimasi confidence interval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasinya adalah:

Bila OR >1 berarti sebagai faktor risiko menyebabkan terjadinya outcome

Bila OR=1 berarti tidak ada pengaruh faktor risiko dengan terjadinya outcome

Bila OR<1 berarti tidak hubungan faktor risiko dengan terjadinya outcome (sebagai faktor proteksi atau pelindung).


(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pidie a. Geografis

Kabupaten Pidie merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam, dengan luas wilayah 4.160,55 Km2. Daerah Kabupaten Pidie terdiri dari dataran rendah, pesisir dan dataran tinggi. Secara administratif Pemerintah Kabupaten Pidie terdiri dari 23 kecamatan, 94 kemukiman, 727 gampong definitive dan 3 gampong persiapan.

Secara Geografis, Kabupaten Pidie terletak pada posisi 04,300-04,060 Lintang Utara dan 95,75o-96,200 Bujur Timur dan 04,460-00,400 Lintang Selatan, dengan batas-batasnya sebagai berikut:

- Sebelah Utara dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya,

Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Pidie Jaya - Sebelah Timur dengan Kabupaten Pidie Jaya

- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Besar

b. Sosiodemografi

Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie berdasarkan hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 sebanyak 428.285 jiwa yang terdiri dari 214,547 laki-laki dan 213,738 perempuan.


(50)

Tingkat pendidikan di Kabupaten Pidie diuraikan sebagai berikut; SD sebanyak 11,63%, SLTP sebanyak 5,75%, SLTA sebanyak 5,85% dan Perguruan Tinggi sebanyak 66,60%. Tingkat pendidikan di Kabupaten Pidie berada pada tingkat menengah keatas.

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Pidie adalah pertanian, perkebunan dan perikanan (65%), perdagangan, hotel dan restoran (13,21%), bangunan (5,43%), pengangkutan dan komunikasi (4,71%), pegawai negeri (4,25%), keuangan, persewaan dan jasa (2,14%) dan lain-lain

c. Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan sebanyak 1.117 orang yang bekerja di puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, rumah sakit, institusi pendidikan dan sarana kesehatan lainnya.

Jumlah dokter spesialis di Kabupaten Pidie sebanyak 9 orang yang terdiri dari 2 orang spesialis kebidanan dan kandungan, 1 orang spesialis anak, 2 orang spesialis mata, 1 orang spesialis bedah, 1 orang spesialis penyakit dalam, 1 orang spesialis THT, dan 1 orang spesialis saraf, dokter umum berjumlah 57 orang dan dokter gigi berjumlah 8 orang, sedangkan bidan berjumlah 675 orang dan bidan desa sebanyak 147 orang dan perawat 380 orang.


(51)

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dan pekerjaan menunjukkan bahwa pada responden pendidikan terbanyak berpendidikan SMA sebanyak 34 responden (56,7%), SLTP sebanyak 12 responden (20%), SD sebanyak 9 responden(15%) sedangkan DIII/PT sebanyak 5 responden (8,3%), sedangkan pada tingkat pekerjaan responden terbanyak adalah tidak bekerja sebanyak 52 responden (86,7%), PNS sebanyak 5 responden (8,3%), petani 2 responden (3,3%) dan pegawai swasta/wiraswasta sebanyak 1 responden (1,7%). Pendidikan dan pekerjaan responden merupakan variable matching dalam penelitian ini. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Sosiodemografi Kasus Kontrol

n % N %

Tingkat Pendidikan

SD 9 15 9 15

SMP 12 20 12 20

SMA 34 56,7 34 56,7

DIII/PT 5 8,3 5 8,3

Total 60 100 60 100

Pekerjaan

Petani 2 3,3 2 3,3

Pegawai Swasta/Wiraswasta 1 1,7 1 1,7

PNS/Polri 5 8,3 5 8,3

Tidak Bekerja 52 86,7 52 86,7


(52)

4.2.2 Faktor Ibu

Faktor ibu yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: umur, paritas, jarak antar kelahiran, riwayat penyakit dan riwayat persalinan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kelompok kasus, umur ibu pada kelompok umur < 20 atau > 35 tahun jumlahnya lebih besar (78,3%) dibandingkan dengan kelompok umur 20-35 tahun (21,7%) sedangkan untuk kelompok kontrol pada umur <20 atau > 35 tahun sebanyak 34 responden (56,7%) dan umur 20-35 tahun sebanyak 26 responden (43,3%).

Berdasarkan paritas maka pada kelompok kasus 55,0% adalah paritas 1 dan >4 lebih besar dari paritas 2-3 yaitu 45,0% sedangkan pada kelompok kontrol paritas 1 dan >4 lebih kecil (35,0%) dari pada paritas 2-3 (65,0%).

Berdasarkan jarak antar kelahiran pada kelompok kasus dengan jarak <2 atau >4 tahun jumlahnya lebih besar yaitu 52 responden (86,7%) dibandingkan dengan jarak 2-4 tahun yaitu 8 responden (13,3%) sedangkan pada kelompok kontrol dengan jarak berisiko (<2 atau > 4 tahun) yaitu 38 responden (63,3%) dibandingkan dengan jarak yang tidak berisiko (2-4 tahun) yaitu 22 responden (36,7%).

Berdasarkan riwayat penyakit pada kelompok kasus yang berisiko jumlahnya lebih besar yaitu 42 responden (70,0%) dibandingkan dengan yang tidak berisiko yaitu 18 responden (30%) sedangkan pada kelompok kontrol yang berisiko jumlahnya lebih kecil yaitu 16 responden (26,7%) dibandingkan dengan tidak berisiko yaitu 44 responden (73,3%).


(53)

Berdasarkan riwayat persalinan pada kelompok kasus menunjukkan 35 responden (58,3%) mengalami persalinan dengan tindakan dan 25 responden (41,7%) mengalami persalinan tidak dengan tindakan sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 8 responden (13,3%) mengalami persalinan dengan tindakan dan 52 responden (86,7%) mengalami persalinan tidak dengan tindakan. Hasil penelitian daapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Ibu di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Faktor Ibu Kasus Kontrol

n % N %

Umur

Risiko (<20 atau >35 tahun) 47 78,3 34 56,7 Tidak Risiko (20-35 tahun) 13 21,7 26 43,3

Total 60 100 60 100

Paritas

Risiko (1 dan >4 anak) 33 55,0 21 35,0 Tidak Risiko (2-3 tahun) 27 45,0 39 65,0

Total 60 100 60 100

Jarak Antar Kelahiran

Risiko (<2 atau >4 tahun) 52 86,7 38 63,3 Tidak Risiko (2-4 tahun) 8 13,3 22 36,7

Total 60 100 60 100

Riwayat Penyakit

Risiko 42 70,0 16 26,7

Tidak Risiko 18 30,0 44 73,3

Total 60 100 60 100

Riwayat Persalinan

Risiko 35 58,3 8 13,3

Tidak berisiko 25 41,7 52 86,7

Total 60 100 60 100


(54)

4.2.3 Faktor Pelayanan Kesehatan

Faktor pelayanan kesehatan dalam penelitian ini terbagi atas kunjungan

antenatal care dan penolong persalinan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa kunjungan antenatal care pada kelompok kasus dengan K1 dan K4<4

jumlahnya lebih besar yaitu 53 responden (88,3%) daripada K1 dan K4>4 yaitu 7 responden (11,7%) sedangkan pada kelompok kontrol dengan K1 dan K4 <4 sebanyak 26 responden (43,3%) lebih kecil dari K1 dan K4≥4 yaitu 34 responden (56,7%).

Berdasarkan penolong persalinan pada kelompok kasus yang bukan petugas kesehatan hanya 1 responden (1,7%) sedangkan mayoritas penolong persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 59 responden (98,3%), pada kelompok kontrol tidak ada penolong kesehatan yang bukan tenaga kesehatan, seluruh responden (100%) penolong persalinannya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Faktor Pelayanan Kesehatan Kasus Kontrol

n % N %

Kunjungan Antenatal care

Tidak Lengkap (K1 dan K4 <4) 53 88,3 26 43,3 Lengkap (K1dan K4 ≥4 7 11,7 34 56,7

Total 60 100 60 100

Penolong Persalinan

Bukan Petugas Kesehatan 1 1,7 0 0 Petugas Kesehatan 59 98,3 60 100,0


(55)

4.3 Analisis Bivariat Hubungan Faktor Ibu dan Pelayanan Kesehatan dengan Kematian Perinatal

4.3.1 Hubungan Umur Ibu dengan Kematian Perinatal

Hubungan umur ibu dengan kematian perinatal berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kasus yaitu 47 responden (78,3%) merupakan kelompok umur risiko (<20 atau >35 tahun) dan 13 responden (21,7%) merupakan kelompok umur tidak risiko (20-30 tahun), sedangkan pada kelompok kontrol yang berumur <20 atau >35 tahun sebanyak 34 responden (56,7%) dan 26 responden (43,3%) yang berumur 20-35 tahun.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=5,470 dan p Value adalah 0,019 yang berarti nilai p Value < 0,05 menunjukkan hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kematian perinatal, nilai OR = 2,765 artinya ibu pada kelompok umur <20 atau >35 tahun mempunyai risiko 2,765 kali untuk mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu pada kelompok umur 20-35 tahun. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Distribusi Responden menurut Umur dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Umur Kasus Kontrol X

2 /

P(Value)

OR / (CI 95%)

n % n %

Risiko (<20 atau >35 tahun) 47 78,3 34 56,7 5,470 2,765 Tidak Risiko (20-35 tahun) 13 21,7 26 43,3 (0,019) (1,244-6,145)


(56)

4.3.2 Hubungan Paritas dengan Kematian Perinatal

Hubungan paritas dengan kematian perinatal menunjukkan bahwa paritas pada kelompok kasus yaitu 33 responden (55,0%) dengan paritas 1 dan >4 anak dan 27 (45,0%) dengan paritas 2-3, sedangkan pada kelompok kontrol 21 responden (35,0%) dengan paritas 1 dan >4 anak dan 39 (65,0%) dengan paritas 2-3 anak.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=4,074 dan p Value adalah 0,044 yang berarti nilai p Value < 0,05 menunjukkan hubungan yang signifikan antara paritas dengan kematian perinatal, nilai OR = 2,270, artinya ibu dengan paritas 1 dan > 4 anak mempunyai risiko 2,270 kali untuk mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu dengan paritas 2-3 anak. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5 Distribusi Responden menurut Paritas dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Paritas Kasus Kontrol X

2 /

P(Value)

OR/ (CI 95%)

n % n %

Risiko (1 dan >4 anak) 33 55.0 21 35.0 4,074 2,270 Tidak Risiko (2-3 anak) 27 45.0 39 65.0 (0,044) (1,088-4,733)

Total 60 100.0 60 100.0

4.3.3 Hubungan Jarak Antar Kelahiran dengan Kematian Perinatal

Hubungan jarak antar kelahiran dengan kematian perinatal menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebanyak 52 responden (86,7%) mempunyai jarak antar kelahiran < 2 atau > 4 tahun dan 8 responden (13,3%) mempunyai jarak antar kelahiran 2-4 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 38 responden


(57)

(63,3%) mempunyai jarak antar kelahiran <2 atau > 4 tahun dan 22 responden (36,7%) mempunyai jarak antar kelahiran 2-4 tahun.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=7,511 dan p Value adalah 0,006 yang berarti nilai p Value < 0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jarak antar kehamilan dengan kematian perinatal, nilai OR = 3,763, artinya ibu dengan jarak antar kelahiran <2 tahun atau > 4 tahun mempunyai risiko 3,763 kali untuk mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu dengan jarak antar kelahiran 2-4 tahun. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Jarak Antar Kelahiran dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Jarak Antar Kelahiran Kasus Kontrol X

2 /

P(Value)

OR/ (CI 95%)

n % n %

Risiko (<2 atau >4 tahun) 52 86,7 38 63,3 7,511 3,763

Tidak Risiko (2-4 tahun) 8 13,3 22 36,7 (0,006) (1,513-9,357)

Total 60 100.0 60 100.0

4.3.4 Hubungan Riwayat Penyakit dengan Kematian Perinatal

Hubungan riwayat penyakit dengan kematian perinatal menunjukkan bahwa kelompok kasus yaitu 42 responden (70,0%) mempunyai riwayat penyakit yang berisiko dan 18 responden (30,0%) yang tidak mempunyai riwayat penyakit, sedangkan pada kelompok kontrol 16 responden (26,7%) mempunyai riwayat penyakit yang berisiko dan 44 responden (73,3%) tidak mempunyai riwayat penyakit.


(58)

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=20,857 dan p Value adalah 0,000 yang berarti nilai p Value < 0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan kematian perinatal, nilai OR = 6,417, artinya ibu yang mempunyai riwayat penyakit mempunyai risiko 6,417 kali untuk mengalami kematian perinatal kali dibandingkan ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Riwayat Penyakit dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Riwayat Penyakit Kasus Kontrol X

2 /

P(Value)

OR/ (CI 95%)

n % N %

Risiko 42 70.0 16 26,7 20,857 (0,000)

6,417 Tidak Risiko 18 30.0 44 73,3 (2,897-14,212)

Total 60 100.0 60 100.0

4.3.5 Hubungan Riwayat Persalinan dengan Kematian Perinatal

Hubungan riwayat persalinan dengan kematian perinatal menunjukkan bahwa kelompok kasus dengan riwayat persalinan berisiko sebanyak 35 responden (58,3%) dan riwayat persalinan tidak risiko sebanyak 25 responden (41,7%), sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 8 responden (13,3%) mempunyai riwayat persalinan berisiko dan 52 responden (86,7%) dengan riwayat persalinan tidak risiko.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=24,500 dan p Value adalah 0,000 yang berarti nilai p Value < 0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan dengan kematian perinatal, nilai OR = 9,100 artinya ibu yang mempunyai riwayat persalinan mempunyai risiko 9,100 kali mengalami


(59)

kematian perinatal dibandingkan ibu yang tidak mempunyai riwayat persalinan. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut Riwayat Persalinan dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Riwayat Persalinan

Kasus Kontrol

X2 / P(Value) OR/

(CI 95%)

n % N %

Risiko 35 58,3 8 13,3 24,500 9,100 Tidak risiko 25 41,7 52 86,7 (0,000) (3,684-22,475)

Total 60 100.0 60 100.0

4.3.6 Hubungan Kunjungan Antenatal Care dengan Kematian Perinatal

Hubungan kunjungan antenatal care dengan kematian perinatal menunjukkan bahwa pada kelompok kasus kunjungan antenatal care yang tidak lengkap sebesar 53 responden (88,3%) dan 7 responden (11,7%) kunjungan antenatal care lengkap, ini menunjukkan bahwa pada kelompok kasus mayoritas responden dengan kunjungan

antenatal care yang tidak lengkap (K1 dan K4<4) sedangkan pada kelompok kontrol kunjungan antenatal care yang tidak lengkap sebanyak 26 responden (43,3%) dan 34 responden (56,7%) kunjungan antenatal care lengkap.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=25,045 dan p Value adalah 0,000 yang berarti nilai p Value < 0,05 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kunjungan antenatal care dengan kematian perinatal, nilai OR = 9,901, artinya

ibu yang melakukan kunjungan antenatal care tidak lengkap (K1 dan K4<4)


(60)

dengan ibu yang melakukan kunjungan antenatal care lengkap (K1 dan K4≥4). Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Kunjungan Antenatal Care dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Kunjungan Antenatal care Kasus Kontrol X

2 / ( p Value)

OR/ (CI 95%)

N % N %

Tidak Lengkap (K1 dan K4 <4) 53 88,3 26 43,3

25,045 (0,000)

9,901 (3,871-25,325) Lengkap (K1dan K4 ≥4 7 11,7 34 56,7

Total 60 100.0 60 100.0

4.3.7 Hubungan penolong persalinan terhadap kematian perinatal

Hubungan penolong persalinan terhadap kematian perinatal menunjukkan bahwa kelompok kasus penolong persalinan bukan petugas kesehatan sebanyak 1 responden (1,7%) dan penolong persalinan petugas kesehatan sebanyak 59 responden (98,3%) sedangkan pada kelompok kontrol seluruh persalinan yaitu 60 responden (100%) dilakukan oleh petugas kesehatan.

Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai X2=0,000 dan p Value adalah 1,000 yang berarti nilai p Value > 0,05 menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penolong persalinan dengan kematian perinatal. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Penolong Persalinan dengan Kematian Perinatal di Kabupaten Pidie Tahun 2008

Penolong Persalinan Kasus Kontrol X

2 / ( p Value)

OR/ (CI 95%)

n % n %

Bukan Petugas Kesehatan 1 1,7 0 0

0,000 (1,000)

2,017 (1,683-2,418) Petugas Kesehatan 59 98,3 60 10,00


(61)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Faktor Ibu dengan Kematian Perinatal 5.1.1 Umur

Umur seorang ibu berkaitan dengan alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20-35 tahun. Kehamilan di usia < 20 tahun dan >35 tahun dapat menyebabkan kematian perinatal karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil dan mentalnya belum matang menghadapi kehamilan dan persalinan. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.

Proporsi ibu pada kelompok umur berisiko (< 20 tahun atau > 35 tahun) yang mengalami kematian perinatal yaitu 47 responden (78,3%) sedangkan kelompok umur tidak risiko (20-30 tahun) yang mengalami kematian perinatal yaitu 13 responden (21,7%). Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kematian perinatal ( sig=0,019), nilai OR = 2,765, artinya ibu pada kelompok umur <20 atau >35 tahun mempunyai risiko 2,765 kali mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu pada kelompok umur 20-35 tahun.

Sesuai dengan penelitian Rahmawati (2007) bahwa kesehatan reproduksi yang harus menghindari 4 terlalu dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia ibu, yaitu terlalu muda artinya hamil pada usia dibawah 20 tahun. Risiko yang mungkin dapat terjadi jika hamil usia dibawah 20 tahun antara lain keguguran,


(62)

preeklamsi dan eklamsi, timbulnya kesulitan persalinan karena system reproduksi belum sempurna, bayi lahir sebelum waktunya dan BBLR. Sedangkan umur yang terlalu tua artinya hamil diatas 35 tahun. Risiko yang mungkin terjadi jika hamil pada usia terlalu tua antara lain adalah terjadinya keguguran, preeklamsi dan eklamsi, timbulnya kesulitan pada persalinan, perdarahan, BBLR dan cacat bawaan.

Hasil penelitian ini sama dengan pendapat Wiknjosastro (2007) bahwa kematian perinatal cenderung terjadi pada ibu yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun karena usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya (Drapper, 2001)

5.1.2 Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami kematian perinatal.

Proporsi ibu dengan paritas 1 dan >4 anak sebesar 33 responden (55,0%) dan ibu dengan paritas 2-3 sebesar 27 responden (45,0%). Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kematian perinatal (sig=0,044), dengan nilai OR = 2,270, artinya ibu dengan paritas 1 dan > 4 anak mempunyai risiko 2,270 kali mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu dengan paritas 2-3 anak.


(63)

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati (2001) bahwa risiko ibu dengan paritas 1 dan >4 anak dengan nilai OR=4,5 yang artinya risiko untuk mengalami kematian perinatal pada paritas 1 dan >4 anak adalah 4,5 kali lebih dibandingkan dengan paritas 2-3 anak.

Menurut Manuaba (1998), paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami oleh ibu. Paritas terbagi atas 3 kelompok; (1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1 paritas, (2) Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-6 dan (3) Golongan grand multipara adalah golongan ibu paritas > 6 anak.

Kehamilan yang paling optimal adalah kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan keempat mempunyai risiko tinggi. Kehamilan risiko tinggi sering disertai penyulit seperti kelainan letak, perdarahan ante partus, perdarahan post partum,dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005)

Kehamilan dan persalinan yang mempunyai risiko adalah anak pertama dan anak keempat atau lebih. Pada kehamilan dan persalinan pertama ada kekakuan dari otot sedangkan pada anak keempat atau lebih adanya kemunduran daya lentur jaringan yang sudah berulang kali diregangkan oleh kehamilan (Tjipta, 2002).

5.1.3 Jarak Antar Kelahiran

Proporsi ibu yang mempunyai jarak antar kelahiran < 2 atau > 4 tahun sebanyak 52 responden (86,7%) dan ibu yang mempunyai jarak antar kelahiran 2-4 tahun sebanyak 8 responden (13,3%). Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jarak antar kelahiran dengan kematian perinatal


(64)

(sig=0,006), dengan nilai OR = 3,763, artinya ibu dengan jarak antar kelahiran <2 tahun atau > 4 tahun mempunyai risiko 3,763 kali mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu dengan jarak antar kelahiran 2-4 tahun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Prameswari (2007), semakin lebar jarak antar kelahiran maka semakin kecil risiko kematian perinatal. Jarak kelahiran yang terlalu cepat dapat mengakibatkan meningkatnya angka kematian perinatal karena kondisi kesehatan ibu belum sepenuhnya pulih akibat persalinan sebelumnya.

Pola pengasuhan (asuh, asih dan asah) ibu pada tahun –tahun pertama anaknya sangatlah penting.Apabila seorang ibu belum pulih sempurna dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan masih ada tugas mengasuh anak kecil lainnya maka kualitas perawatan bayi yang baru dilahirkannya berkurang (Ranuh, 2008).

Menurut Iswarati (2007) yang mengutip pendapat Ruzicka bahwa jarak

kehamilan yang pendek mempengaruhi kesehatan ibu dan anak selain memberikan risiko kematian anak menjadi tinggi, wanita yang melahirkan berturut-turut dalan jangka waktu yang pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus membagi perhatiannya kepada dua anak pada waktu yang sama. Selain itu harus menyapih anak yang besar yang seharusnya harus disusui untuk menyusui anak yang baru lahir.

Salah satu metode yang paling ekonomis dan aman untuk menjaga jarak kehamilan adalah dengan cara memberikan ASI kepada bayi selama mungkin. Lama pemberian ASI dapat berhubungan terhadap periode tidak haid ibu baru melahirkan


(65)

yang panjang. Semakin lama ibu memberikan ASI kepada bayinya baik secara ekslusif ataupun tidak, semakin lama pula periode tidak haid (amenorrheic) yang akan dialami maka akan semakin lama kehamilan selanjutnya akan terjadi sebagai akibat ovulasi yang tidak terjadi. Berarti ada tenggang waktu tidak subur setelah melahirkan sedangkan jarak kehamilan yang terlalu panjang juga akan meningkatkan risiko untuk mengalami kematian perinatal. Hal tersebut terjadi karena setelah lama kehilangan keuntungan biologis dari kehamilan sebelumnya (Rahmadewi, 2007).

Salah satu manfaat menyusui menurut Roesli (2000) adalah dapat menjarangkan kehamilan. Menyusui merupakan cara kontrasepsi yang aman, murah dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif dan belum haid, 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan.

Menurut BKKBN (2008) keluarga berencana merupakan upaya pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur (PUS) dalam mewujudkan keluarga sehat dan harmonis melalui upaya promotif, preventif, pelayanan dan pemulihan termasuk pengayoman medis terhadap efek samping, komplikasi dan kegagalan alat kontrasepsi dengan memperhatikan hak-hak reproduksi.

5.1.4 Riwayat Penyakit Ibu

Proporsi ibu yang mempunyai riwayat penyakit sebanyak 42 responden (70,0%) dan yang tidak mempunyai riwayat penyakit sebanyak 18 responden (30,0%). Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan


(66)

antara riwayat penyakit dengan kematian perinatal (sig=0,0000), dengan nilai OR = 6,417, artinya ibu yang mempunyai riwayat penyakit mempunyai berisiko 6,417 kali mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit.

Riwayat penyakit yang dimaksud adalah penyakit akibat komplikasi langsung dengan kehamilan seperti preeklamsi dan eklamsi, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini dan penyakit akibat komplikasi yang tidak langsung seperti diabetes mellitus dan anemia.

Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama maka kesehatan dan perkembangan janin pun terancam (Depkes RI, 2001).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistiyowati (2001) yang menemukan ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit ibu dengan kematian perinatal, nilai OR=2,56 berarti ibu yang mempunyai riwayat penyakit 2,56 kali lebih berisiko mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit.

Menurut Mochtar (1995), wanita hamil dengan penyakit umum seperti diabetes, preeklamsi dan eklamsi serta anemia merupakan faktor yang memperbesar kematian perinatal.


(67)

5.1.5 Riwayat Persalinan

Proporsi ibu yang melakukan persalinan dengan tindakan sebanyak 35 responden (58,3%) dan ibu yang melakukan persalinan tidak dengan tindakan sebesar 25 responden (41,7%). Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan dengan kematian perinatal (sig=0,0000), nilai OR = 9,100, artinya ibu yang mempunyai riwayat persalinan dengan tindakan mempunyai risiko 9,100 kali mengalami kematian perinatal dibandingkan ibu yang tidak mempunyai riwayat persalinan .

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sulistiyowati (2001) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan dengan kematian perinatal dengan OR=2,4 kali pada ibu yang memiliki riwayat persalinan dibandingkan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan.

Menurut pincus (1998) semua persalinan tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan tersebut perlu diwaspadai karena kemungkinan ibu akan mendapatkan kesulitan dalam kehamilan dan saat akan melahirkan.

Kematian ibu dan bayi saat persalinan sebenarnya bisa dicegah bila komplikasi kehamilan dan keadaan risiko tinggi dapat dideteksi secara dini sehingga segera mendapat penanganan yang akurat. Komplikasi kebidanan dan risiko tinggi diperkirakan pada sekitar 15%-20% ibu hamil. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya sehingga ibu hamil


(1)

78

Kategori Kunjungan ANC * Kematian Perinatal

Crosstab Kematian Perinatal Total Kasus Kontrol

Kategori Kunjungan ANC

tidak lengkap(K1 dan K4<4)

Count

53 26 79 % within Kategori Kunjungan

ANC 67.1% 32.9% 100.0% % within Kematian Perinatal 88.3% 43.3% 65.8% % of Total 44.2% 21.7% 65.8% lengkap(K1 dan K4 >4) Count 7 34 41 % within Kategori Kunjungan

ANC 17.1% 82.9% 100.0% % within Kematian Perinatal 11.7% 56.7% 34.2% % of Total 5.8% 28.3% 34.2%

Total Count 60 60 120

% within Kategori Kunjungan

ANC 50.0% 50.0% 100.0% % within Kematian Perinatal 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 27.008b 1 .000

Continuity

Correction(a) 25.045 1 .000 Likelihood Ratio 28.777 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear

Association 26.783 1 .000 N of Valid Cases 120 a Computed only for a 2x2 table


(2)

79

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval Lower Upper Lower Odds Ratio for Kategori Kunjungan

ANC (tidak lengkap(K1 dan K4<4) / lengkap(K1 dan K4 >4))

9.901 3.871 25.325 For cohort Kematian Perinatal =

Kasus 3.929 1.967 7.850 For cohort Kematian Perinatal =

Kontrol .397 .281 .560 N of Valid Cases 120

Kategori Penolong Persalinan * Kematian Perinatal

Crosstab Kematian Perinatal Total Kasus Kontrol

Kategori Penolong Persalinan

bukan petugas kesehatan

Count

1 0 1 % within Kategori Penolong

Persalinan 100.0% .0% 100.0% % within Kematian Perinatal 1.7% .0% .8% % of Total .8% .0% .8% Petugas kesehatan Count 59 60 119 % within Kategori Penolong

Persalinan 49.6% 50.4% 100.0% % within Kematian Perinatal 98.3% 100.0% 99.2% % of Total 49.2% 50.0% 99.2%

Total Count 60 60 120

% within Kategori Penolong

Persalinan 50.0% 50.0% 100.0% % within Kematian Perinatal 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 50.0% 50.0% 100.0%


(3)

80

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 1.008b 1 .315

Continuity

Correction(a) .000 1 1.000 Likelihood Ratio 1.395 1 .238

Fisher's Exact Test 1.000 .500 Linear-by-Linear

Association 1.000 1 .317 N of Valid Cases 120 a Computed only for a 2x2 table

b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Lower For cohort Kematian

Perinatal = Kasus 2.017 1.683 2.418 N of Valid Cases 120


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Evaluasi Kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP) dalam Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kabupaten Langkat tahun 2014

7 116 122

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak dari Masa Kehamilan sampai dengan masa Nifas di Kabupaten Pidie Tahun 2014

12 122 232

Faktor-Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kematian Perinatal Di RSU Dr.Pirngadi Medan Tahun 2003

0 39 80

Hubungan Karakteristik Petugas Kesehatan Dengan Pelaksanaan Manajemen Laktasi Pada Pelayanan Perinatal Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Mutia Sari Kabupaten Bengkalis Tahun 2007

0 41 88

HUBUNGAN ANTARA PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN DAN TENAGA NON KESEHATAN DENGAN ANGKA KEMATIAN IBU DI KECAMATAN MANYAR KABUPATEN GRESIK BULAN AGUSTUS 2007 – JULI 2008

0 6 2

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kematian Perinatal di Wilayah Kerja Puskesmas Pulokulon II Kabupaten Grobogan Tahun 2009

0 5 81

ANALISIS FAKTOR IBU DAN BAYI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEMATIAN PERINATAL DI KABUPATEN BATANG TAHUN 2010

0 8 139

pengaruh keterjangkauan pelayanan kesehatan kebidanan di kota padang pada tingkat pelayanan dasar yang didapatkan ibu terhadap kejadian kematian ibu selama tahun 2008.

0 0 6

Dampak Gerakan Sayang Ibu Terhadap Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal Di Kabupaten Manokwari Irian Jaya Barat Periode 2004 - 2007.

1 0 30

HUBUNGAN KUALITAS PENGELOLAAN PEMANTAUAN WILAYAH SETEMPAT KESEHATAN IBU DAN ANAK DENGAN ANGKA KEMATIAN IBU DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2009 - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 5