18
hubungan intermediate kelanjutan di area tersebut, misalnya realistic dengan enterprising atau investigate dengan social.
Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki minat social yang kuat akan sangat cocok bila berada dalam lingkup pekerjaan yang juga bersifat
social misalnya guru atau konselor bila dibandingkan bekerja pada lingkup pekerjaan yang bersifat realistic misalnya teknisi mesin atau tentara. Dengan
demikian, tingkat kepuasan seseorang yang bekerja sesuai minatnya menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang memaksakan diri bekerja di luar
minatnya. Di sisi lain, dimungkinkan juga seseorang memiliki minat artistic dan social yang sama kuat, sehingga sifat pekerjaan yang dapat dipilih menjadi lebih
spesifik.
2.2 Theory of Planned Behavior
Theory of Planned Behavior teori perilaku rencanaan dikembangkan oleh Icek Ajzen. Ajzen 1991:181 mengungkapkan bahwa teori ini merupakan
pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action teori tindakan beralasan. Dalam theory of reasoned action dikemukakan bahwa perilaku
dipengaruhi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu dan oleh norma-norma subjektif baik secara parsial maupun simultan. Dalam theory of planned behavior,
Ajzen menambahkan sebuah konstruk yang sebelumnya tidak terdapat dalam theory of reasoned action. Tambahan konstruk yang dimaksud adalah konstruk
kontrol perilaku persepsian perceived behavioral control. Tambahan konstrak dalam theory of planned behavior tersebut digunakan untuk mengontrol perilaku
19
individual yang dibatasi oleh kekurangan dan keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya.
Berikut ini adalah model theory of planned behavior, yang menggambarkan hubungan antara sikap, norma subyektif, kontrol perilaku
persepsian, dan minat perilaku yang dikemukakan Ajzen 1991:182:
Gambar 2.2 Theory of Planned Behavior
Berdasarkan model di atas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat menurut theory of planned behavior antara lain:
1. Sikap terhadap perilaku attitude toward the behavior Attitude toward the behavior yang diungkapkan Ajzen 1991:188 meliputi
sejauh mana seseorang memiliki evaluasi atau penilaian menguntungkan atau tidak menguntungkan dari perilaku yang bersangkutan. Sikap attitude
didefinisikan sebagai jumlah dari afeksi perasaan yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku dan diukur dengan
suatu prosedur yang menempatkan individual pada skala evaluatif dua kutub
Attitude toward the
behavior
Subjective Norm
Perceived Behavior
Control Intention
Behavior
20
misalnya baik atau jelek, setuju atau menolak, dan lain-lain. Sebagai contoh, seseorang dihadapkan pada pilihan untuk menjadi seorang guru atau tidak
dalam pilihan karier masa depannya setelah lulus dari perguruan tinggi. Apabila seseorang tersebut merasa tertarik dan yakin bahwa menjadi seorang
guru adalah pilihan karier yang menjanjikan maka perasaan tersebut adalah perasaan positif. Namun, apabila seseorang tersebut tidak tertarik dan
meragukan profesi guru sebagai pilihan karier yang menjanjikan, maka perasaan tersebut adalah perasaan negatif.
2. Pengaruh sosial atau norma subyektif subjective norm Ajzen 1991:188 mendefinisikan subjective norm sebagai tekanan sosial
yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-
kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Misalnya
apabila ada seseorang yang memiliki orang tua yang berprofesi sebagai guru, maka hal tersebut akan mendorong seseorang tersebut menjadi guru.
Kepercayaan-kepercayaan orang lain akan mendorong minat seseorang untuk menjadi guru.
3. Kontrol perilaku persepsian perceived behavior control Ajzen 1991:188 mendefinisikan perceived behavior control sebagai
kemudahan atau kesulitan persepsian untuk melakukan perilaku yang merefleksikan pengalaman masa lalu, hambatan, dan antisipasi akan
hambatan tersebut. Aturan umumnya adalah, semakin menarik sikap dan
21
norma subyektif terhadap suatu perilaku, serta semakin besar kontrol perilaku persepsian, maka akan semakin kuat minat seseorang untuk melakukan
perilaku yang dipertimbangkan. Misalnya melalui pendidikan yang diselenggarakan LPTK dengan serangkaian program pendidikan yang
ditetapkan dan fasilitas yang disediakan, akan meningkatkan minat seseorang untuk berprofesi sebagai guru.
2.3 Teori Koneksionisme