91
Sampai sekarang masyarakat masih mengagungkan hal itu bahkan ada larangan pada tradisi
basapa
masyarakat dilarang untuk melaut karena tikar yang dipakai beliau dalam menyebrangi laut akan datang dan masyarakatpun masih melihat tikar itu tetapi
hanya pada
basapa
saja dan hanya sebentar setelah itu hilang dengan sendirinya. Kepulangan Syekh Burhanuddin ke Ulakan diceritakan begitu dramatis, seolah-olah ia
dipersiapkan dengan pengawal dan dukungan pasukan yang kuat dengan diberi pengawal 70 orang pasukan yang berani tahan terhadap sihir dan senjata tajam. Ketika
dalam pelayaran pulang rombongan Syekh burhanuddin pernah merapat di Gunung Sitoli di sebuah pulau untuk menambah perbekalan air bersih. Setelah sumur digali di
pulau lalu airnya diambil dan kemudian mereka melanjutkan perjalanan, sumur itu kelak dinamankan sumur
niyah¸
kemudian berubah menjadi Nias, itulah asal nama pulau Nias itu.
33
5.2.7 Membentuk Gelar-gelar Pada Masyarakat Nagari Ulakan
Syekh Burhanuddin memulai perjuangannya menegakan Islam melalui pendekatan persuasif dengan menggunakan lembaga
surau
yang didirikan oleh sahabatnya Idris Khatib Majolelo di Tanjung Medan. Perjuangan Syekh Burhanuddin
dalam mengembangkan Islam melalui
surau
dibantu oleh empat orang teman dekatnya yang dulu sama-sama belajar dengannya di Aceh. Keempat orang inipun dibuatkan pula
surau
untuk mempercepat proses pendidikan dan penyebaran Islam bagi masyarakat sekitarnya. Keempat orang ini disamping menambah pelajaran dengan Syekh
Burhanuddin juga sekaligus menjadi da’i ditengah-tengah masyarakat dan mengajari masyarakat dalam bidang ilmu tidak hanya sebatas agama. Mereka ini lalu dinobatkan
oleh Syekh Burhanuddin dengan kesepakan maka menjadi
tuanku. Tuanku
adalah gelar
33
Tuanku Kali Ali Imbran, Wawancara, Korong Ganting Tangah Padang, Senin, 13 April 2015 19:00
Universitas Sumatera Utara
92
kehormatan yang diberikan pada orang-orang yang dipandang mampu dan bijak dalam menyampaikan agama. Kata
tuanku
berasal dari kata “Tengku” gelar kebangsawanan Aceh yang alim, arif, memiliki wawasan keagamaan dan intelektual di masanya. Hal ini
didasarkan karena pengaruh budaya Aceh terhadap Syekh Burhanuddin di masa itu. Disamping gelar
tuanku,
Syekh Burhanuddin juga menobatkan tiga gelar ulama yang punya kaitan erat dengan adat, khususnya didaerah rantau, gelar itu adalah
Imam, Khatib
dan
Labai. Imam
sebagai sebuah istilah yang biasanya diartikan dengan pemmimpin muslim taat dan punya ilmu pengetahuan mumpuni tentang tentang Islam.
Akan tetapi, dalam gelar yang dipakaikan oleh Syekh burhanuddin terhadap
Imam
adalah merupakan orang yang menjadikan perantara antara Ulama
Tuanku
dengan Raja dan Penghulu dalam mengembangkan Islam di Pariaman, khususnya di daerah
Ulakan sekitarnya. Untuk mendukung perjuangannya menegakan Islam melalui kekuasaan Raja dan Penghulu dengan menggunakan instrumen
Imam
ini maka Syekh Burhanuddin mengangkat empat orang
Imam
di Ulakan sesuai dengan Raja yang berdaulat atau memiliki wilayah Ulakan sekitarnya.
Imam-imam
tersebut memiliki kewenangan dalam bidang agama, khususnya diwilayah kekuasaan Raja atau Penghulu masing-masing
Imam
tersebut dinobatkan dan diangkat oleh Syekh Burhanuddin melalui kesepakatan dengan pemimpin suku dan
kemudian gelar itu diturunkan secara turun-temurun kepada kemenakan yang bersangkutan, karena sifatnya gelar adat. Kekuasaan dan fungsi yang dijalankan oleh
Imam
adat ini antara lain: 1. Memberikan izin Nikah kepada anggota suku baik yang akan kawin dalam Nagari Ulakan maupun diluar dari daerah Ulakan. 2. Menetapkan
petugas keagamaan di mesjid, pegawai mesjid dan petugas lainnya. 3. Menjadi tempat bertanya dan mengadukan masalah-masalah agama yang dihadapi oleh anak kemenakan
Universitas Sumatera Utara
93
dalam sukunya.
Imam
lah yang akan meminta fatwa kepada Syekh Burhanuddin jika ada masalah yang tidak dapat dijawab atau dijelaskannya. 4. Sebagai medai penghubung
antara raja dengan Syekh Burhanuddin dalam menggerakan kehidupan keagamaan masyarakat. Maka dalam adat
Imam
dikenal dengan sebutan “
Tepian Adat Halaman
Syarak”.
Perangkat kedua yang dinobatkan oleh Syekh Burhanuddin adalah
Khatib
adalah satu ulama adat yang dinobatkan Syekh Burhanuddin dengan dukungan oleh pemuka
adat untuk memberikan dukungan perjuangannya dalam mengislamisasikan masyarakat di masa itu.
Khatib
pertama yang dinobatkan Syekh Burhanuddin adalah Idris Majolelo teman seperjuangannya ketika belajar dengan Tuanku Madinah sebelum beliau ke Aceh
dulunya. Tugas dan fungsi
Khatib
tersebut antara lain: 1. Sebagai pelindung dalam menyebarkan dakwah ditengah-tengah masyarakat. 2. Sebagai orang yang dituakan
dan tempat bertanya bagi anggota sukunya dalam urusan agama dan sekaligus sebagai pelaksanan masalah keagamaan misalnya kematian, pesta, dan acara adat lainnya. 4.
Sekaligus juga salah satu mediator perantara antara Raja dengan Syekh. Perangkat keagamaan yang ketiga yang dinobatkan Syekh Burhanuddin sebagai
salah satu strategi perjuangannya adalah
Labai.
Dalam bahasa Melayu “labai” berasal darikata
labbai
dan
lebai
yang berarti orang yang ahli dalam ilmu agama.
Lebai
berasal dari kata
Illapai
dari bahasa Tamil karena memang orang-orang saudagar-saudagar Tamil inilah yang pertama kali menyebarkan Islam kepantai Sumatera dan Melayu.
Mereka datang atau berlayar Kemalaya dan Sumatera sebagai pedagang permata dan sekaligus menyebarkan agama Islam.
Labai
diangkat oleh Syekh Burhanuddin pada setiap
surau,
mereka memiliki tanggung jawab penuh untuk memakmurkan dan menjalankan kegiatan keagamaan di
surau
yang dipimpinnya. Kemudain
labai
juga
Universitas Sumatera Utara
94
meluas kepada perangkat penghulu yang menjadi jembatan antara penghulu dengan kalangan pemuka agama, sehingga
labai
juga ada yang masuk dalam struktur adat di Ulakan.
Labai-labai
baik yang diangkat oleh nagari sebagai pemimpin
surau
maupun yang dinobatkan oleh penghulu sebagai perpanjangan tangannya memiliki fungsi yang
sama. Ketiga jabatan diatas dipikul oleh orang-orang yang terpilih disukunya dan oleh
Syekh Burhanuddin dulunya jabatan fungsionaris keagamaan itu diemban oleh orang- orang yang benar siap untuk itu, sehingga perjuangannya berjalan dengan cepat dan
mudah diterima oleh semua lapisan masyarakat. Misalnya peran yang dimainkan oleh teman denkatnya Idris Khatib Majolelo disamping menjadi guru bicara beliau dengan
pihak penghulu dan juga Idris Majolelo lah yang mensponsori pertemuan Syekh Burhanuddin dengan Basa Ampek Balai dipusat kekuasaan Raja pada masa itu. Lebih
dari itu Khatib Majolelo memberikan dukungan material yang tidak sedikit bagi suksesnya perjuangan Syekh Burhanuddin, seperti mendirikan
surau
di tanah Ulayatnya di Tanjung Medan Ulakan. Melalui penobatan gelar
tuanku, imam, khatib
dan
labai
sebagai pemegang ahli agama, Syekh Burhanuddin bahu-membahu bersama mudridnya mengajak masyarakat dengan cara-cara yang akomodatif dan persuasif. Kebiasaan dan
tradisi masyarakat yang masih jahiliyah dan tidak sesuai dengan agama Islam dirubahnya dengan cara bijaksana. Pemuka agama dan adat di Ulakan menceritakan
bahwa di Ulakan ada makanan
lemang
ketika memperingati hari besar Islam, khususnya dalam perayaan Maulid Nabi, sebuah tradisi yang dikembangkan oleh Syekh
Burhanuddin. Pada saat itu Syekh Burhanuddin tidak mau makan dengan bejana piring dan peralatan makan masyrakat yang belum Islam karena bercampur dengan makan
babi dan anjing. Lalu Ia menganjurkan agar masyarakat memasak pada seruas bambu
Universitas Sumatera Utara
95
dan makanan itulah yang dimakannya, sebab sudah dijamin tidak terkena pengaruh bejana lain yang belum dicuci menurut cara dalam Islam.
Kegigihan Syekh Burhanuddin dalam menyebarkan Islam di tengah masyarakat yang masih buta agama menjadi buah bibir buah bibir dan catatan sejarah bagi
pengikutnya kemudian hari. Ada beberapa cara yang ditempuh Syekh Burhanuddin dalam meneruskan perjuangan agama bagi masyarakat, yaitu:
Pertama,
mengislamkan anak-anak dan remaja melalui permainan anak nagari yang
masyhur
dikala itu, antara lain main kelereng, gundu, main patuk lele terbuat dari kayu yang dipukul dalam sebuah lubang, kemudian dilempar lagi untuk masuk ke
lubang tesebut, dan mainan layang-layang. Setiap kali main Syekh Burhanuddin menang, akhirnya pemuda bertanya bagaimana cara beliaumain sehingga selalu
menang. Syekh Burhanuddin menjelaskan dengan membaca
Bismillah
setiap akan main. Melalui permainan ini Ia diterima oleh anak-anak dan remaja atau pemuda dan pada
gilirannya mereka inilah yang mengajak orang tuanya masing-masing untuk belajar ke
surau,
karena memang
surau
dalam tradisi di Ulakan, bahkan sampai saat ini masih berfungsi utuh sebagai pusat pembinanaan pemuda sekaligus tempat tidur mereka
Kedua,
mengikuti permainan anak nagari, seperti main layang-layang dan lainnya dengan tidak merusak nilai-nilai agama yang dimilikinya. Melalui permainan itu
ia dapat memasuki semua lapisan masyarakat tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Banyak kisah menarik yang dituturkan oleh pengikutnya tentang kemampuan beliau
berinteraksi dalam suatu pergaulan yang memuaskan semua lapisan masyarakat tanpa canggung. Pendekatan sosial yang diterapkan sosial yang diterapkan beliau sangat
efektif bagi masyarakat yang memang sudah mengalami kemajuan berfikis yang baik dan memadai dengan adat dan budaya yang dimiliki setiap orang pada masa itu.
Universitas Sumatera Utara
96 Ketiga,
menyampaikan Islam secara perlahan-lahan dan mencari persesuaian antara norma-norma agama dan kultur masyarakat. Gerakannnya dalam penobatan gelar
setiap pemegang kekuasaan agama dalam masyarakat adalah bentuk nyata dari usaha beliau kearah harmonisasi hubungan didalam masyarakat, bahkan sampai sekarang
kesan positifnya masih dirasakan. Hasil dari gerakan tersebut terlihat dari tumbuhnya ratusan ulama
tuanku, imam, khatib
dan
labai
yang akhirnya memberikan corak tersendiri bagi struktur budaya dan kultural serta nuansa Islam di Ulakan dan sekitarnya.
Gerakan ini sekaligus mendorng timbulnya beratus-ratus
surau,
mesjid dan rumah ibadah. Dan kemudain istitusi ini menjadi cikal bakal dari lembaga pendidikan Islam
dan kajian-kajian keislaman lainnya dibawah pimpinan ulama.hampir setiap Jorong sekarang dusun, Korong, dan Nagari memiliki
surau
berikut dengan ulama yang memimpinnya. Perjuangan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sangat dirasakan oleh
masyarakat pendukungnya tidak hanya dalam menegakan agama tetapi ajaran beliau merubah kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik. Beliau telah menyatukan agama
dan adat pada masyarakat di Nagari Ulakan. Nilai-nilai kepaahlawanan cerita ini dapat dilihat dari pemakaiannya dalam kehidupan masyarakat Nagari Ulakan sehari-hari.
Mereka sangat menghormati nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam cerita tersebut sampai saat ini. Bagi masyarakat Nagari Ulakan, cerita ini bukan hanya sekedar
peninggalan nenek moyang yang harus diwariskan kepada generasi mudanya, melainkan sudah merupakan sikap dan pegangan hidup mereka. Bukan pula hanya
sekedar cerita yang tidak memiliki arti dalam kehidupan mereka, melainkan sudah menjadi bagian dalam kehidupan sosial keagamaan mereka sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
97
5.2.8 Pernyataan Etos Masyarakat