69
BAB V ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
5.1 Struktur Umum Cerita 5.1.1 Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin lebih banyak menggunakan bahasa masyarakat Nagari Ulakan. Seperti pada penamaan tokoh
dalam cerita, nama bangunan dalam cerita banyak menggunakan bahasa daerah. Seperti kata
Surau
yang artinya tempat ibadah. Dapat dilihat dalam kutipan cerita sebagai berikit:
Neneknya bernama “
Puteri Aka Lundang
” seorang keturunan berbangsa denga
n gelar “
Puteri
” dan kakeknya dikenal dengan panggilan “
Tantejo Guruhano
” dari dua orang nenek dan kakek ini lahirlah ayahnya yang bernama “
Pampak Sati Karimun Merah
” seorang pertapa sakti yang dikenal luas dalam masyarakatnya sekaligus juga sebagai “
Datu
” Pembneri obat bagi masyarakat sekitarnya. Sedangkan ibunya juga
seorang Puteri yang disebut dengan panggil an “
Puteri Cukep Bilang Pandai
”.
5.1.2 Tema
Tema adalah gagasan dasar yang menopang dan menjadi rangka sebuah karya satra. Keberadaan tema sentral dapat disaring dari motif-motif yang yang dalam
keseluruhan teks berfungsi sebagai alasan tindak tokoh Hartoko dan Rahmanto, 1986:142. Apabila dilihat dari aspek lain, tema dapat dipergunakan dengan makna
yang sama dengan yang digunakan dalam komposisi musik, yaitu untuk “unsur-unsur
yang berulang”. Dalam hal ini, tema adalah iso kompleks yang terbentuk dari beberapa motif. Schmitt dan Viala dalam Zaimar, 1990: 136.
Universitas Sumatera Utara
70
“unsur-unsur yang berulang-ulang” atau pengulagan yang diiidentifakasikan sebagai tema suatu cerita cendrung mendekatkan unsur-unsur yang berjauhan.
Pemunculan itu memberikan irama sepanjang teks, sehingga kronologi yang menyebarkan gagasan dasar dapat dipadukan dalam kesatuan gagasan sentral.
Penelusuran tema tersebut sesuai dengan metode tematik Mursal Esten yang menyatakan bahwa tema dapat ditelusuri dari persoalan yang paling menonjo, yang
palik banyak menimbulkan konflik, dan memerlukan waktu penceritaan yang panjang atau lama.
16
Keberadaan tema dalam karya sastra memang sangat penting, dan keberadaannya ini tidak terlepas dari unsur-unsur pembentiuk karya sastra lainnya
seperti alur, latar, dan perwatakan. Oleh karena itu, tema yang baik selalu didukung oleh pelukisan alur, latar, dan lakuan tokoh perwatakan . Bukan tema dapat menjadi faktor
yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur. Selanjutnya untuk mengetahui tema dalam cerita Tuanku Keramat Syekh
Burhanuddin digunakan pendapat Atar Semi yang mengatakan bahwa untuk melihat tema sebuah cerita, ada faktor penting yang harus dikaji, yaitu :
1. Melihat persoalan yang paling menonjol
2. Melihat persoalan yang paling banyak melahirkan konflik
3. Menghitung waktu penceritaan sebuah persoalan.
17
Berikut penjelasan dari tiga unsur tema diatas didalam cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin.
Persoalan yang paling menonjol dalam cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin adalah tentang perjuangannya mengislamisasikan masyarakat Nagari
16
Mursal Esten. Sastra dan Tradisi Subkultur, Bandung, Angkasa. 1986, hal 94
17
Atar Semi, op.cit. hal. 65
Universitas Sumatera Utara
71
Ulakan. Persoalan perjuangannya itu sangat banyak dijelaskan dalam cerita ini. tokoh yang diceritakan adalah orang-orang yang berjuang dalam mengislamisasikan
masyarakat Nagari Ulakan. Dapat dilihat dari cerita sebagai berikut: Meskipun demikian dengan cara sembunyi dan berbisik-bisik Ia mulai
menyampaikan da’wah Islam kepada orang tua, keluarga, kerabat, serta
teman dekatnya perlahan-lahan agama Islam mulai diterima oleh orang Sintuk. Namun, kehadiran agama baru ini membawa ketidak puasan bagi
sebagian orang, terutama pihak penghulu adat. Akibatnya, Pono mendapat tantangan dari Sebagian besar masyarakat Sintuk, mereka
bahkan meminta agar Pono bersedia meninggalkan kegi
atan da’wahnya, namum Pono tetap saja melakukannnya.
Persoalan yang menimbulkan konflik adalah persoalan tentang Syekh Burhanuddin mulai mengislamisasikan masyarakat tetapi mendapat ancaman dari tokoh
adat dan masyarakat lainnya tetapi Syekh Burhanuddin tetap saja berjuang untuk mengislamisasikan masyarakat. Perlahan-lahan akhirnya masyarakat dan tokoh adat
mulai menerima keberadaan Syekh Burhanuddin dan ajaran yang dibawanya. Dapat dilihat dari cerita sebagai berikut:
Mereka menolak kedatangan rombongan dari Aceh yang mereka anggap akan mengalihkan kewibawaan dan agama mereka, akhirnya Khatib
Sangko tetap bersikeras untuk mendarat walaupun mereka ditolak oleh orang Tepi Darat. Ujung dari perbedaan menimbulkan perperangan
antara rombongan dari Aceh dibawah Pimpinan Khatib Sangko dan masyarakat Pariaman sekitarnya dengan panglimanya empat orang besar
yang tersebut diatas. Akibat peperangan ini menimbulkan korban yang besar dikedua belah pihak. Rombongan dari Aceh semua pasukan tewa
kecuali Khatib Sangko saja sedangkan dari masyarakat Pariaman tiga orang pmpinannya tewas dan satu orang yaitu Kalik-Kalik Jantan masih
dapat bertahan.
Universitas Sumatera Utara
72
Persoalan yang paling lama diceritakan adalah persoalan Syekh Burhanuddin menuntut ilmu agamanya, mulai berguru kepada Tuanku Madinah hingga Ia wafat lalu
Syekh burhanuddin berguru kepada Syekh Abdurrauf, dalam perjalanannya berguru ini lah sangat lama diceritakan sehingga dia kembali ke Nagari Ulakan. Dapat dilihat dari
cerita sebagai berikut: Tetapi amat disayangkan, Pono tidak sempat belajar dalam waktu yang
cukup panjang pada Syekh Madinah, karena hanya dalam jangka waktu tiga tahun Pono mengaji Syekh Madinah kemudian telah meninggal
dunia. Dan juga dalam kutipan cerita sebagai berikut : Disaat itu pulalah Ia ingat pesan gurunya ketika masih hidup bahwa ketika keadaan sudah
memungkinkan gurunya menyarankan agar Ia melanjutkan menuntut ilmu kepada Syekh Abdurrauf di Sinkil Aceh, seorang Ulama besar yang
sangat terkenal pada masa itu.
Berdasarkan ketiga usnur tema diatas dapat diketahui bahwa tema dari cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin adalah sikap kepahlawanannya dalam
mngislamisasikan masyarakat Nagari Ulakan.
5.1.3 Latar Keberadaan latar atau