Menyebrangi Laut Dengan Sehelai Tikar Pandan

90 Informan bernama Ibrahim mengatakan bahwa tidak mungkin manusia pada umumnya melakukan hal yang dilakukan oleh Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin. Peristiwa ini punya bukti seperti yang ditunjukan oleh Ibrahim penjaga makam beliau dengan batu landasan yang didalamnya ada warna merah, hal ini dikeramatkan sehingga batu itu dicuci dan air cuciannya dijadikan obat. Hampir semua peziarah diperkenalkan dengan batu itu dan disini ada penjaga yang menceritakan kisah itu. Kisah ini diterima oleh penganut Tarekat Syatariyah di Ulakan sekitarnya dan meskipun itu sulit sekali untuk diterima oleh orang-orang kemudian yang lebih rasional, tetapi itu adalah fakta riil dilapangan yang selalu ramai dikunjungi setiap acara bersyafar. Dan akan menjadi tidak lengkap ziarah kalau tidak melihat batu landasan ini. 32

5.2.6 Menyebrangi Laut Dengan Sehelai Tikar Pandan

Tuanku Kali Ali Imbran mengatakan masyarakat mempercayai bahwa setiap basapa yaitu pada hari kematian Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin masyarakat dilarang melaut ataupun mandi dilaut, pada tradisi basapa ini tikar yang dipakai Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin untuk menyebrangi lautan akan datang, bahkan tidak jarang masyarakat melihatnya tetapi hanya sebentar saja setelah itu hilang dengan sendirinya. Dapat dilihat dari kutipan cerita sebagai berikut. Dalam penuturan yang berkembang ditengah masyarakat pengagumnya masih saja segar dalam pikiran mereka bahwa kepulangan Burhanuddin ketika itu tidaklah sama dengan pulangnya orang biasa dari Aceh, yang pada saat itu melalui perhubungan laut adalah suatu sarana yang paling mudah dan cepat. Burhanuddin pulang bukan dengan perahu atau kapal biasa, Ia pulang dengan berbekal sehelai tikar pandan pendek dan berkah qudrah dan iradah Allah serta keistimewaan yang dimiliki Burhanuddin, Ia dapat melayari lautan Hindia dan mendara di pulau Angso dekat pantai Pariaman. 32 Ibrahim, Wawancara, Makan Syekh Burhanuddin Ulakan, Sabtu, 18 April 2015 13:50 Universitas Sumatera Utara 91 Sampai sekarang masyarakat masih mengagungkan hal itu bahkan ada larangan pada tradisi basapa masyarakat dilarang untuk melaut karena tikar yang dipakai beliau dalam menyebrangi laut akan datang dan masyarakatpun masih melihat tikar itu tetapi hanya pada basapa saja dan hanya sebentar setelah itu hilang dengan sendirinya. Kepulangan Syekh Burhanuddin ke Ulakan diceritakan begitu dramatis, seolah-olah ia dipersiapkan dengan pengawal dan dukungan pasukan yang kuat dengan diberi pengawal 70 orang pasukan yang berani tahan terhadap sihir dan senjata tajam. Ketika dalam pelayaran pulang rombongan Syekh burhanuddin pernah merapat di Gunung Sitoli di sebuah pulau untuk menambah perbekalan air bersih. Setelah sumur digali di pulau lalu airnya diambil dan kemudian mereka melanjutkan perjalanan, sumur itu kelak dinamankan sumur niyah¸ kemudian berubah menjadi Nias, itulah asal nama pulau Nias itu. 33

5.2.7 Membentuk Gelar-gelar Pada Masyarakat Nagari Ulakan