Pengaruh Administrasi BFI (Big Five Inventory) Terhadap Hasil Tes BFI

(1)

PENGARUH ADMINISTRASI BFI (BIG FIVE INVENTORY) TERHADAP HASIL BFI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

MUHAMMAD ASLAM SYAHRUDDIN 071301025

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Pengaruh Administrasi BFI (Big Five Inventory) Terhadap Hasil Tes BFI adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, September 2011


(3)

Pengaruh Administrasi Tes BFI terhadap Hasil Tes BFI

Muhammad Aslam Syahruddin

ABSTRAK

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Sekarang ini belanja tidak hanya merupakan suatu konsep untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun orang berbelanja juga untuk memenuhi hasrat atau dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif. Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five

personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Dimensi-dimensi big five personality yaitu : extraversion, openness to new experience, dan conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan pembelian

impulsif. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

Kata kunci: Administrasi Big Five Inventory dan Hasil Tes Big Five Inventory


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan saya kekuatan dan meridhoi saya dalam penyelesaian proposal penelitian ini tepat pada waktu yang telah direncanakan. Judul proposal ini adalah “Pengaruh Administrasi tes BFI (Big Five Inventory) terhadap hasil tes BFI”. Draft proposal ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti sidang seminar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan draft proposal ini sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada dosen pembimbing seminar Ibu Etty Rahmawati M.Si yang telah membimbing penulis serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya draft proposal ini.

Akhir kata penulis memohon saran dan kritik yang membangun demi kemajuan tulisan ini dan diri penulis.


(5)

M. Aslam S.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13

A. Big Five Personality ... 13

B. Big Five Inventory ... 19


(6)

1. Definisi Administrasi Tes ... 25

a. Persiapan Tester yang matang ... 26

b. Kondisi Tes ... 27

c. Pengenalan Tes : Membangun rapport dan pengenalan tes kepada peserta tes ... 29

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Tes ... 34

1. Tester dan Faktor Situasional ... 35

2. Sudut Pandang Peserta Tes ... 36

3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi ... 37

E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes ... 31

F. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

C. Definisi Operasional Penelitian ... 39

D. Data yang digunakan ... 40


(7)

F. Teknik Kontrol Terhadap Extraneous Variable ... 40

1. Konstansi Karakteristik Subjek ... 41

2. Konstansi Kondisi... 41

G. Rancangan Penelitian dan Treatmen yang dilakukan ... 41

1. Rancangan Penelitian ... 41

2. Treatment yang dilakukan... 41

G. Instrumen Penelitian... 43

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 43

1. Tahapan Persiapan Penelitian ... 41

a. Pemilihan Subjek Penelitian ... 26

b. Mengurus Surat Permohonan Izin ... 26

c. Persiapan Peralatan Penelitian ... 26

d. Penyediaan Reward ... 26

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian... 41

a. Sesi Screening ... 43

b. Sesi Post Test ... 44


(8)

1. Uji-t... 47

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan ... A. Analisa Data Penelitian ... 43

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 43

2. Uji Asumsi Penelitian ... 43

a. Uji Normalitas ... 26

b. Uji Homogenitas Varians ... 26

3. Hasil Utama Penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 43

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 45

A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Pelaksanan Penelitian ... 19

Tabel 2. Hasil Pengujian (uji-t) Subjek pada Saat Sesi Screening ... 31

Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian pada Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 33

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas ... 37

Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Varians ... 37

Tabel 6. Hasil Pengujian (uji-t) Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 38

Tabel 7. Hasil Pengujian (uji-t) antara Subjek yang Terdapat pada Kelompok Eksperimen pada Saat Screening dengan Kelompok Eksperimen pada Saat Post Test ... 38


(10)

Pengaruh Administrasi Tes BFI terhadap Hasil Tes BFI

Muhammad Aslam Syahruddin

ABSTRAK

Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan membeli suatu barang atau jasa. Perilaku membeli dikenal juga dengan berbelanja. Sekarang ini belanja tidak hanya merupakan suatu konsep untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari, namun orang berbelanja juga untuk memenuhi hasrat atau dorongan emosional dari dalam dirinya yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu. Kecenderungan ini disebut dengan kecenderungan pembelian impulsif. Aspek psikologis yang terkait dengan pembelian impulsif salah satunya adalah trait atau kepribadian manusia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Penelitian ini melibatkan 104 mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran USU angkatan 2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisa regresi berganda. Alat ukur yang digunakan adalah skala dimensi big five personality dan skala kecenderungan pembelian impulsif yang disusun oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh dimensi big five

personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif. Dimensi-dimensi big five personality yaitu : extraversion, openness to new experience, dan conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan pembelian

impulsif. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi produsen untuk mengetahui bagaimana pengaruh dimensi big five personality terhadap kecenderungan pembelian impulsif.

Kata kunci: Administrasi Big Five Inventory dan Hasil Tes Big Five Inventory


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini tes Psikologi bukan merupakan hal yang asing lagi bagi masyarakat. Tes psikologi merupakan alat yang digunakan oleh Psikolog dalam melakukan penilaian terhadap individu sesuai dengan tujuan dari diberikannya tes tersebut. Tes psikologi berisikan aitem-aitem yang diskor berdasarkan respon dari individu yang mengikuti tes. Skor tersebut kemudian memberikan informasi mengenai seberapa baik individu dalam bidang tertentu. Beberapa ahli juga mengungkapkan definisi dari tes psikologi, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Anastasi & Urbina pada tahun 2006 dan Kaplan dan Sacuzzo pada tahun 2005. Anastasi & Urbina (2006) menyatakan definisi tes psikologi yaitu alat pengukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Kaplan dan Sacuzzo (2005) menyatakan definisi psikologi sebagai sekumpulan aitem yang dirancang untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi perilakunya.

Berdasarkan dua definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tes psikologi adalah sekumpulan aitem yang memiliki standar objektif yang


(12)

dirancang dengan tujuan untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi perilakunya serta digunakan secara luas.

Saat ini tes Psikologi telah banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari bidang pendidikan, bidang sosial, maupun bidang industri. Tes Psikologi dalam bidang pendidikan digunakan sebagai alat untuk melakukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Contohnya tes psikologi digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan jurusan ilmu alam atau ilmu sosial yang harus ditempuh oleh siswa yang akan naik ke kelas XI SMA. Selain itu beberapa sekolah tertentu juga menjadikan tes psikologi sebagai salah satu persyaratan untuk memasuki sekolah tersebut. Tes Psikologi dalam bidang sosial salah satunya digunakan sebagai alat untuk melakuka assesement atau penilaian. Contohnya adalah assessment atau penilaian yang dilakukan kepada korban bencana alam dengan tujuan untuk memberikan intervensi psikologis yang sesuai dengan kondisi psikologis dari korban bencana alam tersebut. Tes Psikologi dalam bidang industri contohnya adalah tes psikologi yang digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja karyawan merupakan hal yang saat ini senantiasa dilakukan oleh perusahaan ketika ingin mendapatkan karyawan baru maupun ketika mempromosikan seorang karyawan. Hal ini dapat dimengerti karena tentu saja perusahaan ingin mendapatkan indvidu yang terbaik untuk bekerja agar perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Tes Psikologi menjadi tes yang dipercaya oleh perusahaan untuk menjaring individu terbaik sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada. Oleh karena itu tentu saja tes psikologi yang diberikan pada


(13)

saat seleksi dan penempatan kerja karyawan akan disesuaikan dengan bidang kerja yang akan dilakukan nantinya.

Demi memastikan tes Psikologi yang digunakan dalam berbagai tujuan memiliki kemampuan untuk menguji dan menempatkan seseorang pada tempat yang tepat sesuai dengan bidangnya dan juga terjaga validitas dan reliabilitasnya, maka ada beberapa hal utama yang harus diperhatikan. Salah satu yang harus diperhatikan adalah proses administrasi tes Psikologi. Administrasi tes psikologi adalah segala sesuatu proses yang berkenaan dengan penyelenggaraan tes Psikologi (Anastasi & Urbina, 2006). Salah satu bentuk dari administrasi tes adalah pemberian instruksi tes. Instruksi tes dilakukan oleh tester yaitu orang yang bertugas untuk memberikan instruksi tes yang meliputi bagaimana cara mengerjakan tes, menginformasikan batas waktu yang ada, dan juga memberikan contoh bagaimana cara melakukan tes tersebut.

Proses administrasi tes ini merupakan hal yang sangat penting karena proses administrasi tes adalah proses yang dapat berpengaruh terhadap hasil tes. (Anastasi & Urbina, 2006). Contohnya apabila pemberian instruksi salah, tidak lengkap, ataupun berlebih maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil tes. Pengaruh tersebut misalnya dapat berupa identifikasi atribut psikologis yang tidak sesuai dengan individu yang mengikuti tes tersebut akibat proses administrasi yang tidak standar. Dapat kita bayangkan dalam bidang pendidikan, apabila pelaksanaan administrasi tes dilakukan dengan tidak standar maka akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, siswa yang seharusnya masuk ke


(14)

seharusnya dapat lulus ke dalam sekolah tertentu akibat proses administrasi yang tidak standar menjadi tidak lulus dalam sekolah tersebut. Pada bidang sosial proses administrasi yang tidak standar trsebut dapat berpengaruh terhadap

asessment atau penilaian kondisi psikologis korban bencana alam, penilaian yang

kurang tepat dapat mengakibatkan pemberian interrvensi psikologis yang tidak tepat pula sehinga justru akan berdampak negatif terhadap korban bencana alam tersebut.

Pada bidangi industri seperti pada tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja, dapat dibayangkan apabila administrasi yang diberikan tidak lengkap ataupun tidak sesuai dengan instruksi yang sebenarnya maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil tes dari seleksi tersebut bahkan bisa saja individu yang sebenarnya memiliki kualifikasi untuk dapat direkomendasikan, menjadi tidak direkomendasikan akibat administrasi tes yang tidak sesuai dengan standar yang ada atau bahkan sebaliknya orang yang sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi untuk direkomendasikan bisa menjadi direkomendasikan akibat pemberian instruksi yang tidak standar. Pada dasarnya pelaksanaan tes psikologi sangat berkaitan dengan prestise atau harga diri setiap orang dan tidak ada individu yang ingin gagal dalam tes (Anastasi & Urbina, 2006). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat kita pahami bahwa setiap orang pastinya akan berusaha semaksimal mungkin dan menampilkan diri yang sebaik-baiknya dalam setiap mengikuti tes psikologi. Kondisi tersebut tentu saja merupakan kondisi yang rentan mempengaruhi validitas dan reliabilitas tes meskipun administrasinya dilakukan dengan standar, apalagi jika administrasi dilakukan dengan tidak standar. Oleh


(15)

karena itu administrasi tes yang baik dan benar menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pemberian tes psikologi.

Hal yang kemudian menjadi ironi saat ini adalah pelaksanaan administrasi tes psikologi seringkali dilaksanakan dengan tidak standar, salah satunya pada pelaksanaan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga pernah beberapa kali menjadi asisten lapangan pelaksanaan tes psikologi, administrasi tes yang tidak standar biasanya ditemui dalam bentuk pemberian instruksi tes yang tidak lengkap, ataupun pemberian batas waktu pada tes yang sebenarnya tidak memiliki batas waktu seperti tes grafis dan tes EPPS. Bahkan peneliti pernah menemukan pengerjaan tes EPPS yang hanya diberikan waku 15 menit. Kondisi ini tentu saja bukan merupakan kondisi yang baik mengingat hal ini tentu saja dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes Psikologi yang diberikan.

Demi memperkuat bukti dan fenomena yang ada, peneliti kemudian melakukan wawancara kepada dosen Fakultas Psikologi departemen Psikologi Klinis Juliana Saragih, M.Psi. yang dan menanyakan mengenai fenomena tersebut. Juliana adalah Psikolog yang sering kali terlibat dalam penyelenggaraan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja karyawan yang diadakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU dan beberapa kali menjadi koordinator Tester dan Asisten lapangan. Berdasarkan hasil wawacancara dengan Juliana, peneliti mendapatkan informasi bahwa Juliana, juga pernah menemukan kondisi yang sama seperti yang peneliti temukan. Kondisi yang ditemukan oleh Juliana yaitu


(16)

yang digunakan adalah alat tes untuk mengukur intelegensi. Instruksi yang diberikan pada tes itu tidaklah lengkap sehingga jawaban yang diberikan oleh peserta tes pada saat dilakukan skoring menjadi jawaban yang salah sedangkan apabila mengikuti instruksi yang diberikan oleh tester pada saat itu jawaban yang diberikan oleh peserta dapat dikategorikan sebagai jawaban yang benar (Juli, komunikasi personal tanggal 4 Maret 2011 pukul 17.00).

Peneliti juga mewawancarai Ari Widiyanta, M.Psi, yang merupakan ketua P3M Fakultas Psikologi USU periode 2008-2010. Ia mengatakan bahwa saat ini masih banyak administrasi tes yang tidak standar pada pelaksanaan tes Psikologi untuk seleksi dan penempatan karyawan. Administrasi yang dianggap standar pun sebenarnya masih banyak yang tidak standar, contohnya pada saat tester memberikan instruksi gambar yang tidak boleh digambar pada tes Baum. Ari Widianta juga menyatakan bahwa pemberian administrasi yang tidak standar terjadi dalam dua kondisi, yaitu secara disengaja ataupun tidak disengaja. Secara disengaja contohnya ketika pemberian batas waktu pada pengerjaan tes grafis ataupun EPPS karena memang adanya batasan waktu pada pelaksanaan tes secara keseluruhan, sehingga tes tersebut yang seharusnya tidak dibatasi waktu menjadi dibatasi. Kondisi yang terjadi secara tidak disengaja diakibatkan oleh ketidaksiapan dari Tester akibat kurangnya persiapan yang dilakukan maupun kurang terlatihnya Tester sehingga salah melakukan administrasi (Ari, komunikasi personal tanggal 9 Maret 2011 pukul 17.00). Hasil wawancara sebagaimana yang dipaparkan menunjukkan fakta bahwa saat ini pemberian administrasi tes yang tidak standar pada tes seleksi kerja dan penempatan karyawan sudah sering


(17)

terjadi. Peneliti juga mewawancarai Dr. Emmy Mariatin MA, Ph.d, psikolog, yang merupakan seorang Psikolog senior sekaligus pemilik biro konsultasi psikologi Embara yang sering mengadakan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja di kota Medan. Pada wawancara tersebut Emmy Mariatin mengatakan bahwa dalam pelaksanaan tes psikologi sering kali tester memberikan instruksi yang tidak lengkap, ia kemudian memberi contoh pada administrasi tes Pauli. Ia pernah menemukan tester tidak memberi tahu peserta tes mengenai cara membalik kertas dan aturan yang jelas dalam menuliskan hasil hitungan. Hal ini tentu saja merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi peserta tes karena dapat memperlambat pengerjaan tes dan menimbulkan kesulitan bagi peserta tes (Emmy, komunikasi personal tanggal 7 Juni 2011 pukul 11.30 wib).

Berbicara mengenai alat tes yang digunakan dalam tes seleksi kerja dan penempatan karyawan, ada banyak jenis dan macam alat tes yang dapat digunakan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Psi yang merupakan staf dari Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tes psikologi yang dilakukan dengan tujuan seleksi dan penempatan kerja terbagi atas tiga bagian, yaitu tes yang mengukur intelegensi, tes yang mengukur cara kerja, dan tes kepribadian (Wiwik, komunikasi personal tanggal 26 Februari 2011 pukul 14.00). Peneliti kemudian melakukan wawancara kepada Rika Eliana, M.Psi. yang merupakan sekretaris P3M. Peneliti mendapatkan informasi yang tidak jauh berbeda bahwa tes psikologi dalam


(18)

disebutkan sebelumnya, peneliti juga mendapatkan informasi bahwa tes yang seringkali digunakan dalam mengukur intelegensi yaitu tes IST dan TINTUM, untuk mengukur cara kerja diukur dengan tes Kreplin, Pauli, maupun wawancara dan untuk mengukur kepribadian dilakukan dengan tes EPPS dan Papikostik (Rika, komunikasi personal tanggal 28 Februari 2011 pukul 16.30). P3M sendiri sebagai lembaga yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja hingga saat ini senantiasa berusaha untuk memperbaharui alat tes yang dimilikinya, karena disadari bahwa alat tes yang selama ini digunakan telah terlalu sering dipakai sehingga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes tersebut. Informasi ini peneliti dapatkan berdasarkan wawancara peneliti kepada ketua P3M Ferry Novliadi M.Si. (Ferry, komunikasi personal tanggal 28 Febuari 2011 pukul 12.00).

Kondisi tersebut kemudian mendorong peneliti dalam melakukan penelitian dengan menggunakan alat tes yang baru dan jarang digunakan di Indonesia, yang kemudian nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif alat tes yang dapat digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja karyawan lewat penelitian yang peneliti lakukan. Alat tes yang peneliti maksudkan adalah Big Five

Inventory. Big Five Inventory merupakan alat tes yang dapat mengidentifikasi

kepribadian berdasarkan teori Big Five Personality. Big Five Inventory digunakan karena tes ini merupakan tes yang baru dan jarang digunakan, sehingga dengan menggunakan Big Five Inventory diharapkan hasil pengukuran yang dilakukan dapat lebih terjaga validitas dan reliabilitasnya, selain itu tes Big Five Inventory tidak memiliki aitem yang banyak sehingga akan menghindari kelelahan yang


(19)

dialami oleh peserta dan juga dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa alat tes yang baik adalah alat yang senantiasa terjaga validitas dan reliabilitasnya dan juga mampu mengukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran alat tersebut. Hal inilah yang juga melatar belakangi peneliti menggunakan Big Five Inventory

Saat ini banyak ahli psikologi berkeyakinan bahwa gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh Five Factor Model dari teori Big Five Personality (Mastuti, 2005). Menurut Five Factor Model (FFM) ini trait kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar (McCrae & Costa.Jr, 1997). Kelima dimensi dasar tersebut adalah Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness. Pemaparan tersebut menunjukkan bahwa bagaimana Big Five Inventory dengan jumlah aitem yang sedikit dan pengerjaan yang singkat akan dapat mengungkapkan berbagai dinamika kepribadian yang kompleks dan terklasifikasi. Hal ini tentu saja merupakan hal yang sangat menguntungkan dan memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian Big Five Inventory maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer . Padahal banyak hal yang mampu diprediksi dengan alat tes Big Five Inventory. Mengingat banyak aspek yang dapat diprediksi dengan Big Five Inventory, maka pengembangan alat tersebut di Indonesia perlu dilakukan (Mastuti, 2005).

Seperti yang telah dikemukakan pada penjelasan sebelumnya bahwa administrasi tes yang tidak standar memiliki kemungkinan untuk menghasilkan hasil tes yang tidak sesuai dengan atribut psikologis yang hendak diukur. Begitu


(20)

juga pada administrasi Big Five Inventory. Pemberian Administrasi yang tidak standar akan berpengaruh terhadap respon yang diberikan oleh peserta tes, karena pada dasarnya respon yang diberikan oleh peserta tes atau testee akan dikonversi menjadi skor dan kemudian diinterpretasikan dan diklasifikasikan pada tipe kepribadian tertentu sesuai dengan skor yang ada. Administrasi yang tidak standar akan menciptakan kemungkinan testee memberikan respon yang tidak sesuai dengan dirinya sehingga testee tersebut dapat diklasifikasikan kepada tipe kepribadian tertentu dengan tidak tepat. Oleh karena itu pengadministrsian yang standar menjadi hal yang sangat penting dan harus senantiasa dijaga.

Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran mengenai pentingnya administrasi tes Psikologi yang terstandar demi mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap pelaksanaan tes Psikologi. Penelitian dengan menggunakan Big Five Inventory ini tentu saja juga diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk penelitian yang dapat digunakan dalam pengembangan alat ukur psikologi dalam hal ini adalah Big Five Inventory

Berdasarkan seluruh pemaparan yang telah dikemukakan, kemudian membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes yang dilakukan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan Big Five Inventory sebagai alat tes.


(21)

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu apakah ada pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes Big Five Inventory?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai ada dan seberapa besar pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes Big Five Inventory.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menambah manfaat keilmuan dalam bidang Psikologi khususnya bidang psikometri. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran mengenai pentingnya pemberian administrasi tes Psikologi yang terstandar dengan baik demi mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap pelaksanaan tes Psikologi. Selain itu penelitian ini merupakan salah satu bentuk pengembangan alat tes psikologi dalam hal ini Big Five Inventory yang kemudian diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari pelaksanaan tes psikologi itu sendiri.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi ilmiah yang bisa dijadikan pertimbangan dalam melakukan tes Psikologis, baik bagi


(22)

para mahasiswa dalam rangka kegiatan praktikum maupun bagi para Psikolog ketika memberikan layanan tes Psikologis pada masyarakat umum, dan juga bagi praktisi dan ilmuwan Psikologi sehingga diharapkan pelaksanaan tes psikologi yang dilakukan dapat terjamin pelaksanaan administrasinya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENGANTAR

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori yang digunakan antara lan teori Big Five Personality, Big

Five Inventory, dan Administrasi Tes BAB III : METODE

Bab ini menjelaskan mengenai jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional penelitian, data yang digunakan, subjek penelitian, teknik kontrol terhadap extraneous variable rancangan penelitian dan treatment yang dilakukan, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan analisis data.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Big Five Personality

Pervin (1993) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun banyak peneliti yang coba merumuskan berbagai teori yang paling tepat dalam menggambarkan kepribadian manusia. Salah satu teori yang cukup dikenal adalah Big Five

Personality Theory. Munculnya teori ini tidak terlepas dari berbagai perdebatan

dan penelitian diantara para ahli dan peneliti, dan setelah beberapa dekade para peneliti melakukan konsensus dan kesepakatan terhadap teori Big Five dengan mengklasifikasikan kepribadian manusia kedalam 5 faktor yaitu Neuroticsm,

Openness, Concientiousness, Extraversion, dan Agreebelness. Kelima faktor ini

merupakan ringkasan dari 35 faktor yang dikemukakan oleh Cattel sebelumnya dan kemudian diringkas menjadi 5 faktor oleh Norman pada tahun 1963. Munculnya teori ini bukan berari membatasi tipe kepribadian yang ada pada diri manusia, namun pada setiap faktor tersebut terdiri atas karaktertistik kepribadian manusia yang amat luas. Berikut merupakan penjelasan dari kelima faktor tersebut :


(24)

1. Neuroticism (N). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri

rentan terhadap masalah psikologis seperti stress, mudah mengalami rasa sedih, takut dan cemas yang berlebihan, memiliki dorongan yang berlebihan dan memiliki coping yang tidak sesuai atau maladaptive.

2. Extraversion (E). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri

intensitas interaksi interpersonal yang tinggi, asertif, dan kemampuan bersenang – senang individu.

3. Openness (O). Faktor ini melihat keterbukaan individu untuk mencari,

menghargai dan mengeksplorasi pengalaman baru.

4. Agreeableness (A). Faktor ini melihat kualitas personal individu dalam

dari pikiran, perasaan dan perbuatan. Individu yang memiliki kepribadian ini biasanya kooperatif dan dapat dipercaya

5. Conscientiousness (C). Faktor ini melihat motivasi, pendirian serta

kemampuan mengorganisasikan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan.

Mc Crae dan Costa (1997) mengklasifikasikan dengan lebih spesifik Big

Five Persnality yang digunakan di dalam kuesioner, trait-trait dalam

domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut:

1. Neuroticism (N)

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan


(25)

emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan.

Skor tinggi : Cemas, gugup, marah, depresi, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik

Skor rendah: Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, tabah, riang.

Contoh Neuroticism:

a. Aku mudah terganggu. b. Suasana hatiku tidak menentu. c. Saya sering merasa sedih. d. Saya khawatir tentang sesuatu.

2. Extraversion (E)

Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Kecenderungan untuk mengalami emosi yang positif dan “good mood”, serta merasakan hal baik tentang orang lain.

Skor tinggi : Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif, banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis,


(26)

Skor rendah: Cenderung tidak menyukai interaksi sosial dan kurang mempunyai harapan/pandangan yang positif, tidak ramah, bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam.

Contoh dari extraversion :

a. Senang kehidupan partai.

b. Senang menjadi pusat perhatian. c. Nyaman di sekitar orang.

d. Suka berbicara.

3. Openness (O)

Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru.

Skor tinggi : Memiliki nilai imajinasi, ingin tahu, kreatif, broadmindedness, berani mengambil resiko, inovatif dalam membuat rencana dan mengambil keputusan.

Skor rendah: Memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang


(27)

sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan serta kurang berani mengambil resiko.

Contoh dari openness:

a. Aku penuh dengan ide.

b. Aku cepat memahami sesuatu. c. Aku mempunyai banyak kosakata. d. Saya memiliki ide yang sangat baik.

4. Agreeableness (A)

Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang

mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain.

Skor tinggi : menyenangkan, lembut, dapat dipercaya, penurut, suka membantu, pemaaf, cenderung penuh kasih sayang, peduli kepada orang lain

Skor rendah: sulit percaya pada orang lain, agresif, sinis, kasar, curiga, pendendam, manipulatif, tidak simpati, tidak kooperatif, dan sewaktu-waktu bermusuhan


(28)

Contoh Agreeableness :

a. Saya tertarik dalam masyarakat. b. Saya merasa orang lain emosi. c. Saya memiliki hati yang lembut.

5. Conscientiousness (C)

Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.

Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan.

Skor tinggi : teratur, berdisiplin tinggi, pekerja keras, dapat diandalkan, disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.

Skor rendah: kadang-kadang tampak kehilangan arah dan kedisiplinan, tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono, lalai, mudah menyerah, hedonistic.

Contoh dari conscientiousness : a. Saya selalu siap.


(29)

b. Aku sulit dalam bekerja. c. Saya mengikuti jadwal.

Ada beberapa alat tes yang disusun berdasarkan teori Big Five, antara lain yaitu Big Five Inventory, Neo PI-R, International Item Pool (IPIP), PCI, dan HPI. Mastuti (2005) menyatakan bahwa di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian big five maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer. Padahal banyak hal yang mampu diprediksi dengan kepribadian big five. Penelitian tentang alat big five di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Suminar,dkk. (1997) yang menguji validitas konstruk alat Personality Characteristic Inventory (PCI). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis faktor ternyata hanya empat faktor saja yang ada di Indonesia. Saran dari penelitian ini adalah melihat faktor budaya perlu dilihat. Penelitian lain dilakukan oleh Halim, dkk. (2002) yang membandingkan big five faktor antara mahasiswa Indonesia dan Amerika. Tes yang digunakan adalah NEO-Personality Inventory Revised dan OMNI Berkeley Personality Profile. Subyek terdiri dari 385 mahasiswa di dua universitas di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5 faktor kepribadian Big Five menunjukkan hasil yang sama yaitu pada faktor Neuroticism dan Conscientiousness. Sementara 3 faktor lain yaitu Extraversion, Agreeableness dan khususnya Opennes ditemukan berbeda antara mahasiswa Amerika dan Indonesia.

B. Big Five Inventory


(30)

maka John, Donahue, dan Kentle (1991) mengkonstruksi Big Five Inventory. Empat puluh empat aitem dari BIG FIVE INVENTORY dikembangkan dan menjadi representasi dari kelima faktor Big Five Personality. Tujuan dari tes ini adalah terciptanya inventori yang ringkas, flexibel dan efisien dalam melakukan penilaian terhadap 5 dimensi dari Big Five Personality. Ada banyak keuntungan yang didapat dari tes ini. Seperti yang dikemukakan oleh Burisch (1984) yaitu “skala yang singkat tidak hanya mempersingkat waktu namun juga menghindari kelelahan, ada beberapa subjek yang tidak akan memberikan respon yang sesungguhnya ketika tes yang ada terlihat memakan waktu. BIG FIVE INVENTORY tidak menggunakan kata sifat tunggal sebagai aitem, karena aitem seperti itu sering kali dijawab tidak konsisten jika dibandingkan dengan aitem yang didasarkan pada definisi tertentu (Goldberg dan Kalowski, 1985). BIG FIVE INVENTORY menggunakan frase atau kalimat yang singkat yang merupakan representasi kata sifat dan trait dari dimensi Big Five Personality. Contohnya kata sifat dari dimensi Big Five Personality “Openness” adalah Original. Maka aitem yang muncul haruslah dapat menilai mengenai ide baru yang merupakan representasi dari kata original tersebut. Big Five Inventory dengan frase kata sifatnya juga memiliki keuntungan dalam mencegah ambiguitas atau multiple

meanings.

Big Five Inventory merupakan tes yang terdiri dari empat puluh empat aitem. Berikut adalah Instruksi standar versi bahasa inggris dari tes ini yaitu “Here are a number of characteristics that may or may not apply to you. For example, do you agree that you are someone who likes to spend time with others?


(31)

Please write a number next to each statement to indicate the extent to which you agree or disagree with that statement”. Atau dalam versi bahasa indonesia yang diadaptasi oleh Wahyu Widiarso (2004) yaitu “silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda sepenuhnya”. Widiarso (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa instrumen ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari lima alternatif respons. Cara pengukurannya adalah pelaporan mandiri (self report) yang meminta subjek untuk merespon aitem-aitem yang menggambarkan berbagai karakteristik individu. Respon yang disediakan ada lima alternatif respons dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju dengan penyekoran butir bergerak dari satu hingga lima.

Skala ini mengukur lima faktor kepribadian antara lain ekstraversi (extraversion), keramahan (agreeableness), keuletan (conscentiousness), neurotisisme (neuroticism) dan keterbukaan (openess). BIG FIVE INVENTORY versi Bahasa Indonesia telah diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang menghasilkan nilai reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan (0.789), keuletan (0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807) (Widiarso, 2004). Hasil ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan Srivastava BIG FIVE INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan reliabilities tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90. Validitas BIG FIVE INVENTORY pada versi asli yang dikorelasikan dengan NEO-FFI dan TDA menghasilkan rata-rata korelasi sebesar 0.83 hingga 0.91 (John & Srivastava, 1993).


(32)

Pada penelitinnya Widiarso (2004) menyatakan bahwa faktor yang memberikan sumbangan terbesar adalah faktor agreeableness, sehingga dapat dikatakan bahwa faktor agreeableness pada sampel Indonesia memiliki dominasi dalam menjelaskan kepribadian. Di sisi lain faktor agreeableness juga merupakan satu-satunya faktor yang memiliki error pengukuran yang paling kecil sehingga dapat dikatakan faktor agreeableness memiliki validitas dan reliabilitas yang cukup memuaskan. Dominannya faktor agreeableness dapat dikaitkan dengan budaya ketimuran yang lebih mengembangkan sifat ramah, empatik, mudah mempercayai, tidak mudah curiga, mudah menerima orang lain, dan menyembunyikan kelebihan yang dimiliki. Faktor agreeableness juga terbukti memiliki error pengukuran yang minim sehingga dapat dikatakan bahwa reliabilitas faktor ini cukup kuat karena sekor murni (true score) yang didapatkan hampir memiliki kesamaan dengan sekor tampak (empiric score).

C. Administrasi Tes

1. Definisi Administrasi Tes

Anastasi & Urbina (2006) menyatakan bahwa hal mendasar dari suatu tes meliputi generalisasi dari perilaku yang muncul di dalam situasi tes terhadap situasi yang sebenarnya. Skor dari suatu tes seharusnya dapat membantu dalam memahami apa yang dirasakan oleh seseorang dan memprediksi bagaimana perilaku orang tersebut. Ada beberapa kondisi yang kemudian dapat mempengaruhi situasi tes yang kemudian dapat menyebabkan kesalahan dan berkurangnya validitas dari tes tes tersebut. Oleh karena itu penting bagi kita


(33)

untuk mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi validitas dn reliabilitas tes sehingga nantinya dapat membatasi generalisasi dari tes tersebut.

Hal penting yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap validitas tes adalah administrasi tes. Ada beberapa hal yang berkaitan yang harus diperhatikan berkaitan dengan administrasi tes, yaitu :

a. Persiapan Tester yang Matang

Hal terpenting yang menjadi persyaratan dalam suatu pelaksanaan tes yang baik adalah persiapan yang baik. Pada pelaksanaan tes, tidak boleh ada keadaan darurat. Usaha yang spesifik harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kondisi yang tiba-tiba atau darurat. Mengingat instruksi lisan adalah hal yang sangat penting pada tes individual. Meskipun dalam tes klasikal, instruksi tes dapat dibaca oleh peserta, tester harus dapat memahami dan familiar dengan instruksi yang akan diberikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam memahami tes ataupun kesalahan baca terhadap instruksi tes. Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan material pendukung tes. Material pendukung tes haruslah dekat dengan tester dan mudah untuk dijangkau tetapi jangan sampai menganggu peserta tes. Pada tes klasikal, seluruh material tes yang dibutuhkan seperti lembar soal, lembar jawaban, pensil khusus, dan material lain yang dibutuhkan haruslah dihitung, diperiksa kembali, dan disusun dengan teliti.


(34)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, baik untuk tes individual maupun tes klasikal tester haruslah familiar terhadap instruksi atau prosedur dari suatu tes. Pada tes individual, pelatihan administrasi tes adalah hal yang penting. Pelatihan yang dilakukan haruslah meliputi demonstrasi dan pelatihan pemberian instruksi dan dilakukan lebih dari satu tahun. Pada tes klasikal, selain dilakukan pelatihan tester dan asistennya haruslah diberikan briefing terlebih dahulu sebelum pelaksanaan tes agar tester mengetahui apa yang diharapkan darinya dan performansi yang diharapkan. Secara umum, tester membacakan instruksi, memperhatikan dan teliti terhadap waktu sedangkan asisten tester memberikan dan mengumpulkan kembali material tes, memastikan peserta tes mengikuti instruksi yang diberikan, dan mencegah kecurangan.

b. Kondisi Tes

Anastasi dan Urbina (2006) menyatakan prosedur tes yang standar tidak hanya mengenai instuksi, waktu, material, dan aspek dari tes itu sendiri namun juga mengenai kondisi tes. Kita harus memperhatikan pemilihan tempat pelaksanaan tes. Tempat pelaksanaan tes harus bebas dari keributan dan mampu menyediakan pencahayaan yang baik, ventilasi, tempat duduk, dan ruang yang cukup bagi peserta tes untuk bekerja. Langkah khusus harus dilakukan untuk mencegah gangguan di tengah pelaksanaan tes. Membuat tanda di pintu yang memberikan tanda tes sedang berlangsung adalah hal yang cukup efektif. Pada pelaksanaan tes yang melibatkan banyak peserta, mengunci pintu dan menyiapkan seseorang untuk menjaga pintu dapat dilakukan untuk mencegah gangguan yang


(35)

Menyadari bahwa kondisi tes dapat berpengaruh terhadap skor tes adalah hal yang sangat penting. Bahkan aspek yang sangat kecil pun dapat berpengaruh, seperti penelitian yang dilakukan terhadap pelajar SMA yang dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok pertama mengerjakan tes dengan menggunakan meja, dan kelompok lainnya menggunakan kursi, dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan kelompok yang mengerjakan te dengan meja mendapatkan skor yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan kursi (T.L. Kelley, 1943; Traxler dan Hilkert, 1942). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan lembar jawaban yang tidak memenuhi standar juga dapat mempengaruhi skor tes (F.O. Bell, Hoff and Hoyt, 1964). Penelitian selanjutnya menemukan bahwa pada anak dibawah kelas lima sekolah dasar ketika pada saat pelaksanaan tes lembar jawaban yang diberikan terpisah dengan lembar soal, maka kondisi tersebut dapat menyebabkan skor tes menjadi rendah. Oleh karena itu pada pelaksanaan tes yang dikenakan kepada anak di bawah kelas lima sekolah dasar, lembar jawaban lebih baik tidak dipisah dari soal melainkan disatukan dalam bentuk booklet.

Lebih lanjut, banyak hal lain yang dapat berpengaruh terhadap performansi seseorang di dalam tes, terutama pada pelaksanaan tes kepribadian. Ketika tester yang memberikan tes adalah seorang yang familiar dengan peserta tes maka hal ini akan sangan berpengaruh secara signifikan terhadap skor tes. (Sacks, 1952;Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957). Pada penelitian lain, perilaku tester seperti tersenyum dan memberikan komentar seperti “bagus” atau “baik” menunjukkan


(36)

diminta untuk menuliskan cerita dengan tujuan untuk melihat gambaran kepribadian, kehadiran tester di ruangan pelaksanaan tes dapat menghambat reaksi dan respon emosional dari peserta yang dituliskan lewat cerita tersebut (Bernstein, 1956). Pada administrasi tes atau pengujian kecepatan mengetik, pelamar kerja yang melaksanakan tes sendirian mengetik lebih cepat secara signifikan dibandingkan ketika pelaksanaan tes dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih. (Kirchner, 1966).

Pada pelaksanaan administrasi tes, ada tiga hal lain yang juga harus diperhatikan. Pertama, ikuti prosedur standar secara mendalam dan mendetail. Adalah tanggung jawab dari psikolog dan tester untuk menjelaskan prosedur secara lengkap dan jelas pada setiap pelaksanaan tes. Kedua, catatlah setiap kondisi yang tidak biasa atau kondisi yang dapat berpengaruh terhadap peserta tes sekecil apapun. Ketiga, jadikan jadikan catatan mengenai kondisi tes sebagai pertimbangan pada saat menginterpretasi hasil tes.

c. Pengenalan Tes : Membangun Rapport dan Pengenalan Tes pada Peserta Tes

Pada administrasi tes, istilah “rapport” adalah usaha tester untuk meningkatkan ketertarikan peserta tes terhadap tes, meningkatkan kerja sama, dan mendorong mereka untuk dapat merespon tes sesuai dengan tujuan dari tes tersebut. Teknik yang digunakan dalam membangun rapport pada pelaksanaan tes sangat berhubungan dengan administrasi tes. Pada saat membangun rapport, penyamaan kondisi terhadap semua peserta tes sangat penting agar hasil tes dapat


(37)

dibandingkan. Contohnya ketika tes dilaksanakan pada seorang anak, dimana ketika anak dapat memecahkan masalah dengan baik akan mendapatkan hadiah, maka hasil tes tersebut tidak dapat dibandingkan dengan hasil performansi anak yang tidak mengalami kondisi yang sama yang hanya termotivasi lewat kata-kata atau pujian. Kondisi seperti di atas haruslah menjadi catatan pada saat melakukan interpretasi hasil tes.

Meskipun rapport dapat lebih maksimal dilakukan pada tes individual,

rapport juga dapat dilakukan pada tes klasikal untuk memotivasi peserta tes dan

mengurangi kecemasan. Teknik yang spesifik dalam membangun rapport juga harus disesuaikan dengan tes, usia dari peserta, dan karakteristik lain dari peserta tes. Pelaksanaan tes pada anak pra sekolah misalnya, harul mempertimbangkan faktor-faktor seperti rasa malu anak dan sikap negatif yang dapat timbul pada orang asing. Sikap bersahabat, ceria, dan santai oleh tester dapat membantu mengurangi kecemasan anak pada saat melaksanakan tes. Anak yang malu, membutuhkan waktu yang lebih untuk dapat beradaptasi dengan kondisi tes.

Pada saat melaksanakan tes pada anak usia sekolah ataupun pada orang dewasa, kita harus menyadari bahwa tes yang dilakukan akan berefek pada prestise atau harga diri setiap individu. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila peserta tes diberikan penjelasan bahwa peserta tes tidak harus mengerjakan tes hingga akhir ataupun harus memastikan seluruh jawaban dijawab dengan benar. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perasaan gagal yang mungkin timbul pada saat peserta tes tidak mampu menyelesaikan tes hingga


(38)

soal. Mencegah terjadinya hal yang tiba-tiba pada pelaksanaan tes juga penting untuk dilakukan. Oleh karena itu penting untuk memastikan seluruh material kebutuhan tes telah tersedia, dan bahkan lebih baik ketika ada materi pendukung yang dapat menjelaskan mengenai tujuan dari pelaksanaan tes, petunjuk dan saram mengenai bagaimana seharusnya tes dikerjakan, dan berisi beberapa contoh. Materi pendukung tersebut dapat berupa buku penjelasan yang biasa tersedia untuk peserta tes pada pelaksanaan tes dengan jumlah peserta yang besar.

Pelaksanaan tes yang dilakukan pada orang dewasa memunculkan masalah yang sering kali timbul. Tidak seperti anak usia sekolah, orang dewasa sering kali tidak mengerjakan tes dengan maksimal ketika ia mengikuti tes tersebut sebagai suatu keharusan. Pada kondisi seperti ini penting untuk dapat “menjual” tujuan dari tes tersebut kepada peserta tes. Maksudnya adalah kita harus dapat meyakinkan peserta bahwa hasil tes yang akan mereka peroleh nantinya bergantung kepada ketertatrikan dan usaha mereka dalam mengerjakan tes tersebut, sehingga nantinya skor yang didapat dapat mengindikasikan kemampuan mereka yang sesungguhnya. Kebanyakan orang akan mengerti ketika dijelaskan bahwa pengambilan keputusan yang salah pada saat pengerjaan tes, akan berpengaruh pada validitas skor tes dan kemudian berpengaruh terhadap hilangnya waktu dan kegagalan yang akan mereka alami. Pendekatan ini tidak hanya dapat memotivasi peserta tes untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam mengerjakan tes namun juga dapat mengurangi faking, karena tentu saja setiap peserta tes tidak ingin gagal di dalam tes.


(39)

Selain administrasi tes yang tidak standar, ada beberapa faktor lain yang disebutkan oleh Anastasi & Urbina (2006) yang dapat mempengaruhi tes.

1. Tester dan Variabel Situasional

Hasil dapat dipengaruhi oleh perilaku dari tester yang muncul pada saat pelaksanaan tes berlangsung. Performansi peserta tes juga sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, status sosio ekonomi, karakteristik kepribadian, dan penampilan tester. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh antara sikap tester terhadap hasil tes, sebagaimana penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara sikap hangat (ramah) dengan sikap dingin tester terhadap hasil tes intelegensi (Exner, 1966; Masling, 1959) .

Dyers (1973) menyatakan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil tes ketika terjadi perbedaan persepsi antara tester dan peserta tes mengenai fungsi dan tujuan tes. Penelitian lain menunjukan bagaimana pengaruh harapan dari tester mempegaruhi hasil tes yang selama ini kondisi seperti ini disebut Self Fulfilling

Prophecy ( Harris dan Rosenthal, 1969). Penelitian yang dilakukan oleh Masling

(1965) membagi subjek ke dalam dua kelompok yang diminta untuk mengerjakan tes Roscharch. Kelompok pertama sebelum mengerjakan tes, tester mengatakan bahwa respon yang pada umumnya muncul pada gambar adalah respon mengenai manusia. Sedangkan kelompok yang kedua sebelum mengerjakan tes, tester mengatakan bahwa respon yang pada umumnya muncul terhadap gambar adalah


(40)

hasilnya sangat berbeda secara signifikan. Kelompok pertama respon yang muncul didominasi oleh respon manusia dan pada kelompok yang kedua respon yang dominan muncul adalah respon hewan. Berdasarkan percobaan tersebut dapat dilihat bagaimana perilaku tester sangat berpengaruh terhadap respon peserta dan hasil tes.

Aktifitas peserta tes saat mengerjakan tes juga sangat berpengaruh terhadap performansi, khususnya ketika aktifitas tersebut menghasilkan gannguan emosi, kelelahan, ataupun kondisi lain yang tidak menguntungkan. Penelitian yang dilakukan kepada anak kelas empat sekolah dasar menunjukkan bahwa anak yang diminta untuk menuliskan hal terburuk yang pernah ia alami sebelum mengerjakan tes intelegensi, menunjukkan performansi yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang diminta untuk menuliskan hal terbaik yang pernah ia alami (Reihenberg-Hackert, 1953).

Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk melihat pengaruh dari

feedback dari tester terhadap skor tes. Bridgeman (1974) menemukan bahwa kata

“sukses” yang disebutkan oleh tester diikuti oleh performansi yang sangat baik oleh subjek apabila dibandingkan dengan performansi yang diikuti oleh kata “gagal” pada tes yang sama.

D. Sudut Pandang Peserta Tes

Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini mengenai respon dari peserta tes menunjukkan faktor yang berpengaruh terhadap hasil tes sangat dipengaruhi oleh kecemasan dari peserta tes itu sendiri. Salah satunya yaitu penelitian yang


(41)

menunjukkan bahwa kecemasan pada saat mengerjakan tes berpengaruh terhadap skor tes yang mengukur performansi ( K.T. Hill dan S. B. Sarason, 1964). Penelitian lain yang dilakukan oleh Mandler dan Sarason (1952) menemukan bahwa tes yang diawali dengan instruksi yang meminta peserta tes untuk dapat menyelesaikan tes sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, berpengaruh terhadap peserta tes.

Peserta tes yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah akan lebih diuntungkan dan peserta yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi akan lebih dirugikan. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh I.G. Sarason dkk pada tahun 1980. Penelitian tersebut menemukan bahwa ada dua komponen dalam kecemasan pada saat tes, yaitu emosional dan kecemasan. Komponen emosional meliputi perasaan tegang dan peningkatan fungsi fisiologis seperti meningkatnya detak jantung. Sedangkan komponen kecemasan atau komponen kognitif meliputi ketakutan akan performansi yang buruk dan kegagalan.

3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi

Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam melihat pengaruh dari latihan terhadap skor tes. Penelitian yang dilakukan oleh Yates pada tahun 1953-1954 menunjukkan bahwa peningkatan performansi akibat latihan dipengaruhi oleh kemampuan dan pendidikan dari peserta tes, jumlah dan jenis latihan yang diberikan, dan tes itu sendiri. Anastasi & Urbina (2006) juga menyatakan bahwa pemberian latihan juga mengurangi validitas tes. Pengenalan tes sebaliknya


(42)

merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan validitas tes dan menyamakan kondisi dari seluruh peserta tes.

E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes

Pelaksanaan tes psikologi haruslah dilakukan dengan menggunakan prosedur-prosedur yang standar (Anastasi & Urbina, 2006). Bahkan dalam tes klasikal, ketika instruksi diberikan kepada peserta tes, diperlukan kejelasan terhadap pernyataan-pernyataan yang harus dibaca untuk mencegah salah baca dan keragu-raguan yang dialami oleh peserta tes. Penelitian yang komprehensif atas dampak yang ditimbulkan oleh penguji tes dan variabel situasi terhadap skor tes telah diterbitkan secara berkala (Anastasi & Urbina, 2006).

Berdasarkan pemaparan di atas maka kita dapat mengetahui bahwa prosedur yang standar dalam pelaksanaan tes sangatlah penting untuk dilakukan. Apabila prosedur pelaksanaan tes psikologi tidak standar maka akan sangat mempengaruhi skor tes tersebut (Anastasi & Urbina, 2006). Dapat dibayangkan apabila pada pelaksanaan Big Five Inventory apabila administrasi yang dilakukan tidak standar seperti peserta diminta untuk menampilkan dirinya yang terbaik pada saat mengerjakan tes yang seharusnya peserta menampilkan dirinya dengan apa adanya, maka kemudian hal ini akan sangat mempegaruhi skor tes dan pengklasifikasian peserta kepada fakor kepribadian yang tidak sesuai berdasarkan

Big Five Personality. Hal ini dapat dimengerti karena setiap orang memiliki


(43)

akibat adanya tuntutan sosial atau social desirebility (Widiarso dan Suhapti, 2010). Pelaksanaan tes juga mempengaruhi prestis atau harga diri seseorang, karena tidak ada orang yang ingin mengalami kegagalan dalam suatu tes (Anastasi dan Urbiba, 2006). Kondisi tersebut kemudian tentu saja mendorong seseorang untuk dapat berusaha dan menampilkan dirinya yang terbaik di dalam pelaksanaan tes. Merujuk kepada definisi validitas maupun validitas konstrak sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, tes dengan administrasi yang tidak standar akan mengakibatkan peserta diklasifikasikan tidak sesuai dengan konstrak yang ia miliki sehingga alat tes yang digunakan tidak akan mampu mengukur sesuai dengan tujuan pengkurannya.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dengan administrasi yang tidak standar akan sangat berpengaruh terhadap skor tes. Instruksi yang tidak standar yang digunakan di dalam penelitian ini adalah “silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Instruksi yang tidak standar tersebut akan berpengaruh terhadap ke lima dimensi Big Five

Personality. Individu dengan tingkat openness tertentu ketika diberikan instruksi

standar, akan memiliki tingkat openness yang berbeda dengan individu yang diberikan instruksi yang tidak standar. Individu yang diberikan instruksi yang tidak standar akan memiliki tingkat openness atau skor Openness yang lebih tinggi, hal ini sangat mungkin terjadi dikarenakan Openness memiliki korelasi nilai yang positif terhadap norma masyarakat, sehingga akan menimbulkan social


(44)

Begitu juga dengan dimensi Conscientiousness, Extraversion, dan

Agreebleness. Ketiga dimensi tersebut apabila diujikan kepada individu yang

diberikan instruksi yang tidak standar maka akan menghasilkan tingkat atau skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan diujikan menggunakan instruksi yang standar, diakibatkan ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang positif terhadap norma masyarakat, sehingga sangat rentan terhadap timbulnya social

desirebility yang menyebabkan individu akan menampilkan dirinya yang

sebaik-baiknya. Pada dimensi Neuroticism, individu yang diberikan instruksi yang tidak standar akan memiliki skor yang lebih rendah, hal ini dikarenakan dimensi

Neuroticism memiliki korelasi yang negatif terhadap norma masyarakat, hal ini

kemudian mengakibatkan setiap orang akan menampilkan dirinya yang sebaik-baiknya akibat social desirebility sehingga menyebabkan skor yang diperoleh akan lebih rendah dibandingkan dengan individu yang diberikan instruksi yang standar.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan kepada ke lima faktor yang terdapat pada Big Five Personality, yaitu:

1. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Openness

2. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor


(45)

3. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Extraversion

4. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Agreebleness

5. Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang melakukan pengolahan datanya dengan menggunakan metode statistik (Azwar, 1993). Metode eksperimen adalah metode ketika peneliti memanipulasi variabel independen dalam rangka menentukan hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependen (Field & Hole, 2003).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu variabel independen yang dikenakan manipulasi yaitu administrasi BIG FIVE INVENTORY (Big Five Inventory), dan variabel dependent yaitu skor BIG FIVE INVENTORY (Big Five Inventory).

C. Definisi Operasional Penelitian

Administrasi BIG FIVE INVENTORY (Big Five Inventory) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pemberian instruksi BIG FIVE INVENTORY


(47)

yang meliputi instruksi mengenai pengerjaan tes BIG FIVE INVENTORY. Instruksi mengenai pengerjaan tes BIG FIVE INVENTORY ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu instruksi yang standar dan insruksi yang tidak standar. Instruksi yang standar yaitu peserta diinstruksikan untuk mengisi 44 aitem pernyataan dengan memilih pilihan mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju untuk setiap pernyataan sesuai dengan apa yang menggambarkan diri mereka. Instruksi yang tidak standar yaitu subjek diinstruksikan untuk mengisi empat puluh empat aitem pernyataan dengan memilih pilihan mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju untuk setiap pernyataan dengan menampilkan diri sebaik-baiknya atau menampilkan dirinya yang terbaik untuk setiap pernyataan. Hasil skor tes BIG FIVE INVENTORY adalah skor yang merupakan hasil dari pengerjaan BIG FIVE INVENTORY yang dijadikan acuan untuk mengklasifikasikan peserta tes kedalam lima faktor kepribadian yang didasarkan pada Big Five Personality

Theory.

D. Data yang digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor tes BIG FIVE INVENTORY (Big Five Inventory) dari subjek yang dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan administrasi yang tidak standar, dan kelompok kontrol yang diberikan administrasi yang standar.

E. Subjek Penelitian


(48)

dewasa. Hurlock (1993) menyatakan bahwa masa dewasa dimulai pada umur 18 tahun yaitu masa dewasa dini. Field & Hole tahun 2003 menyatakan bahwa pada penelitian eksperimen, jumlah subjek yang digunakan salah satunya bergantung pada jumlah perlakuan atau treatment yang diberikan pada saat penelitian. Jika pada penelitian hanya terdapat satu perlakuan maka jumlah subjek sebanyak 30 orang merupakan jumlah yang ideal. Subjek pada penelitian ini pada umumnya adalah mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa mayoritas telah memasuki usia dewasa. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 78 orang, dengan rincian 41 orang tergabung pada kelompok eksperimen dan 37 orang pada kelompok kontrol.

F. Teknik Kontrol terhadap Extraneous Variable

Pada bagian identifikasi variabel terdapat variabel ekstraneous. Variabel ekstraneus adalah faktor-faktor yang bukan merupakan fokus dari eksperimen tetapi dapat mempengaruhi eksperimen (Myers & Hansen, 2006).

Seniati, dkk (2005) menyatakan bahwa terdapat teknik-teknik kontrol yang umum digunakan dalam penelitian untuk mengontrol variabel ekstraneus, yaitu randomisasi, eliminasi, konstansi, menjadikan variabel sekunder sebagai variabel bebas kedua, kontrol statistik dan counterbalancing. Teknik kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik randomisasi dan teknik konstansi.

Teknik randomisasi dilakukan dengan memasukkan subjek penelitian kedalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen secara acak. Sedangkan teknik konstansi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu :


(49)

1. Konstansi Karakteristik Subjek

Konstansi karakterisitik subjek dilakukan dengan mengadakan sesi

screening. Sesi screening dilakukan dengan cara memberikan tes BIG FIVE

INVENTORY terlebih dahulu kepada subjek dengan tujuan menjadikan hasil tes tersebut sebagai dasar untuk pengelompokan subjek ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hal ini dilakukan untuk memastikan kedua kelompok tersebut memiliki kondisi yang seimbang ditinjau dari aspek kepribadiannya.

2. Konstansi Kondisi

Konstansi kondisi dilakukan dengan menciptakan kondisi yang sama diantara kedua kelompok. Dalam penelitian ini kondisi tersebut yaitu dengan menyalakan kipas angin dengan kecepatan medium pada kedua ruangan serta memberikan pencahayaan yang cukup. Sehubungan tes dilaksanakan pada pagi hari maka pecahayaan di kedua ruangan telah memadai sehingga pada kedua ruangan tidak mendapatkan bantuan penerangan dari lampu.

G. Rancangan Penelitian dan Treatment yang dilakukan 1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian eksperimen dalam penelitian ini adalah between group

/ control group design, dimana sampel dipilih secara acak untuk masuk ke dalam

dua kelompok yang berbeda, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dan sampel yang terdapat di dalam dua kelompok tersebut adalah individu yang berbeda.


(50)

2. Treatment yang dilakukan

Pada penelitian ini dilakukan pemberian administrasi secara standar maupun tidak standar. Perlakuan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah pemberian instruksi yang tidak standar pada kelompok eskperimen sebagai berikut “ silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Sedangkan instruksi standar akan diberikan kepada kelompok kontrol sebagai berikut “ silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang sesungguhnya”.

Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan hasil tes antara kelompok yang diberikan administrasi yang standar dengan kelompok yang diberikan administrasi secara tidak standar. Alasan peneliti memberikan perlakuan dengan instruksi untuk menampilkan diri yang terbaik adalah dikarenakan adanya kecenderungan individu untuk menampilkan dirinya sebaik mungkin akibat tuntutan sosialnya atau social desirebility (Widiarso dan Suhapti,2010).

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah tes Big Five Inventory (BIG FIVE INVENTORY). Pada aitem BIG FIVE INVENTORY peserta diminta untuk memberikan pilihan mulai dari sangat setuju yang memiliki poin 5 hingga sangat tidak setuju yang memiliki poin 1 sesuai dengan gambaran dirinya. Setiap pernyataan yang ada kemudian ditentukan poinnya berdasarkan pilihan yang dipilih. Contohnya ketika pada aitem pertama peserta memilih sangat setuju


(51)

berarti poin yang dimiliki adalah 5. Poin 5 tersebut kemudian dikurang dengan 6, sehingga menghasilkan skor pada aitem pertama yaitu 1 (6-5=1). Begitu seterusnya cara menentukan skor pada setiap aitem. Setelah melakukan skoring, peneliti kemudian melakukan interpretasi terhadap skor yang didapatkan oleh setiap subjek dengan tiga kategorisasi skor untuk setiap dimensi, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. BIG FIVE INVENTORY versi Bahasa Indonesia telah diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang menghasilkan nilai reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan (0.789), keuletan (0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807) (Widiarso, 2004). Hasil ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan Srivastava BIG FIVE INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan reliabilities tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90.

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, tahap pengolahan data penelitian.

1. Tahap persiapan penelitian

Sebelum peneliti melakukan pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan beberapa kegiatan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dan dibutuhkan dalam penelitian, yaitu :

a. Pemilihan subjek penelitian


(52)

penelitian. Subjek penelitian adalah alumni serta mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Sumatera Utara. Sebelumnya, peneliti membuat kepanitiaan kecil yang beranggotakan mahasiswa dari seluruh fakultas di Universitas Sumatera Utara yang berjumlah 13 orang. Peneliti kemudian meminta bantuan kepada seluruh panitia untuk dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan subjek sesuai dengan karakteristik yang ada. Peneliti dan kepaninitiaan yang ada kemudian akan menghubungi subjek melalui hand phone dan media komunikasi lainnya untuk meminta kesediaan subjek meluangkan waktunya dalam penelitian pada hari dan waktu yang telah ditentukan. Mahasiswa dan Mahasiswi yang bersedia untuk dapat hadir pada hari dan waktu yang telah ditentukan akan menjadi subjek penelitian. Proses pencarian subjek ini dan konfirmasi untuk dapat mengikuti peneitian dilakukan dalam jangka waktu 5 hari yaitu dari tanggal 25-29 Juli 2011.

b. Mengurus surat permohonan izin

Peneliti membuat surat permohonan izin untuk menggunakan ruangan 3A dan 3B sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, yang berada di kampus Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebagai tempat untuk pelaksanaan penelitian. Selanjutnya peneliti meminta kesediaan dari mahasiswa profesi Fakultas Psikologi yang telah terbiasa dalam mengadministrasikan tes untuk menjadi tester dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan agar penelitian terhindar dari bias eksperimenter.


(53)

Setelah mendapatkan izin penggunaan ruangan, peneliti kemudian menyusun kursi-kursi yang akan digunakan untuk penelitian. Selanjutnya peneliti mengecek keberfungsian dari mikrofon, sound dan laptop. Peneliti juga memastikan seluruh instrumen penelitian telah tersedia sesuai dengan jumlah subjek penelitian.

d. Penyediaan reward

Pemberian reward dilakukan sebagai bentuk ucapan terima kasih dan apresiasi terhadap bantuan yang telah diberikan oleh subjek kepada peneliti Reward diberikan kepada seluruh subjek yang hadir pada saat tes berlangsung dan sebelum tes dimulai.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Secara umum, terdapat 2 sesi yang dilakukan peneliti pada tanggal yang berbeda. Tabel di bawah ini memperlihatkan jadwal pelaksanaan penelitian.

Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Hari / Tanggal

Pelaksanaan

Sesi Waktu

Selasa / 2 Agustus 2011

Screening 10.00

Selasa / 16 Agustus 2011


(54)

Jangka waktu antara sesi pertama yaitu screening dan sesi kedua yaitu post test adalah dua minggu. Pemberian jangka waktu ini adalah usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk meminimalisir carry over effect. Sebelum pelaksanaan tes dilakukan, satu hari sebelumnya peneliti melakukan briefing kepada seluruh panitia yang ada mengenai hal-hal yang harus diperhatikan maupun tugas-tugas yang harus dilakukan pada saat pelaksanaan penelitian

a. Sesi Screening

Sesi Screening merupakan sesi yang dilakukan untuk seluruh subjek penelitian sebagai rangkaian dari proses penelitian. Screening dilakukan dengan tujuan mendapatkan gambaran awal kepribadian dari seluruh subjek penelitian yang ada. Hal ini perlu dilakukan sebagai suatu usaha untuk mengelompokkan subjek dengan kondisi yang seimbang. Artinya diharapkan nantinya pada sesi post

test subjek yang dibagi kedalam dua kelompok telah memiliki kondisi yang

seimbang ditinjau dari aspek kepribadiannya. Sesi ini dilakukan di ruangan 3A.

Setelah subjek penelitian berkumpul, mereka diminta untuk mengisi absen sesuai dengan nama yang tertera. Sesi screening diawali dengan kata pengantar dari peneliti berupa ucapan terima kasih dan pemberitahuan tujuan dilakukannya penelitian, selanjutnya peneliti mempersilahkan tester untuk memberikan aturan dan arahan yang berkaitan dengan tes Big five inventory. Ketika pembacaan aturan selesai diberikan, para panitia membagikan soal BIG FIVE INVENTORY dan lembar jawaban. Soal BIG FIVE INVENTORY yang akan digunakan adalah


(55)

BIG FIVE INVENTORY versi bahasa Indonesia yang telah diadaptasi oleh Widiarso (2004). Setelah pembagian soal dan lembar jawaban, tester selanjutnya membacakan instruksi dan cara menjawab aitem tersebut. Setelah para subjek memahami bagaimana prosedur tes, tes pun berlangsung. Tester hanya memberi aba-aba untuk memulai dan mengakhiri tes yaitu dengan kata-kata “mulai” dan “selesai”. Pelaksanaan tes dinyatakan selesai ketika seluruh peserta tes telah menyelesaikan dan mengisi seluruh aitem pada tes. Selanjutnya para subjek diperkenankan untuk keluar dari ruangan dan menandakan bahwa sesi screening telah selesai dilaksanakan.

Setelah proses tes selesai dilaksanakan, peneliti kemudian melakukan skoring terhadap seluruh hasil tes. Setelah melakukan skoring, peneliti kemudian melakukan interpretasi terhadap skor yang didapatkan oleh setiap subjek dengan tiga kategorisasi skor untuk setiap dimensi, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Setelah itu kemudian peneliti membagi seluruh subjek ke dalam kedua kelompok dengan cara mencari subjek yang memiliki karakteristik kepribadian yang sama kemudiannya memisahkannya ke dalam dua kelompok yang berbeda. Hal ini peneliti lakukan untuk mendapatkan dua kelompok yang akan memiliki karakteristik kepribadian yang seimbang.

Demi memastikan kedua kelompok dalam kondisi yang seimbang berdasarkan karakteristik kepribadiannya, peneliti kemudian melakukan pengujian terhadap kedua kelompok tersebut dengan uji-t. Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :


(56)

Tabel 2. Hasil Pengujian (uji-t) subjek pada saat sesi screening

Variabel Statistic

T p Mean

Difference Extarversion -0.591 0.556 -0.53796

Agreebleness 0.724 0.471 0.51673

Conscientiousness 0.164 0.870 0.13469

Neuroticism 0.001 0.999 0.00122

Openness -0.142 0.888 -0.14612

Berdasarkan tabel 2 dapat kita lihat bahwa nilai p pada setiap dimensi memiliki nilai di atas 0.05 (p>0.05). Hal ini berarti kedua kelompok yaitu tidak berbeda secara signifikan sehingga hal ini membuktikan secara statistik bahwa kedua kelompok memilki karakteristik kepribadian yang mirip. Setelah melakukan pengujian, kemudian peneliti menentukan salah satu kelompok sebagai kelompok eksperimen dan kelompok satunya sebagai kelompok kontrol.

b. Sesi Post Test

Sesi ini dimulai dengan mengumumkan nama-nama subjek yang tergabung ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Pengumuman ditempel didepan pintu ruangan dan dilakukan pengecekan kembali setelah seluruh subjek masuk ke ruangan sesuai dengan yang telah ditentukan. Kelompok eksperimen ditempatkan di ruangan 3A dan kelompok kontrol ditempatkan di ruangan 3B. Pembagian kelompok ini berdasarkan hasil tes BIG FIVE INVENTORY yang telah dilakukan sebelumnya pada sesi screening.


(57)

Pada kelompok Eksperimen, tes dilakukan dengan menggunakan administrasi yang tidak standar, yaitu peserta diminta untuk menampilkan dirinya yang terbaik. Sebaliknya pada kelompok kontrol peserta diminta mengerjakan tes dengan pemberian administrasi yang standar. Proses pelaksanaan tes tidak jauh berbeda dengan proses screening yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu diawali dengan kata pengantar dari peneliti berupa ucapan terima kasih dan pemberitahuan tujuan dilakukannya eksperimen, selanjutnya peneliti mempersilahkan tester untuk memberikan aturan dan arahan yang berkaitan dengan tes Big Five Inventory.

Ketika pembacaan aturan selesai diberikan, para panitia membagikan soal BIG FIVE INVENTORY dan lembar jawaban. Soal BIG FIVE INVENTORY yang akan digunakan adalah BIG FIVE INVENTORY versi bahasa Indonesia yang telah diadaptasi oleh Widiarso (2004). Setelah pembagian soal dan lembar jawaban, tester selanjutnya membacakan instruksi dan cara menjawab aitem tersebut. Setelah para subjek memahami bagaimana prosedur tes, tes pun berlangsung. Tester pada sesi ini berjumlah dua orang, yaitu 1 orang untuk setiap kelompok dan waktu pelaksanaan tes dilakukan dengan serentak dan tes dinyatakan berakhir ketika subjek telah menyelesaikan dan mengisi seluruh aitem yang ada pada BIG FIVE INVENTORY.

3. Tahap pengolahan data penelitian

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan skoring terhadap soal yang telah diisi sesuai aturan skoring BIG FIVE INVENTORY. Peneliti kemudian


(58)

membandingkan skor subjek penelitian dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji-t

J. Analisis Data 1. Uji-t

Uji-t dilakukan untuk menguji perbedaan diantara dua kelompok secara statistik. Uji-t adalah analisis statistik yang digunakan dalam melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian. Uji-t yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji-t dengan independen sampel dengan rumus :


(59)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Data Penelitian

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran subjek pada penelitian yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan hasil penelitian.

1. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang berumur di atas 18 tahun. Mayoritas subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa, hal ini dikarenakan pada umumnya mahasiswa telah memasuki usia dewasa, sehingga sangat seseuai dengan karakteristik dari subjek penelitian. Total jumlah subjek pada penelitian ini adalah 78 orang dengan rincian 41 orang subjek yang tergabung dalam kelompok eksperimen dan 37 orang subjek tergabung dalam kelompok kontrol. Berikut adalah gambaran subjek penelitian pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdasarkan jenis kelamin dan usia.

Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian pada kelompok kontrol dan eksperimen

berdasarkan jenis kelamin dan usia

Nama Kelompok

Variabel Jumlah Persentase (%) Kontrol Jenis

Kelamin


(60)

Total 37 100 Usia

18-19 10 27.1

20-21 18 48.6

22-23 9 24.3

24-25 0 0

(Lanjutan) Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian pada kelompok kontrol dan eksperimen berdasarkan jenis

kelamin dan usia

Nama Kelompok

Variabel Jumlah Persentase Eksperimen Jenis

Kelamin

Laki-Laki 15 36.6

Perempuan 26 63.4

Total 37 100

Usia

18-19 15 36.5

20-21 14 34.1

22-23 11 26.8

24-25 1 2.4

Berdasarkan tabel 3 dapat kita lihat bahwa mayoritas subjek penelitian pada kelompok kontrol adalah perempuan yaitu 70.3% atau 26 orang, sedangkan laki-laki berjumlah 29.7% atau 11 orang. Berdasarkan usia, mayoritas subjek penelitian pada kelompok kontrol berusia 18-19 tahun yaitu sebanyak 27.1% atau 10 orang, diikuti oleh subjek yang berusia 20-21 tahun sebanyak 48.6% atau 18 orang, dan usia dengan jumlah yang paling sedikit adalah pada rentang usia 22-23 tahun sebanyak 24.3% atau 9 orang.

Sedangkan pada kelompok eksperimen dapat kita lihat bahwa mayoritas subjek penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 63.4% atau 26 orang,


(61)

subjek penelitian mayoritas berada pada rentang usia 18-19 tahun yaitu sebanyak 36.5% atau 15 orang. Kemudian diikuti oleh subjek yang berada pada rentang usia 20-21 tahun yaitu sebanyak 34.1% atau 14 orang. Selanjutnya subjek yang berada pada rentang usia 22-23 tahun yaitu 26.8 % atau 11 orang. Rentang usia dengan jumlah subjek paling sedikit adalah rentang usia 24-25 tahun sebanyak 2.4% atau 1 orang.

2. Uji Asumsi Penelitian

Sebelum analisa data dilakukan, ada beberapa syarat yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas sebaran dan uji varians. Uji asumsi tersebut dilakukan dengan bantuan SPSS version 15.0 for Windows.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah setiap variabel penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas sebaran menggunakan

Kolmogorov-Smirnov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4. Hasil Uji Normalitas

Nama Kelompok

Dimensi Kolmogorof Smirnov Shapiro Walk Statistic Sig. Statistic Sig.

Kontrol Extraversion 0.135 0.085 0.948 0.085

Agreebleness 0.124 0.159 0.964 0.262 Conscientiousnes

s

0.110 0.200 0.976 0.583

Neuroticism 0.114 0.200 0.971 0.430 Openness 0.148 0.040 0.949 0.093

Eksperimen Extraversion 0.122 0.183 0.974 0.516

Agreebleness 0.149 0.038 0.954 0.134 Conscientiousnes


(62)

s

Neuroticism 0.102 0.200 0.970 0.418 Openness 0.148 0.040 0.949 0.093

Seluruh dimensi pada tabel di atas menunjukkan nilai p>0.05, sehingga dapat disimpulkan persyaratan normalitas telah terpenuhi.

b. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas varians dilakukan dengan tujuan untuk memastikan agar kedua kelompok yang ada yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki variasi dan sebaran skor yang sama. Uji homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan Levine Test. Hasil uji homogenitas varians dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Varians

Dimensi Levine Test

F Sig.

Extraversion 0.021 0.884

Agreebleness 0.070 0.791

Conscientiousness 0.193 0.662

Neuroticism 0.952 0.332

Openness 0.473 0.494

Tabel di atas menunjukkan seluruh dimensi memiliki nilai p> 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa persyaratan homogenitas varians telah dapat dipenuhi.

3. Hasil Utama Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes Big

Five Inventory. Hasil penelitian akan didapatkan dari pengujian hipotesis.


(63)

1. Tidak ada pengaruh administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Openness

2. Tidak ada pengaruh administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Concientiousness

3. Tidak ada pengaruh administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Agreebleness

4. Tidak ada pengaruh administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Extarversion

5. Tidak ada pengaruh administrasi tes Big Five Inventory pada faktor

Neuroticism

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t. Uji-t digunakan dengan tujuan membandingkan skor rerata pada kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil pengujian terhadap kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 6 berikut :

Tabel 6. Hasil Pengujian (Uji-t) Kelompok Eksperimen dan Kontrol

Variabel Parameter

t P Mean

Difference

r Extarversion 1.597 0.115 1.688 0.18

Agreebleness 2.742 0.008 2.284 0.299

Conscientiousness 2.926 0.005 3.184 0.31

Neuroticism -1.997 0.049 -2.619 0.22

Openness 2.324 0.023 2.684 0.25

Ket : t= hasil uji-t, p=probability, r=effect size


(64)

1. Pada dimensi Extarversion p > 0.05 yang berarti ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara adminstrasi Big Five

Inventory terhadap faktor Extarversion dengan effect size sebesar 3.24%

2. Pada dimensi Agreebleness p < 0.05 yang berarti ho ditolak. Maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara adminstrasi Big Five Inventory terhadap faktor Agreebleness dengan effect size sebesar 8.94%.

3. Pada dimensi Conscientosness nilai p < 0.05 yang berarti ho ditolak, maka dapat disimpukan terdapat pengaruh antara adminstrasi Big Five Inventory terhadap faktor Conscientiousness dengan effect size sebesar 9.61%.

4. Pada dimensi Neuroticism nilai p < 0.05 yang berarti ho ditolak, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara adminstrasi Big Five

Inventory terhadap faktor Neuroticism dengan effect size sebesar 4.84%.

5. Pada dimensi Openness nilai p < 0.05 yang berarti ho ditolak, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara adminstrasi Big Five Inventory terhadap faktor Openness dengan effect size sebesar 6.25%.

B. Pembahasan

Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bagian analisa data penelitian bahwa terdapat pengaruh administrasi Big Five Inventory terhadap 4 faktor pada dimensi Big Five Personality Theory, yaitu pada faktor Agreebleness,

Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness. Sebaliknya tidak ada pengaruh


(1)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Openness Equal variances assumed .502 .480 -.142 97 .888 -.14612 1.03211 -2.19457 1.90233

Equal variances not assumed

-.142 96.879 .888 -.14612 1.03226 -2.19491 1.90267


(2)

2. Hasil Uji-T dan Homogenitas Varians sesi Post Test

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Agreeblen ess

Equal variances assumed 1.483 .227 2.742 76 .008 2.284 .833 .625 3.943

Equal variances not assumed

2.771 75.235 .007 2.284 .824 .642 3.926


(3)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Openness Equal variances assumed 1.283 .261 2.324 76 .023 2.684 1.155 .383 4.984

Equal variances not assumed

2.310 72.630 .024 2.684 1.162 .368 4.999


(4)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Conscientioe sness

Equal variances assumed .006 .939 2.926 76 .005 3.184 1.088 1.017 5.351

Equal variances not assumed

2.936 75.886 .004 3.184 1.084 1.024 5.344


(5)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Extraver sion

Equal variances assumed .520 .473 1.597 76 .115 1.688 1.057 -.418 3.793

Equal variances not assumed

1.595 74.828 .115 1.688 1.058 -.421 3.796


(6)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Neurotici sm

Equal variances assumed 4.315 .041 -1.997 76 .049 -2.619 1.311 -5.231 -.007

Equal variances not assumed

-2.031 72.458 .046 -2.619 1.290 -5.190 -.048