Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekarang ini tes Psikologi bukan merupakan hal yang asing lagi bagi masyarakat. Tes psikologi merupakan alat yang digunakan oleh Psikolog dalam melakukan penilaian terhadap individu sesuai dengan tujuan dari diberikannya tes tersebut. Tes psikologi berisikan aitem-aitem yang diskor berdasarkan respon dari individu yang mengikuti tes. Skor tersebut kemudian memberikan informasi mengenai seberapa baik individu dalam bidang tertentu. Beberapa ahli juga mengungkapkan definisi dari tes psikologi, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Anastasi Urbina pada tahun 2006 dan Kaplan dan Sacuzzo pada tahun 2005. Anastasi Urbina 2006 menyatakan definisi tes psikologi yaitu alat pengukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Kaplan dan Sacuzzo 2005 menyatakan definisi psikologi sebagai sekumpulan aitem yang dirancang untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi perilakunya. Berdasarkan dua definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tes psikologi adalah sekumpulan aitem yang memiliki standar objektif yang Universitas Sumatera Utara dirancang dengan tujuan untuk mengukur karakteristik individu dan memprediksi perilakunya serta digunakan secara luas. Saat ini tes Psikologi telah banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari bidang pendidikan, bidang sosial, maupun bidang industri. Tes Psikologi dalam bidang pendidikan digunakan sebagai alat untuk melakukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Contohnya tes psikologi digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan jurusan ilmu alam atau ilmu sosial yang harus ditempuh oleh siswa yang akan naik ke kelas XI SMA. Selain itu beberapa sekolah tertentu juga menjadikan tes psikologi sebagai salah satu persyaratan untuk memasuki sekolah tersebut. Tes Psikologi dalam bidang sosial salah satunya digunakan sebagai alat untuk melakuka assesement atau penilaian. Contohnya adalah assessment atau penilaian yang dilakukan kepada korban bencana alam dengan tujuan untuk memberikan intervensi psikologis yang sesuai dengan kondisi psikologis dari korban bencana alam tersebut. Tes Psikologi dalam bidang industri contohnya adalah tes psikologi yang digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja karyawan merupakan hal yang saat ini senantiasa dilakukan oleh perusahaan ketika ingin mendapatkan karyawan baru maupun ketika mempromosikan seorang karyawan. Hal ini dapat dimengerti karena tentu saja perusahaan ingin mendapatkan indvidu yang terbaik untuk bekerja agar perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Tes Psikologi menjadi tes yang dipercaya oleh perusahaan untuk menjaring individu terbaik sesuai dengan bidang pekerjaan yang ada. Oleh karena itu tentu saja tes psikologi yang diberikan pada Universitas Sumatera Utara saat seleksi dan penempatan kerja karyawan akan disesuaikan dengan bidang kerja yang akan dilakukan nantinya. Demi memastikan tes Psikologi yang digunakan dalam berbagai tujuan memiliki kemampuan untuk menguji dan menempatkan seseorang pada tempat yang tepat sesuai dengan bidangnya dan juga terjaga validitas dan reliabilitasnya, maka ada beberapa hal utama yang harus diperhatikan. Salah satu yang harus diperhatikan adalah proses administrasi tes Psikologi. Administrasi tes psikologi adalah segala sesuatu proses yang berkenaan dengan penyelenggaraan tes Psikologi Anastasi Urbina, 2006. Salah satu bentuk dari administrasi tes adalah pemberian instruksi tes. Instruksi tes dilakukan oleh tester yaitu orang yang bertugas untuk memberikan instruksi tes yang meliputi bagaimana cara mengerjakan tes, menginformasikan batas waktu yang ada, dan juga memberikan contoh bagaimana cara melakukan tes tersebut. Proses administrasi tes ini merupakan hal yang sangat penting karena proses administrasi tes adalah proses yang dapat berpengaruh terhadap hasil tes. Anastasi Urbina, 2006. Contohnya apabila pemberian instruksi salah, tidak lengkap, ataupun berlebih maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil tes. Pengaruh tersebut misalnya dapat berupa identifikasi atribut psikologis yang tidak sesuai dengan individu yang mengikuti tes tersebut akibat proses administrasi yang tidak standar. Dapat kita bayangkan dalam bidang pendidikan, apabila pelaksanaan administrasi tes dilakukan dengan tidak standar maka akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, siswa yang seharusnya masuk ke jurusan ilmu sosial bisa jadi masuk ke dalam jurusan ilmu alam, atau siswa yang Universitas Sumatera Utara seharusnya dapat lulus ke dalam sekolah tertentu akibat proses administrasi yang tidak standar menjadi tidak lulus dalam sekolah tersebut. Pada bidang sosial proses administrasi yang tidak standar trsebut dapat berpengaruh terhadap asessment atau penilaian kondisi psikologis korban bencana alam, penilaian yang kurang tepat dapat mengakibatkan pemberian interrvensi psikologis yang tidak tepat pula sehinga justru akan berdampak negatif terhadap korban bencana alam tersebut. Pada bidangi industri seperti pada tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja, dapat dibayangkan apabila administrasi yang diberikan tidak lengkap ataupun tidak sesuai dengan instruksi yang sebenarnya maka akan sangat berpengaruh terhadap hasil tes dari seleksi tersebut bahkan bisa saja individu yang sebenarnya memiliki kualifikasi untuk dapat direkomendasikan, menjadi tidak direkomendasikan akibat administrasi tes yang tidak sesuai dengan standar yang ada atau bahkan sebaliknya orang yang sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi untuk direkomendasikan bisa menjadi direkomendasikan akibat pemberian instruksi yang tidak standar. Pada dasarnya pelaksanaan tes psikologi sangat berkaitan dengan prestise atau harga diri setiap orang dan tidak ada individu yang ingin gagal dalam tes Anastasi Urbina, 2006. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat kita pahami bahwa setiap orang pastinya akan berusaha semaksimal mungkin dan menampilkan diri yang sebaik-baiknya dalam setiap mengikuti tes psikologi. Kondisi tersebut tentu saja merupakan kondisi yang rentan mempengaruhi validitas dan reliabilitas tes meskipun administrasinya dilakukan dengan standar, apalagi jika administrasi dilakukan dengan tidak standar. Oleh Universitas Sumatera Utara karena itu administrasi tes yang baik dan benar menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pemberian tes psikologi. Hal yang kemudian menjadi ironi saat ini adalah pelaksanaan administrasi tes psikologi seringkali dilaksanakan dengan tidak standar, salah satunya pada pelaksanaan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yang juga pernah beberapa kali menjadi asisten lapangan pelaksanaan tes psikologi, administrasi tes yang tidak standar biasanya ditemui dalam bentuk pemberian instruksi tes yang tidak lengkap, ataupun pemberian batas waktu pada tes yang sebenarnya tidak memiliki batas waktu seperti tes grafis dan tes EPPS. Bahkan peneliti pernah menemukan pengerjaan tes EPPS yang hanya diberikan waku 15 menit. Kondisi ini tentu saja bukan merupakan kondisi yang baik mengingat hal ini tentu saja dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes Psikologi yang diberikan. Demi memperkuat bukti dan fenomena yang ada, peneliti kemudian melakukan wawancara kepada dosen Fakultas Psikologi departemen Psikologi Klinis Juliana Saragih, M.Psi. yang dan menanyakan mengenai fenomena tersebut. Juliana adalah Psikolog yang sering kali terlibat dalam penyelenggaraan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja karyawan yang diadakan oleh P3M Fakultas Psikologi USU dan beberapa kali menjadi koordinator Tester dan Asisten lapangan. Berdasarkan hasil wawacancara dengan Juliana, peneliti mendapatkan informasi bahwa Juliana, juga pernah menemukan kondisi yang sama seperti yang peneliti temukan. Kondisi yang ditemukan oleh Juliana yaitu pada suatu tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja pada dan alat tes Universitas Sumatera Utara yang digunakan adalah alat tes untuk mengukur intelegensi. Instruksi yang diberikan pada tes itu tidaklah lengkap sehingga jawaban yang diberikan oleh peserta tes pada saat dilakukan skoring menjadi jawaban yang salah sedangkan apabila mengikuti instruksi yang diberikan oleh tester pada saat itu jawaban yang diberikan oleh peserta dapat dikategorikan sebagai jawaban yang benar Juli, komunikasi personal tanggal 4 Maret 2011 pukul 17.00. Peneliti juga mewawancarai Ari Widiyanta, M.Psi, yang merupakan ketua P3M Fakultas Psikologi USU periode 2008-2010. Ia mengatakan bahwa saat ini masih banyak administrasi tes yang tidak standar pada pelaksanaan tes Psikologi untuk seleksi dan penempatan karyawan. Administrasi yang dianggap standar pun sebenarnya masih banyak yang tidak standar, contohnya pada saat tester memberikan instruksi gambar yang tidak boleh digambar pada tes Baum. Ari Widianta juga menyatakan bahwa pemberian administrasi yang tidak standar terjadi dalam dua kondisi, yaitu secara disengaja ataupun tidak disengaja. Secara disengaja contohnya ketika pemberian batas waktu pada pengerjaan tes grafis ataupun EPPS karena memang adanya batasan waktu pada pelaksanaan tes secara keseluruhan, sehingga tes tersebut yang seharusnya tidak dibatasi waktu menjadi dibatasi. Kondisi yang terjadi secara tidak disengaja diakibatkan oleh ketidaksiapan dari Tester akibat kurangnya persiapan yang dilakukan maupun kurang terlatihnya Tester sehingga salah melakukan administrasi Ari, komunikasi personal tanggal 9 Maret 2011 pukul 17.00. Hasil wawancara sebagaimana yang dipaparkan menunjukkan fakta bahwa saat ini pemberian administrasi tes yang tidak standar pada tes seleksi kerja dan penempatan karyawan sudah sering Universitas Sumatera Utara terjadi. Peneliti juga mewawancarai Dr. Emmy Mariatin MA, Ph.d, psikolog, yang merupakan seorang Psikolog senior sekaligus pemilik biro konsultasi psikologi Embara yang sering mengadakan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja di kota Medan. Pada wawancara tersebut Emmy Mariatin mengatakan bahwa dalam pelaksanaan tes psikologi sering kali tester memberikan instruksi yang tidak lengkap, ia kemudian memberi contoh pada administrasi tes Pauli. Ia pernah menemukan tester tidak memberi tahu peserta tes mengenai cara membalik kertas dan aturan yang jelas dalam menuliskan hasil hitungan. Hal ini tentu saja merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi peserta tes karena dapat memperlambat pengerjaan tes dan menimbulkan kesulitan bagi peserta tes Emmy, komunikasi personal tanggal 7 Juni 2011 pukul 11.30 wib. Berbicara mengenai alat tes yang digunakan dalam tes seleksi kerja dan penempatan karyawan, ada banyak jenis dan macam alat tes yang dapat digunakan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Psi yang merupakan staf dari Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat P3M Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa tes psikologi yang dilakukan dengan tujuan seleksi dan penempatan kerja terbagi atas tiga bagian, yaitu tes yang mengukur intelegensi, tes yang mengukur cara kerja, dan tes kepribadian Wiwik, komunikasi personal tanggal 26 Februari 2011 pukul 14.00. Peneliti kemudian melakukan wawancara kepada Rika Eliana, M.Psi. yang merupakan sekretaris P3M. Peneliti mendapatkan informasi yang tidak jauh berbeda bahwa tes psikologi dalam seleksi dan penempatan kerja terdiri atas tiga bagian sebagaimana yang telah Universitas Sumatera Utara disebutkan sebelumnya, peneliti juga mendapatkan informasi bahwa tes yang seringkali digunakan dalam mengukur intelegensi yaitu tes IST dan TINTUM, untuk mengukur cara kerja diukur dengan tes Kreplin, Pauli, maupun wawancara dan untuk mengukur kepribadian dilakukan dengan tes EPPS dan Papikostik Rika, komunikasi personal tanggal 28 Februari 2011 pukul 16.30. P3M sendiri sebagai lembaga yang salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan tes psikologi untuk seleksi dan penempatan kerja hingga saat ini senantiasa berusaha untuk memperbaharui alat tes yang dimilikinya, karena disadari bahwa alat tes yang selama ini digunakan telah terlalu sering dipakai sehingga dapat mempengaruhi validitas dan reliabilitas dari tes tersebut. Informasi ini peneliti dapatkan berdasarkan wawancara peneliti kepada ketua P3M Ferry Novliadi M.Si. Ferry, komunikasi personal tanggal 28 Febuari 2011 pukul 12.00. Kondisi tersebut kemudian mendorong peneliti dalam melakukan penelitian dengan menggunakan alat tes yang baru dan jarang digunakan di Indonesia, yang kemudian nantinya diharapkan dapat menjadi alternatif alat tes yang dapat digunakan sebagai alat seleksi dan penempatan kerja karyawan lewat penelitian yang peneliti lakukan. Alat tes yang peneliti maksudkan adalah Big Five Inventory. Big Five Inventory merupakan alat tes yang dapat mengidentifikasi kepribadian berdasarkan teori Big Five Personality. Big Five Inventory digunakan karena tes ini merupakan tes yang baru dan jarang digunakan, sehingga dengan menggunakan Big Five Inventory diharapkan hasil pengukuran yang dilakukan dapat lebih terjaga validitas dan reliabilitasnya, selain itu tes Big Five Inventory tidak memiliki aitem yang banyak sehingga akan menghindari kelelahan yang Universitas Sumatera Utara dialami oleh peserta dan juga dapat dikerjakan dalam waktu yang singkat. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa alat tes yang baik adalah alat yang senantiasa terjaga validitas dan reliabilitasnya dan juga mampu mengukur sesuai dengan tujuan dari pengukuran alat tersebut. Hal inilah yang juga melatar belakangi peneliti menggunakan Big Five Inventory Saat ini banyak ahli psikologi berkeyakinan bahwa gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh Five Factor Model dari teori Big Five Personality Mastuti, 2005. Menurut Five Factor Model FFM ini trait kepribadian digambarkan dalam bentuk lima dimensi dasar McCrae Costa.Jr, 1997. Kelima dimensi dasar tersebut adalah Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness. Pemaparan tersebut menunjukkan bahwa bagaimana Big Five Inventory dengan jumlah aitem yang sedikit dan pengerjaan yang singkat akan dapat mengungkapkan berbagai dinamika kepribadian yang kompleks dan terklasifikasi. Hal ini tentu saja merupakan hal yang sangat menguntungkan dan memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian Big Five Inventory maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer . Padahal banyak hal yang mampu diprediksi dengan alat tes Big Five Inventory. Mengingat banyak aspek yang dapat diprediksi dengan Big Five Inventory, maka pengembangan alat tersebut di Indonesia perlu dilakukan Mastuti, 2005. Seperti yang telah dikemukakan pada penjelasan sebelumnya bahwa administrasi tes yang tidak standar memiliki kemungkinan untuk menghasilkan hasil tes yang tidak sesuai dengan atribut psikologis yang hendak diukur. Begitu Universitas Sumatera Utara juga pada administrasi Big Five Inventory. Pemberian Administrasi yang tidak standar akan berpengaruh terhadap respon yang diberikan oleh peserta tes, karena pada dasarnya respon yang diberikan oleh peserta tes atau testee akan dikonversi menjadi skor dan kemudian diinterpretasikan dan diklasifikasikan pada tipe kepribadian tertentu sesuai dengan skor yang ada. Administrasi yang tidak standar akan menciptakan kemungkinan testee memberikan respon yang tidak sesuai dengan dirinya sehingga testee tersebut dapat diklasifikasikan kepada tipe kepribadian tertentu dengan tidak tepat. Oleh karena itu pengadministrsian yang standar menjadi hal yang sangat penting dan harus senantiasa dijaga. Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran mengenai pentingnya administrasi tes Psikologi yang terstandar demi mencapai kesempurnaan dan keobjektifan dalam setiap pelaksanaan tes Psikologi. Penelitian dengan menggunakan Big Five Inventory ini tentu saja juga diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk penelitian yang dapat digunakan dalam pengembangan alat ukur psikologi dalam hal ini adalah Big Five Inventory Berdasarkan seluruh pemaparan yang telah dikemukakan, kemudian membuat peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pemberian administrasi tes yang tidak standar terhadap hasil tes yang dilakukan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan Big Five Inventory sebagai alat tes.

B. Rumusan Masalah