Hambatan Dalam Pencairan Utang Pajak

menjadi 15 lembar yang nilai keseluruhannya adalah Rp. 3.838.500.089, dan pada tahun 2014 lembar dari SPMP meningkat menjadi 33 lembar, yang nilai keseluruhannya adalah Rp. 22.670.976.263. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Tahun Triwulan Lembar Surat Nilai Tunggakan 2012 Triwulan I 3 1.041.983.603 Triwulan II 2 208.396.720 Triwulan III 2 297.709.600 Triwulan IV 13 8.375.563.440 Total 20 9.923.653.363 2013 Triwulan I - Triwulan II 3 499.005.011 Triwulan III 5 1.420.245.003 Triwulan IV 7 1.919.250.075 Total 15 3.838.500.089 2014 Triwulan I 2 1.360.258.576 Triwulan II 10 6.801.292.879 Triwulan III 12 8.388.261.217 Triwulan IV 11 6.121.163.591 Total 35 22.670.976.263 sumber: Laporan Seksi Penagihan yang diolah oleh penulis

4.3 Hambatan Dalam Pencairan Utang Pajak

Dalam pelaksanaan tugasnya untuk menagih utang pajak, seksi penagihan KPP Medan Kota juga menghadapi kendala atau hambatan. Hambatan yang terjadi bisa muncul baik dari dalam maupun dari luar lingkungan KPP. Berikut peneliti akan membahas mengenai hambatan- hambatan yang dialami dalam penagihan utang pajak yang dialami oleh jurusita KPP Medan Kota. a. Hambatan dari luar eksternal Hambatan ini pada umumnya berasal dari Wajib Pajak WP yang tidak bekerja sama dengan baik dengan fiskus dimana mereka tidak meng-update informasi baik itu perubahan mengenai tempat tinggal, maupun nomor telepon yang dapat dihubungi sehingga jurusita tidak dapat menghubungi serta melaksanakan prosedur penagihan aktif karena tidak dapat menemukan alamat WP. Adanya sifat menutup diri dari WP demi menghindari penagihan pajak, seperti menutup-nutupi harta kekayaannya sehingga jurusita pajak kesulitan dalam melakukan perhitungan utang pajak serta tidak dapat melakukan penyitaan karena tidak jelasnya informasi mengenai harta dari WP yang menunggak pembayaran pajaknya. Yang terakhir adalah itikad tidak baik dari WP untuk menghalangi jurusita menyita hartanya baik oleh WP secara langsung ataupun menggunakan karyawannya jika WP merupakan WP Badan atau WP OPPT. b. Hambatan dari peraturan perundang-undangan yang ada Hambatan ini sering dialami oleh jurusita pajak dimana minimnya pengetahuan WP mengenai undang-undang pajak, bukan hanya karena minimnya sosialisasi akan undang-undang pajak tersebut, namun juga karena adanya suatu peraturan yang tidak dimengerti secara jelas dikarenakan kesenjangan antara peraturan yang sifatnya tertulis dengan pemahaman dari WP, atau memang peraturan tersebut yang sulit untuk dimengerti karena memiliki pengertian yang berbeda-beda menurut bahasa yang ada sehingga memunculkan sifat bias. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu cara untuk menapsirkan undang-undang tersebut secara jelas sehingga mampu mengatasi ketidakjelasan dan menyatukan pandangan tentang peraturan tersebut agar tidak lagi bias bagi WP. c. Hambatan dari dalam internal Hambatan ini muncul dari kuantitas jurusita yang ada pada KPP, pada umumnya setiap KPP memiliki 4-5 jurusita yang melaksanakan penagihan secara aktif, sedangkan WP Badan maupun WP Orang Pribadi jumlahnya jauh lebih besar. Hal ini menyulitkan jurusita dalam mengelola waktu untuk melakukan penagihan aktif yang efektif dan efisien, serta akan menyita banyak waktu dan memangkas waktu bekerja jurusita di KPP untuk meng-update serta mengolah data terbaru dari WP Badan dan WP Orang Pribadi.

4.4 Hasil Penelitian