Sistem Pemungutan Pajak Tarif Pajak

3. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Stelsel ini mengombinasikan kelebihan-kelebihan dari stelsel nyata dan stelsel anggapan. Dalam stelsel ini, besarnya pajak dihitung sesuai anggapan seperti pada stelsel anggapan, besarnya penghasilan dalam tahun berjalan dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pajak dapat dibayarkan pada awal tahun pajak. Akan tetapi pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan kenyataan yang harus dibayarkan. Apabila ternyata pajak yang dibayarkan kurang, maka wajib pajak harus menambahnya, dan apabila yang dibayarkan berlebih maka wajib pajak berhak untuk mengambil kelebihan tersebut.

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak yaitu : 1. Official Assessment System Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pemerintah petugas pajak untuk menentukan besarnya pajak terhutang wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini sudah tidak berlaku lagi setelah reformasi perpajakan pada tahun 1983. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah i pajak terhutang dihitung oleh petugas pajak, ii wajib pajak bersifat pasif, dan iii hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terhutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak. 2. Self Assessment System Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri, melaporkan sendiri, dan membayar sendiri pajak yang terhutang yang seharusnya dibayar. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah i pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak, ii wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar, dan iii pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap saat kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terhutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar. 3. With Holding System Sistem pengumutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalahwewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.

2.1.6 Tarif Pajak

Tarif pajak dibagi kedalam 4 jenis, yaitu: 1. Tarif proporsional atau sebanding, berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10 Jumlah Penjualan Tarif Pajak Rp. 500.000,- 10 Rp. 50.000,- Rp. 1.000.000,- 10 Rp. 100.000,- Rp. 5.000.000,- 10 Rp. 500.000,- Rp. 10.000.000,- 10 Rp. 1.000.000,- 2. Tarif tetap, berupa jumlah yang tetap sama terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh: Pajak materai atau bea materai yang besar tarifnya tidak berubah tetap dengan tarif senilai Rp. 3.000,- atau Rp. 6.000,-. 3. Tarif progresif, dimana persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Untuk Pajak Penghasilan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dikenakan tarif progresif yaitu; Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5 Diatas Rp. 50.000.000,- sd Rp. 250.000.000,- 15 Diatas Rp. 250.000.000,- sd Rp. 500.000.000,- 25 Diatas Rp. 500.000.000,- 30 4. Tarif degresif, dimana persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh: Untuk Pajak Penghasilan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dikenakan tarif degresif yaitu; Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 10.000.000,- 30 di atas Rp 10.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000,- 28 di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 100.000.000,- 26 di atas Rp 100.000.000,- 24

2.1.7 Pembayaran Pajak