Penjadwalan n Pekerjaan Terhadap m Mesin Seri

c. Misalkan keterlambatan pada posisi ke-i, maka periksa pekerjaan pertama yang memiliki waktu proses terpanjang, selanjutnya dikeluarkan dari urutan. Setelah dihitung jumlah tardiness dan kemudian kembali ke langkah 2. d. Masukkan semua pekerjaan yang telah dikeluarkan pada langkah 3 ke urutan terakhir. 3. Critical Ratio CR Aturan ini adalah aturan prioritas pengurutan pekerjaan yang bersifat dinamik, dimana prioritas utama pengerjaan tugas diberikan kepada tugas-tugas yang memiliki Critical Ratio yang paling kecil” 20 . remaining time lead now date date due CR remaining working remaining time CR   

3.7.2. Penjadwalan n Pekerjaan Terhadap m Mesin Seri

21 “Pada kondisi seperti ini, masing-masing pekerjaan tugas hanya dikerjakan oleh m mesin. Beberapa priority rules yang biasa digunakan dalam melakukan n pekerjaan terhadap m mesin antara lain adalah : 1. Waktu Proses Terpanjang Longest Processing Time Aturan ini bertujuan untuk meminimumkan makespan. Algoritmanya adalah sebagai berikut : 20 Integrated Production Control System Management Analysis Design; Hal. 316 21 Ibid; Hal. 316 Universitas Sumatera Utara a. Urutkan semua tugas menurut waktu proses terpanjang Longest Processing Time. Pekerjaan yang memiliki waktu yang terpanjang ditempatkan pada urutan pertama. b. Urutkan masing-masing tugas sesuai dengan waktu proses terpanjang pada masing-masing mesin sesuai dengan aturan waktu proses terpendek. c. Setelah semua tugas-tugas selesai diurutkan, balikkan urutannya pada masing-masing mesin sesuai dengan aturan waktu proses terpendek. Sebagai ilustrasi dari algoritma diatas, dapat dilihat pada contoh berikut ini, yang mana tugas-tugasnya telah diurutkan sesuai dengan aturan waktu proses terpanjang. Tugas i 4 5 2 1 8 9 3 7 6 10 Waktu proses t i 8 7 6 5 5 4 3 3 2 2 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 9 6 5 8 7 2 1 3 10 Mesin Waktu Gambar 3.4. Hasil Penjadwalan Setelah Langkah b Universitas Sumatera Utara Mesin 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 6 9 4 7 8 5 10 3 2 1 Waktu Gambar 3.5. Hasil Penjadwalan Setelah Langkah c 2. Slack Time Terkecil Least Slack Time Aturan ini digunakan untuk mengurangi tardiness pada m mesin pararel. Slack time tugas i didefenisikan sebagai waktu tersisa antara waktu proses tugas i dengan due date-nya. Jika penjadwalan dimulai pada saat t = 0,0, dan due date dinyatakan sebagai unit-unit waktu, maka slack time adalah due date dikurang dengan waktu proses. 3. Due Date Terkecil Earliest Due Date Inti dari aturan ini adalah mendahulukan tugas yang due date-nya kecil dan tujuannya adalah untuk mengurangi maksimum tardiness pada m mesin pararel. Algoritmanya adalah sebagai berikut : a. Urutkan tugas-tugas sesuai dengan aturan Earliest Due Date EDD. b. Jadwalkan masing-masing tugas tersebut sesuai denagan urutan pada mesin yang beban kerjanya kecil” 22 . 22 Ibid; Hal 317 Universitas Sumatera Utara Sebagai ilustrasi dari algoritma ini dapat dilihat pada contoh berikut ini : Tabel 3.2. Hasil Urutan-Urutan Tugas Setelah Langkah a Tugas i Waktu Proses T i Due date d i 6 10 1 7 2 8 5 4 3 9 2 2 5 3 6 5 7 8 3 4 5 7 8 8 9 10 11 12 14 15 Mesin 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 3 4 1 5 9 Waktu 6 7 8 2 10 Gambar 3.6. Hasil Penjadwalan Tugas-Tugas Setelah Langkah b 3.7.3. Penjadwalan n Pekerjaan Terhadap m Mesin Pararel 23 1. Jhonson`s Rule “Jhonson`s rule adalah suatu aturan meminimumkan makespan 2 mesin yang disusun pararel dan saat ini menjadi dasar teori penjadwalan. Permasalahan Jhonson diformulasikan dengan job j yang diproses pada 2 mesin dengan t j1 adalah waktu proses pada mesin 1 dan t j2 waktu proses pada mesin 2 Secara matematis permasalahan ini dirumuskan sebagai berikut : Job i mendahului Job j dalam suatu urutan yang optimum jika : Min {t

i,1

, t j2 }  {t i,2, t j1 } 23 Introduction to Sqeuncing and Scheduling; Hal. 412 Universitas Sumatera Utara Algoritma Jhonson`s Rule : a. Tentukanlah min i {t

i,2

, t

i,2

} b. Jika waktu proses minimum terdapat pada mesin pertama misal t

i,1

, tempatkan job tersebut pada awal deret penjadwalan. c. Bila waktu proses minimum didapat pada mesin kedua misal t

i,2

, job tersebut ditempatkan pada posisi akhir dari deret penjadwalan. d. Pindahkan job-job tersebut dari daftarnya dan susun dalam bentuk deret penjadwalan. Jika masih ada job yang tersisa ulangi kembali langkah 1, sebaliknya bila tidak ada lagi job yang tersisa berarti penjadwalan sudah selesai” 24 . Untuk mengilustrasikan algoritma ini perhatikan contoh berikut : Job j 1 2 3 4 5 t j1 3 5 1 6 7 t j2 6 2 2 6 5 Tabel 3.3. Urutan-Urutan Tugas Ilustrasi Algoritma Jhonson Stage Job-job terjadwal Tidak Minimum t ik Penugasan Jadwal Parsial 1 2 3 4 5 1,2,3,4,5 1,2,4,5 1,4,5 4,5 4 t 31 t 22 t 11 t 52 t 41 = t 42 3 = [1] 2 = [5] 1 = [2] 5 = [4] 4 = [3] 3 x x x x 3 x x x 2 3-1 x x 2 3-1 x 5-2 3-1-4-5-2 Tabel 3.3. di atas menunjukkan bagaimana menggunakan Algoritma Jhonson dalam mencari urutan yang optimal dalam penjadwalan 5 job dan 2 mesin. Setelah mengikuti langkah-langkah yang telah disebutkan di atas diperoleh urutan yang optimal untuk permasalah di atas adalah 3-1-4-5-2. Makespan dari jadwal tersebut ialah 24. 24 Ibid; Hal. 412 Universitas Sumatera Utara Mesin 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 Waktu 18 20 22 24 3 1 4 5 2 3 1 4 5 2 Gambar 3.7. Hasil Penjadwalan Tugas-Tugas Setelah Langkah 2 2. Metode Campbell, Dudek and Smith CDS “Situasi flowshop secara umum, dimana semua pekerjaan harus melewati semua mesin pada pemesanan yang sama, metode algoritma heuristik selalu menyelesaikan prioritas pekerjaan berdasarkan total waktu proses yang tinggi dibandingkan total waktu proses yang rendah waktu penyelesaian yang kecil. Metode yang dikemukakan Campbell, Dudek, and Smith CDS adalah pengembangan dari aturan yang telah dikemukakan oleh Jhonson, dimana setiap pekerjaan atau tugas yang akan diselesaikan harus melewati proses masing- masing mesin yang diusahakan untuk mendapatkan harga makespan yang terkecil merupakan urutan pengerjaan tugas yang paling baik.” 25 .

3.8. Algoritma CDS Campbell, Dudek, and Smith

26 “Metode algoritma CDS ini adalah metode yang pertama kali ditemukan oleh Campbell, Dudek dan Smith pada tahun 1965, dimana untuk pengurutan n pekerjaan terhadap m mesin, CDS memutuskan untuk urutan yang pertama 25 Integrated Production Control System Management Analysis Design; Hal. 362 26 Ibid; Hal. 362 Universitas Sumatera Utara t i1 = t I,2 dan t

i,2

= t I,m , sebagai waktu proses pada mesin pertama dan mesin terakhir. Untuk urutan yang kedua dirumuskan dengan : t

i,1

= t

i,1

+ t

i,2

t

i,2

= t i,m + t i,m-1 Sebagai waktu proses pada dua mesin pertama dan dua mesin yang terakhir untuk urutan ke-K :         k k k m i i k k k i i t t t t 1 1 , 2 , 1 , 1 , Perhitungan metode Campbell, Dudek Smith CDS dengan algoritma dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut : a. Ambil urutan pertama k=1. Untuk seluruh tugas yang ada, carilah harga t

i,1

dan t

i,2

yang minimum, yang merupakan waktu proses pada mesin pertama dari kedua. b. Jika waktu minimum didapat pada mesin pertama misal t

i,1

, selanjutnya tempatkan tugas tersebut pada urutan awal bila waktu minimum di dapat pada mesin kedua misal t

i,2

, tugas tersebut ditempatkan pada urutan terakhir. c. Pindahkan tugas-tugas tersebut hanya dari daftarnya dan urutkan. Jika masih ada tugas yang tersisa ulangi kembali langkah 1, sebaliknya bila tidak ada lagi tugas yang tersisa, berarti pengurutan sudah selesai” 27 . 27 Ibid; Hal 362 Universitas Sumatera Utara Untuk mengilustrasikan algoritma ini dan mengembangkan metode perhitungan makespan untuk situasi m mesin yang disusun pararel, maka perhatikan contoh berikut ini : Tabel 3.4. Contoh Waktu Proses Pada 5 Pekerjaan 3 Mesin Waktu Proses Pada Mesin Jam Tugas i M1 M2 M3 1 2 3 4 5 3 2 4 5 1 3 1 3 3 8 4 6 5 2 5 Untuk K=1 dan K=2, maka nilai-nilai t

i,1

dan t

i,2

adalah : Tabel 3.5. Contoh Iterasi Untuk Waktu Proses Pada 5 Pekerjaan 3 Mesin k = 1 k =2 Tugas i t

i,1

t

i,2

t

i,1

t

i,2

1 2 3 4 5 3 2 4 5 1 4 6 5 2 5 6 3 7 8 9 7 7 8 5 13 Setelah melalui langkah 2, maka didapat urutan untuk setiap harga k yaitu untuk K =1 urutannya adalah 5-2-1-3-4, sedangkan untuk K = 2 urutannya adalah 2-1-3-5-4. Gambar 3.8. dan Gambar 3.9. dibawah ini menunjukkan ilustrasi dari penurutan penjadwalan dari K= 1 dan K = 2. Mesin 3 6 9 12 15 18 21 24 1 2 Waktu 27 30 3 5 2 1 3 4 5 2 1 3 4 5 2 1 3 4 Gambar 3.8. Hasil Pengurutan Tugas-Tugas Untuk K= 1 Universitas Sumatera Utara Mesin 3 6 9 12 15 18 21 24 1 2 Waktu 27 30 3 5 2 1 3 4 2 1 3 2 1 3 5 4 5 4 Gambar 3.9. Hasil pengurutan Tugas-Tugas Untuk K = 2 Dari kedua gambar pengurutan diatas dapat kita lihat bahwa untuk K =1 harga makespan-nya 31 jam dan untuk K =2 harga makespan-nya 27. Maka pengurutan yang digunakan adalah pengurutan yang menghasilkan harga makespan terkecil yaitu K= 2. Harga makespan untuk setiap sistem pengurutan adalah sama dengan waktu penyelesaian tugas akhir pada mesin yang terakhir. Dan completion time waktu penyelesaian tugas berakhir dengan jumlah waktu proses semua tugas pada mesin terakhir dengan semua periode idle yang terjadi pada mesin tersebut. Untuk menghitung makespan, pertama-tama kita harus menomori kembali tugas-tugas sesuai dengan posisinya dalam urutan. Dengan demikian tugas pertama dalam urutan ditandai dengan 1 dan tugas ke-i ditandai dengan i. Dalam Gambar 3.9 untuk K= 2, tugas pertama dalam urutan adalah tugas 2, dengan demikian 1 = 2. Dengan cara yang sama maka didapat 2 = 1, 3 = 3, 4 = 5, dan 5 = 4, idle time yang terjadi pada tugas ke i di mesin j ditunjukkan dengan I i,j . Di sini terjadi pengecualian yaitu I

i,1

= 0 untuk semua tugas, karena pada mesin 1 tidak akan pernah terjadi idle time. Idle time sisipan untuk tugas-tugas yang terdapat pada mesin 2 adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara I {i},2 = t {i},1 I {2},2 = max {0, t [1],1 + t [2],1 - t [3],1 – I [1],2 } I {2},2 = max {0, t [1],1 + t [2],1 - t [3],1 – t [1],2 - t [2],2 - I [1],2 - I [2],2 }                                i k i k i k k k i i I t t I 1 1 1 1 1 2 , 2 , 1 , 2 , , max Untuk mengilustrasikan rumus idle time sisipan diatas, di bawah ini ditunjukkan hasil perhitungan idle time sisipan untuk semua tugas pada penjadwalan K = 2 dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6. Ilustrasi Hasil Perhitungan IdleTime Sisipan untuk K=2 Waktu pada Mesin Posisi Deret i Nomor Tugas I Mesin 1 t

i,1

Mesin 2 t

i,2

Idletime Mesin 2 t

i,2

1 2 3 4 5 2 1 3 5 4 2 3 4 1 5 1 3 3 8 3 2 2 1 Total 18 5 I [1],2 = t [1],1 = 2 I [2],2 = max {0, t [1],1 + t [2],1 - t [3],1 – I [1],2 } = max {0, 2 + 3 – 1 – 2} = max {0,2} = 2 I [3],2 = max {0, 2 + 3 + 4 – 1 –3 – 2 – 2} = 1 I [4],2 = max {0, 2 + 3 + 4 + 6 – 1 –3 – 3 –2 –2 –1} = 0 I [5],2 = max {0, 2 + 3 + 4 + 6 + 1 – 3 – 3 – 4 – 2 – 2 – 1} = 0 Waktu penyelesaian completion time tugas terakhir pada mesin 2 sama dengan jumlah seluruh waktu proses pada mesin 2 ditambah dengan jumlah idle time sisipannya. Dengan demikian completion time-nya adalah 18 + 6 = 23 jam. Universitas Sumatera Utara Langkah berikutnya dalam perhitungan makespan untuk m mesin adalah menghitung idle time sisipan mesin 3. Perhatikan kembali Gambar 3.9 diatas untuk K=2 pada mesin kedua. Di sini dianggap bahwa waktu proses setiap tugas pada mesin 2 sama dengan waktu proses yang sebenarnya ditambah dengan idle sisipannya pada mesin 3, yaitu sebagai berikut: I [1],2 = t [1],1 + I [i],2 I [1],3 = t new [1],2 I [2],3 = max {0, t new [1],2 + t new [2],2 – t [1],3 – I [1],3 } I [i],2 = max                             1 1 3 , 1 1 3 , 1 2 , , i k k t k k i k new k I t Untuk mengilustrasikan langkah perhitungan ini, Tabel 3.7. dibawah ini menunjukkan perhitungan idle sisipan pada mesin 3 untuk K = 2. Tabel 3.7. Ilustrasi Perhitungan IdleTime Sisipan K=2 Pada Mesin 3 Nomor tugas I Waktu Mesin 2 t

i,2

IdleTime Mesin 2 I

i,2

Waktu Baru Mesin 2 t

i,2

Waktu Mesin 3 t

i,3

IdleTime I i 2 1 3 5 4 1 3 3 8 3 2 2 1 3 5 4 8 3 6 4 5 5 2 3 2 Total 5 23 22 5 I [1],3 = t new [1],2 = 3 I [2],3 = max {0,3 + 5 – 6 – 3} = 0 I [3],3 = max {0,3 + 5 + 4 – 6 – 4 – 3 – 0} = 0 I [4],3 = max {0,3 + 5 + 4 + 8 – 6 – 4 – 5 – 3 – 0 – 0} = 2 I [5],3 = max {0,3 + 5 + 4 + 8 + 3 – 6 – 4 – 5 – 5 – 3 – 0 – 0 – 2} = 0 Universitas Sumatera Utara Pada tabel 3.7. diatas dapat dilihat bahwa waktu tugas terakhir pada mesin 3 sama dengan jumlah kolom t

i,3

dan I

i,3

yang totalnya adalah 27 jam. Dengan demikian harga makespan untuk situasi 3 mesin di atas adalah 27 jam. Secara umum rumus mesin ke-j dalam sistem m mesin yang disusun pararel adalah sebagai berikut :                                                                     n i m i n i m i m n n t j i n i j i j i i k j k i k j k i k j k j i i j i i j i i j i I t s M F S M I t I I t t I I t t 1 , 1 , , 1 , 1 , , 1 1 , 1 1 1 1 , , , , , , , max 3.9.Metode Palmer Model Heuristik Slope Index 28 D.S. Palmer mengembangkan teknik penjadwalan berdasarkan slope index yang diurutkan secara menurun. Palmer berprinsip bahwa prioritas pada job yang terkuat cenderung memajukan dari waktu terpendek sampai waktu terpanjang dalam pengurutan operasi. Palmer mengusulkan perhitungan slope index S j untuk setiap job.     1 2 2 , 1 , , 1 3 .......... 5 3 1 j j m j m j m j j t m t m t m t m t m S             Jadwal permutasi dibentuk dengan menggunakan pengorderan job : 2 1 ......... n S S S    28 Ibid, Hal 328 Universitas Sumatera Utara Dengan rumus slope : jk M k j t M k S      1 2 1 2 Dimana : M = Jumlah mesin S j = slope index pekerjaan j t jk = waktu proses pekerjaan ke j pada mesin ke k contoh : masalah N jobM mesin cara Palmer Berdasarkan kasus yang sama untuk masalah N jobM mesin, maka diperoleh data seperti berikut : Tabel 3.8. Data Waktu Proses Mesin Job 1 2 3 4 1 2 3 4 5 2 3 5 2 1 5 8 7 3 3 6 4 3 4 5 1 2 1 5 7 Dengan rumus :      M k jk j t M k S 1 2 1 2 Maka diperoleh hasil slope dari masing-masing job sebagai berikut : S 1 = -322 + -125 + 126 + 321 = -22 S 2 = -323 + -128 + 124 + 322 = -72 S 3 = -325 + -127 + 123 + 321 = -162 S 4 = -322 + -123 + 124 + 325 = 102 S 5 = -321 + -123 + 125 + 327 = 202 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya urutan job dipilih berdasarkan nilai slope yang diurut secara menurun hasilnya seperti berikut ini : S 5 , S 4 , S 1 , S 2 , S 3 . Jadi urutan job adalah job 5, 4, 1, 2, 3, dengan makespan = 31.

3.10. Pemilihan Alternatif Penjadwalan

Pengambilan keputusan penjadwalan operasi harus didasarkan atas kriteria mana yang dipentingkan. Terdapat 5 kriteria dalam pengambilan keputusan penjadwalan pada perusahaan manufakturing, yaitu : - Mengacu pada minimisasi idle time. - Minimisasi total waktu set-up. - Minimisasi work in process inventory. - Maksimisasi utilitas mesin. Penentuan jadwal yang memenuhi seluruh kriteria di atas sangat sulit. Untuk menyederhanakan masalah, digunakan suatu kriteria yang dapat mewakili dari beberapa kriteria di atas. Kriteria tersebut adalah minimisasi makespan, yaitu meminimumkan panjang waktu keseluruhan operasi dalam proses secara lengkap. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Penentuan Waktu Standar

1 Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu standar penyelesaian pekerjaan, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Sistem kerja yang terbaik adalah sistem kerja yang memiliki efisiensi dan produktifitas setinggi-tingginya. Cara-cara pengukuran untuk mendapatkan sistem kerja terbaik ini dilakukan dengan suatu teknik yang disebut pengukuran kerja. Bagian ini berisi pengukuran waktu, tenaga dan akibat-akibat sosiologis dan psikologis. Tetapi mengingat keterbatasan waktu tenaga dan biaya, maka dalam penyusunan laporan karya akhir ini pembahasan tentang pengukuran kerja dan sistem kerja ini tidak dilakukan. Sehingga waktu kerja yang diperoleh adalah waktu kerja yang dihasilkan oleh sistem kerja yang ada saat ini. Penentuan waktu standar dilakukan secara sistematis seperti yang akan diuraikan berikut ini dan skemanya dapat dilihat pada Gambar 3.1. 1 Ergonomi Studi Gerak Dan Waktu; Hal 127-189 Universitas Sumatera Utara Pengukuran pendahuluan Waktu rata-rata Waktu normal Waktu standar Jumlah pengamatan N’ Peta kontrol Rating factor Allowance Gambar 3.1. Langkah-Langkah Penentuan Waktu Standar 1. Pengamatan Pendahuluan Tujuan pengamatan pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran yang harus dilakukan pada tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan yang diinginkan. Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah dalam pengamatan pendahuluan : a. Memilih Memilih pekerja, jenis pekerjaan atau mesin yang akan diteliti. Seperti pada metode penelitian lain, langkah pertama pada pengamatan pendahuluan penelitian waktu adalah memilih pekerjaan yang akan diteliti. Ada beberapa alasan mengapa pekerjaan tertentu harus dipilih, yaitu : - Pekerjaan bersangkutan baru dan belum pernah diselenggarakan sebelumnya. Universitas Sumatera Utara - Telah diadakan perubahan bahan atau metode pelaksanaan lalu diperlukan waktu standard yang baru. b. Mencatat Mencatat semua keterangan yang berhubungan dengan keadaan lingkungan tempat pekerjaan, metode serta unsur kegiatan di dalamnya, juga elemen-elemen kerja yang akan diamati, jumlah operator dan jumlah mesin yang akan diamati. c. Memeriksa Memeriksa dengan seksama keterangan yang dicatat itu serta perinciannya untuk menjamin bahwa metode serta gerak yang paling efektif digunakan dan unsur yang tidak produktif serta asing dipisahkan dari unsur produktif. d. Mengukur Mengukur jumlah pekerja yang terlibat dalam masing-masing unsur dalam bilangan waktu dengan menggunakan teknik pengukuran kerja yang cocok. e. Menentukan Waktu Siklus Mengukur dan menentukan waktu siklus dari suatu elemen kerja yang akan diamati. f. Menyusun Menyusun standard operasi yang termasuk juga kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah, keperluan pribadi, hal-hal tak terduga dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara g. Merumuskan Merumuskan secara tepat rangkaian kegiatan dan metode operasi yang waktunya telah ditetapkan itu dan umumnya waktu itu sebagai standard untuk kegiatan yang metode kerjanya telah diperincikan. h. Pemberitahuan dan Pendekatan Terhadap Pekerja Kebanyakan pekerja akan menjadi gugup dan banyak melakukan kesalahan dalam bekerja apabila diamati, oleh karena itu sebaiknya peneliti memberitahukan terlebih dahulu kepada para pekerja bahwa mereka akan diamati dan melakukan pendekatan agar para pekerja tidak gugup dalam melaksanakan pekerjaan sehingga hasilnya dapat mempengaruhi data Tempat berdiri dari peneliti dalam berhubungan dengan pekerja adalah penting. Peneliti harus menempatkan diri sedemikian rupa sehingga dapat melihat segala sesuatu yang dilakukan pekerja khususnya gerak tangan, tanpa menghambat atau mengalihkan perhatian pekerja. Tempat pengamatan tenaga peneliti tergantung pada jenis pekerjaan yang diteliti, tetapi tempat umumnya dianjurkan ialah disebelah pekerja, atau kira-kira sejauh 2 meter dari pekerja. i. Melatih Pekerja Apabila waktu memungkinkan maka sebaiknya pekerja yang diamati harus dilatih terlebih dahulu, sehingga pada saat diamati pekerja dalam keadaan normal atau steady state, sehingga tidak mempengaruhi data waktu yang diukur. Universitas Sumatera Utara j. Mempersiapkan Peralatan Langkah terakhir pengamatan pendahuluan sebelum peneliti melakukan pengukuran waktu adalah mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam melakukan pengukuran waktu, seperti stopwatch, jam tangan, pensil, papan sebagai alas tulis, dan form-form atau tabel-tabel yang digunakan untuk menuliskan data waktu yang diukur. Semua langkah yang diutarakan diatas hanya perlu dilakukan bila standard waktu telah diumumkan. Apabila pengukuran kerja hanya digunakan sebagai alat untuk menyelidiki waktu tidak efektif sebelum dan selama penelitian untuk mengadakan pemilihan metode, maka hanya empat langkah pertama yang diperlukan. Langkah serta teknik yang diperlukan dalam hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.2. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.2. Prosedur Pengamatan Pendahuluan 1. Penetapan Jumlah Pengamatan 2 Penetapan jumlah pengamatan yang dibutuhkan dalam aktivitas stop watch time study selama ini dikenal lewat formulasi-formulasi tertentu dengan 2 Ibid; Hal. 186-187 Universitas Sumatera Utara mempertimbangkan tingkat kepercayaan convidence level dan derajat ketelitian degree of accuracyprecision yang diinginkan. Cara penetapan dengan prosedur formulasi tersebut membutuhkan analisis perhitungan kuantitatif yang memerlukan waktu penyelesaian lama. Untuk itu diuraikan satu prosedur yang diintroduksi dan dikembangkan pertama kali oleh The Maytag Company. Untuk membuat estimasi mengenai jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan, maka The Maytag Company telah mencoba memperkenalkan prosedur sebagai berikut : 1. Laksanakan pengamatanpengukuran awal dari elemen kegiatan yang ingin diukur waktunya dengan ketentuan sebagai berikut : a. 10 kali pengamatan untuk kegiatan yang berlangsung dalam siklus sekitar 2 menit atau lebih. 2. Tentukan nilai range, yaitu perbedaan nilai terbesar H dan nilai terkecil L dari hasil pengamatan yang diperoleh. 3. Tentukan harga rata-rata average atau µ yang merupakan jumlah hasil waktu data pengamatan yang diperoleh dibagi dengan banyaknya pengamatan N yang telah dilaksanakan. Harga N di sini seperti yang telah ditetapkan sebelumnya berkisar antara 1 atau 10 kali pengamatan. Harga rata-rata tersebut secara kasar bisa didekati dengan cara menjumlahkan nilai data yang tertinggi dan data yang terendah dibagi dengan 2, atau H + L2. 4. Tentukan nilai daripada range dibagi dengan harga rata-rata. Nilai tersebut bisa diformulasikan sebagai Rµ. Universitas Sumatera Utara 5. Tentukan jumlah pengamatan yang diperlukan atau seharusnya dilaksanakan dengan menggunakan tabel 3.1 berikut. Cari nilai Rµ yang sesuai dan kemudian dari kolom untuk sample size yang diambil 5 atau 10 akan bisa diketahui berapa jumlah pengamatan N yang diperlukan. Tabel tersebut berlaku untuk kondisi 95 convidence level dan 5 degree of accuracy. 6. Apabila harga Rµ tidak bisa dijumpai persis sama seperti yang tertera dalam tabel yang ada, maka dalam hal ini bisa diambil harga yang paling mendekati. Berdasarkan nilai yang diketemukan, kemudian dilaksanakan evaluasi dan tambahan pengamatan bilamana ternyata hasil yang diperoleh lebih besar dari pengamatan yang telah dilaksanakan. Rumus The Maytag Company, yaitu : 2 L H L H R     Tabel 3.1 Jumlah Pengamatan yang Diperlukan N untuk 95 Convidence Level dan 5 Degree of Accuracy Precision Jumlah pengamatan buah Jumlah pengamatan buah Jumlah pengamatan buah Indeks Pengukuran Rµ 5 10 Indeks Pengukuran Rµ 5 10 Indeks Pengukuran Rµ 5 10 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20 0,22 0,24 0,26 0,28 0,30 0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 3 4 6 8 10 12 14 17 20 23 27 30 34 38 43 47 2 2 3 4 6 7 8 10 11 13 15 17 20 22 24 27 0,42 0,44 0,46 0,48 0,50 0,52 0,54 0,56 0,58 0,60 0,62 0,64 0,66 0,68 0,70 0,72 52 57 63 68 74 80 86 93 100 107 114 121 129 137 145 153 30 33 36 39 42 46 49 53 57 61 65 74 74 78 83 88 0,74 0,76 0,78 0,80 0,82 0,84 0,86 0,88 0,90 0,92 0,94 0,96 0,98 1,00 162 171 180 190 199 209 218 229 239 250 261 273 284 296 93 98 103 108 113 119 125 131 138 143 19 156 162 169 Sumber : The Maytag Company Keterangan : R : Range Data terbesar-data terkecil , µ : harga rata-rata average, Rµ: Indeks Pengukuran Universitas Sumatera Utara 2. Uji Kecukupan Data “Dalam hal pengujian kecukupan data pengamatan, diperlukan penentuan tingkat ketelitian dalam penelitian ini ditentukan tingkat ketelitian 5 dan tingkat kepercayaan 95, dengan pengertian bahwa dari 100 jumlah populasi data terdapat 5 galat atau kesalahan pada data dan 95 dari data dianggap representative atau mewakili data yang lainnya ” 3 Langkah pertama adalah cari nilai x , dimana x adalah harga rata-rata sebenarnya dari waktu penyelesaian yang dirumuskan dengan : N x x i   Dengan : i x = harga-harga waktu penyelesaian yang tercatat dalam pengukuran. N = banyaknya pengukuran yang telah dilakukan. x  = standar deviasi distribusi harga rata-rata sampel waktu penyelesaian yang diukur besarnya :   1     n X X i  N` = banyaknya pengukuran yang diperlukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan tersebut. Sehingga :   2 2 2 40 `                i i i x x x N N 3 Ibid; Hal. 273 Universitas Sumatera Utara 3. Uji Keseragaman Data “Untuk mendapatkan informasi apakah proses pengumpulan data hasil pengukuran waktu memenuhi spesifikasi, maka diteliti dengan peta kontrol. Jika diinginkan peluang dalam kontrol sebesar 95, maka batas kontrol atas BKA dan batas kontrol bawah BKB, serta garis tengah GT” 4 adalah : BKA =  3  x GT = N x x i   BKB =  3  x 4. Waktu Rata-Rata 5 Apabila uji keseragaman data telah dipenuhi dan jumlah data yang dibutuhkan pada tingkat ketelitian dan kepercayaan diperoleh, dapat ditentukan waktu rata-rata. Ada dua cara dalam menentukan waktu rata-rata ini, yaitu melalui perhitungan waktu rata-rata average, merupakan rata-rata dari harga masing- masing elemen kegiatan, dan cara yang lain adalah modal method yakni nilai waktu yang paling sering muncul dalam data. Dengan menggunakan perhitungan waktu rata-rata, rumus menentukan waktu rata-rata adalah : X = N x i  Dimana : X = waktu rata-rata = jumlah seluruh data  i x N = jumlah pengamatan 4 Ibid; Hal. 430 4 Ibid; Hal. 200 Universitas Sumatera Utara 5. Rating Factor 6 Dalam kenyataannya apabila seorang pekerja melakukan pekerjaan yang sama dengan metode yang sama, hasil pekerjaan yang mereka peroleh cenderung tidak sama. Hal ini disebabkan perbedaan-perbedaan yang ada pada setiap individu baik kemampuan fisik, pendidikan, kemauan dan bakat untuk suatu jenis pekerjaan tertentu atau faktor lainnya. Selama pengukuran berlangsung, peneliti harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran bisa saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-oleh diburu waktu atau karena kesulitan-kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti itu sering mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu lamanya waktu penyelesaiannya. Rating factor diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk mendapatkan waktu yang wajar. Dalam tugas akademis ini, sistem rating yang digunakan adalah Westinghouse System of Rating. Cara ini mengarahkan penilaian terhadap empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu : keterampilan skill, usaha effort, kondisi kerja condition, dan konsistensi consistency. Keempat faktor di atas diklasifikasikan lagi masing- masing atas enam kelas yang terlihat dalam Lampiran IV-1 sampai Lampiran IV-4. 6 Ergonomi Studi Gerak dan Waktu; Hal. 197 Universitas Sumatera Utara 6. Waktu Normal 7 Setelah waktu terpilih WT diperoleh, maka selanjutnya ditentukan waktu normalnya WN dengan mengalikan WT dengan suatu rating factor yang dirumuskan sebagai : WN = WT x 1+p Dimana : WN = waktu normal. WT = waktu terpilih p = factor Westinghouse 7. Allowance 8 Allowance adalah penambahan terhadap waktu normal yang telah didapatkan. Allowance diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue keletihan dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindari. Penentuan besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dapat dilihat pada Lampiran IV-1 sampai Lampiran IV-4. 8. Waktu Standar 9 Waktu standar suatu pekerjaan ditentukan dengan jalan mengukur waktu normal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan ditambah dengan allowance untuk kepentingan pribadi, kelelahan dan hal-hal yang tidak dapat dihindari. 7 Ibid; Hal. 200 8 Ibid; Hal. 201 9 Ibid; Hal 202 Universitas Sumatera Utara Waktu standar WS diperoleh dengan rumus : WS = WN x [100100 – Allowance] Dimana : WS = waktu standar. WN = waktu normal. Allowance = Kelonggaran dalam

3.2. Pengertian Penjadwalan

10 Pengertian penjadwalan secara umum dapat diartikan seperti : “ Scheduling is the allocation of resources overtime to perform collection of risk” 11 , yang artinya penjadwalan adalah pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan. Permasalahan muncul apabila pada tahapan operasi tertentu beberapa atau seluruh pekerjaan itu membutuhkan stasiun kerja yang sama. Dengan dilakukannya pengurutan pekerjaan ini unit-unit produksi resources dapat dimanfaatkan secara optimum. Pemanfaatan ini antara lain dilakukan dengan jalan meningkatkan utilitas unit-unit produksi melalui usaha- usaha mereduksi waktu menganggur idle time dari unit-unit yang bersangkutan. Pemanfaatan lainnya dapat juga dilakukan dengan cara meminimumkan in-process inventory melalui reduksi terhadap waktu rata-rata pekerjaan yang menunggu antri dalam baris antrian pada unit-unit produksi. Pengertian penjadwalan diatas tidak terbatas hanya untuk penjadwalan mesin saja sebagai faktor utama dalam penentuan penjadwalan tetapi meliputi 10 Introduction to Sqeuncing and Scheduling; Hal. 2 11 Ibid; Hal. 2 Universitas Sumatera Utara unit-unit produksi resources yang berkaitan langsung pada proses produksi, seperti yang dikemukakan berikut ini : “……. each activity requires certain amounts of specified resources for a specified time called the process time. Resources also have elementary parts called machine, cells, transport, delay and so on” 12 , yang artinya setiap aktivitas yang diminta pada jenis sumber daya untuk sebuah waktu yang disebut waktu proses. Sumber daya juga memiliki bagian- bagian yang disebut mesin, sel, transportasi, penundaan dan sebagainya. hal ini menunjukkan bahwa penjadwalan tidak hanya terbatas pada mesin saja tetapi setiap elemen kerja yang membutuhkan waktu. Untuk dapat mencapai tujuan di atas, dilakukan melalui pengurutan pekerjaan pada proses produksi. Pada kenyataannya, seringkali masalah yang dihadapi bersifat kompleks, sehingga sulit untuk melakukan pendekatan optimal. Dalam keadaan ini, pendekatan tidak menjamin penyelesaian yang optimum. Secara garis besar, pengurutan pekerjaan pada mesin terdiri atas 2 jenis : 1. Pengurutan n pekerjaan terhadap 1 mesin. 2. Pengurutan n pekerjaan terhadap m mesin. Pengurutan n pekerjaan terhadap m mesin juga terdiri atas dua jenis, disesuaikan dengan kondisi permasalahan, yaitu : 1. m mesin pararel, maksudnya masing-masing pekerjaan job diproses pada 1 mesin yang disusun secara pararel. 2. m mesin seri, maksudnya masing-masing pekerjaan harus melewati masing- masing mesin. 12 A Heuristic Algorithm for the m-Machine n-Job Flow-Shop Sqeuncing Problem; Hal. 6 Universitas Sumatera Utara

3.3. Teori Penjadwalan

13 Salah satu masalah yang cukup penting dalam sistem produksi adalah bagaimana melakukan pengaturan dan penjadwalan pekerjaan jobs, agar pesanan dapat selesai sesuai dengan kontrak. Di samping itu sumber-sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan di atas adalah melakukan penjadwalan proses produksi yang terencana. Penjadwalan proses produksi yang baik dapat mengurangi waktu mengganggur idle time pada unit-unit produksi dan meminimumkan barang yang sedang dalam proses work in process. Penjadwalan scheduling menurut Conway adalah pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh yang dikerjakan oleh beberapa buah mesin. Sedangkan menurut Kenneth R. Baker, penjadwalan didefenisikan sebagai proses penggalokasian sumber untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian masalah penjadwalan senantiasa melibatkan pengerjaan sejumlah komponen yang sering disebut dengan istilah job. Job sendiri masih merupakan komposisi dari sejumlah elemen-elemen dasar yang disebut dengan aktivitas atau operasi. Tiap aktivitas atau operasi ini membutuhkan alokasi sumber daya tertentu selama periode waktu tertentu yang sering disebut dengan waktu proses. Selain itu sumber daya yang dimaksud juga meliputi elemen-elemen lain seperti mesin, transportasi, waktu tunggu, dan lain-lain. 13 Introduction to Sequencing and Scheduling, Hal. 2-4 Universitas Sumatera Utara Dari defenisi di atas, maka terdapat dua elemen penting dalam proses penjadwalan, yakni urutan sequence job yang memberikan solusi optimal dan pengalokasian sumber daya resources. Karakteristik sumber daya yang dibicarakan adalah kapasitas kualitatif dan kuantitatif, yakni jenis apa dan jumlah berapa sumber daya yang dimiliki. Pekerjaan job order yang diterima diuraikan dalam bentuk kebutuhan akan sumber daya, waktu proses, waktu dimulai dan waktu berakhirnya proses. Masalah penjadwalan sebenarnya masalah murni pengalokasian dan dengan bantuan model matematis akan dapat ditentukan solusi optimal. Model- model penjadwalan akan memberikan rumusan masalah yang sistematik berikut dengan solusi yang diharapkan. Sebagai alat bantu yang digunakan dalam menyelesaikan masalah penjadwalan dikenal satu model yang sederhana dan umum digunakan secara luas yakni peta Gantt Gantt chart. Gantt Chart Gambar 3.3 merupakan grafik hubungan antara alokasi sumber daya dengan waktu. Pada sumbu vertikal digambarkan jenis sumber daya yang digunakan dan sumbu horizontal digambarkan satuan waktu. Gambar 3.3. Peta Gantt Gantt Chart Universitas Sumatera Utara Dari Gantt Chart kemudian ditentukan urutan sequence dari job yang memberikan kriteria penjadwalan terbaik, miaslnya waktu pemrosesan tersingkat, utilitas mesinperalatan tertinggi, idle time minimum, dan lain-lain.

3.4. Beberapa Jenis Model Penjadwalan

14 Ada beberapa jenis model penjadwalan yang sering digunakan dalam proses produksi berdasarkan beberapa keadaan, sebagai berikut : 1. Berdasarkan mesin yang digunakan dalam proses a. Penjadwalan mesin tunggal Penjadwalan mesin tungggal adalah merupakan salah satu model pengurutan job dimana job yang hendak diurutkan sedang menunggu untuk diproses pada sebuah mesin tunggal. Dalam hal ini keputusan untuk menentukan job mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan job mana yang mengikuti, merupakan masalah yang utama. b. Penjadwalan mesin jamak Bila serangkaian job hendak diproses pada beberapa mesin, baik seri, pararel, maupun kombinasinya, maka model yang demikian dinamakan penjadwalan mesin jamak. 14 Ibid. Hal, 6 Universitas Sumatera Utara 2. Berdasarkan pola aliran proses a. Penjadwalan flowshop Penjadwalan flow shop merupakan model penjadwalan yang lain dimana job-job yang akan diproses seluruhnya mengalir pada arahjalur produk yang sama. Dengan perkataan lain, job-job memiliki routing kerja sama. b. Penjadwalan job shop Dalam penjadwalan job shop, tiap job memiliki aliranrouting yang berbeda. Karena aliran kerja yang tidak searah ini, maka setiap job yang akan diproses pada satu mesin dapat merupakan job yang baru atau job dalam proses, dan job yang keluar dari suatu mesin dapat merupakan job tadi atau job dalam proses. 3. Berdasarkan pola kedatangan job a. Penjadwalan statis Penjadwalan statis mengandung pengertian bahwa job yang hendak diurutkan datang dan tiba pada satu mesin pada saat yang bersamaan serta siap dikerjakan pada mesin yang menganggur. b. Penjadwalan dinamis Penjadwalan dinamis merupakan model pengurutan serangkaian job yang saat kedatangannya tidak menentu. 4. Bedasarkan Karakteristik Informasi a. Deterministik Sifat informasi yang diterima relatif pasti dari sumbernya. Universitas Sumatera Utara b. Stokastik Sifat informasi yang diterima tidak pasti.

3.5. Beberapa Defenisi Dalam Penjadwalan

15 “Sebelum membahas teori yang berkenaan dengan penjadwalan yang akan dikerjakan pada mesin-mesin yang ada dalam sistem produksi, terlebih dahulu diberikan pengertian beberapa defenisi yang digunakan dalam penjadwalan mesin 1. Processing time t i Adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam waktu proses ini sudah termasuk waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan pengaturan set-up selama proses berlangsung. 2. Due-date d i Adalah batas waktu dimana operasi terakhir dari suatu pekerjaan harus selesai. 3. Slack time SL i Adalah waktu tersisa yang muncul akibat dari waktu prosesnya lebih kecil dari due-date-nya. SL i = d i – t i 4. Flow time F i Adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu pekerjaan dari saat pekerjaan tersebut masuk ke dalam suatu tahap proses sampai pekerjaan yang bersangkutan 15 Integrated Production Control System Management Analysis Design; Hal.299 Universitas Sumatera Utara selesai dikerjakan. Dengan kata lain, flow time adalah waktu proses ditambah dengan waktu menunggu sebelum diproses. 5. Lateness L i Adalah selisih antara Completion time C i dengan due-date-nya d i . Suatu pekerjaan memiliki lateness yang bernilai positif apabila pekerjaan tersebut diselesaikan setelah due date-nya, pekerjaan tersebut akan memiliki keterlambatan yang negatif. Sebaliknya jika pekerjaan diselesaikan setelah batas waktunya, pekerjaan tersebut memiliki keterlambatan yang positif. 6. Completion time C i Adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mulai dari saat tersedianya pekerjaan t = 0 sampai pada pekerjaan tersebut selesai dikerjakan. 7. Tardiness T i Adalah ukuran waktu terlambat yang bernilai positif jika suatu pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dari due-date-nya, pekerjaan tersebut akan memiliki keterlambatan yang negatif. Sebaliknya jika pekerjaan diselesaikan setelah batas waktunya, pekerjaan tersebut memiliki keterlambatan yang positif. 8. Makespan M Adalah total waktu penyelesaian pekerjaan-pekerjaan mulai dari urutan pertama yang dikerjakan pada mesin atau work center pertama sampai kepada urutan pekerjaan terakhir pada mesin atau work center terakhir” 16 . 16 Ibid; Hal. 299 Universitas Sumatera Utara

3.6. Kriteria Dalam Penjadwalan

17 Di dalam pengambilan keputusan tentang penjadwalan banyak kriteria yang ditampilkan sebagai evaluasi dari penjadwalan sejumlah job yang diproses di dalam sejumlah mesin yang merupakan fungsi dari sekumpulan waktu penyelesaian. Misalkan ada sebanyak n job yang akan dijadwalkan, maka kriteria penjadwalan dapat berupa : - Minimisasi waktu penyelesaian rata-rata mean flow time    n j j F n F 1 1 dimana j j j W t F   - Minimisasi mean lateness    n j j L n L 1 1 - Minimisasi Mean Tardiness    n j j T n T 1 1 dimana , j j L maks T  - Maksimisasi Tardiness max max 1 Tj n j T    - Maksimisasi keseluruhan waktu penyelesaian job yang ada maximum flow time max max 1 Fj n j F    17 Ibid, Hal. 12 Universitas Sumatera Utara -Minimisasi jumlah job yang terlambat number of tardy job  dimana :     1       j j j j T jika T T jika T      n j j T T N 1 -Maksimisasi utilitas rata-rata mesin U   m U U n j m    1 dimana max 1 F t U n j j m    Utilitas mesin U m merupakan rasio dari seluruh waktu proses yang dibebankan pada mesin dengan rentang waktu untuk menyelesaikan seluruh tugas pada mesin tersebut. Kriteria penjadwalan dapat pula dibagi berdasarkan waktu, ongkos maupun kombinasi dari keduanya. Berdasarkan waktu, maka kriteria ini dapat dibedakan atas minimisasi makespan dan pemenuhan due date. Makespan merupakan jangka waktu penyelesaian dalam suatu penjadwalan yang mana merupakan jumlah dari seluruh waktu proses. Due date, seperti yang telah diutarakan sebelumnya, merupakan batas waktu penyerahan produk oleh produsen yang ditetapkan oleh konsumen. Produsen selalu berusaha untuk memenuhi due date tersebut, terutama untuk produk-produk kritis, misalnya produk yang akan diproduksi lagi oleh perusahaan lain dan produsen bertindak sebagai supplier bagi perusahaan lain, maka keterlambatan yang terjadi akan menyebabkan idle bagi perusahaan lain dan ini akan berdampak negatif pada hilangnya kepercayaan perusahaan kepada produsen. Universitas Sumatera Utara Kriteria lain yang berkaitan dengan ongkos terutama ditujukan ke biaya produksi. Kriteria ini tidak memperhatikan kriteria waktu yang ada sehingga dengan suatu penjadwalan produksi tertentu diharapkan mendapatkan ongkos produksi yang minimal. Kriteria gabungan kombinasi merupakan jenis yang menggabungkan beberapa kriteria yang ada sehingga menjadi suatu model penjadwalan dengan multi-kriteria.

3.7. Jenis-Jenis Penjadwalan

18

3.7.1. Penjadwalan n Pekerjaan Terhadap 1 Mesin