1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular berbasis vektor menjadi salah satu masalah kesehatan bagi negara tropis. Indonesia merupakan salah satu
negarakepulauan yang terletak di garis khatulistiwa dengan iklim tropis. Dengan karakterisitik tersebutIndonesia memiliki potensi penyakit
menular berbasis vektor seperti demam berdarah dengue DBD Sumantri, 2010. Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular
berbahaya dengan penyebaran yang cepat serta dapat menimbulkan pendarahan hingga menyebabkan kematian bagi penderita CDC, 2009.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnyaKemenkes, 2010.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization WHO mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara WHO, 2009 dan Kemenkes, 2010.
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia 2013, Indonesia mengalami peningkatan jumlah kasus DBD pada tahun 2013 dibandingkan
tahun 2012 dari 90.245 kasus menjadi 112.511 kasus dengan Incidence Rate IRtahun 2012
– 2013 sebesar37,27 - 45,85 per 100.000. Salah satu provinsi yang mengalami peningkatan IR DBD adalah di Provinsi Banten
pada tahun
2013 mencapai
37,20 per
100.000 penduduk
2
dari tahun sebelumnya sebesar 32,69 per 100.000 pendudukProfil Kesehatan Indonesia 2012-2013.
Tangerang Selatan merupakan kota di Provinsi Banten yang endemis DBD. Pada tahun 2013 diketahui jumlah kasus DBD di Kota
Tangerang Selatan mengalami kenaikan sebanyak 985 kasus penderita IR= 67,8 per 100.000 penduduk dari tahun sebelumnya yakni 837 kasus
IR= 60 per 100.000 penduduk. Selain itu, terjadi peningkatan Case Fatality Rate CFR pada tahun 2013 yakni 0,77 dari tahun sebelumnya
0,59 Dinkes Tangerang Selatan, 2013. Dari tujuh kecamatan di Kota Tangerang Selatan terdapat tiga
kecamatan dengan kasus DBD tertinggi yakni Kecamatan Pamulang, Pondok Aren dan Ciputat. Pamulang menjadi kecamatan paling endemis
DBD di Tangerang Selatan yakni 190 kasus IR= 60,33 per 100.000 penduduk. Puskesmas Benda Baru menjadi puskesmas dengan kasus
DBD tertinggi di Kecamatan Pamulang dengan kasus mencapai 92 kasus IR= 82 per 100.000penduduk dan CFR sebesar 2,2 pada tahun 2013
Dinkes Tangerang Selatan, 2013. Akan tetapi, terjadi peningkatan jumlah kasus DBD pada tahun 2014 menjadi 148 kasus IR= 131,91 per
100.000penduduk Puskesmas Benda Baru, 2014. Menurut data laporan bulan Januari
– Juli 2015 Kelurahan Benda Baru merupakan daerah dengan IR DBD tertinggi pada wilayah kerja
Puskesmas Benda Baru yakni 57,12 per 100.000 pendudukPuskesmas Benda Baru, 2015. Kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Benda Baru
tidak disertai dengan rendahnya angka bebas jentik ABJ. Berdasarkan
profil Kesehatan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2013 diketahui bahwa ABJ di wilayah kerja Puskesmas Benda Baru 99 ≥ 95 . Hal
ini berarti terdapat kesenjangan antara jumlah kasus DBD yang tinggi dengan ABJ tinggi yang telah melebihi target ABJ Departemen Kesehatan
Indonesia. Kejadian DBD dipengaruhi oleh kepadatan populasi jentikAedes
aegypti. Keberadaanjentik vektor DBD sangat tergantung dari keberadaan tempat perindukan nyamuk breeding placesAedes aegyptiSari dan
Darnoto, 2012. Tempat potensial untuk perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah natural container tempat perindukan alami, seperti
lubang di pohon, batok kelapa, atau lubang breeding di batu dan artificial container tempat perindukan buatan seperti bak mandi, ember, kaleng
bekas, botol, drum, atau toples Trpis dkk, 1971 dan Ditjen P2PL, 2014.Berdasarkan penelitian Laila dkk 2014 diketahui bahwa sumur
natural container dan gentong artificial container merupakan tempat yang paling potensial dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Selain tempat perindukan nyamuk, perilaku masyarakat dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasanDBD juga berhubungan
dengan keberadaan jentikAedes aegypti Sari dan Darnoto, 2012.Perilaku masyarakat merupakan bentuk respon atau reaksi manusia, baik bersifat
pasif pengetahuan, persepsi, dan sikap, maupun bersifat aktif tindakan yang nyata atau practice. Respon yang aktif berpengaruh dalam
pencegahan DBD Suyasa dkk,2007.Khususnya, perilaku masyarakat sangat berkaitan erat dengan keberadaanjentik di rumahnya Yudhastuti
dkk, 2005.Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang membuktikan bahwa faktor perilaku berhubungan dengan keberadaan vektor DBD dan
keberadaan jentik vektor DBD Sari dan Darnoto, 2012. Dalam hal ini, perilaku
pemberantasan jentik
nyamuk DBD
dikenal dengan
pemberantasan sarang nyamuk PSN yang dilakukan dengan cara fisik seperti langkah 3M Mengubur, menguras dan menutup tempat
penampungan air, biologi dengan memelihara ikan pemakan jentik serta dengan cara kimia yakni menggunakan insektisida pembasmi jentik
larvasidaabate Depkes RI, 2005. Menurut Widagdo dkk 2008, Perilaku PSN memiliki hubungan yang bermakna dengan jumlah jentik di
tempat penampungan air. Penelitian lain juga membuktikan bahwa terdapat hubungan antara perilaku ibu dengan keberadaan jentik Aedes
aegypti Sari dan Kurniawan, 2012. Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa penting untuk
dilakukan penelitian di Kelurahan Benda Baru mengenai tempat perindukan nyamuk dan perilaku pemberantasan sarang nyamuk PSN
dengan keberadaan jentikAedes aegypti.
B. Rumusan Masalah