Siklus Hidup dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir Depkes RI, 2005.

3. Jangkauan Terbang

Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk keberadaan tempat bertelur dan darah sebagai makanan. Aedesaegypti dapat terbang di udara dengan kecepatan 5,4 kilometer perjam. Tetapi bila berlawanan angin kecepatannya turun mendekati nol. Jarakterbang Aedes aegypti berkisar antara 40 – 100 meter dari tempat perindukannya Soeroso, 2002. Walaupun demikian, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina dewasa menyebar lebih dari 400 meter untuk mencari tempat bertelur. Penyebaran pasif nyamuk Aedes aegypti dewasa dapat terjadi melalui telur dan jentik dalam wadah Depkes RI, 2004a.

B. Siklus Hidup dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup sempurna. Siklus hidup nyamuk ini terdiri dari empat fase, mulai dari telur, jentik, pupa dan kemudian menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi jentik. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan jentik yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana jentik memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 8 hingga 10 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Sumber : Depkes 2005 Gambar 1. Daur Hidup Nyamuk Aedes aegypti Berikut merupakan morfologi dari nyamuk Aedes aegypti:

1. Telur Aedes aegypti

Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm per butir. Ketika pertama kali dikeluarkan oleh induk nyamuk, telur Aedes aegypti berwarna putih dan lunak. Telur tersebut kemudian menjadi berwarna hitam dan keras. Telur tersebut berbentuk ovoid yang meruncing dan selalu diletakkan satu per satu. Induk nyamuk biasanya meletakkan telurnya di dinding tempat penampungan air, seperti gentong, lubang batu dan lubang pohon di atas garis air Depkes RI. 2004b.. Telur Aedes aegypti dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi hingga beberapa bulan. Jika tergenang dalam air, beberapa telur mungkin menetas dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mungkin membutuhkan waktu lama terbenam dalam air. Penetasan telur berlangsung dalambeberapa hari atau minggu. Telur- telur Aedes aegypti dapat berkembang pada habitat kontainer kecil yang rentan terhadap kekeringan. Telur Aedes aegypti paling banyak diletakkan pada ketinggian 1,5 cm diatas permukkan air, dan semakin tinggi dari permukaan air atau semakin mendekati permukaan air jumlahnya semakin sedikit Ditjen P2PL, 2014. Sumber : Departemen Kesehatan RI , 2014 Gambar 2. Telur Aedes aegypti

2. Jentik Aedes aegypti

JentikAedes aegypti memiliki sifon yang pendek, dan hanya ada sepasang sisik subsentral yang jaraknya lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon. Ciri-ciri tambahan yang membedakan jentik Aedes aegypti dengan genus lain adalah sekurang-kurangnya ada tiga pasang setae pada sirip ventral, antena tidak melekat penuh dan tidak ada setae yang besar pada toraks. Ciri ini dapat membedakan jentik Aedes aegypti dari umumnya genus Culicine,kecuali Haemagogus dari Amerika Selatan. JentikAedes aegypti. bergerak aktif, mengambil oksigen dari permukaan air dan makan pada dasar tempat perkembangbiakan Ditjen P2PL, 2014.. Ada empat tingkat instar jentik sesuai dengan pertumbuhan jentik tersebut, yaitu Ditjen PPM PLP, 1996: 1 Instar I : berukuran paling ksecil, yaitu 1-2 mm 2 Instar II : ukuran 2,5 – 3,8 mm 3 Instar II : lebih besar sedikit dari larva instar II 4 Instar IV : berukuran paling besar 5 mm Sumber : Departemen Kesehatan RI , 2014 Gambar 3. JentikAedes aegypti

3. Pupa Aedes aegypti

Stadium pupa atau kepompong merupakan fase akhir siklus nyamuk dalam lingkungan air. Stadium ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimumatau lebih panjang pada suhu rendah. Pada fase ini adalah periode waktu atau masa tidak makan dan sedikit bergerakDitjen P2PL, 2014. Pupa biasanya mengapung pada permukaan air di sudut atau tepi- tepi tempat perindukan.Ketika pertama kali muncul, pupa Aedes aegypti berwarna putih, akan tetapidalam waktu singkat pigmennya berubah. Pupa Aedes aegypti berbentuk komaDitjen PPM PLP, 1996. Sumber : Departemen Kesehatan RI , 2014 Gambar 4. Pupa Aedes aegypti

4. Aedes aegypti Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Pada umumnya, sisik-sisik pada tubuh nyamuk mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk- nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yangdiperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang. Aedes aegyptibentuk domestik lebih pucat dan hitam kecoklatanDitjen P2PL, 2014.

C. Tempat Perindukan Breeding Places Nyamuk Aedes Aegypti

Dokumen yang terkait

Hubungan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Dan Pelaksanaan 3m Plus Dengan Kejadian Penyakit Dbd Di Lingkungan XVIII KELURAHAN BINJAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

4 98 88

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

3 21 116

HUBUNGAN ANTARA PRAKTIK PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK AEDES AEGYPTI DI RW 7 KELURAHAN SUKOREJO KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

0 6 125

Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015

1 13 116

Hubungan antara Pengetahuan dan Praktik Ibu PKK tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti pada Tandon Air.

0 0 2

Hubungan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti di Kelurahan Jrakah Kecamatan Tugu Kota Semarang Tahun 2007 - UDiNus Repository

0 0 4

Hubungan antara Perilaku Masyarakat dalam Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Kelurahan Telaga Biru Banjarmasin 2006 - UDiNus Repository

0 0 2

HUBUNGAN PERILAKU (PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK) PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEBERADAAN JENTIK AEDES aegypti PADA TEMPAT PENAMPUNGAN AIR (TPA) DI RT02 II KELURAHAN TAMBAKAJI KOTA SEMARANG TAHUN 2006 - UDiNus Repository

0 0 3

Hubungan Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Vektor Chikungunya di Kampung Taratak Paneh Kota Padang

0 0 10

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MAHASISWA TENTANG PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) TERHADAP KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

0 0 5