4. Aedes aegypti Dewasa
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik
dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri
dari spesies ini. Pada umumnya, sisik-sisik pada tubuh nyamuk mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-
nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yangdiperoleh
nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal
ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri
ini dapat diamati dengan mata telanjang. Aedes aegyptibentuk domestik lebih pucat dan hitam kecoklatanDitjen P2PL, 2014.
C. Tempat Perindukan Breeding Places Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan di negara-negara yang terletak antara 35
Lintang Utara dan 35 Lintang Selatan pada temperatur udara paling rendah sekitar 10
C. Pada musim panas, spesies ini kadang-kadang ditemukan di daerah yang terletak
sampai sekitar 45 Lintang Selatan. Selain itu ketahanan spesies ini juga
tergantung pada ketinggian daerah yang bersangkutan dari permukaan laut. Biasanya spesies ini tidak ditemukan di daerah dengan ketinggian lebih
dari 1000 meter diatas permukaan laut. Dengan ciri highly anthropophilic dan kebiasaan hidup di dekat manusia. Aedes aegypti dewasa menyukai
tempat gelap yang tersembunyi di dalam rumah sebagai tempat beristirahatnya, nyamuk ini merupakan vektor efisien bagi arbovirus
Depkes RI, 2004b. Tempat
perkembangbiakan Aedes
aegypti adalah tempat penampungan air yang mengandung air jernih atau air yang sedikit
terkontaminasi. Aedes aegyptilebih menyukai tempat yang tidak terkena matahari langsung dan tidak dapat bertahan hidup pada tempat perindukan
yang berkontak langsung dengan tanahHasyimi, 2004. Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat
– tempat penampungan air bersih. Trpis et.al 1971 mengklasifikasikan
tempat perkembangbiakan Aedes aegypti yakni natural breeding places tempat perindukan nyamuk alamiah , seperti lubang di pohon, batok
kelapa, rumah siput, atau lubang breeding di batu dan artificial breeding places tempat perindukan nyamuk buatan seperti ember, kaleng bekas,
botol, drum, toples dll. Menurut Ditjen P2PL 2014, tempat perkembangbiakan breeding
places jentik Aedes aegypti dibedakan sebagai berikut : 1 Artificial Buatan
Tempat perkembangbiakan jentik buatan adalah tempat yang dibuat oleh manusia dimana dapat menampung air dan
jernih yang kemudian digunakan oleh nyamuk Aedes untuk berkembangbiak. Adapun contoh tempat perkembangbiakan
jentik buatan yakni bak mandi, ember, dispenser, kulkas, ban bekas, potvas bunga, kaleng, plastik, dan lain-lain.
2 Natural Alamiah Tempat perkembangbiakan jentik alamiah adalah
tempat yang dapat menampung air jernih dan telah tersedia di lingkungan pemukiman. Adapun contoh tempat berupa tempat
perindukan nyamuk pada tempat alami yakni tanaman yang dapat menampung air, ketiak daun, tempurung kelapa, lubang
bambu, ataupun pada pelepah daun.
1. Metode Survei Jentik
Metode yang di gunakan untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang dipilih secara acak
yang meliputi survei nyamuk, survei jentik, dan survey perangkap telur. Survei jentik dilakukan dengan cara Ditjen PPM PL, 1996:
a. Pemeriksaan terhadap semua tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa dengan mata telanjang untuk mengetahui
keberadaan jentik. b. Jika pada pemeriksaan pertama tempat perkembangbiakan yang
berukuran besar tidak terlihat jentik, tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa jentik tidak ada.
c. Untuk pemeriksaan jentik pada tempat perkembangbiakan yang kecil maka perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Apabila tempat perkembangbiakan nyamuk agak gelap ataupun air keruh maka dapat didukung dengan senter.
Dalam pelaksanaan survai jentik ada dua metode yakni Depkes RI, 2005:
a. Metode Single Survai Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik disetiap
tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi jenis jentik lebih lanjut.
e. Metode Visual Metode dilakukan dengan hanya dilihat dan dicatat ada
tidaknya jentik di dalam tempat penampungan air tidak dilakukan pengambilan dan pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan
pada survei lanjutan untuk memonitor indek-indek jentik.
2. Indeks Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Depkes RI 2005, untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu daerah seperti daerah
perimeter dan buffer pelabuhan dapat melalui survai terhadap stadium jentik atau dewasa, sebagai hasil survai tersebut di dapat indeks-indeks
Aedes aegypti yaitu: a. Angka Bebas Jentik ABJ
Angka Bebas Jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desakelurahan setiap 3 tiga bulan oleh
100 petugas puskesmas pada rumah
– rumah penduduk yang diperiksa secara.
ABJ= Jumlah rumahbangunan yang tidak ditemukan jentik x Jumlah rumahbangunan yang diperiksa
b. House Indeks HI Persentase antara rumah dimana ditemukan jentik terhadap rumah
yang diperiksa. HI = Jumlah rumah yang ditemukan jentik x 100
Jumlah rumah yang diperiksa c. Container Indeks CI
Persentase antara kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa.
CI = Jumlah kontainer yang positif jentik x100 Jumlah kontainer yang diperiksa
d. Breateu Indeks BI Jumlah kontainer yang positif per seratus rumah
BI = Jumlah kontainer yang positif jentik x 100 Jumlah rumah yang diperiksa
Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu daerah.Tidak ada teori yang pasti
Angka Bebas Jentik dan House Index yang dipakai sebagai standard, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House Index minimal 1 yang
berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positif tidak boleh melebihi 1 atau 99 rumah yang diperiksa jentiknya harus negatif.
Ukuran tersebut digunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian nyamuk penularan DBD Depkes RI, 1996.
D. Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN Aedes aegypti