3. Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi  pekerti  atau  kelakuan.  kata  akhlak  walaupun  teambil  dari  kata  bahasa
Arab yang biasa diartikan tabiat, perangai kebiasaan bahkan agama, namun kata  seperti  itu  tidak  dapat  ditemukan  dalam  Al-
Qur‟an.  Yang  ditemukan hanyalah  bentuk  tunggal  kata  tersebut  yaitu  khuluq  yang  tercantum  dalam
surah al-Qalam ayat 4. Bertitik  tolak  dari  pengetian  bahasa  di  atas,  yakni  akhlak  sebagai
kelakuan,  kita  selanjutnya  dapat  berkata  bahwa  akhlak  adalah  kelakuan manusia  sangat  beragam,  keragaman  tersebut  dapat  ditinjau  dari  berbagai
sudut,  antara  lain  kelakuan  yaang  berkaitan  dengan  baik  dan  buruk,  serta objeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditunjukkan.
Adapun yang tertulis dalam surah al-Muddatsir ayat  keenam ini Nabi Muhammad  dinjurkan  untuk  selalu  rendah  hati,  tidak  sombong  dalam
menjalankan  dakwahnya,  tidak  mengharap  imbalan  dalam  berbuat  kebaikan dan  jangan  menganggap  usahamu  dakwah  sebagai  suatu  anugrah  yang
dimiliki  oleh  manusia  melainkan  berupa  gaanjaran  dari  Allah  SWT  untuk dipertanggung jawabkan dalam menjalankan dakwahnya. Akhlak dalam ajaran
agama  tidak  dapat  disamakan  dengan  etika,  jika  etika  dibatasi  oleh  sopan- santun  antar  sesama  manusia,  serta  hanya  berkaitan  dengan  tingkah  laku
lahiriah.  Akhlak  lebih  luas  maknanya,  misalnya  yang  berkaitan  dengan  sikap bathin  maupun  pikiran.  Akhlak  diniah  agama  mencangkup  berbagai  aspek,
dimulai  dari  akhlak  terhadap  Allah  SWT,  hingga  kepada  sesama  makhluk
manusia,  binatang,  tumbuh-tumbuhan  dan  benda  yang  tak  bernyawa sekalipun. Berikut pemaparan sekilas beberapa akhlak islamiyah:
a. Akhlak terhadap Allah SWT.
Titik tolak akhlak tehadap Allah SWT adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT, Dia memiliki sifat-sifat terpuji
demikian agung sifat itu jangankan manusia malaikat pun tidak bisa menjangkau hakikat-Nya.
b. Akhlak terhadap sesama manusia.
Banyaak  sekali  rincian  yang  di  kemukakan  Al- Qur‟an  bekaitan  denan
perlakuan  terhadap  sesama  manusia.  Petunjuk  dalam  hal  ini  bukan  hanya dalam  bentuk  larangan  melakukan  hal-hal  negatif  seperti  membunuh,
menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga  sampai  kepada  menyakiti  hati  dengan  jalan  menceritakan  aib
seseorang  dibelakangnya,  tidak  peduli  aib  itu  benar  atau  salah,  walaupun sambil memberi materi kepada yang disakitinya itu.
c. Akhlak terhadap lingkungan
Yang  dimaksud  lingkunan  disini  adalah  segala  sesuatu  yang  berada disekitar  manusia,  baik  binatang,  tumbuh-tumbuhan  maupun  benda  yang
tak  bernyawa.  Pada  dasarnya,  akhlak  yang  diajarkan  Al- Qur‟an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia
terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam  pandangan  akhlak  Islam,  seseorang  tidak  dibenarkan mengambil  buah  sebelum  matang,  atau  memetik  bunga  sebelum  mekar,
karena  hal  ini  bearti  tidak  memberi  kesempatan  kepada  makhluk  untuk mencaapai  tujuan  penciptaannya.  Ini  berarti  manusia  dituntut  untuk
mampuh  menghormati  proses-proses  yang  sedang  berjalan,  dan  terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia
bertagung jawab, sehinga ia tidak melakukan pengrusakan, bahkan dengan kata  lain,
”  setiap  perusakan  terhadap  lingkungan  harus  dinilai  sebagai perusakan pada diri manusia sendiri”
Membentuk  bekal  spritualnya  dalam  artian  keimanannya,  karena kuat atau lemahnya iman seseorang dapat diukur dan diketahui dari prilaku
akhlaknya.  Dengan  iman  yang  kuat  mewujudkan  akhlak  yang  baik  dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk,
mudah  terkilir  pada  perbuatan  keji  yang  merugikan  dirinya  sendiri  dan orang lain.
4. Sabar