Ibadah kepada Allah SWT.

pemecahan mengenai problem yang dihadapi masyarakat, berdasarkan Al- Qur‟an meskipun al-Qir‟an tidak memberikan konsep prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai yang digariskannya. Baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Dalam hal ini, seorang da‟i tidak dapat berpegang hanya pada satu penafsiran ayat Al- Qur‟an saja. Tetapi ia harus dapat mengembangkan prinsip-prinsip yang ada dalam menjawab tantangan yang selalu berubah. Hal ini bukan berarti bahwa Al-Quran mengakui begitu saja dengan perkembangan masyarakat. Da‟i harus dapat memberikan petunjuk dan bimbingan yang mengarahkan perkembangan budaya modern atau tekhnologi yang canggih sekalipun 4 Adapun bekal yang harus dimiliki oleh da‟i yang tertulis dalam surah al-Muddaatsir ayat 1-7 menurut Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbahnya mencangkup empat hal sebagai berikut:

1. Ibadah kepada Allah SWT.

Perintah pertama yang harus dimiliki oleh da‟i adalah mengagungkan Allah SWT, dalam artian beribadah kepada Allah SWT. Ibadah itu beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Salah satu ragamnya yang paling jelas, adalah amalan tertentu yang ditetapkan cara atau kadarnya langsung dari Allah SWT maupun Rasulnya. Dan yang secara populer dikenal dengan istilah ibadah madhah. Sedangkan ibadah dalam pengertiannya yang umum, mencangkup segala macam aktivitasyang dilakukan demi karena Allah SWT. 4 M. Quraish Shihab, Membumikan Al- Qur‟an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, PT Mizan Pustaka, 2007 Sebagaimana telah dikemukakan, untuk dapat melaksanakan amanat dan kewajiban berdakwah, para da‟i membutuhkan persiapan-persiapan dan bekal perjalanan yang cukup, terutama persiapan dan bekal spritual rohani yang mantap. Untuk itu, sebelum melaksanakan tugas yang berat itu, para da‟i mempersiapkan diri, memperkuat jiwa dan mental mereka dengan Iman dan takwa kepada Allah SWT. iman, tak pelak lagi, merupakan bekal utama bagi para da‟i. sumber kekuatan da‟i berasal dari Allah SWT. ia tidak mungkin mengembangkan kekuatannya, kecuali dari kekuatan Allah. Penguasa atau orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi tidak mungkin membantu perjuangan da‟i tanpa dukungan dan pertolongan Allah SWT. Beka l da‟i ini dapat diupayakan melalui pemberdayaan ibadah. Keharusaan tentang pemberdayaan ibadah ini dengan jelas dapat dibaca dalam ayat-ayat pertama surah al-Muzammil. memperlihatkan lembaran sejarah dakwah Nabi, dimulai dengan seruan agung untuk melaksanakan tugas dakwah dan memberi gambaran tentang persiapan-persiapan rohani yang harus dilakukan oleh Nabi. Persiapan-persiapan itu antara lain, berupa keharusan bagi Nabi agar melakukan shalat malam qiyam al-lail, membaca Al- Qur‟an, dzikir dan berserah diri kepada Allah SWT. Dalam surah al-Isra ayat 79, terdapat pula perintah agar Nabi melaksanakan shlat tahajud. Shalat tahajud adalah shalat malam yang dilakukan setelah bangun tidur. Shalat ini merupakan jalan yang mengantar Nabi mengg apai “kedudukan yang terpuji” maqamam mahmuda. Apabila untuk menggapai “kedudukan terpuji itu Nabi SAW diperintahkan agar melakukan shalat tahajud. perintah itu tentu lebih penting lagi bagi yang lain untuk memperoleh kedudukan yang terhormat yang diijinkan dan disediakan Tuhan untuk mereka. Inilah jalan Tuhan dan bekal perjalanan menuju Tuhan. Ibadah malam hari seperti telah dikemukakan di atas tampak begitu penting. hal ini, karena ibadah malam hari dinilai amat kondusif bagi pembinaan rohani manusia. Malam hari yang hening dan sunyi, terbebas dari hiruk pikuk kehidupan dunia, merupakan waktu yang tepat untuk ibadah dan munajah kepada tuhan. Pada malam yang sepi dimana manusia kebanyakan sedang tertidur pulas, seorang muslim, terutama para da‟i dapat dengan leluasa berdialog dan bermunajah secara langsung dengan Allah SWT, baik melalui shalat maupun membaca Al-Qur,an. Dengan cara ini, mereka diharapkan dapat menagkap pancaran cahaya dan sinar petunjuk-Nya sehingga mereka memperoleh kekuatan dan bekal baru yang diperlukan dalam melaksanakan amanat dan perjuangan dakwah. Ibadah lain yang perlu dilak ukan sebagai bekal bagi da‟i ialah dzikir dan do‟a. Termasuk dalam pengertian dzikir dan do‟a ialah tasbih, tahmid dan takbir. memahami dzikir dan tasbih sebagai usaha manusia untuk menghubungkan diri dengan Allah SWT. Usaha ini, dapat membuahkan ketenangan jiwa dan kepuasan rohani. Dengan kepuasan ini seorang tidak akan merasa lelah dan kepayahan meskipun tugas dan perjuangan begitu berat. Oleh karena itu, bekal ini juga penting bagi para da‟i dan para aktifis pergerakan Islam. Keterangan mengenai dzikir d an tasbih sebagai bekal da‟i dapat dibaca, antara lain, dalam surah al-Insan: 23-26, ayat tersebut memuat empat pokok kebenaran yang merupakan tuntutan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW dan para da‟i sesudahnya. Empat hal tersebut pada dasarnya adalah bekal energi yang diperlukan oleh Nabi SAW dan para da‟i sepanjang waktu. Keempat pokok kebenaran tersebut dijelaskan sebagi berikut: Pertama, bahwa Nabi Muhammad SAW perlu menyadari bahwa Allah SWT yang kepadanya menurunkan Al- Qur‟an dan memberikan tugas dan kewajiban berdakwah, tidak akan membiarkan dirinya tanpa dukungan dan pertolongan. Untuk itu, beliau harus optimis dan tidak boleh sedikitpun ragu dan putus asa dalam soal ini. Kedua, bahwa dalam melaksanakan tugas, Nabi menghadapi tantangan yang sungguh amat berat baik berupa ejekan, hujatan, maupun fitnah. Untuk semua itu, Nabi diminta sabar dan menahan diri dengan tetap memegang teguh kebenaran Al- Qur‟an yang diwahyukan kepadanya. Ketiga, bahwa Nabi sama sekali tidak dibenarkan tunduk dan patuh kepada kemauan orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa. Mereka selalu berusaha membujuk hati Nabi agar bersedia berdamai dengan mereka. Misalnya, mereka menawarkan kompromi dengan meminta agar Nabi tidak menyerang kepercayaan-kepercayaan mereka dan kalau perlu harus mengakui kebenaran agama mereka. Mereka pun akan mengakui kebenaran ajaran Nabi. Keempat, bahwa Nabi harus memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan banyak melakukan dzikir, tasbih dan sujud kepada Allah SWT. Ini adalah bekal, dan merupakan suatu proses untuk memperbanyak bekal itu sendiri. Semua ibadah ini, dzikir, tasbih dan do‟a harus dilakukan dalam waktu lama, terutama di malam hari. Hal ini disebabkan karena perjalanan dakwah adalah perjalanan yang panjang dan tugas dakwah tugas yang amat berat. Perjalanan dan tugas demikian, tentu memerlukan bekal yang banyak dan energi yang besar pula.

2. Menjaga penampilan dan kebersihan