Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Hasil panen kelompok petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara

(1)

SE

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA NA

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

Oleh

IRVAN ISKANDAR

037019034

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 1 0


(2)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Ilmu Manajemen Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRVAN ISKANDAR 037019034

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN

KELOMPOK PETANI JAGUNG DI

KABUPATEN ACEH TENGGARA

Nama : Irvan Iskandar

Nomor Pokok : 037019034

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, MS Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

2. Dr. Arlina Nurbaity Lubis MBA 3. Drs. HB. Tarmizi, SU


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul :

”Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Hasil panen kelompok petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara”

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya.

Sumber-sumber daya yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan jelas.

Medan, November 2010 Yang membuat Pernyataan,


(6)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ABSTRAK

Tanaman jagung merupakan salah satu komoditi strategis, bernilai ekonomis dan mempunyai peluang untuk dikembangkan. Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan jagung terus meningkat lebih tinggi dibandingkan laju produksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.Pertanian tradisional diarahkan menjadi pertanian modern (agribisnis) yaitu upaya peningkatan pendapatan petani melalui reorientasi kebijakan dan pengembangan pertanian. Orientasinya dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil panen. Pendekatan yang digunakan adalah

survey (primer) dengan cluster stratified random sampling, menggunakan

multiple regression analysis. Populasi penelitian mencakup seluruh kelompok

petani yang tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara dengan kegiatan melakukan penanaman di jagung.Hasil panen petani jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : jenis bibit, luas lahan, jenis lahan, jenis pupuk, obat-obatan dan pengetahuan para petani kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dan pengaruh dari faktor tersebut, baik secara bersama maupun parsial, relatif kuat dan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Reorientasi dan revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian di Aceh Tenggara harus segera dilakukan dengan meningkatkan perhatian dan pemberian insentif oleh pemerintah daerah baik berupa pemberian bibit unggul, pupuk, obat-obatan serta peningkatan pengetahuan melalui bimbingan teknis yang berkesinambungan. Kata Kunci : Jagung, Produksi, Kebijakan


(7)

ANALYSIS OF FACTORS THAT INFLUENCED CORN HARVEST THROUGH FARMERS GROUP IN

SOUTHEAST ACEH

ABSTRACT

Corn is a strategic commodity, economical, and possible to develop. Data showed that in current year, demand of corn domestic increase significantly (more higher) rather than supply. The aim of the reasearch is to identify the factors that could be influence in farmer’s harvet of corn. Research used survey approach (primary data), cluster stratified random sampling which multiple regression analysis.Corn harvest influenced by factors: seed, plants wide, kind of land, fertilizer, insecticide-pesticide and knowledge. Result showed that all the factors had corellated and influeced, both general and partial, in corn harvest. Develpoing corn production should be done basically by local goverment, reorientation and revitalisation of policy, improve the attention and provide more incentive, finally create more value added for the farmers and communtiy.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, atas segala rahmat dan karunia Allah SWT yang

berlimpah, sehingga penulis mampu meneyelesaikan tesis dengan judul

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN JAGUNG PETANI KELOMPOK DI KABUPATEN ACEH TENGGARA”.

Penulisan tesis ini juga terlaksana berkat dukungan dari berbagai pihak yang pada kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat ;

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), SP.A (K),

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesikan Sekolah Pascasarjana.

2. Bapak Prof. Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSI, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang senantiasa dengan sabar dan secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera.

4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku Direktur PPs USU dan juga selaku


(9)

6. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA selaku Anggota Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

7. Drs. HB. Tarmizi, SU selaku Anggota Dosen Pembanding yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

8. Drs. Syahyunan, M.Si selaku Anggota Dosen Pembanding yang telah banyak

memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

9. Para Dosen di lingkungan PPs USU, khususnya Program Studi Pascasarjana

Ilmu Manajemen.

10.Ayahanda Drs. H. Syahbudin BP, MM , dan Ibunda Hj. Murni Dewi Selian

yang telah memberi petunjuk dan memotivasi baik secara moril maupun material kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana hingga selesai.

11.Istri dan ananda yang tercinta yang telah memberikan dukungan sepenuhnya

kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

12.Teman saya Pahala Indra Budi Sitompul sebagai sahabat dan tim kelompok

belajar dalam menempuh Program Sekolah Pascasarjana.

13.Rekan-rekan mahasiswa dilingkungan PPs USU, khususnya Program Studi

Ilmu Manajemen.

14.Jajaran Pimpinan, Staf Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara yang telah memberikan kemudahan di dalam menghimpun data penelitian ini.


(10)

Meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat membuat penelitian ini dengan sebaik-baiknya namun sebagai manusia biasa penulis mempunyai keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, sehingga tulisan ini jauh dari sempurna, baik dalam penyajian maupun isinya. Penulis mengucapkan terima kasih atas kritikan untuk membangun dan menyempurnakan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan berguna kepada pembaca dan khususnya pada penulis sendiri.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan serta memaafkan semua kesalahan dan dosa kita. Amin.

Medan, November 2010 Penulis

Irvan Iskandar


(11)

RIWAYAT HIDUP

Pada Tanggal 30 April 1979, terlahir seorang Putra dari pasangan Suami/Istri Drs. H. Syahbuddin BP, MM dan Hj. Murni Dewi Selian. Diberi nama Irvan Iskandar, beragama Islam, berdomisili di Jalan Raje Bintang No. 136 Kuta Cane, dan telah menikah dengan Elviana Sembiring, SKM, MM, dikarunia 2 orang putri yang diberi nama Chumaira Nayla Balqis dan Delyanoor Ilva Syah.

Pada tahun 1991 menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar dari SD Negeri 01 Kuta Cane, Tahun 1994 menamatkan Pendidikan MTsN Medan, Tahun 1997 menamatkan Pendidikan Sekolah Menengah Umum dari SMU Negeri 4 Medan, dan Tahun 2002 menamatkan Pendidikan Strata-1 (S1) dari Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung (UNISBA), dan kini kuliah di Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dari Bulan Agustus 2002 hingga Bulan Juni 2004 bekerja di Biro Pemerintahan Sekretariat Provinsi Aceh, bulan April 2005 hingga bulan Oktober 2007 bekerja di Kantor Dinas Koperasi Kabupaten Aceh Tenggara, Bulan Oktober 2007 hingga bulan Februari 2008 bekerja di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Aceh Tenggara, dari Februari hingga Agustus 2008 bekerja di Bagian Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Aceh Tenggara, bulan Agustus 2008 hingga Kini bekerja di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah Aceh Tenggara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Kerangka Berfikir ... 10

1.6. Hipotesis ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1. Teori Produksi Pertanian ... 15

2.1.1. Transformasi Struktural Pertanian ... 15

2.1.2. Pengertian Produksi dan Produsen Pertanian ... 17

2.1.3. Sistem Produksi Pertanian ... 18

2.1.4. Faktor Produksi Tanaman Jagung ... 20

2.1.5. Teknik Budi Daya Jagung ... 24

2.2. Kebijakan Pemerintah ... 35

2.2.1. Pengertian Harga ... 35

2.2.2. Metode Penetapan Harga ... 36

2.2.3. Kebijakan Harga ... 40

2.2.4. Kebijakan Bukan Harga ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

3.2. Metode Penelitian ... 46

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 46

3.4. Populasi dan Sampel ... 47

3.5. Identifikasi Variabel Penelitian ... 49

3.6. Definisi Operasional Variabel ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1. Gambaran Umum Aceh Tenggara ... 54

4.2. Hasil Penelitian ... 63

4.2.1. Karakteristik Responden ... 63


(13)

4.2.2.1. Variabel Jenis Bibit ... 65

4.2.2.2. Variabel Jenis Lahan ... 66

4.2.2.3. Variabel Luas Lahan ... 66

4.2.2.4. Variabel Pupuk ... 67

4.2.2.5. Variabel Obat-obatan ... 69

4.2.2.6. Variabel Pengetahuan ... 71

4.3. Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Perkembangan Produksi Jagung Berdasarkan Negara

Tahun 1999 – 2007 (ribu Ton) ... 2

1.2. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Jagung Dunia 1999 – 2007 (Ribu Ton) ... 3

1.3. Perkembangan Rata-rata Luas Panen (ha) dan Pertumbuhan (%) Periode 1999 – 2007 ... 4

1.4. Perkembangan Produksi Jagung Kabupaten Aceh Tenggara 1990 – 2009 ... 6

1.5. Perkembangan Perbandingan Harga Jagung Aceh Tenggara Sumatera Utara 1990 – 2009 ... 8

2.1. Kebutuhan Benih Jagung pada Berbagai Jarak Tanam ... 28

3.1. Daftar Nama Kecamatan, Jumlah Desa dan Jumlah Kelompok Petani Berdasarkan Komoditi Utama di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2010 ... 48

3.2. Teknik Sampling Penelitian Petani Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara, 2010 ... 49

3.3. Distribusi Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara, 2010 ... 49

4.1. Rincian Luas Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 54

4.2. Rincian Luas Lahan Sawah dan Bukan Sawah (ha) Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 55

4.3. Potensi Lahan Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 56

4.4. Luas Lahan Tidur (Sleeping Land) Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 58

4.5. Luas Lahan Sawah Menurut Jenis di Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 58

4.6. Keadaan Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 59

4.7. Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009 ... 60

4.8. Produktifitas Sektor Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara, 2009 ... 61

4.9. Luas Tanam Intensifikasi (ha) Kabupaten Aceh Tenggara, 2009 ... 61

4.10. Perkembangan Produktifitas Tananaman Jagung Kabupaten Aceh Tenggara 1990 – 2009... 63

4.11. Karakterisitk Responden Penelitian, 2010 ... 64

4.12. Status Petani Jagung dan Luas Lahan ... 65

4.13. Jenis Bibit Tanaman Jagung yang Digunakan ... 66

4.14. Jenis Lahan yang Dimanfaatkan untuk Menanam Jagung .. 66


(15)

4.16. Penggunaan Pupuk pada Tanaman Jagung ... 67

4.17. Alasan Penggunaan Pupuk ... 68

4.18. Jenis Pupuk yang Digunakan ... 69

4.19. Frekwensi Hama dan Penyakit pada Tanaman Jagung ... 69

4.20. Konsultasi Hama dan Penyakit ... 69

4.21. Terjadinya Hama dan Penyakit ... 70

4.22. Hama dan Penyakit Dapat Diatasi ... 70

4.23. Sumber Pengetahuan Tentang Tanaman Jagung ... 71

4.24. Merasa Cukup dengan Pengetahuan Tanaman Jagung ... 72

4.25. Dengan Bekal Pengetahuan, Hasil Panen Meningkat ... 72

4.26. Reliability Statistics ... 73

4.27. Case Processing Summary ... 73

4.28. Model Summary ... 73

4.29. Anovab 4.30. Coefficients ... 73

a ... 74


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Panen Jagung di

Kabupaten Aceh Tenggara ... 14

2.1. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Kelebihan

Produksi Pada Saat Panen Raya ... 41

2.2. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Kekurangan


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1 Quetioner ... 79 2 Daftar Tabel Data ... 84


(18)

ANALISIS FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG

DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ABSTRAK

Tanaman jagung merupakan salah satu komoditi strategis, bernilai ekonomis dan mempunyai peluang untuk dikembangkan. Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan jagung terus meningkat lebih tinggi dibandingkan laju produksi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.Pertanian tradisional diarahkan menjadi pertanian modern (agribisnis) yaitu upaya peningkatan pendapatan petani melalui reorientasi kebijakan dan pengembangan pertanian. Orientasinya dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil panen. Pendekatan yang digunakan adalah

survey (primer) dengan cluster stratified random sampling, menggunakan

multiple regression analysis. Populasi penelitian mencakup seluruh kelompok

petani yang tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara dengan kegiatan melakukan penanaman di jagung.Hasil panen petani jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : jenis bibit, luas lahan, jenis lahan, jenis pupuk, obat-obatan dan pengetahuan para petani kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan dan pengaruh dari faktor tersebut, baik secara bersama maupun parsial, relatif kuat dan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Reorientasi dan revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian di Aceh Tenggara harus segera dilakukan dengan meningkatkan perhatian dan pemberian insentif oleh pemerintah daerah baik berupa pemberian bibit unggul, pupuk, obat-obatan serta peningkatan pengetahuan melalui bimbingan teknis yang berkesinambungan. Kata Kunci : Jagung, Produksi, Kebijakan


(19)

ANALYSIS OF FACTORS THAT INFLUENCED CORN HARVEST THROUGH FARMERS GROUP IN

SOUTHEAST ACEH

ABSTRACT

Corn is a strategic commodity, economical, and possible to develop. Data showed that in current year, demand of corn domestic increase significantly (more higher) rather than supply. The aim of the reasearch is to identify the factors that could be influence in farmer’s harvet of corn. Research used survey approach (primary data), cluster stratified random sampling which multiple regression analysis.Corn harvest influenced by factors: seed, plants wide, kind of land, fertilizer, insecticide-pesticide and knowledge. Result showed that all the factors had corellated and influeced, both general and partial, in corn harvest. Develpoing corn production should be done basically by local goverment, reorientation and revitalisation of policy, improve the attention and provide more incentive, finally create more value added for the farmers and communtiy.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia (1997-1998) terutama bagi Indonesia, memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa para pelaku ekonomi pada sektor pertanian mampu bertahan dan memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Mubyarto, 2004). Kenaikan harga-harga pangan yang terjadi tidak cukup merangsang bagi produksi pertanian, bahkan peluang tersebut dimanfaatkan oleh negara tetangga (Vietnam dan Thailand). Hal ini mengindikasikan bahwa pondasi sektor pertanian yang dibangun selama ini tidak dibangun dengan kokoh dan mendasar. Reorientasi dan revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian harus segera dilakukan.

Salah satu reorientasi kebijakan pertanian adalah merubah paradigma yang selama ini terlanjur berkembang, yaitu penyediaan harga pangan murah, yang secara jelas hanya menguntungkan bagi konsumen dan di sisi lain tidak memberikan rangsangan bagi para pelaku pada sektor pertanian. Dengan demikian, revitalisasi kebijakan pertanian harus diarahkan pada kesejahteraan petani yang berasaskan kerakyatan dan keadilan.

Upaya meningkatkan kesejahteraan petani dilakukan sejalan dengan upaya menciptakan ketahanan pangan (food security). Konsekwensi logis dari upaya ini adalah tuntutan keterlibatan pemerintah secara aktif dan nyata, misalnya penentuan harga dasar, stabilisasi harga dalam negeri dan perdagangan terhadap


(21)

berbagai komoditi pertanian, peningkatan fasilitas dan insentif pertanian, yang kesemua itu berlaku universal bagi komoditi unggulan, termasuk tanaman jagung.

Jagung merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai ekonomis, serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat protein setelah beras. Disamping itu jagung berperan sebagai pakan ternak bahan baku industri (termasuk industri perunggasan) dan rumah tangga (Ditjen Tanaman Pangan, 2002). Beberapa tahun terakhir, kebutuhan akan jagung terus meningkat. Rata-rata kebutuhan jagung domestik setiap tahun meningkat sebesar 6,6% sementara laju produksi hanya sekitar 2,5% setiap tahunnya, sementara rata-rata produksi jagung nasional sekitar 3,2 ton/ha/tahun, (Deptan, 2007). Hal ini membuktikan walaupun ditingkatkan produksinya, permintaan terhadap jagung akan tetap nyata (effective demand).

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Jagung Berdasakan Negara Tahun 1999-2007 (ribu Ton)

Negara 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

U.S 240.719 160.954 56.621 87.305 234.518 233.864 247.882 239.719 247.407 China 95.380 102.700 99.280 112.000 127.470 104.300 132.954 128.000 125.000 EU 30.242 30.487 28.298 28.952 34.794 38.522 35.295 37.241 38.765 Brazil 29.200 32.934 36.982 31.595 35.700 30.100 32.350 33.000 33.500 Mexico 18.631 19.141 17.005 16.000 18.922 16.934 17.788 19.000 19.000 Argentina 10.200 10.000 10.900 10.660 15.500 19.360 13.500 16.000 16.500 India 9.992 9.600 9.120 9.800 10.612 10.852 10.680 10.500 11.000 Rumania 6.829 8.000 8.500 9.923 9.610 12.680 8.500 10.500 10.500

Canada 4.883 6.501 7.043 7.271 7.380 7.180 8.952 9.096 10.200

South

Africa 9.990 13.275 4.845 10.200 10.136 7.693 7.700 9.700 9.500 Yugoslavia 6.650 5.912 7.500 8.300 8.300 10.500 8.700 9.500 9.300 Hungaria 4.301 4.012 4.300 4.600 6.000 6.800 6.000 7.000 7.500 Thailand 5.650 5.400 5.500 6.200 5.950 5.700 6.500 6.200 6.200

Egypt 4.500 4.980 5.650 5.738 5.825 6.010 5.605 5.678 5.800

Philipine 4.810 5.030 4.534 4.300 4.215 3.528 4.894 4.500 4.300 Indonesia 3.400 2.900 3.800 3.700 3.900 3.700 4.300 3.800 4.100 Sumber : USDA, FAS, 2008


(22)

Tabel I.1 diatas memberikan gambaran bahwa produksi jagung disetiap negara menunjukkan peningkatan yang cenderung fluktuatif. Negara produsen jagung terbesar adalah U.S dan dari 16 negara produsen tersebut, Indonesia berada pada urutan terakhir. Hasil produksi setiap negara, tidak secara langsung diperdagangkan dalam pasar internasional. Pemenuhan kebutuhan domestik menjadi prioritas masing-masing negara. Sebagai catatan, bahwa produksi jagung yang diperdagangkan di pasar dunia relatif konstan atau sekitar 11,5 persen dari produksi jagung dunia.

Tabel 1.2. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Jagung Dunia 1999- 2007 (Ribu Ton)

Tahun Produksi Perdagangan Dunia Persentase (%)

1999 538.575 62.226 11,55

2000 475.494 56.374 11,86

2001 559.579 71.189 12,72

2002 513.078 65.489 12,76

2003 592.179 66.696 11,26

2004 576.153 62.995 10,93

2005 605.944 68.348 11,28

2006 604.409 69.535 11,50

2007 614.729 70.835 11,52

Sumber : USDA, FAS, 2008

Produk jagung yang diperdagangkan di pasar dunia sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, China, Fiji, Mexico dan Argentina. Namun tidak semua negara produsen jagung menjadi negara pengekspor. Brazil merupakan salah satu produsen jagung dunia, tetapi bukan merupakan negara eksportir jagung. Hal ini dikarenakan tingginya kebutuhan domestik akan jagung, sehingga hampir semua produksinya dialokasikan untuk pemenuhan dalam negeri. Hal serupa terjadi pada Uni Eropa, dimana produksi jagung hampir diperuntukkan bagi negara-negara 8 anggotanya. Gambaran relatif berbeda terlihat untuk negara China, disamping


(23)

berperan sebagai negara eksportir jagung, sekaligus berperan sebagai negara importir.

Indonesia, yang terdiri dari ribuan pulau dan bercirikan negara agraris, menjadikan tanaman jagung juga sebagai salah satu komoditi unggulan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat (petani) baik sebagai tanaman utama maupun sebagai tanaman tumpang sari. Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa luas tanaman jagung, khususnya luas panen, berbeda-beda antara satu propinsi dengan propinsi lainnya.

Tabel 1.3. Perkembangan Rata-rata Luas Panen (ha) dan Pertumbuhan (%)Periode 1999-2007

Propinsi Luas Panen (ha) Rata-rata Pertumbuhan (%)

I. Sumatera

1. Aceh 21.081 -0,62

2. Sumatera Utara 154.557 13,60

3. Sumatera Barat 18.758 9,01

4. Riau 16.037 10,50

5. Jambi 10.522 9,15

6. Sumatera Selatan 34.337 14,81

7. Bengkulu 24.607 7,13

8. Lampung 312.311 6,61

Sub total 592.210 8,77

II JAWA & MADURA

1. Jawa Barat 130.543 2,19

2. Jawa Tengah 582.314 5,9

3. Yogyakarta 62.725 6,23

4. Jawa Timur 1.166.215 1,51

Sub total 1.941.797 3,96

Propinsi Luas Panen (ha) Rata-rata Pertumbuhan

(%) III BALI & NUSATENGGARA

1. Bali 44.765 3,01

2. Nusa Tenggara Barat 30.186 4,18

3. Nusa Tenggara Timur 234219 1,94

Sub total 309.170 3,04

IV KALIMANTAN


(24)

2. Kalimantan Tengah 4.816 8,08

3. Kalimantan Selatan 18.128 8,02

4. Kalimantan Timur 6.858 5,01

Sub total 48.426 7,07

V SULAWESI

1. Sulawesi Utara 78.305 2,99

2. Sulawesi Tengah 17.188 12,11

3. Sulawesi Selatan 299.580 -1,81

4. Sulawesi Tenggara 41.364 0,39

Sub total 436.437 3,42

VI MALUKU & IRIAN JAYA

1. Maluku 12.286 -5,66

2. Irian Jaya 4.393 -3,66

Sub total 16.679 -4,66

JUMLAH 3.344.719 3,60

Sumber : BPS, 1999-2007 (diolah)

Melalui tabel diatas, konstribusi Pulau Jawa & Madura menduduki urutan pertama, sebesar 1.941.797 ha (58,06%). Bila dilihat dari rata-rata pertumbuhan per tahun selama kurun waktu tersebut, pertumbuhan luas panen pulau Sumatera adalah yang paling tinggi yaitu rata-rata 8,77 persen per tahun. Salah satu propinsi di Sumatera yang memiliki peluang dalam meningkatkan produksi jagung adalah Propinsi Aceh. Jika dilihat dari struktur perekonomian, dominan seluruh kabupaten bercirikan pertanian, termasuk Aceh Tenggara.

Kabupaten Aceh Tenggara merupakan daerah penghasil jagung terbesar di Propinsi Aceh. Dilihat dari keunggulan komparatif, kabupaten ini sangat diuntungkan karena berbatasan lansung dengan Provinsi Sumatera Utara yang memiliki industri pengolahan jagung. Berdasarkan data statisik (BPS Agara, 2008), saat ini sekitar 80% dari total 152.042 orang penduduk Kabupaten Aceh Tenggara tinggal di wilayah pedesaan. Lebih dari 78.72% diantaranya menggantungkan hidup pada sektor pertanian.


(25)

Tabel 1.4. Perkembangan Produksi Jagung Kabupaten Aceh Tenggara 1990-2009

Tahun Produksi (ton) Perkembangan (%)

1990 147.453 -

1991 149.675 1,51

1992 161.074 7,62

1993 163.784 1,68

1994 164.916 0,69

1995 168.094 1,93

1996 169.747 0,98

1997 171.970 1,31

1998 170.774 (0,70)

1999 170.535 (0,14)

2000 179.672 5,36

2001 174.257 (3,01)

2002 174.147 (0,06)

2003 172.830 (0,76)

2004 161.112 (6,78)

2005 162.993 1,17

2006 161.835 (0,71)

2007 163.740 1,18

2008 167.534 2,32

2009 163.221 (2,57)

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara, 2010

Melalui tabel diatas, secara jelas bahwa produksi menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 1992 dimana masyarakat secara massal melakukan penanaman jagung secara serentak karena beberapa pengalaman petani sebelumnya mampu memberikan nilai tambah yang baik bagi keluarga. Hal itu mendorong masyarakat untuk menanam jagung. Disisi lain, penurunan terbesar terjadi pada tahun 2002-2004, yang disebabkan oleh kondisi mencekam akibat konflik. Akibatnya, masyarakat tidak berani untuk turun ke ladang untuk menanam jagung. Sebagai informasi, bahwa lahan produksi tanaman jagung yang tersedia sekitar 61.661 Ha, sementara yang dimanfaatkan hanya sekitar 31.679 Ha.


(26)

Para petani di Kabupaten Aceh Tenggara memiliki ciri antara lain : petani gurem. Dalam kegiatannya, para petani tersebut banyak menghadapi kendala, yaitu tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan alat dan mesin pertanian (alsintani), banyaknya hama, harga pupuk dan obat-obatan yang relatif mahal serta tidak menentunya curah hujan. Disamping itu, sifat jagung yang volumenya besar tetapi nilainya relatif kecil (bulky), tidak tahan disimpan lama, lokasinya yang terpencar, rantai pemasaran yang relatif panjang (transit market), belum tersedianya industri pengolahan jagung serta tanaman yang bersifat musiman menjadikan harga jual jagung menjadi sangat fluktuatif. Misalnya, saat panen raya harga jatuh mendekati Rp. 1.600 dan pada saat paceklik harga berada pada kisaran Rp.2.200. Singkatnya, harga memiliki pengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani.

Disisi lain, perbedaan harga antar daerah juga menjadi stimulator bagi daerah lainnya dalam memanfaatkan peluang tersebut. Selama ini, harga jual di pasar Aceh Tenggara relatif lebih rendah dari pada harga di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan, karena di Sumatera Utara terdapat sejumlah industri pengolahan jagung, baik berupa pakan ternak maupun lainnya yang menuntut tersedianya bahan baku secara berkesinambungan. Berikut ditampilkan tabulasi data, perbandingan harga jual jagung antara Aceh Tenggara dengan Sumatera Utara. Selisih harga jual pada dua daerah tersebut sangat signifikan.


(27)

Tabel 1.5. Perkembangan Perbandingan Harga Jagung Aceh Tenggara – Sumatera Utara 1990-2009

Tahun Harga di Agara (Rp) Perkembangan (%) Harga di Sumut (Rp) Perkembangan (%)

1990 375,00 425,00

1991 400,00 6,67 465,00 9,41 1992 460,00 15,00 525,00 12,90 1993 570,00 23,91 630,00 20,00 1994 650,00 14,04 725,00 15,08 1995 600,00 (7,69) 740,00 2,07 1996 740,00 23,33 780,00 5,41 1997 750,00 1,35 820,00 5,13 1998 800,00 6,67 1.025,00 25,00 1999 1.300,00 62,50 1.500,00 46,34 2000 1.500,00 15,38 1.650,00 10,00 2001 1.700,00 13,33 1.850,00 12,12 2002 1.750,00 2,94 1.900,00 2,70 2003 1.900,00 8,57 2.100,00 10,53 2004 1.950,00 2,63 2.250,00 7,14 2005 2.000,00 2,56 2.400,00 6,67 2006 2.000,00 - 2.350,00 (2,08) 2007 2.200,00 10,00 2.500,00 6,38 2008 2.150,00 (2,27) 2.300,00 (8,00) 2009 2.100,00 (2,33) 2.325,00 1,09

Sumber : Dinas Pertanian Kab Aceh Tenggara, 2010

Kiranya, disinilah, peran pemerintah melalui kebijakannya diharapkan dapat menjadi stimulator yang bermuara pada terciptanya kestabilan harga yang menguntungkan bagi para petani. Analisis keunggulan komparatif dan daya saing usahatani jagung sudah banyak dilakukan. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, tidak hanya pada regim substitusi impor tetapi juga pada regim promosi ekspor. Artinya, usahatani jagung menghasilkan keuntungan yang layak dan mempunyai daya saing terhadap jagung impor.


(28)

Relevan dengan peluang pasar, Rachman (1998) mengungkapkan bahwa menurut pola perdagangan, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam usahatani jagung, baik untuk tujuan perdagangan antar daerah, substitusi dan tujuan peningkatan ekspor layak diusahakan di hampir semua daerah di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Melalui uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruh hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk :

1. Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten), khususnya Dinas terkait

(Pertanian) dalam menentukan program pengembangan komoditi unggulan sektor pertanian khususnya tanaman jagung di Propinsi Aceh.

2. Sebagai landasan dalam penyusunan, arah dan kebijakan pengembangan


(29)

3. Sebagai wawasan dan memperkayah khasanah keilmuan bagi penulis, khususnya mengenai fakor-faktor (controlable) yang dapat mempengaruhi hasil panen jagung para petani di Kabupaten Aceh Tenggara.

4. Sebagai acuan atau landasan untuk penelitian selanjutnya terutama yang

terkait dengan tanaman jagung.

1.5. Kerangka Berfikir

Badan Litbang Pertanian (1999) mengarahkan pertanian tradisional menjadi pertanian modern (agribisnis) yaitu upaya peningkatan pendapatan petani melalui reorientasi kebijakan penelitian dan pengembangan pertanian, dan mendukung pengembangan agribisnis, yaitu perubahan dari peningkatan kuantitas menjadi peningkatan kualitas. Badan Litbang Pertanian sendiri telah melaksanakan program Prima Tani pada beberapa wilayah di Indonesia, dengan mengembangkan model agribisnis terintegrasi secara vertikal dan horizontal berbasis lahan marjinal dalam program pengembangan model agribisnis berbasis inovasi teknologi pertanian. Program ini dilaksanakan untuk mendukung pengembangan komoditas pertanian unggulan dalam suatu kawasan dengan didukung oleh beberapa unsur terkait (kelembagaan) dalam proses produksi dan pemasaran hasil. Tujuan akhir dari program ini adalah mendukung upaya peningkatan pendapatan petani dan unsur yang terkait dalam usahatani dan pemberdayaan masyarakat pertanian pada umumnya. Sejalan dengan hal tersebut, kiranya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil panen jagung :

1. Jenis bibit. Penggunaan jenis bibit yang berbeda diyakin dapat mempengaruhi hasil panen petani jagung. Terdapat kecenderungan di kalangan petani, bahwa


(30)

bibit hybrida lebih banyak memberikan hasil panen daripada penggunaan bibit lokal, (Dahlan et.al, 1996).

2. Luas lahan. Terdapat kecenderungan pada masyarakat bahwa semakin besar

luas lahan yang digunakan maka semakin banyak produksi yang dihasilkan. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa senjang hasil antara rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini dengan potensi hasil kemampuan lahan masih cukup lebar, (Swastika dkk, 2001).

3. Jenis lahan. Budidaya tanaman jagung pada dasarnya dapat dilaksanakan pada dua kelompok lahan, yaitu lahan kering dan lahan basah (baik sawah irigasi maupun sawah tadah hujan). Penggunaan lahan basah diyakini mampu memberikan hasil panen yang relatif banyak dibandingkan lahan kering. Hal ini menyebabkan para petani berupaya memanfaatkan lahan basah yang ada untuk budidaya tanaman jagung (Kasryno, 2002). Disisi lain, pada awal tahun 1980-an, lahan kering lebih dominan digunakan untuk tanaman jagung daripada lahan basah (Mink et al. 1987).

4. Pupuk, merupakan salah satu faktor input yang memegang peran penting dalam produktitas tanaman. Teknik penggunaan pupuk dan Mutu dan produksi jagung di Sulawesi Selatan dapat ditingkatkan melalui penggunaan pupuk NPK dan pupuk S, (Syafruddin et.al 1998) dan (Subandi, 1998).

5. Pengetahuan, dari hasil pengkajian (Litbang Deptan Bengkulu 2007) dapat

disimpulkan bahwa diperlukan perbaikan teknik budidaya, melalui peningkatan pengetahuan para petani melalui pengenalan terhadap teknologi baru, penggunaan benih bermutu, penyesuaian dosis pupuk, dan perlakuan benih untuk pencegahan hama penyakit. Selain itu, para petani juga harus diberikan


(31)

pengetahuan baru, terkait dengan pengelolaan dan penanganan pasca panen mengingat hal ini turut mempengaruhi kualitas jagung. Selama ini, peningkatan produksi jagung di Indonesia belum diikuti oleh penanganan pascapanen yang baik. Petani kurang mendapatkan informasi tentang kegiatan panen dan pascapanen yang dapat mengurangi biaya dan menekan susut mutu jagung. Karena itu, petani di beberapa wilayah pengembangan jagung masih belum merasakan nilai tambah dengan meningkatnya kualitas produk biji jagung (Firmansyah 2006).

Upaya meningkatkan kesejahteraan petani jagung melalui perbaikan pada proses penanaman dan penanganan pasca panen merupakan kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama, yang pada akhirnya diharapkan harga jual mereka mengalami peningkatan. Singkatnya, harga memegang peranan yang penting. Semakin tinggi harga jual maka semakin meningkat pula keinginan untuk berproduksi (sebagai insentif). Harga jual di daerah lain juga mempengaruhi harga jual pada daerah tetangga. Purwoto dkk (2005) melakukan kajian terhadap pengaruh harga komoditi jagung di daerah lain (tetangga) terhadap harga jagung di daerah penghasil, secara tegas dinyatakan bahwa ada korelasi harga di tingkat dunia (luar negeri) dan derajat integrasi spatial baik antara pasar dunia dan pasar domestik, maupun antar pasar domestik dalam era liberalisasi perdagangan dengan mengambil studi kasus di Sulawesi Selatan.

Simatupang dan Syafaat (1999) menjelaskan melalui analisis dekomposisi fluktuasi harga di pasar domestik ditemukan bahwa dibandingkan kondisi kuartal IV 1998, harga jagung pada kondisi kuartal I 1999 mengalami penurunan 0,6 persen. Penurunan harga jagung domestik ini tergolong rendah karena pada saat


(32)

yang sama terjadi depresiasi rupiah. Disisi lain, pada saat harga jagung dunia menurun, pemerintah justru meningkatkan derajat liberalisasi perdagangan melalui penghapusan beberapa hambatan tarif. Hal ini terlihat dari pertumbuhan komponen sisa yang negatif (-16,2%), yang mengindikasikan bahwa penurunan harga domestik lebih banyak disebabkan oleh penurunan siklus harga dunia dan peningkatan liberalisasi perdagangan. Terdapatnya korelasi negatif antara harga jagung domestik dengan nilai tukar memberi makna adanya penguatan nilai tukar cenderung akan menurunkan harga jagung domestik.

Instrumen penting lainnya yaitu kebijakan pemerintah. Mubyarto (2004) menjelaskan bahwa pemerintah tidak boleh menyerah menghadapi kekuatan

kekuatan ekonomi dunia yang bersemangat kapitalistik-neoliberal seperti

“kesepakatan-kesepakatan” WTO dan “Konsensus Washington” 1989. Pedoman kebijakan pembangunan pertanian didasarkan atas asas kerakyatan, keadilan, dan nasionalisme, yang harus berpihak pada bagian masyarakat yang lemah dan miskin. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran seperti pada gambar 1.1 di bawah ini.


(33)

Sumber : Badan Litbang Pertanian, 1999

Gambar 1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Panen Jagung di Kabupaten Aceh Tenggara

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Jenis Bibit, Jenis Lahan, Luas Lahan, Pupuk, Obat-obatan dan Pengetahuan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap hasil panen jagung petani kelompok di Kabupaten Aceh Tenggara.

JENIS BIBIT (X1.1)

HASIL PANEN JAGUNG (Y1)

LUAS LAHAN

(X1.2)

JENIS LAHAN

(X1.3)

PUPUK (X1.4)

OBAT-OBATAN

(X1.5)

PENGE-TAHUAN


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi Pertanian

2.1.1. Transformasi Struktural Pertanian

Chenery dan Sirquin, dalam teori perubahan struktural, sebagai hasil studi empiris yang dilakukan terhadap beberapa negara pada tahun 1950-1970, mengemukakan bahwa semakin maju suatu negara semakin dominan sumbangan sektor industri (dan sektor jasa) terhadap pendapat nasional dibandingkan dengan sumbangan sektor pertanian (Todaro, 1997). Lebih lanjut Chenery dan Sirquin menyatakan bahwa titik yang membagi negara miskin dan negara maju adalah titik dimana sumbangan sektor industri dan sektor pertanian berimpit. Dengan kata lain, bahwa keberhasilan proses industrialisasi merupakan prasyarat menuju negara maju.

Proses industrialisasi yang terjadi pada masa orde baru yang dilakukan dengan gencar, cepat dan berhasil melakukan transformasi struktural perekonomian Indonesia, ternyata belum mengait ke belakang (backward linkage) ke sektor pertanian. Dengan kata lain, sektor pertanian tidak mendapatkan perhatian yang cukup seimbang dibandingkan dengan sektor industri. Ini berakibat pada tertinggalnya sektor petanian dari sektor industri. Tidak saja dalam struktur PDB, tetapi juga juga dalam struktur masyarakat, dimana sampai saat ini masyarakat yang hidup di sektor pertanian (petani) tak kunjung sejahtera dibandingkan masyarakat yang hidup di sektor industri.


(35)

Transformasi struktural bukan berarti meninggalkan sektor pertanian menuju sektor industri, tetapi menjadikan pangsa sektor industri terhadap PDB yang lebih besar dari sektor pertanian, yang disebabkan oleh pertumbuhan sektor industri yang lebih tinggi akibat faktor eksternalitas industrialisasi yang lebih besar. Transformasi struktural yang telah dicapai di atas, akan kurang berarti apabila masih menyisakan adanya ketimpangan antarsektor atau ketertinggalannya suatu sektor dalam pembangunan. Karena proses pembangunan adalah proses yang saling mengkait antara satu sektor dengan sektor yang lain. Ketertinggalan suatu sektor dalam pembangunan akan mengakibatkan pertumbuhan pembangunan yang tidak seimbang dan tidak kokoh. Hal ini terbukti ketika terjadi krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998. Sektor industri mengalami keterpurukan yang dahsyat, sementara sektor pertanian – sektor yang tertinggal itu sebagian besar masih mampu bertahan.

Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa diungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi penting dalam proses pembangunan, yaitu:

1. Sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai

input sektor lain, terutama sektor industri, seperti: industri tekstil, industri makanan dan minuman.

2. Sebagai negara agraris (kondisi historis) maka sektor pertanian menjadi

sektor yang sangat kuat dalam perekonomian dalam tahap awal proses pembangunan. Populasi di sektor pertanian (pedesaan) membentuk suatu proporsi yang sangat besar. Hal ini menjadi pasar yang sangat besar bagi produk-produk dalam negeri baik untuk barang produksi maupun barang


(36)

konsumsi, terutama produk pangan. Sejalan dengan itu, ketahanan pangan yang terjamin merupakan prasyarat kestabilan sosial dan politik.

3. Karena terjadi transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri maka sektor pertanian menjadi sektor penyedia faktor produksi (terutama tenaga kerja) yang besar bagi sektor non-pertanian (industri).

4. Sektor pertanian merupakan sumber daya alam yang memiliki keunggulan

komparatif dibanding bangsa lain. Proses pembangunan yang ideal mampu menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap bangsa lain, baik untuk kepentingan ekspor maupun substitusi impor (Tambunan, 2001).

2.1.2. Pengertian Produksi dan Produsen Pertanian

Dalam melakukan usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko. Menurut Kartasapoetra dkk (1986) Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama tergantung pada jenis

komoditas yang diusahakan karena produk-produk pertanaian memiliki sifat (1) Dalam memproduksi hasil bumi, sifatnya hanya mengatur yaitu agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, dengan baiknya pertumbuhan tanaman tersebut maka akan didapat hasil yang baik, (2) Produksinya bersifat inelastis, artinya tidak dapat diperbesar sekehendak hati dalam waktu-waktu yang dikehendaki, mengingat segala sesuatunya tergantung pada iklim dan kondisi tanah, dan (3) Lekas rusak, maka usaha peningkatan produk tergantung dari pasar atau para konsumen, dekatnya pasar, lancarnya pemasaran, banyaknya permintaan dan terciptanya harga yang wajar merupakan pangkal kegairahan dalam peningkatan produksi.


(37)

Selanjutnya Komarudin (1991) menyatakan bahwa proses produksi mencakup satu operasi yang terpisah atau lebih, mungkin bersifat mekanis, kimiawi, perakitan, gerakan, hubungan pribadi atau administrasi. Oleh sebab itu dalam proses nya produsen perlu mempertimbangkan, jumlah dan mutu yang diperlukan, waktu siklus produksi dan penyerahan produknya, serta pemilihan dan penggunaan metode produksi yang paling ekonomis untuk mencapai jumlah, mutu dan waktu yang diperlukan. Berbagai komoditas bisa dilakukan dua kali sampai tiga kali dalam satu tahun. Sedangkan Daniel (2004) menyatakan bahwa produksi merupakan terjemahan dari production, yang merupakan sejumlah hasil dalam satu lokasi dan waktu tertentu. Dapat disimpulkan bahwa produksi adalah suatu aktivitas mengubah masukan (input) yang dilakukan oleh individu maupun kelompok tertentu

(Produsen) berupa faktor-faktor produksi yang kemudian melalui suatu proses

transformasi dalam satuan waktu tertentu dihasilkan keluaran berupa produk yang memiliki nilai manfaat.

2.1.3. Sistem Produksi Pertanian

Pada dasarnya produksi pertanian merupakan penciptaan atau penambahan manfaat, baik bentuk, tempat, waktu maupun gabungan dari manfaat tersebut. Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem produksi pertanian

merupakan gabungan dari beberapa unit atau elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang untuk melaksanakan proses produksi tertentu (Ahyari, 2002). Beberapa elemen yang termasuk kedalam sistem produksi pertanian tersebut adalah komoditi yang akan dihasilkan, lokasi untuk menghasilkannya, letak dari fasilitas yang digunakan, lingkungan tenaga kerja serta standar


(38)

produksi yang berlaku. Secara umum dapat dikatakan sistem produksi pertanian ini akan memerlukan input, yang kemudian diproses dalam sistem produksi untuk kemudian mendapatkan output.

Sistem produksi pertanian terdiri dari beberapa subsistem, demikian pula input untuk sistem produksi akan terdiri dari beberapa macam tergantung kepada sistem produksi yang dipergunakan. Untuk melaksanakan proses produksi pertanian diperlukan adanya beberapa masukan untuk sistem produksi, antara lain adalah bahan baku yang dipergunakan, tenaga kerja langsung yang diperlukan, dana yang tersedia untuk modal kerja serta hal-hal lain yang diperlukan. Dengan adanya masukan sistem produksi pertanian tersebut maka akan dapat dilaksanakan kegiatan produksi dengan

mempergunakan sistem produksi yang ada. Bahan baku yang dapat

dipergunakan akan menjadi input dari sistem produksi. Jumlah dan jenis dari bahan baku tentunya akan terkait dengan sistem produksi, yaitu kepada komoditi yang akan dihasilkan serta alat yang digunakan untuk menghasilkan komoditi tersebut. Dengan demikian, bahan baku ini akan mempunyai

ketergantungan pula terhadap sistem produksi yang dipergunakan. Terkait penggunaan tenaga kerja langsung, keterampilan khusus sangat dibutuhkan. Tanpa adanya keterampilan khusus yang dimiliki oleh tenaga kerja seperti operator Hand traktor atau traktor maka pelaksanaan produksi melalui pengolahan tanah yang berupa faktor produksi akan mempunyai hasil yang kurang memuaskan. Untuk melaksanakan kegiatan produksi sangat dibutuhkan dana sebagai modal kerja yang juga merupakan input yang diperlukan oleh sistem produksi. Kekurangan dana untuk pembiayaan tenaga


(39)

kerja, maupun penyediaan bahan baku serta biaya lainnya yang diperlukan akan mengakibatkan terganggunya pelaksanaan produksi dalam perusahaan tersebut.

2.1.4. Faktor Produksi Tanaman Jagung

Pengusaha (dalam hal ini petani) akan selalu berpikir bagaimana ia

mengalokasikan input yang paling efisien untuk dapat memperoleh produksi (output) yang maksimal. Hubungan fisik antara input dan output disebut fungsi produksi yang bergantung pada sejumlah variabel : iklim dan cuaca, tanah, mutu bibit, alat-alat, pupuk, pestisida, modal dan tenaga kerja. Jumlah input yang tepat dapat ditentukan melalui perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian yang akurat. Daniel (2004) menyatakan bahwa masing – masing faktor produksi memiliki fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain.

Kelana (1994) mendefinisikan fungsi produksi sebagai proses perubahan dari input menjadi output. Suatu fungsi produksi menunjukkan output maksimum yang bisa diproduksi pada setiap kombinasi input dalam jangka waktu tertentu. Fungsi produksi yang eksplisit akan memberikan indikasi secara tepat kuantitas output yang akan di produksi pada tingkat input tertentu. Untuk dapat melakukan produksi yang baik maka penggunaan faktor produksi harus dikelola. Penggunaan lahan sangat tergantung pada keadaan lingkungan lahan berada. Pembagian penggunaan lahan menurut topografinya sangat penting karena mencirikan karektiristik usaha tani didaerah tersebut. Topogarfi lahan menggambarkan kategori lahan antara lain : lahan dataran pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi yang diusahakan oleh penduduk


(40)

yang bertempat tinggal dilokasi tersebut. Elevasi atau ketinggian tempat dari muka laut mempunyai peranan dalam usaha tani. Berdasarkan ketinggian, tanah atau lahan dapat dibedakan :

1. Lahan dataran tinggi >= 700 m dari atas permukaan laut. Lahan dataran

tinggi terdiri dari lahan kering dataran tinggi dan lahan basah dataran tinggi. 2. Lahan dataran rendah <= 700 m dari permukaan laut. Lahan dataran rendah

terdiri dari lahan kering datan rendah, lahan sawah dataran rendah, lahan sawah tadah hujan, lahan pesisir, lahan rawa, dan lahan pasang surut.

Kesuburan lahan pertanian akan menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menentukan hasil yang lebih tinggi dari pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah. Lahan pertanaian berkaitan dengan tekstur tanah yang pada akhirnya menentukan jenis tanah : tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya. Jenis tanah perlu menjadi perhatian dalam usaha pertanian karena keadaan dan jenis tanah akan memberikan atau mengarahkan petani kepada pilihan komoditas, pilihan pemupukan, pilihan teknologi, serta pilihan metode dalam melakukan pengolahan tanah tersebut. Spesifikasi dari tanah tersebut memang tidak selamanya menjadi baku. Disamping diperlukan kesuburan fisis yang baik, juga diperlukan kesuburan kimiawi yang baik agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Modal merupakan semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil dan sebagainya yang dimiliki. Modal tersebut dapat mendatangkan

penghasilan bagi si pemilik modal. Modal dapat dibagi dua yaitu :

1. Modal tetap, artinya barang-barang dalam proses produksi yang dapat


(41)

2. Modal bergerak, artinya barang-barang dalam proses produksi yang hanya bisa dipakai satu kali.

Dalam usaha pertanian dikenal modal fisik dan modal manusiawi. Modal fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk, ternak, dan lain-lain. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan, latihan, kesehatan, dan lain-lain. Modal pertanian selalu diukur dengan uang, karena uang merupakan alat tukar yang sah dan berlaku di mana-mana. Oleh karena itu dalam usaha tani modal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi.

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti membutuhkan tenaga kerja. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang tidak membutuhkan keahlian secara khusus. Usaha tani keluarga digerakkan dan dikelola dibawah pimpinan sang ayah. Bila terjadi kekurangan tenaga kerja, mereka biasanya saling tolong menolong antar famili atau antar keluarga yang bertetangga. Dengan semakin meningkatnya

kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian, sehingga

dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagi tenaga kerja upahan. Sebaliknya usaha pertanian skala besar, lebih banyak

menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan cara menyewa. Tenaga kerja dari luar tersebut memiliki keahlian seperti menggunakan traktor. Dalam analisa tenaga kerja diperlukan standarisasi untuk mengalokasikan sebaran penggunaan tenaga kerja selama proses produksi, sehingga kekurangan tenaga


(42)

kerja pada saat berlangsungnya kegiatan tersebut dapat dihindarkan. Oleh karena itu, tenaga kerja tidak bisa dipisahkan dengan manusia atau penduduk. Melalui uraian diatas serta beberapa kajian yang telah dilakukan, maka fungsi produksi (hasil panen) khususnya pada tanaman jagung, dapat dijelaskan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Dahlan et.al, (1996) menjelaskan bahwa penggunaan jenis bibit yang

digunakan masyarakat, khususnya pada tanaman jagung sangat menentukan jumlah hasil panen. Saat ini, terdapat 2 (dua) jenis, yaitu bibit lokal dan bibit hibrida. Bibit lokal merupakan hasil pembiakan dari tanaman sebelumnya yang dianggap oleh petani sebagai bibit yang baik, dengan pemilihan berdasarkan kriteria tertentu. Sedangkan bibit hibrida, merupakan pengembangan dari hasil uji lab yang dihasilkan oleh para produsen bibit, dimana kualitas dan produksi yang dihasilkan dapat diestimasi dan bibit ini harganya relatif lebih mahal daripada bibit lokal. Oleh karena itu, masyarakat petani cenderung lebih menggunakan bibit lokal yang diperoleh tanpa adanya tambahan biaya. Potensi hasil jagung varietas hybrida rata-rata mencapai 5-6 ton per hektar.

2. Swastika dkk (2001) mengemukakan pendapatnya bahwa senjang hasil antara

rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini dengan potensi hasil kemampuan lahan masih cukup lebar. Selain itu, semakin besar luas lahan yang ditanami maka semakin besar hasil panen.

3. Kasryno (2002) menjelaskan bahwa penggunaan jenis lahan untuk budidaya

tanaman jagung juga menentukan hasil panen. Lahan yang relatif basah (baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi) cenderung lebih banyak menghasilkan panen daripada lahan kering. Salah satu penyebabnya adalah


(43)

tanaman jagung memerlukan kadar air yang relatif banyak dibandingkan tanaman lain. Hal ini sejalan dengan hasil penelitiannya, bahwa terdapat kecenderungan peningkatan penggunaan lahan basah untuk tanaman jagung yang dilaksanakan oleh para petani (diperkirakan saat ini areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan meningkat masing-masing menjadi 10-15% dan 20-30% terutama pada daerah produksi jagung komersial). Fenomena ini juga didukung oleh Mink et al. (1987) dimana hasil penelitian nya dengan jangka waktu pengamatan 18 tahun menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat pada lahan kering, 11% pada lahan sawah irigasi, dan sisanya (10%) pada lahan sawah tadah hujan.

4. Syafruddin et.al (1998) menjelaskan bahwa teknik penggunaan pupuk yang

tepat dan benar akan dapat meningkatkan mutu dan hasil panen tanaman jagung. Hal ini, ia buktikan dengan melakukan penelitian di Propinsi Sulawesi Selatan dimana hasil panen tanaman jagung meningkat secara signifikan melalui penggunaan pupuk NPK dan pupuk S. Bahkan pada lahan kering, Subandi (1998) mengemukakan bahwa dengan pemupukan berimbang produksi jagung di lahan kering di Nusa Tenggara dapat mencapai 3,4 hingga 6,5 ton per hektar.

2.1.5. Teknik Budi Daya Jagung

Bercocok tanam pada prinsipnya mempunyai tujuan utama untuk memperoleh produksi maksimal. Khusus, tanaman jagung, ditanam untuk dipetik hasilnya yang berupa biji jagung. Biji-biji ini terbentuk dalam satu kesatuan yang melekat pada tongkol. Biji jagung dapat dikonsumsi langsung


(44)

dalam bentuk makanan, maupun diproses terlebih dahulu diolah menjadi tepung jagung. Sedangkan konsumsi jagung secara tidak langsung digunakan untuk makanan ternak. Kanisius (1993) menyatakan produksi tanaman adalah kegiatan atau sistem budidaya tanaman yang melibatkan beberapa faktor produksi seperti tanah, iklim, varietas, pengelolaan serta alat-alat agar diperoleh hasil maksimum secara berkesinambungan.

Persiapan dan pelaksanakan merupakan suatu kegiatan yang sangat dibutuhkan secara signifikan dimulai dengan penyiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman agar dicapai panenan yang baik. Lahan yang digunakan untuk tempat bertanam akan menentukan

kebijaksanaan perencanaan tanam seperti tempat bertanam, iklim, benih (varietas) yang digunakan serta alat-alat yang akan digunakan. Tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah seperti tanah yang berstektur ringan, misalnya andosol, dan latosol asalkan memiliki (pH) yang memadai serta tanah yang berstektur berat, misalnya grumosol bila aerasi dan drainase tanah diatur dengan baik. Adisarwanto dan Astuti (2000) menyatakan tempat bertanam jagung dibagi menjadi dua bagian yaitu : penanaman dilahan kering dan penanaman dilahan persawahan.

Jagung dapat tumbuh pada suhu 13◦ C - 38◦ C dan mendapatkan sinar matahari secara penuh. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih adalah 30◦C - 32◦C dengan kapasitas air tanah antara 25% - 60%. Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23◦C - 27◦C. Unsur iklim penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan fase reproduktif terutama pada saat mengakhiri pembuahan jagung adalah faktor penyinaran matahari.


(45)

Benih sebagai bahan utama atau modal pokok dalam budidaya jagung harus dipersiapkan. Benih yang diperlukan, dikaitkan dengan tujuan dan perencanaan penanaman. Benih yang baik adalah jenis benih vareitas unggul, benih yang berasal dari varietas unggul memiliki daya tumbuh yang tinggi (lebih dari 90

persen), mempunyai viabilitas yaitu dapat mempertahankan kelangsungan

pertumbuhannya menjadi tanaman yang baik. Mutu benih sangat menentukan tingkat produktivitas jagung yang dicapai. Penggunaan benih yang bermutu tinggi bersifat lebih respons terhadap teknologi produksi yang diterapkan dan menentukan kepastian populasi tananaman yang tumbuh.

Mutu benih ditetapkan melalui standarisasi yang bersertifikasi dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Adisarwanto dan Astuti (2000) menyatakan untuk memperoleh benih unggul yang bermutu bisa dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu :

1. Menggunakan benih bersari bebas, yaitu varietas yang benihnya dapat

digunakan terus menerus pada setiap penanaman. Benih bersari bebas berasal dari pemilihan pada saat pemungutan hasil (panen) yang mempunyai sifat-sifat unggul seperti bulir lebih besar, umur pendek, produksi tinggi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap perubahan suhu atau iklim, batangnya kokoh (tidak mudah roboh ketika terkena angin), tahan terhadap kadar garam yang tinggi, serta tahan terhadap kemasaman tanah (pH). Beberapa varietas bersari bebas yang beredar dipasaran antara lain Arjuna, Bisma, Logaligo, Kalingga, Wiyasa, Rama, dan Wisanggeni.

2. Menggunakan benih hibrida, yang diperoleh dari hasil seleksi kombinasi,


(46)

satu spesies untuk mendapatkan genotype (sifat-sifat dalam) yang unggul, biasa disebut breeding (hibridisasi). Beberapa varietas hibrida yang beredar dipasaran antara lain Hibrida jenis C, Pioneer, CPI, BISI, IPB dan Semar. Soekartawi (2002) menyatakan pertanian di Indonesia dicirikan banyaknya penggunaan tenaga kerja manusia dikarenakan luas usaha relatif sempit, relatif kurang dari satu hektar, peranan tenaga kerja yang bersifat kekeluargaan relatif lebih besar mengakibatkan tenaga kerja dari luar masih kurang diperlukan dan penggunaan tenaga kerja mesin masih relatif sedikit hanya berkisar pada tenaga pendukung saja. Secara umum alat-alat yang digunakan untuk bercocok tanam jagung seperti cangkul, alat tanam dengan tugal, alat penyemprotan, sedangkan pada lahan yang luas digunakan tenaga mesin seperti jettor atau traktor untuk melakukan pembajakan serta mesin penanam untuk melakukan kegiatan penanaman. Tata cara pengolahan tanah tergantung pada jenis atau keadaan tanah. Rukmana (1997) menyatakan pengolahan tanah untuk tanaman jagung dapat dilakukan dengan cara yaitu :

1. Tanpa olah tanah (TOT) atau disebut Zerro tillage dilakukan pada lahan

yang bertekstur ringan, tanah hanya dicangkul untuk lubang tanam serta pada lahan tersebut perlu diberi mulsa untuk mengatasi erosi dan menekan jumlah gulma.

2. Pengolohan tanah minimum (minimum tillage) dilakukan pada tanah yang

peka terhadap erosi seperti tanah yang berpasir atau tanah ringan, mencangkul dengan kedalaman 15-25 cm hingga tanah menjadi gembur seminggu atau kurang dari seminggu sebelum waktu tanam.


(47)

3. Pengolahan tanah maksimum atau sempurna (maximum tillage) dilakukan pada tanah yang berstektur berat dengan mencangkul atau membajak selama dua kali atau lebih sedalam 15-20 cm, gulma dan sisa tanaman dibenamkan serta tanah digaru sampai rata, dan dilakukan paling lambat seminggu sebelum waktu tanam.

Penanaman jagung juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang akan diperoleh. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut adalah waktu tanam, jarak tanam, dan cara menanam. Waktu tanam perlu diperhatikan dengan cermat agar penanaman dapat dilakukan dengan baik. Warisno (1998) menyatakan dari beberapa jenis lahan tersebut waktu tanamnya berbeda-beda. Pertama, pada tanah tegal dan pekarangan sebaiknya penanaman dilakukan pada musim labuhan yaitu saat hujan mulai turun sekitar bulan September hingga November, Bisa juga pengolahan tanah pada musim marengan yaitu pada saat hujan mulai berakhir sekitar bulan Februari sampai dengan Maret dengan syarat pengairan selama musim kemarau terjamin. Kedua, pengolahan tanah pada tanah sawah sebaiknya dilakukan setelah tanaman padi dipanen.

Berbagai pengaturan jarak tanaman perlu dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal. AAK (1998) menyatakan pengaturan jarak tanaman akan menentukan kebutuhan benih. Dalam tabel 2.1 dibawah ini disajikan beberapa pilihan bagi petani untuk menentukan jarak tanam dalam satuan hektare.

Tabel 2.1. Kebutuhan Benih Jagung Pada Berbagai Jarak Tanam

Jarak Tanam Jumlah Tanaman

Tiap lubang

Jumlah Tanaman Tiap hektare 100 x 40

75 x 25

2 1

50.000 60.000


(48)

75 x 20 60 x 60 60 x 30 60 x 25 60 x 20 60 x 15 60 x 10 50 x 20 50 x 10

1 2-3 2 2 2 1 1 2 1 65.000 55. 112 – 82.668

110.000 133.000 165.000 110.000 165.000 200.000 200.000

Sumber : AAK, 1993

AAK (1998) menyatakan penanaman dilakukan dengan cara penugalan pada lahan yang sempit dan pekarangan. Tugal adalah alat semacam tongkat yang terbuat dari kayu dan pada salah satu ujungnya dibuat meruncing. Tugal tersebut ada yang bermata tunggal, ada juga bermata dua atau segi tiga sesuai dengan lubang yang dibentuk. Kedalaman lubang antara 2,5 cm sampai dengan 5 cm. Setelah lubang terbentuk, benih yang dipersiapkan sebelumnya dimasukkan kedalam lubang tersebut sesuai dengan jumlah lubang. Selanjutnya lubang yang sudah ada benihnya ditutup dengan baik. Penanaman ini dilakukan oleh dua orang yaitu satu orang yang membuat lubang, sedangkan yang lain mengisi lubang dengan benih sekaligus menutup lubang. Kedalaman dan penutupan lubang sangat berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahan benih. Sedangkan pada lahan yang sangat luas dan datar, dengan jumlah tenaga kerja manusia yang terbatas, penanaman dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi berupa mesin penanam sekaligus penutup lubang.

Pertumbuhan tanaman jagung jua memerlukan curah hujan yang merata. Air sangat berperan dalam peningkatan produksi. Keterlambatan penambahan air pada fase kecambah, berbunga, pengisian, dan pemasakkan biji tentu akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas biji yang dihasilkan. Selanjutnya Rukmana (1997) menyatakan jagung yang kekurangan air dan mengalami kelayuan selama


(49)

1-2 hari pada saat pembungaan dapat menurunkan hasil sampai 22 %, bila kelayuan pada tanaman terjadi selama 5-8 hari, akan mengakibatkan penurunan hasil hingga 50 %. Cara pemberian air di daerah yang kering dilakukan 1- 2 minggu sekali atau tergantung pada keadaan tanah dengan cara mengalirkan air melalui saluran pemasukkan air (bedengan). Sedangkan pada lahan persawahan pengairan berasal dari saluran irigasi.

Setelah bibit jagung tumbuh, maka perlu dipelihara sebaik-baiknya. Pemeliharaan tanaman jagung meliputi kegiatan pokok seperti penyulaman, penyiangan dan pembubunan, pemupukan serta pengairan bagi daerah yang kering (Rukmana, 1997). Penyulaman dilakukan jika ada benih yang rusak atau tidak tumbuh. Kegiatan ini dilakukan sekitar 7-10 hari setelah tanam dengan menggunakan benih yang sejenis. Penyulaman yang terlambat (lebih dari 15 hari setelah tanam) mengakibatkan pertumbuhan jagung tidak merata dan menyulitkan kegiatan pemeliharaan berikutnya. Supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik maka dibutuhkan kegiatan penyiangan untuk pengendalian atau pengurangan gulma (rumput liar) yang tumbuh diareal penanaman. Gulma (rumput liar) yang tumbuh di areal penanaman adalah pesaing dalam hal kebutuhan sinar matahari, air, dan unsur hara. Tergantung perkembangannya, penyiangan gulma dapat dilakukan 2-3 kali. Penyiangan pertama dilakukan sebelum pemupukan susulan yang kedua. Penyiangan kedua dapat dilakukan sebulan setelah penyiangan pertama disertai dengan pembubunan, dan penyiangan ketiga dapat dilakukan jika dianggap perlu, yaitu jika pertumbuhan gulma terlihat subur atau lebat. Penyiangan gulma, selain secara manual atau mekanis, dapat dilakukan secara


(50)

kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida seperti Gramoxone, Roundup, Sundup dan lain sebagainnya.

Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan unsur hara yang memadai. Untuk memenuhinya dilakukan pemupukkan, baik secara organik sebanyak 15-20 ton/hektar maupun dengan menggunakan pupuk yang anorganik seperti Urea 300 Kg/Ha, TSP atau SP-36 100 Kg/Ha, dan KCL 50 Kg/Ha.

Berdasarkan keperluannya, jagung dapat dipanen pada tingkat kemasakan yang berbeda. Pemanenan masak susu dilakukan untuk keperluan sebagai sayur. Jagung semi dapat dipanen pada umur 47-48 hari setelah tanam untuk dataran rendah, dan 60 hari setelah tanam untuk dataran tinggi. Jagung masak susu atau Semi (baby corn) memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Tanaman masih kelihatan segar dan masih berwarna hijau.

b. Panjang rambut jagung antara 3-5 cm.

c. Biji mulai terisi zat pati yang berbentuk seperti cairan susu atau santan. d. Biji belum keras dan bila dipijit akan keluar cairan putih seperti susu atau

santan.

Pemanenan saat masak lunak dilakukan untuk keperluan jagung rebus, jagung bakar, atau jagung sayur. Jagung masak lunak atau jagung manis (sweet corn) memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Ujung daun bagian bawah mulai kering.

b. Keadaan tongkol agak besar dan agak berat.

c. Biji jagung mulai agak keras dan bila dipijit akan keluar isi seperti tepung basah.


(51)

Pemanenan jagung pada tingkat masak tua merupakan pemanen yang paling banyak dilakukan petani. Jagung hasil panen ini digunakan untuk berbagai keperluan konsumsi, misalnya untuk makanan pokok, pembuatan tepung jagung, makanan ternak serta untuk keperluan lainnya. Jagung dapat dipanen setelah tanaman berumur antara umur 90 hari sampai dengan 110 hari tergantung pada varietas yang digunakan. Jagung masak tua atau masak mati memiliki cirri-ciri :

a. Batang, daun, dan kelobot buah berubah warna menjadi kuning bahkan

sebagian besar sudah mengering.

b. Semua bagian tanaman telah kering dan mati.

c. Biji jagung sudah tampak keras, dan mengilap.

d. Bila ditekan dengan kuku tangan, bijinya tidak tampak bekas tekanan

e. Kadar air sudah mencapai 30% - 35%.

Dalam melakukan kegiatan pemanenan, hal yang perlu diperhatikan sekali adalah keadaan cuaca. Hasil panen jagung persatuan hektarnya adalah berkisar antara 7 – 9 ton/ha, tergantung pada potensi hasil, kesuburan lahan, dan teknik budi daya yang dipraktekkan. Tata cara panen jagung adalah sebagai berikut :

a. Petik tongkol dengan tangan hingga terlepas dari batangnya dan sekaligus

mengupas kulitnya.

b. Dilakukan pada hari yang cerah (tidak ada hujan).

c. Dimasukkan kedalam sebuah wadah seperti goni atau bakul.

d. Setelah sampai ditempat penampungan, segera dihamparkan dilantai yang

bersih dan kering.

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air serendah mungkin, agar didalam penyimpanannya jagung tidak mudah rusak. Berdasarkan sumber


(52)

energinya, pengeringan pada jagung dapat dibedakan menjadi pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami merupakan pengeringan yang dilakukan dengan bantuan sinar matahari (penjemuran). Agar didapat hasil pengeringan yang baik, sebaiknya disediakan areal yang cukup luas karena pengeringan jagung tidak boleh dilakukan dengan cara menumpukkannya. Tata cara pengeringan jagung yaitu :

a. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan lantai jemur, alas anyaman

bambu, dan tikar.

b. Pengeringan tongkol dilakukan sampai kadar air ± 18 %.

c. Pada proses pengeringan tongkol sampai kadar air ± 18 %, tongkol jangan

dimasukkan kedalam karung dalam waktu yang cukup lama, akan menyebabkan biji jagung akan mengalami kerusakan.

Apabila hujan terus menerus, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis atau mengalirkan udara yang panas ke tempat-tempat pengeringan. Beberapa jenis alat yang biasa digunakan adalah omprongan, alat pengering dengan aerasi dan alat pengering tipe continuos. Setelah pengeringan dilakukan maka kegiatan selanjutnya adalah pemipilan. Pemipilan merupakan kegiatan melepaskan biji dari tongkol, memisahkan tongkol, dan memisahkan kotoran dari jagung pipilan. Tujuan pemipilan adalah untuk menghindari kerusakan, menekan kehilangan, memudahkan pengangkutan, dan memudahkan pengolahan selanjutnya. Pemipilan dapat dilakukan apabila tongkol sudah cukup kering, kadar air biji jagung berkisar 17% - 20%. Pemipilan secara tradisional dilakukan dengan menggunakan tangan, yaitu dengan


(53)

menggunakan tongkat yang dipukul pada sebuah karung yang berisi jagung-jagung yang masih bertongkol.

Selain menggunakan tangan, pemipilan jagung dapat dilakukan dengan bantuan alat yang sederhana seperti kikian, Pemipil tipe Sulawesi Utara, pemipil tipe silinder (tipe F11.223), pemipil model ARS-2002, pemipil model TPI, dan tipe Ramapil, maupun pemipil yang menggunakan mesin seperti pemipil tipe Senapil. Sebelum jagung hasil pemipilan dijual, kegiatan panenan yang terakhir adalah melakukan penyimpanan atau penggudangan. Kegiatan penyimpanan terdiri dari dua cara. Pertama, penyimpanan jagung dalam bentuk berkolobot dilakukan dengan cara mengikat jagung dalam besaran tertentu seperti 15 tongkol – 20 tongkol atau 30 tongkol – 40 tongkol, kemudian digantung dan diletakkan secara tersusun diatas para-para. Kedua, Jagung yang telah dipipil, dapat juga disimpan dalam sebuah wadah plastik yang kedap udara, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Jagung yang telah dipipil dimasukkan kedalam sebuah wadah plastik yang

kedap udara seperti karung plastik.

b. Karung-karung plastik tersebut diletakkan diatas balok kayu untuk

mencegah kontak langsung antara karung dengan lantai sehingga karung tidak lembab dan sirkulasi udara terjamin.

c. Untuk mencegah serangan-serangga sehingga daya simpannya menjadi lebih

panjang, karung-karung tersebut disemprot dengan cairan insektisida Silosan 25 EC 2% dan Damfin 50 EC dengan dosis 500 CC/10 Liter air.


(54)

2.2. Kebijakan Pemerintah 2.2.1. Pengertian Harga

Harga merupakan persoalan yang fundamental baik bagi penjual maupun pembeli. Harga dapat membantu dalam menentukan jumlah volume penjualan dan dapat pula mempengaruhi biaya-biaya produksi bilamana pengeluaran sejalan dengan volume penjualan atau besarnya produksi. Harga, nilai, dan faedah (utility) merupakan konsep-konsep yang sangat berkaitan. Faedah (utility) adalah atribut suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan. Sedangkan nilai adalah ungkapan secara kuantitatif tentang kekuatan barang untuk dapat menarik barang lain dalam pertukaran. Untuk melaksanakan pertukaran tersebut digunakan pasar sebagai tempatnya. Dimana pasar merupakan mekanisme pada saat pembeli dan penjual suatu komoditi mengadakan interaksi menentukan harga dan kuantitasnya (Samuelson dan Nordhaus, 1992)

Berbagai pengertian harga, antara lain sebagai mana yang dikemukakan oleh (Basu Swasta dan Irawan, 1990) menyatakan bahwa harga adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi produk dan pelayanannya. Sedangkan Samuelson dan Nordhaus (1992) menyatakan bahwa harga merupakan nilai suatu barang dalam satuan mata uang

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa harga pasar merupakan suatu mekanisme saat pembeli dan penjual mengadakan interaksi untuk menentukan nilai suatu barang dalam satuan mata uang beserta


(55)

kuantitasnya. Harga ditetapkan oleh pembeli dan penjual yang saling bernegoisasi, penjual akan meminta harga lebih tinggi dari pada yang mereka harap akan diterima., dan pembeli akan menawar kurang dari pada yang mereka harap dibayar. Dalam perekonomian saat ini untuk mengadakan pertukaran atau untuk mengukur nilai suatu komoditi dengan menggunakan uang. Jumlah uang yang digunakan dalam pertukaran tersebut mencerminkan tingkat harga dari suatu barang. Barang yang dinilai dengan harga tersebut perlu ditetapkan untuk mendekatkan produsen dengan konsumen melalui transaksi jual – beli.

2.2.2. Metode Penetapan Harga

Gitosudarmo (1994) menyatakan beberapa penentapan harga yaitu berdasarkan pada biaya, konsumen, dan persaingan.

Selanjutnya Basu Swastha (1990) menyatakan tingkat harga yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti (1) kondisi perekonomian, (2) Penawaran dan permintaan, (3) elastisitas permintaan, (4) persaingan, (5) biaya, (6) tujuan manajer, (7) pengawasan pemerintah.

Dalam dunia nyata sulit untuk mengumpulkan data yang akurat tentang

penerimaan marjinal (MR) dan biaya marjinal (MC), agar dapat menentukan

tingkat output dan harga yang optimal pada titik dimana MR dan MC. Metode

penentuan harga yang paling luas dipergunakan adalah cost-plus pricing (

penetapan harga di atas biaya) atau disebut juga markup pricing/full cost pricing. Praktek penetapan harga diatas biaya mencerminkan perbedaan dalam biaya marjinal dan elastisitas permintaan merupakan cara yang efisien untuk beroperasi sehingga MR=MC untuk setiap lini komoditi yang dijual.


(56)

Kelana (1994) menyatakan Penetapan harga dapat dilakukan dengan mengenakan suatu markup, dihitung melalui perbedaan harga dan biaya variabel rata-rata atau merupakan persentase harga diatas biaya variabel rata-rata.

Sedangkan Salvatore (2003) menyatakan Pendekatan yang paling umum dalam menentukan praktek penetapan harga diatas biaya, pelaku usaha

mengestimasi biaya variabel rata-rata (AVC) untuk memproduksi atau membeli

dan memasarkan suatu komoditi untuk tingkat output yang normal atau standar, kemudian menambahkan terhadap AVC sebuah biaya overhead rata-rata, sehingga memperoleh perkiraan biaya rata-rata yang teralokasi penuh (C). Terhadap biaya rata-rata yang teralokasi penuh tersebut, pelaku usaha menambahkan sebuah tambahan biaya (m) margin sebesar suatu persentase tertentu untuk memperoleh laba. Biaya yang dialokasikan sepenuhnya ditentukan dengan pertama-tama mengestimasi langsung biaya per unit, lalu mengalokasikan biaya tidak langsung yang diperkirakan, atau biaya umum, dengan mengasumsikan tingkat keluaran yang normal atau standar. Harga lalu ditentukan dari biaya standar per unit yang dihasilkan, tanpa memperhitungkan variasi jangka pendek dalam biaya unit aktual. Biaya yang dialokasikan sepenuhnya dapat disesuaikan ketika beroperasi dalam kapasitas penuh.

Selama periode-periode puncak, ketika sarana produksi sepenuhnya dimanfaatkan, ekspansi akan diperlukan untuk meningkatkan produksi lebih

lanjut. Harga markup umumnya menentukan harga atas dasar biaya yang

dialokasikan sepenuhnya dalam kondisi normal, tetapi menawarkan pemotongan harga atau menerima marjin yang lebih rendah selama periode-periode diluar puncak ketika kapasitas yang berlebih cukup besar tersedia. Keluaran yang


(57)

dihasilkan selama periode-periode diluar puncak dapat memiliki biaya yang secara dramatis lebih rendah pada keluaran yang diproduksi selama periode-periode puncak, faktor-faktor musiman, kekuatan pasar, dan mutu komoditi akan mempengaruhi permintaan akan barang.

Selanjutnya Salvatore (2003) menyatakan bahwa pemakaian penentuan harga markup disebabkan oleh beberapa kelebihan dari metode ini. Pertama, penentuan harga markup umumnya memerlukan informasi yang lebih sedikit dan tidak terlalu akurat dibanding aturan menentukan harga pada tingkat output ketika penerimaan marjinal sama dengan biaya marjinal. Kedua, penentuan harga markup lebih sederhana untuk digunakan. Ketiga, penentuan harga markup memberikan pembenaran yang jelas untuk peningkatan harga yang disebabkan peningkatan biaya.

Kondisi permintaan memainkan peran penting dalam penetapan harga markup, sensitivitas harga dari sebuah komoditi adalah pertimbangan utama dalam menetapkan marjin. Barang-barang pokok sangat peka terhadap harga dan memiliki marjin yang lebih kecil. Produk-produk dengan marjin tinggi cenderung dimiliki oleh barang-barang yang permintaannya kurang peka terhadap harga. Didunia nyata didapati berbagai penetapan tambahan yang lebih tinggi terhadap komoditi yang memiliki permintaan yang inelastis dibanding yang memiliki permintaan yang elastis, dan jika meningkatnya persaingan menyebabkan meningkatnya elastisitas permintaan, mereka akan menurunkan tambahan yang mereka tetapkan.

Keberadaan lebih dari satu pasar atau kelompok konsumen juga akan menimbulkan kemungkinan digunakannya metode penetapan harga melalui


(58)

diskriminasi harga atau praktek penetapan harga yang berbeda di berbagai pasar. Pappas, J. L. dan Hirschey, M. (1995) menyatakan Diskriminasi harga adalah praktek penetapan harga yang menentukan harga yang berbeda dipasar yang berbeda, yang tidak berkait dengan perbedaan dalam biaya. Selanjutnya Nicholson (1994) menyatakan Jika dua pasar terpisah, sebuah perusahaan dapat memaksimumkan laba dengan menjual komoditi (produk)nya pada harga yang berbeda dikedua pasar tersebut. Diskriminasi harga akan selalu menaikkan laba, karena hal itu memungkinkan untuk menaikkan pendapatan total tanpa mempengaruhi biaya.

Sedangkan Salvatore (2003) menyatakan bahwa harus ada Tiga kondisi yang dipenuhi pelaku usaha untuk dapat menerapkan diskriminasi harga. Pertama, pelaku usaha harus memiliki kemampuan mengendalikan harga komoditi (produk). Kedua, Elastisitas harga dari permintaan terhadap komoditi (produk) tersebut harus berbeda untuk jumlah komoditi (produk) yang berbeda, pada waktu yang berbeda untuk kelompok pelanggan yang berbeda atau dalam pasar yang berbeda. Ketiga, kapan waktu komoditi (produk) atau jasa tersebut dikonsumsi atau digunakannya komoditi (produk) tersebut, dan kelompok pelanggan atau pasar bagi komoditi (produk) tersebut harus dapat dipisahkan. Dengan kata lain pelaku usaha harus mampu mensegmentasikan pasar dengan mengindentifikasi bagian-bagian pasar dan mencegah perpindahan pelanggan dalam bagian-bagian pasar yang berbeda.

Salvatore (2003) menambahkan bahwa diskriminasi harga dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori. Pertama, diskriminasi harga derajat pertama, pengenaan harga yang berbeda kepada setiap pelanggan. Pelaku usaha


(59)

memperoleh jumlah maksimum yang rela dibayar oleh setiap pembeli untuk komoditi (produk)nya. Kedua, diskrimasi harga derajat kedua, pengenaan harga yang berbeda berdasarkan tingkat penggunaan pelanggan melibatkan penetapan harga atas dasar jumlah yang dibeli. Ketiga diskriminasi harga derajat ketiga, pengenaan harga berbeda untuk setiap jenis pelanggan dengan memisahkan pelanggan-pelanggannya kedalam beberapa kelompok dan menetapkan harga yang berbeda untuk setiap kelompok.

2.2.3. Kebijakan Harga

Didalam perekonomian, perdagangan memegang peranan penting. Besarnya peranan ini tampak dari sumbangan sektor perdaganan didalam keseluruhan produksi nasional serta sumbanganya di dalam menyediakan kesempatan kerja. Supaya kuantitas dan kualitas bahan pangan dapat merata dikonsumsi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah melakukan langkah-langkah dan kebijaksanaan yang benar-benar tepat pada sasaran dengan merangsang.

a) Peningkatan kegairahan berproduksi.

b) Peningkatan /perbaikan dan kelancaran pemasaran.

c) Peningakatan pemberian kesempatan kerja dalam peningkatan pendapatan

penduduk.

Menciptakan dan mendekatkan pasar bagi para petani, menentukan patokan harga pasar, membantu para petani (produsen) serta para pedagang yang memasarkan produk-produk serta membantu meningkatkan pendapatan penduduk. Dalam keadaan panen raya, produksi sangat melimpah sehingga harga pasar berada dibawah yang semestinya (harga keseimbangan). Karena itu diperlukan kebijaksanaan harga dasar yang lebih tinggi dari harga pasar tersebut.


(60)

Panen Raya

Gambar 2.1. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Kelebihan Produksi Pada Saat Panen Raya

Andaikan harga pasar adalah Pm dan harga dasar adalah Pf, maka Pf lebih besar dari Pm. Dengan berlakunya harga dasar ini, konsekuensinya adalah pemerintah harus membeli kelebihan produksi. 0Qo adalah besarnya produksi yang diminta masyarakat pada harga pasar (Pm) yang berada dibawah harga dasar (Pf). Bila harga dasar diberlakukan, maka jumlah permintaan adalah sebesar 0Q1. Agar harga dasar dapat berfungsi dengan baik, maka pemerintah perlu membeli kelebihan produksi (penawaran) sebesar Q1Q2. Dalam situasi seperti ini, maka jumlah produksi yang seharusnya dijual produsen adalah sebesar 0Q2, yang dijual untuk konsumsi masyarakat adalah sebesar 0Q2 dan yang dibeli oleh pemerintah adalah sebesar Q1Q2 (Soekartawi, 2002). Sedangkan situasi paceklik adalah situasi saat jumlah produksi yang tersedia terbatas, sementara jumlah konsumen tetap atau bahkan terus bertambah. Dalam keadaan seperti ini harga pasar cenderung tinggi atau lebih tinggi dari harga keseimbangan bila saja tidak

Sumber : Daniel (2004) Harga

Pf Pm

D

S’

S D’

Q1 Q0 Q2


(1)

8. Jenis tanaman apa yang saudara tanam :

Jagung Jagung dan padi

Padi

9. Apa alasan saudara menanam jagung ? Sudah tradisi turun temurun

Arahan dan petunjuk dari dinas pertanian (pemda) Arahan dan petunjuk dari kelompok

Cocok dengan kondisi lahan Mencoba saja

10. Jenis lahan apa yang saudara manfaatkan untuk tanaman jagung : Lahan kering lahan sawah tadah hujan

Lahan sawah irigasi

11. Jenis bibit jagung apa yang saudara gunakan :

Lokal Hibrida

12. Darimana saudara memperoleh bibit tersebut : Dinas Pertanian (pemda) Beli eceran

Kelompok

13. Apakah saudara memberi pupuk pada tanaman jagung Ya, selalu Tidak pernah

Kadang-kadang

14. Jika ya dan kadang-kadang,

Agar tanaman subur dan berbuah bagus


(2)

Mencegah kematian tanaman

Hanya kebiasaan

15. Jika ya dan kadang-kadang,

Organik Anorganik

jenis pupuk apa yang saudara gunakan

16. Jika Organik

Dinas Pertanian (pemda) Buat sendiri , darimana saudara memperolehnya :

Koperasi (kelompok) Beli eceran

17. Jika anorganik

NPK POC

, mohon disebutkan jenis pupuk yang digunakan :

POG

18. Apakah tanaman jagung saudara pernah terkena hama dan penyakit :

Pernah Tidak Pernah

Kadang-kadang

19. Dengan siapa saudara melakukan konsultasi terkait hama dan penyakit tersebut : Dinas Pertanian (pemda) Penjual pupuk

Koperasi (kelompok) mencari informasi sendiri

20. Jenis hama dan penyakit apa yang sering saudara hadapi :

……… ……… …………

21. Biasanya, kapan hama dan penyakit tersebut terjadi : Pada saat penyemaian


(3)

Antara penyemaian dan pemanenan Pada saat mau panen

22. Apakah hama dan penyakit tersebut dapat diatasi :

Ya Tidak

23. Darimana saudara memperoleh pengetahuan tentang tanaman jagung Dinas Pertanian (pemda) keluarga / tetangga / masyarakat Koperasi (kelompok) mencari informasi sendiri

24. Apakah dengan pengetahuan itu sudah merasa cukup untuk menanam jagung ?

Ya, cukup Belum cukup

25. Apakah dengan pengetahun itu, hasil panen jagung saudara meningkat? Ya, meningkat Biasa saja/tidak ada perubahan

26. Terkait masalah proses pemanenan, bagaimana saudara langsung memasarkannya? Ya, langsung Tidak langsung

27. Apa alasan saudara menjual langsung

Karena butuh uang kesepakatan dengan kelompok/koperasi ?

28. Apa alasan saudara menjual tidak langsung Karena harga jual saat itu relatif rendah

?


(4)

tinggi

29. Menurut saudara, bagaimana harga jual jagung selama ini ?

Stabil Tidak stabil

30. Apakah saudara mengetahui kemana jagung saudara dibawa atau diolah lagi ?

Ya tahu Tidak tahu

31. Apakah saudara permah mendapat fasilitas/kemudahan/bimbingan dari Dinas Pertanian :

Pernah Tidak pernah

32. Apa yang saudara peroleh dari Dinas Pertanian (Pemda) Bibit

Pupuk dan obat-obatan

Alat teknologi (semprot dan sebagainya) Fasilitas kredit/dana hibah

Bimbingan dan penyuluhan Penampungan hasil panen

33. Menurut saudara, apa kendala yang dihadapi dalam menanam jagung ?

Kelangkaan bibit unggul dan berkualitas (yang menjadi kendala utama)


(5)

Ketiadaan alat teknologi (semprot dan sebagainya) Ketidakstabilan harga jual

Keterbatasan pengetahuan dalam faktor teknis

Keterbatasan teknologi dalam melakukan penanganan pasca panen Rendahnya perhatian dari pemerintah daerah terhadap petani jagung

34. Apa hasil panen dari tanaman jagung dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga anda?

Cukup Tidak Cukup

35. Apakah saudara mengetahui dan selalu memantau harga jual jagung didaerah lain? Ya, mengetahui Tidak mengetahui

36. Berapa rata-rata harga jual jagung yang saudara ketahui ? Rp. 1.600-Rp.1.799 Rp. 2.000-Rp. 2.199 Rp. 1.800-Rp.1.999 > Rp. 2.200

37. Berapa Kg rata-rata hasil panen saudara per ha? < 2,5 ton 3 – 3,5 ton 2,5 – 3 ton > 3,5 ton

38. Selain hasil dari tanaman jagung, darimana saudara menambah pendapatan bagi keluarga?

Melakukan tumpang sari pada tanaman jagung

Melakukan penanaman selain jagung (tetap pada sektor pertanian) Melakukan kegiatan diluar sektor pertanian

39. Apakah saudara masih memiliki kemauan dan harapan untuk tetap menanam jagung?


(6)

40. Apa harapan saudara terhadap pemerintah daerah terkait tanaman jagung ?

Mendirikan industri pengolahan jagung agar masyarakat dapat menikmati nilai tambah

Memberikan bibit unggul dan berkualitas, pupuk, obat-obatan, dan peralatan Menyediakan dan memfasilitasi kredit atau dana hibah

Membuat peraturan (qanun) terhadap harga harga jual minimum