kuantitasnya. Harga ditetapkan oleh pembeli dan penjual yang saling bernegoisasi, penjual akan meminta harga lebih tinggi dari pada yang mereka harap akan
diterima., dan pembeli akan menawar kurang dari pada yang mereka harap dibayar. Dalam perekonomian saat ini untuk mengadakan pertukaran atau untuk
mengukur nilai suatu komoditi dengan menggunakan uang. Jumlah uang yang digunakan dalam pertukaran tersebut mencerminkan tingkat harga dari suatu
barang. Barang yang dinilai dengan harga tersebut perlu ditetapkan untuk mendekatkan produsen dengan konsumen melalui transaksi jual – beli.
2.2.2. Metode Penetapan Harga
Gitosudarmo 1994 menyatakan beberapa penentapan harga yaitu berdasarkan pada biaya, konsumen, dan persaingan.
Selanjutnya Basu Swastha 1990 menyatakan tingkat harga yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti 1 kondisi perekonomian, 2
Penawaran dan permintaan, 3 elastisitas permintaan, 4 persaingan, 5 biaya, 6 tujuan manajer, 7 pengawasan pemerintah.
Dalam dunia nyata sulit untuk mengumpulkan data yang akurat tentang penerimaan marjinal MR dan biaya marjinal MC, agar dapat menentukan
tingkat output dan harga yang optimal pada titik dimana MR dan MC. Metode penentuan harga yang paling luas dipergunakan adalah cost-plus pricing
penetapan harga di atas biaya atau disebut juga markup pricingfull cost pricing. Praktek penetapan harga diatas biaya mencerminkan perbedaan dalam biaya
marjinal dan elastisitas permintaan merupakan cara yang efisien untuk beroperasi sehingga MR=MC untuk setiap lini komoditi yang dijual.
Universitas Sumatera Utara
Kelana 1994 menyatakan Penetapan harga dapat dilakukan dengan mengenakan suatu markup, dihitung melalui perbedaan harga dan biaya variabel
rata-rata atau merupakan persentase harga diatas biaya variabel rata-rata. Sedangkan Salvatore 2003 menyatakan Pendekatan yang paling umum
dalam menentukan praktek penetapan harga diatas biaya, pelaku usaha mengestimasi biaya variabel rata-rata AVC untuk memproduksi atau membeli
dan memasarkan suatu komoditi untuk tingkat output yang normal atau standar, kemudian menambahkan terhadap AVC sebuah biaya overhead rata-rata, sehingga
memperoleh perkiraan biaya rata-rata yang teralokasi penuh C. Terhadap biaya rata-rata yang teralokasi penuh tersebut, pelaku usaha menambahkan sebuah
tambahan biaya m margin sebesar suatu persentase tertentu untuk memperoleh laba. Biaya yang dialokasikan sepenuhnya ditentukan dengan pertama-tama
mengestimasi langsung biaya per unit, lalu mengalokasikan biaya tidak langsung yang diperkirakan, atau biaya umum, dengan mengasumsikan tingkat keluaran
yang normal atau standar. Harga lalu ditentukan dari biaya standar per unit yang dihasilkan, tanpa memperhitungkan variasi jangka pendek dalam biaya unit
aktual. Biaya yang dialokasikan sepenuhnya dapat disesuaikan ketika beroperasi dalam kapasitas penuh.
Selama periode-periode puncak, ketika sarana produksi sepenuhnya dimanfaatkan, ekspansi akan diperlukan untuk meningkatkan produksi lebih
lanjut. Harga markup umumnya menentukan harga atas dasar biaya yang dialokasikan sepenuhnya dalam kondisi normal, tetapi menawarkan pemotongan
harga atau menerima marjin yang lebih rendah selama periode-periode diluar puncak ketika kapasitas yang berlebih cukup besar tersedia. Keluaran yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan selama periode-periode diluar puncak dapat memiliki biaya yang secara dramatis lebih rendah pada keluaran yang diproduksi selama periode-periode
puncak, faktor-faktor musiman, kekuatan pasar, dan mutu komoditi akan mempengaruhi permintaan akan barang.
Selanjutnya Salvatore 2003 menyatakan bahwa pemakaian penentuan harga markup disebabkan oleh beberapa kelebihan dari metode ini. Pertama,
penentuan harga markup umumnya memerlukan informasi yang lebih sedikit dan tidak terlalu akurat dibanding aturan menentukan harga pada tingkat output ketika
penerimaan marjinal sama dengan biaya marjinal. Kedua, penentuan harga markup lebih sederhana untuk digunakan. Ketiga, penentuan harga markup
memberikan pembenaran yang jelas untuk peningkatan harga yang disebabkan peningkatan biaya.
Kondisi permintaan memainkan peran penting dalam penetapan harga markup, sensitivitas harga dari sebuah komoditi adalah pertimbangan utama
dalam menetapkan marjin. Barang-barang pokok sangat peka terhadap harga dan memiliki marjin yang lebih kecil. Produk-produk dengan marjin tinggi cenderung
dimiliki oleh barang-barang yang permintaannya kurang peka terhadap harga. Didunia nyata didapati berbagai penetapan tambahan yang lebih tinggi terhadap
komoditi yang memiliki permintaan yang inelastis dibanding yang memiliki permintaan yang elastis, dan jika meningkatnya persaingan menyebabkan
meningkatnya elastisitas permintaan, mereka akan menurunkan tambahan yang mereka tetapkan.
Keberadaan lebih dari satu pasar atau kelompok konsumen juga akan menimbulkan kemungkinan digunakannya metode penetapan harga melalui
Universitas Sumatera Utara
diskriminasi harga atau praktek penetapan harga yang berbeda di berbagai pasar. Pappas, J. L. dan Hirschey, M. 1995 menyatakan Diskriminasi harga adalah
praktek penetapan harga yang menentukan harga yang berbeda dipasar yang berbeda, yang tidak berkait dengan perbedaan dalam biaya. Selanjutnya Nicholson
1994 menyatakan Jika dua pasar terpisah, sebuah perusahaan dapat memaksimumkan laba dengan menjual komoditi produknya pada harga yang
berbeda dikedua pasar tersebut. Diskriminasi harga akan selalu menaikkan laba, karena hal itu memungkinkan untuk menaikkan pendapatan total tanpa
mempengaruhi biaya. Sedangkan Salvatore 2003 menyatakan bahwa harus ada Tiga kondisi
yang dipenuhi pelaku usaha untuk dapat menerapkan diskriminasi harga. Pertama, pelaku usaha harus memiliki kemampuan mengendalikan harga komoditi
produk. Kedua, Elastisitas harga dari permintaan terhadap komoditi produk tersebut harus berbeda untuk jumlah komoditi produk yang berbeda, pada waktu
yang berbeda untuk kelompok pelanggan yang berbeda atau dalam pasar yang berbeda. Ketiga, kapan waktu komoditi produk atau jasa tersebut dikonsumsi
atau digunakannya komoditi produk tersebut, dan kelompok pelanggan atau pasar bagi komoditi produk tersebut harus dapat dipisahkan. Dengan kata lain
pelaku usaha harus mampu mensegmentasikan pasar dengan mengindentifikasi bagian-bagian pasar dan mencegah perpindahan pelanggan dalam bagian-bagian
pasar yang berbeda. Salvatore 2003 menambahkan bahwa diskriminasi harga dapat
dikelompokkan kedalam tiga kategori. Pertama, diskriminasi harga derajat pertama, pengenaan harga yang berbeda kepada setiap pelanggan. Pelaku usaha
Universitas Sumatera Utara
memperoleh jumlah maksimum yang rela dibayar oleh setiap pembeli untuk komoditi produknya. Kedua, diskrimasi harga derajat kedua, pengenaan harga
yang berbeda berdasarkan tingkat penggunaan pelanggan melibatkan penetapan harga atas dasar jumlah yang dibeli. Ketiga diskriminasi harga derajat ketiga,
pengenaan harga berbeda untuk setiap jenis pelanggan dengan memisahkan pelanggan-pelanggannya kedalam beberapa kelompok dan menetapkan harga
yang berbeda untuk setiap kelompok.
2.2.3. Kebijakan Harga