Pengaruh Pekerjaan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB Pengaruh Pendapatan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB

penelitian Mantra, dkk 1994, yang menyatakan bahwa pria dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi dibanding pria yang berpendidikan rendah. Hasil penelitian lain yang dilakukan LD FEUI 1998 menyimpulkan hasil analisisnya bahwa kemungkinan untuk pernah atau sedang praktik metode KB pria modern lebih tinggi pada pasangan suami istri yang suaminya berpendidikan minimal SLTP. Kalangie 1994, dalam penelitiannya menemukan bahwa yang memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah pendidikan. Pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang untuk lebih baik yang akan memungkinkan seseorang untuk menyerap informasi, juga dapat berfikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap hal yang dihadapi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa suami yang berpartisipasi dalam ber-KB lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah sebanyak 7 orang 41,2, tingkat pendidikan sedang 6 orang 35,3, dan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 4 orang 23,5. Berdasarkan wawancara dengan responden hal ini disebabkan responden menggunakan kontrasepsi karena permintaan istri dan rasa kasihan terhadap istri bukan karena adanya pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan.

5.1.6. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel pekerjaan tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi suami dalam ber-KB p=0,999. Universitas Sumatera Utara Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mardiani 2006, yang menyatakan bahwa variabel pekerjaan tidak berpengaruh terhadap partisipasi suami dalam ber-KB di Jawa Barat, tetapi memiliki pengaruh yang signifikan di Jawa Timur p=0,000. Angka pencapaian partisipasi yang tertinggi berada pada kelompok yang bekerja pada sektor non pertanian. Penelitian Agustina 2006, juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan utilisasi pelayanan KB di Kabupaten Tapanuli Tengah. Penelitian Rustam 2006, menunjukkan pekerjaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi pria dalam praktik KB modern di Indonesia p=0,007. Hal ini diperkuat oleh penelitia Bongaart, 1983 yang menyatakan prevalensi penggunaan kontrasepsi oleh mereka yang bekerja lebih tinggi daripada yang tidak bekerja. Penyebab utamanya adalah dorongan untuk menyelaraskan kedudukan dalam keluarga dengan tuntutan pekerjaan sehingga menumbuhkan motivasi untuk mengatur kelahiran dengan menggunakan kontrasepsi. Hasil studi lain menunjukkan bahwa pasangan yang bekerja dan mempunyai penghasilan yang tinggi akan lebih cenderung mempraktikkan metode KB modern daripada mereka yang tidak bekerja dan memiliki penghasilan yang rendah Samosir, 1994. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden sebagian besar responden berprofesi sebagai pedagang, pedagang kaki lima dan berdagang di depan rumah. Pekerjaan yang dilakukan tidak menuntut adanya prestise yang menyebabkan situasi yang mengharuskan mereka ber-KB.

5.1.7. Pengaruh Pendapatan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB

Universitas Sumatera Utara Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel pendapatan tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi suami dalam ber-KB p=0,354. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Rustam 2006, yang menyatakan bahwa pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi suami dalam menggunakan KB modern. PUS yang berpendapatan tinggi mempunyai probabilitas 3,718 kali untuk pernah sedang menggunakan kontrasepsi daripada PUS dengan pendapatan rendah. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Lembaga Demografi Fakutas Ekonomi Universitas Indonesia LD FEUI tahun 2005 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka akan semakin tinggi persentase PUS yang menggunakan metode KB pria modern. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suami yang berpendapatan rendah Rp. 1.020.000 memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi 25,9 dari pada suami yang berpendapatan tinggi ≥Rp.1.020.000 dalam menggunakan kontrasepsi pria. Hal ini mungkin disebabkan kontrasepsi yang dilakukan bukan karena murah atau mahalnya metode kontrasepsi, namun adanya rasa kasihan kepada pasangan yang mendorong pria untuk ber-KB.

5.1.8. Pengaruh Jumlah Anak Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB.