Bertrand 1980, menerangkan bahwa faktor umur memiliki pengaruh yang sangat erat terhadap partisipasi suami dalam ber-KB.
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rafael 2000 dan Sabaruddin 2002, yang menyatakan bahwa utilisasi pelayanan
kesehatan berhubungan dengan umur. Variabel umur merupakan hal yang penting karena biasanya sasaran program pelayanan kesehatan cenderung berkaitan dengan
umur. Seperti diketahui bahwa pada hakekatnya pelayanan kesehatan dapat dimanfaatkan oleh semua golongan umur, tetapi ada pelayanan kesehatan tertentu
yang tidak dapat dimanfaatkan oleh golongan umur tertentu, misalnya rumah bersalin dimanfaatkan oleh ibu hamil untuk bersalin dan klinik KB dimanfaatkan oleh PUS
untuk konsultasi dan memasang alat KB. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
proporsi responden yang berusia produktif 15-64 tahun dengan responden yang berusia nonproduktif 15 dan 64 tahun dalam menggunakan kontrasepsi pria. Hal
ini mungkin disebabkan usia istri dari kedua kelompok responden masih dalam masa reproduksi yang memungkinkan untuk menggunakan atau tidak menggunakan
kontrasepsi pria.
5.1.4. Pengaruh Suku Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB
Hasil analisis uji statistik dengan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh variabel suku terhadap partisipasi suami dalam ber-KB
p=0,859. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Arief 2009, di Kecamatan Metro Timur, Propinsi Lampung yang menyatakan bahwa suku tidak mempunyai pengaruh
terhadap penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Khairurahmi 2005, yang menyatakan suku memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi pria dalam
ber-KB di Kecamatan Medan Maimun p=0,014. Menurut Azhari 2000, yang mengutip pendapat Dever, suku bangsa merupakan salah satu faktor sosiodemografis
yang mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Secara umum proporsi responden yang berpartisipasi dalam ber-KB
menunjukkan proporsi yang hampir sama pada setiap suku. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh budaya tidak begitu memengaruhi responden dalam mengambil
keputusan untuk menggunakan kontrasepsi pria. Adanya modernisasi di segala lini kehidupan menyebabkan berkurangnya pengaruh adat istiadat dan budaya di
masyarakat. Terutama masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan segala kemajemukan tingkat kehidupan yang secara perlahan mengikis nilai-nilai budaya
dan kesukuan.
5.1.5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap
partisipasi suami dalam ber-KB p=0,157. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Khairurahmi 2005, yang menyatakan bahwa pendidikan memiliki
pengaruh terhadap partisipasi suami dalam ber-KB di Kecamatan Medan Maimun p=0,012.
Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian Rustam 2006, yang menyatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi pria
dalam penggunaan kontrasepsi modern di Indonesia p=0,000. Senada dengan
Universitas Sumatera Utara
penelitian Mantra, dkk 1994, yang menyatakan bahwa pria dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, lebih banyak menggunakan alat kontrasepsi dibanding pria
yang berpendidikan rendah. Hasil penelitian lain yang dilakukan LD FEUI 1998 menyimpulkan hasil
analisisnya bahwa kemungkinan untuk pernah atau sedang praktik metode KB pria modern lebih tinggi pada pasangan suami istri yang suaminya berpendidikan minimal
SLTP. Kalangie 1994, dalam penelitiannya menemukan bahwa yang memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah pendidikan. Pendidikan
sangat menentukan daya nalar seseorang untuk lebih baik yang akan memungkinkan seseorang untuk menyerap informasi, juga dapat berfikir secara rasional dalam
menanggapi informasi atau setiap hal yang dihadapi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa suami yang berpartisipasi
dalam ber-KB lebih tinggi pada tingkat pendidikan rendah sebanyak 7 orang 41,2, tingkat pendidikan sedang 6 orang 35,3, dan tingkat pendidikan tinggi sebanyak
4 orang 23,5. Berdasarkan wawancara dengan responden hal ini disebabkan responden
menggunakan kontrasepsi karena permintaan istri dan rasa kasihan terhadap istri bukan karena adanya pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan.
5.1.6. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Partisipasi Suami dalam ber-KB