24
sebaliknya dimana perusahaan dengan rasio book to market rendah memiliki tingkat return saham yang relatif lebih tinggi
.
2.2. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
Nama Peneliti
Variabel Penelitian
Judul Penelitian
Teknik Analisis
Data Hasil Penelitian
Darusman 2012
Firm Size, Book To
Market Ratio, Price Earning
Ratio, dan Momentum
Analisis Pengaruh Firm
Size, Book To Market Ratio,
Price Earning Ratio, Dan
Momentum Terhadap
Return Portofolio
Saham Analisis
Linier Berganda
Firm Size dan Book to Market
Ratio berpengaruh
positif dan tidak signifikan
terhadap return saham.
Price Earning Ratio
berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap
return portofolio saham
perusahaan. Momentum
terjadi pada minggu ke-2, 4,
dan 8 setelah pembentukan
harga saham.
Fitriati 2005
Distress risk, firm size, dan
book to market ratio
Analisis Hubungan
Distress Risk, Firm Size, dan
Book to Market Ratio dengan
Return Saham Analisis
Linier Berganda
Hubungan negatif antara distress
risk dengan return saham.
Hubungan negatif antara firm size
dengan return saham. Hubungan
positif antara book to market
ratio dengan return saham
.
25
Nama Peneliti
Variabel Penelitian
Judul Penelitian
Teknik Analisis
Data Hasil Penelitian
Suhardiyah 2002
Price earning ratio, dan
risiko Pengaruh Price
Earning Ratio dan Risiko
Terhadap Return Saham
Analisis regresi
berganda Price earning
ratio secara
individual tidak berpengaruh
terhadap return
saham. Risiko yang diukur dari
variable beta berpengaruh
positif dan signifikan.
Pengaruh per dan risiko secara
bersama-sama sangat kecil
terhadap
return saham.
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan pada kajian teori dan hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruhdistress risk, firm size, danbook to market ratio terhadapreturn saham,
dapat dijelaskan sebagai berikut : Distress risk merupakan risiko kegagalan perusahaan dalam menjalankan
operasi atau usahanya Altman:1968. Dalam dunia bisnis, kegagalan dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor finansial. Dalam hal
ini, faktor ekonomi berupa lemahnya industri serta lokasi dan lingkungan yang tidak mendukung. Kegagalan ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan
pendapatan sehingga tidak dapat menutup biaya-biaya perusahaan, ini berarti tingkat laba perusahaan lebih kecil daripada biaya modal atau nilai sekarang dari
arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Sedangkan faktor finansial dapat berupa utang yang terlalu banyak serta penggunaan modal yang tidak efisien.
26
Kegagalan keuangan bisa juga diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas
dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu insolvensi teknis dan insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis adalah perusahaan dapat dianggap
gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban saat jatuh tempo. Faktor finansial inilah yang kemudian dapat menimbulkan risiko financial distress pada
perusahaan. Di dalam penelitian Banz 1981 dinyatakan bahwa saham dengan nilai
kapitalisasi pasar yang rendah atau memiliki firm size kecil dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibanding saham dengan firm size yang
lebih besar. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Chan, Hamao dan Lakonishok 1991 mengkonfirmasikan bahwa perusahaan dengan kapitalisasi
kecil mempunyai tingkat pengembalian lebih besar 5 persen daripada saham berkapitalisasi besar.Penelitian Keim dalam Elton, et all 2003 mempunyai
kesimpulan yang sama dengan penelitian Banz. Ang 1997 menyatakan bahwa rasio book to market merupakan rasio
yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja perusahaan melalui harga pasarnya, semakin rendah rasio ini menandakan semakin tinggi perusahaan
dinilai oleh para investor. Nilai harga pasar adalah harga saham yang terjadi di padsar bursa pada saat-saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka model kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai Gambar 2.1 berikut :
27
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4. Hipoteis